Analysis of Micro Climate Change Phenomena to the fisherman income at Rembang, Central Java

(1)

ANALISIS FENOMENA PERUBAHAN IKLIM MIKRO

TERHADAP PENGHASILAN NELAYAN DI REMBANG

JAWA TENGAH

MOH. ROGIB

SEKOLAH PASCA SARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR


(2)

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis Analisis Fenomena Perubahan

Iklim Mikro Terhadap Penghasilan Nelayan di Rembang Jawa Tengah

adalah karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun yang tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka dibagian akhir tesis ini.

Bogor, Maret 2012

Moh. Rogib H351090061


(3)

ABSTRACT

MOH. ROGIB, 2012. Analysis of Micro Climate Change Phenomena to the fisherman income

at Rembang, Central Java. Under direction of ACENG HIDAYAT and AHYAR ISMAIL.

Sarang and Kragan are sub districts of Rembang’s city as central production sea fishery at the central Java province. This research has purposed to identification parameter micro climate for last 10 years, this is analysis connection between result of catching fish and parameter climate change. And then analysis economy activity which have connection with parameter climate change, such as level of welfare fisherman and support sub region of Sarang and Kragan districts. Climate change global has effect against climate change local at Rembang. Result of coefficient regression shows that rain intensity and speedy wind has effect against catching fish so to reduce fisherman income and welfare fisherman from 2001 until 2010. This result show has happed deficit of natural resources at Sarang and Kragan sub districts. Exchange rate fisherman 2001-2010 did reducing. The value of Exchange rate fisherman 2001 up 1 and 2010 under 1, it means acceptance fisherman’s family has not had capable of giving all of need subsistence’s. And support of environment 46.756 people have ecological footprint value 7.899 ha/capita, while biocapacity 3.118 ha/capita. Comparison ecological footprint (EF) and Biocapacity (BC) are looked that EF>BC.


(4)

RINGKASAN

MOH. ROGIB, Analisis Fenomena Perubahan Iklim Mikro Terhadap

Penghasilan Nelayan di Rembang Jawa Tengah. Dibimbing oleh ACENG

HIDAYAT sebagai ketua dan AHYAR ISMAIL sebagai anggota komisi pembimbing.

Sarang dan Kragan adalah kecamatan di Kabupaten Rembang sebagai sentra produksi perikanan laut di Propinsi jawa tengah. Penelitian ini bertujuan mengidentifikasi Parameter Iklim Mikro selama 10 tahun terakhir, Menganalisis Keterkaitan Hasil Tangkap Ikan dengan Perubahan Iklim Mikro. Selanjutnya Menganalisis seberapa Besar Tingkat Kesejahteraan Nelayan yang dilihat dari Berubahnya Nilai Tukar Nelayan, Menganalisis Daya Dukung Lingkungan akibat Perubahan Iklim Terhadap Masyarakat Nelayan dan Kebijakan yang diambil pemerintah kabupaten Rembang.

Perubahan iklim global berpengaruh terhadap perubahan iklim mikro di Rembang. Perubahan Iklim Mikro yang terjadi berdampak pada perikanan tangkap. Analisis karekteristik perubahan iklim lokal dengan indikator hari hujan, curah hujan dan kecepatan angin setiap tahun mengalami perubahan yang signifikan. Hasil koefisien regresi bahwa kenaikan hari hujan menurunkan hasil tangkapan ikan. Sementara kenaikan Kecepatan Angin akan menurunkan hasil tangkapan ikan sehingga menurunkan penerimaan nelayan.

Salah satu indikator perubahan iklim mikro adalah terjadinya pemanasan global. Nilai Tukar Nelayan (NTN) keluarga nelayan dari tahun 2001-2010 mengalami penurunan. Nilai Tukar Nelayan pada tahun 2001 nilainya diatas satu sedangkan pada tahun 2010 dibawah satu yang artinya penerimaan keluarga nelayan belum mampu memenuhi seluruh kebutuhan subsistennya. Penurunan nilai tukar nelayan ini diduga akibat perubahan iklim mikro yang terjadi di Rembang.

Jumlah kemiskinan tahun 2001 relaif kecil sebasar 2,86 % sedangkan pada tahun 2010 jumlah kemiskinan mengalami peningkatan sebesar 17,14 %.

Peningkatan jumlah kemiskinan nelayan Mini Purse Seine akibat perubahan iklim

yang ditandai dengan intesitas hujan dan kecepatan angin yang ekstrim (tinggi). Pemanasan global disebabkan oleh peningkatan gas rumah kaca.

Perubahan iklim terjadi didunia, tak terkecuali di Indonesia. Nilai Ecological

Footprint 7,899 ha/ kapita, sedangkan biocapacity yang tersedia 3,118 ha/ kapita.

Perbandingan antara Ecological Footprint (EF) dan Biocapacty (BC) terlihat

bahwa EF > BC. Hasil ini menunjukan telah terjadi defisit sumberdaya alam di Kecamatan Sarang dan Kragan.

Strategi adapatasi yang dilakukan oleh masyarakat nelayan Sarang dan Kragan akibat iklim yang ekstrim yaitu meminjam uang, menjual barang, mengurangi biaya operasional melaut, mengolah hasil tangkapan ikan menjadi produk yang bernilai tinggi dan bekerja sampingan. Sedangkan strategi mitigasi yang dilakukan oleh masyarakat nelayan Sarang dan Kragan yaitu membuat bangunan ditepi pantai dan penanaman mangrove atau tanaman pantai lainnya di daerah pesisir laut.


(5)

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2012 Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang

1. Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan atau menyebut sumber.

a. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penulisan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah.

b. Pengutipan tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB.

2. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis dalam bentuk laporan apapun tanpa ijin IPB.


(6)

ANALISIS FENOMENA PERUBAHAN IKLIM MIKRO

TERHADAP PENGHASILAN NELAYAN DI REMBANG

JAWA TENGAH

MOH. ROGIB

Tesis

Salah satu syarat untuk memperoleh gelar

Magister Sains pada

Departemen Ekonomi Sumebrdaya dan Lingkungan

SEKOLAH PASCA SARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2012


(7)

(8)

Judul Tesis : Analisis Fenomena Perubahan Iklim Mikro Terhadap Penghasilan Nelayan di Rembang Jawa Tengah

Nama : Moh. Rogib

NRP : H351090061

Disetujui Komisi Pembimbing

Dr. Ir. Aceng Hidayat, MT Dr. Ir. Ahyar Ismail, M. Agr

Ketua Anggota

Diketahui

Ketua Program Studi Dekan Sekolah Pascasarjana

Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan

Prof. Dr. Ir. Akhmad Fauzi, M.Sc Dr. Ir. Dahrul Syah, M.Sc, Agr


(9)

PRAKATA

Puji Syukur Alhamdulillah, itulah ungkapan sebagai bentuk rasa syukur kepada Allah SWT, atas rahmat dan hidayah-Nya tugas akhir penelitian yang berjudul “Analisis Fenomena Perubahan Iklim Mikro Terhadap Tingkat Penghasilan Nelayan di Rembang Jawa Tengah” dapat diselesaikan. Topik ini dipilih atas dasar fenomena yang akhir-akhir ini menjadi isu penting baik lokal, nasional maupun internasional sehingga penulis tertarik untuk menelitinya.

Penulis menyadari bahwa selesainya penulisan karya ilmiah ini tidak lepas dari arahan dosen pembimbing. Untuk itu ucapan terima kasih kami ucapkan kepada Bapak Dr. Ir. Aceng Hidayat, MT selaku Ketua Komisi Pembimbing dan Bapak Dr. Ir. Ahyar Ismail, M. Agr selaku Anggota Komisi Pembimbing yang telah memberikan masukan-masukan bagi perbaikan penulisan penelitian ini. Pada kesempatan ini pula penulis ingin menyampaikan penghargaan dan rasa hormat yang setinggi-tingginya kepada:

1. Ketua Program Studi ESL sekaligus dosen, Prof. Dr. Ir. Akhmad Fauzi, M. Sc

dan dosen ESL lainnya. Mbak sofi yang sangat membantu selama penulis menempuh pendidikan di ESL.

2. Salam sujud penulis pada kedua orang tua, Bapak. H. Mafudho dan Ibu Hj.

Munawaroh serta kedua mertua Bapak Panut Hadi Suwito dan Hj. Djaini yang tidak berhenti mendoakan dalam menempuh studi dan lainnya.

3. Istri dan anak tercinta Endah Wahyu Ningsih, Mutiara Rizqi Erlambang (ARA)

yang memberikan waktu dan memahami saya selama studi.

4. Teman-teman ESL 2009, Hamdan, Yadi, Ongen, Said, Fadli, Kadek, Novan,

Maria, Iren, Asti semoga kalian semua sukses selalu.

Mudah-mudahan penelitian ini memberikan manfaat bagi bangsa dan negara khususnya bagi penulis. Akhir kata semoga segala usaha dan niat baik yang akan dilakukan mendapat hidayah oleh Allah SWT.

Bogor, Maret 2012


(10)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Kecamatan Sarang, Kabupaten Rembang pada tanggal 17 Juni 1979 dari pasangan Bapak H. Mafudho dan Hj. Munawaroh. Penulis merupakan anak ketiga dari lima bersaudara. Gelar Sarjana Peternakan, penulis peroleh di Universitas Brawijaya Malang pada tahun 2004. Setelah lulus S1 penulis merantau di Jakarta. Pada tahun 2009 penulis melanjutkan studi Magister (S2) di IPB dengan Program Studi Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan. Selain menimba ilmu penulis aktif dalam kegiatan kemasyarakatan di Jakarta.


(11)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL………. xii

DAFTAR GAMBAR……… xiii

LAMPIRAN……….. xiv

1. PENDAHULUAN………... 1

1.1. Latar Belakang………... 1.2. Perumusan Masalah………... 1.3. Tujuan Penelitian………... 1.4. Manfaat Penelitian………. 1.5. Ruang Lingkup Penelitian………. 1 3 4 5 5 II. TINJAUAN PUSTAKA………. 6

2.1. Pemanasan Global………. 2.2. Perubahan Iklim………. 2.3. Fenomena Perubahan Iklim Mikro……… 2.3.1. Hari Hujan………... 2.3.2. Curah Hujan……… 2.4. Perikanan………... 2.4.1. Perikanan Tangkap………. 2.4.2. Unit Penangkapan Ikan……….. 2.4.3. Alat Tangkap………... 2.4.4. Kapal………... 2.4.5. Nelayan………... 2.5. Mengukur Kemiskinan dan Kesejahteraan Masyarakat Nelayan……….. 2.6. Daya Dukung Lingkungan dengan Ecological Footprint……….. 2.7. Strategi Adaptasi dan Mitigasi……….. 6 8 9 11 11 13 15 15 15 16 16 17 20 22 III. KERANGKA PEMIKIRAN……… 24

IV. METODE PENELITIAN………. 26

4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian……… 4.2. Jenis dan Sumber Data……….. 4.3. Penentuan Jumlah Responden……….. 4.4. Metode Pengumpulan Data………... 4.5. Analisa Data……….. 4.5.1. Analisa Fenomena Perubahan Iklim Mikro……….. 4.5.2. Analisa Keterkaitan Hasil Tangkap Ikan dengan Perubahan Iklim Mikro di Rembang Jawa Tengah……….. 4.5.3. Analisis Tingkat Kesejahteraan Nelayan……… 4.5.3.1. Analisis Nilai Tukar Nelayan (NTN)……… 4.5.3.2. Analisis Tingkat Kemiskinan………

4.5.3.3. Analisis Ecological Footprint………

26 26 27 28 28 29 29 30 30 31 31


(12)

4.5.4. Analisis Strategi Adaptasi dan Mitigasi Nelayan

Rembang dalam Menghadapi Perubahan Iklim……… 32

V. KEADAAN UMUM KABUPATEN REMBANG………... 33

5.1. Kondisi Geografis……… 5.2. Kependudukan………. 5.3. Rata-Rata Anggota Rumah Tangga dan Tingkat Hunian……… 5.4. Perikanan Rembang………. 5.5. Kecamatan Sarang……… 5.6. Kecamatan Kragan………... 5.7. Karakteristik Responden……….. 5.7.1. Umur……….. 5.7.2. Pendidikan………. 5.7.3. Pengalaman Melaut………...

33 33 35 35 37 38 39 39 39 40

VI. HASIL DAN PEMBAHASAN………. 41

6.1. Perubahan Iklim Mikro dan Implikasinya terhadap

Kesejahteraan Nelayan ………. 6.1.1. Hari Hujan………... 6.1.2. Curah Hujan……… 6.1.3. Kecepatan Angin………. 6.2. Keterkaitan Iklim Global dengan Perubahan Iklim Mikro…………...

6.2.1. Suhu Dunia dan Mikro……… 6.2.1.1. Perkembangan Suhu Dunia………... 6.2.1.2. Perkembangan Suhu di Indonesia………. 6.2.2. Berubahnya Pola Hujan………...

6.2.2.1. Pola Hujan Dunia………... 6.2.2.2. Pola Hujan di Indonesia………. 6.3. Analisis Keterkaitan Hasil Tangkap Ikan dengan

Perubahan Iklim Mikro………... 6.4. Analisis Kesejahteraan dan Kemiskinan………..

6.4.1. Analisis Nilai Tukar Nelayan……….. 6.4.2. Tingkat Kemiskinan……… 6.4.3. Daya Dukung Lingkungan Melalui Konsumsi

Masyarakat (Analisis Ecological Footprint)………..

6.5. Strategi Adaptasi dan Mitigasi……….. 6.6. Rekomendasi Kebijakan……… 6.6.1. Pengelolaan Wilayah Pesisir………... 6.6.2. Rehabilitasi Habitat Pasisir………. 6.6.3. Perencanaan Adaptasi dan Mitigasi bagi Nelayan……….. 6.6.3.1. Adaptasi………. 6.6.3.2. Mitigasi……….. 41 41 43 45 64 64 64 65 66 66 67 69 72 72 74 75 77 78 78 78 78 78 79

VII. KESIMPULAN DAN SARAN………... 80

7.1. Kesimpulan……… 7.2. Saran………..

80 81


(13)

DAFTAR TABEL

Nomor Judul Halaman

1. Jenis dan Sumber Data dalam Penelitian………... 27

2. Metode Pengolahan da n Analisis Data dalam penelitian…………... 28

3. Analisis Fenomena Perubahan Iklim Mikro……… 29

4. Jumlah Penduduk di Rembang 2010……….. 34

5. Produksi Perikanan di Rembang 2001-2010……….. 36

6. Jumlah Nelayan Perikanan Tangkap Mini Purse Seine di Rembang 2001-2010………... 37

7. Mata Pencaharian Kecamatan Sarang 2010……….. 38

8. Mata Pencaharian Kecamatan Kragan 2010……….. 39

9. Perkembangan Hari Hujan 2001-2010………... 42

10. Perkembangan Curah Hujan……… 44

11. Keterkaitan Hasil Tangkap Ikan dengan Perubahan Iklim Mikro….. 69

12. Hasil Regresi ANOVA………. 70

13. Hasil Regresi Model Summary……… 70

14. Hasil Regresi Koefisien Parameter………... 72

15. Pergeseran Harga Tahun 2001- 2010……….. 73

16. Nilai Tukar Nelayan di Rembang (Kecamatan Sarang dan Kragan)… 74


(14)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Judul Halaman

1 Alur Terjadinya Pemanasan Global ………... 7

2 Siklus Perubahan Iklim Terhadap Sektor Perikanan ………... 14

3 Diagram Alur Kerangka Pemikiran ………... 25

4 Peta Lokasi Penelitian ………... 26

5 Peta Letak Kabupaten Rembang dalam Provinsi Jawa Tengah ………. 33

6 Laju Pertumbuhan Penduduk Kabupaten Rembang ……….. 34

7 Rata‐rata Anggota Rumah tangga dan Tingkat Hunian ……….. 35

8 Persentase Umur Responden ………... 39

9 Tingkat Pendidikan ………... 40

10 Pengalaman Melaut ………... 40

11 Hari Hujan 2001-2010 ………. 43

12 Curah Hujan 2001-2010 ………... 45

13 Kecepatan Angin 2001-2010 ……….. 46

14 Keterkaitan Hari Hujan dengan Hasil Tangkap Ikan 2001 ………. 47

15 Keterkaitan Curah Hujan dengan Hasil Tangkap Ikan 2001 …………. 47

16 Keterkaitan Kecepatan Angin dengan Hasil Tangkap Ikan 2001 …….. 48

17 Keterkaitan Hari Hujan dengan Hasil Tangkap Ikan 2002 ………. 49

18 Keterkaitan Curah Hujan dengan Hasil Tangkap Ikan 2002 ………….. 49

19 Keterkaitan Kecepatan Angin dengan Hasil Tangkap Ikan 2002 …….. 50

20 Keterkaitan Hari Hujan dengan Hasil Tangkap Ikan 2003 ………. 50

21 Keterkaitan Curah Hujan dengan Hasil Tangkap Ikan 2003 ………….. 51

22 Keterkaitan Kecepatan Angin dengan Hasil Tangkap Ikan 2003 ……… 51

23 Keterkaitan Hari Hujan dengan Hasil Tangkap Ikan 2004 ………... 52

24 Keterkaitan Curah Hujan dengan Hasil Tangkap Ikan 2004 ………….. 52

25 Keterkaitan Kecepatan Angin dengan Hasil Tangkap Ikan 2004 …….. 53

26 Keterkaitan Hari Hujan dengan Hasil Tangkap Ikan 2005 ………... 53

27 Keterkaitan Curah Hujan dengan Hasil Tangkap Ikan 2005 ………….. 54

28 Keterkaitan Kecepatan Angin dengan Hasil Tangkap Ikan 2005 …….. 54


(15)

30 Keterkaitan Curah Hujan dengan Hasil Tangkap Ikan 2006 ………….. 55

31 Keterkaitan Kecepatan Angin dengan Hasil Tangkap Ikan 2006 ……… 56

32 Keterkaitan Hari Hujan dengan Hasil Tangkap Ikan 2007 ………. 56

33 Keterkaitan Curah Hujan dengan Hasil Tangkap Ikan 2007 ………….. 57

34 Keterkaitan Kecepatan Angin dengan Hasil Tangkap Ikan 2007 …….. 57

35 Keterkaitan Hari Hujan dengan Hasil Tangkap Ikan 2008 ………. 58

36 Keterkaitan Curah Hujan dengan Hasil Tangkap Ikan 2008 ………….. 58

37 Keterkaitan Kecepatan Angin dengan Hasil Tangkap Ikan 2008 ……… 59

38 Keterkaitan Hari Hujan dengan Hasil Tangkap Ikan 2009 ………. 59

39 Keterkaitan Curah Hujan dengan Hasil Tangkap Ikan 2009 …………... 60

40 Keterkaitan Kecepatan Angin dengan Hasil Tangkap Ikan 2009 …….. 60

41 Keterkaitan Hari Hujan dengan Hasil Tangkap Ikan 2010 ……… 61

42 Keterkaitan Curah Hujan dengan Hasil Tangkap Ikan 2010 ………….. 61

43 Keterkaitan Kecepatan Angin dengan Hasil Tangkap Ikan 2010 …….. 62

44 Keterkaitan Hari Hujan dengan Hasil Tangkap Ikan 2001-2010 ……... 62

45 Keterkaitan Curah Hujan dengan Hasil Tangkap Ikan 2001-2010 ……. 63

46 Keterkaitan Kecepatan Angin dengan Hasil Tangkap Ikan 2001-2010... 63

47 Variasi Suhu Dunia ……….. 65

48 Perkembangan Suhu di Indonesia ……… 66

49 Pola Perubahan Hujan Dunia ………... 67


(16)

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Judul Halaman

1 Kuesioner Responden Nelayan Mini Purse Seine ……… 86

2 Karakteristik Responden ……… 95

3 Nilai Tukar Nelayan 2001 ……….. 97

4 Nilai Tukar Nelayan 2010 ……….. 99


(17)

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

Fenomena pemanasan global atau biasa disebut global warming

merupakan isu lingkungan hidup yang menjadi perhatian banyak negara di dunia. Isu ini menjadi isu global karena memberikan dampak langsung terhadap kehidupan manusia di dunia. Isu pemanasan global dapat membuat negara-negara berkumpul untuk melakukan aksi atau tindakan bersama dalam menanggulangi atau mencegah dampak buruk dari pemanasan global tersebut.

Pemanasan Global (Global Warming) yang melanda dunia menyebabkan

perubahan iklim Global dan berdampak terhadap lingkungan secara menyeluruh. Perubahan lingkungan global menyentuh sendi kehidupan di wilayah perairan dan akan berdampak negatif terhadap potensi, mutu dan kuantitas sumberdaya kelautan dan perikanan. Pemanasan global atmosfir telah meningkatkan suhu 0,5 derajad celsius yang mengakibatkan pencairan es di kutub dan peningkatan permukaan air laut sekitar 0,8 meter hingga 1,5 meter sepanjang abad ke-20 (Numberi, 2009).

Pemanasan global merupakan persoalan lingkungan hidup yang meliputi aspek ekonomi, geopolitik, sosiologi dan politik. Negara-negara industri maju berada pada posisi yang sulit untuk dibenturkan pada persoalan pemanasan global. Komunitas internasional mendorong negara-negara industri maju agar mengurangi tingkat emisinya. Untuk itu perlu ada instrumen yang jelas negara-negara maju mereduksi jumlah emisi karbon yang mereka produksi.

Pertemuan CoP-3 (Conference of The Parties) di Kyoto merupakan salah satu perhelatan paling besar dan istimewa yang melibatkan diplomasi lingkungan internasional. Konfrensi yang dilaksanakan pada tahun 1997 yang diikuti 2.200 delegasi dari 158 negara anggota konvensi, enam Negara pengamat, sekitar 4.000 pengamat dari ornop (organisasi non pemerintah) dan organisasi international, serta lebih dari 3.700 perwakilan media. Konfrensi tersebut menghasilkan kesepakatan internasional yang dikenal sebagai Protokol Kyoto. Secara resmi Protokol Kyoto di adposi melalui sebuah keputusan yang berkode 1/ CP.3 dan diterbitkan di Kyoto pada tanggal 11 Desember 1997. Negara yang terlibat (para


(18)

pihak) di undang untuk menandatangani protokol Kyoto pada tanggal 13 juli 1998 dan hingga akhir tahun 2002 sudah terdapat 84 negara yang mengadopsinya. Protokol Kyoto merupakan rezim internasional dibidang lingkungan yang sangat kompherensif dan komplek sehingga semua pihak memerlukan waktu untuk memahaminya dengan baik. Proses di Kyoto yang berjalan secara maraton membuat para pihak memikirkan implikasinya yang lebih jauh, terutama bagi Negara-negara berkembang yang jumlah delegasinya sedikit (Fatkurrohman, 2009).

Gas Rumah Kaca (GRK) merupakan suatu pokok bahasan penting ketika kita berbicara mengenai perubahan iklim dan pemanasan global. Terjadinya perubahan iklim merupakan gejala alam yang sering dikaitkan dengan penghangatan gas rumah kaca (GRK). Efek gas rumah kaca adalah kumpulan berbagai gas atau unsur-unsur kimia yang dilepaskan oleh alam maupun aktivitas manusia yang terperangkap diatmosfir sehingga meningkatkan suhu bumi dan pada akhirnya menyebabkan pemanasan global.

Perubahan iklim merupakan fenomena empiris yang dampaknya telah dirasakan oleh manusia. Perubahan ini akan meningkatkan kerentanan sosial, ekonomi, budaya yang mengakibatkan kemiskinan, penataan wilayah dan ruang yang kurang baik, daya dukung lingkungan yang menurun, lemahnya infrastruktur dan minimnya pemahaman masyarakat dalam pengurangan resiko maka dapat diprediksi dampak perubahan iklim dapat mengancam jiwa manusia, kehidupan dan sumber penghidupannya. Fenomena perubahan iklim yang sering terjadi adalah El Nino, La Nina, Dipole Mode dan Madden Julian Oscillation (MJO) (Fatkurrohman, 2009).

Wilayah Indonesia yang berada pada posisi strategis, diantara Benua Asia dan Australia, diantara Samudera Pasifik dan Samudera Hindia, serta dilalui garis katulistiwa, menyebabkan kondisi iklim di Indonesia dipengaruhi oleh fenomena El Nino, La Nina, Dipole Mode, dan Madden Julian Oscillation (MJO). Iklim di Indonesia juga dipengaruhi fenomena regional, seperti sirkulasi monsun

Asia-Australia, Daerah Pertemuan Angin Antar Tropis atau Inter Tropical Convergence

Zone (ITCZ) yang merupakan daerah pertumbuhan awan. Selain itu, kondisi topografi yang bergunung, berlembah, daerah pantai, dan sebagainya menambah


(19)

beragamnya kondisi iklim di Indonesia. Secara klimatologis terdapat 293 pola iklim, dimana 220 pola merupakan Zona Musim (ZOM) yaitu daerah yang mempunyai perbedaan jelas antara periode musim hujan dan periode musim kemarau (pola Monsun). Sedangkan 73 pola lainnya adalah Luar Zona Musim (Non ZOM), yaitu daerah yang umumnya memiliki ciri, terjadi 2 kali puncak hujan dalam setahun (pola Ekuatorial), atau mengalami curah hujan tinggi/rendah sepanjang tahun, atau daerah yang mengalami kejadian musim hujan dan musim kemarau kebalikan dengan di daerah Zona Musim (ZOM) pada umumnya (Badan Meteorologi dan Fisika, 2008).

Kabupaten Rembang merupakan daerah pantai Utara yang salah satu sumber pendapatannya dari penerimaan hasil tangkap ikan. Pekerjaan sebagai nelayan merupakan mata pencaharian utama masyarakat Rembang yang tergantung pada kondisi cuaca (iklim mikro). Jika iklim tidak berpihak pada nelayan maka pendapatan nelayan akan berkurang, sebaliknya jika iklimnya baik maka hasil tangkapan ikan bertambah. Kondisi gelombang ombak sedang naik, tingkat hujan yang tinggi, hari hujan yang banyak maka akan mengganggu kehidupan para nelayan, baik tingkat intensitas untuk berlayar, kesehatan, pengeluaran ekonomi akibat abrasi, hilangnya area di dekat pantai dan sebagainya.

1.2. Perumusan Masalah

Pemanasan global telah mempengaruhi kondisi iklim mikro yang dicirikan dengan peningkatan hari hujan, curah hujan dan kecepatan angin. Iklim menentukan kehidupan di suatu tempat, kemana udara mengalir dan merupakan statistik dari cuaca. Iklim juga menentukan hal mendasar pada kehidupan masyarakat nelayan mengenai berapa besar jumlah hari hujan, curah hujan dan kecepatan angin.

Peningkatan populasi dan kebutuhan hidup manusia tidak dapat dipungkiri akan meningkatkan tekanan terhadap lingkungan. Aktivitas pembangunan dengan memanfaatkan sumberdaya alam (SDA) tidak dapat dihindari. Namun, disisi lain harus diupayakan agar sumberdaya alam (SDA) khususnya perikanan agar dimanfaatkan secara berkelanjutan.


(20)

Kehidupan masyarakat nelayan Rembang sangat tergantung pada hasil tangkap ikan. Hujan yang terus-menerus, curah hujan yang tinggi, dan kecepatan angin yang tinggi berdampak pada kehidupan nelayan. Perubahan iklim akan mempengaruhi hasil tangkapan ikan yang diperoleh oleh nelayan. Selain itu perubahan iklim dapat menurunkan daya dukung lingkungan yang pada akhirnya akan semakin mempersulit kehidupan nelayan.

Berdasarkan uraian diatas terdapat pertanyaan yang perlu dicari jawabannya, yaitu:

1. Bagaimana Fenomena Perubahan Iklim Mikro di Rembang Jawa Tengah?

2. Bagaimana Keterkaitan Hasil Tangkap Ikan dengan Perubahan Iklim Mikro

di Rembang Jawa Tengah?

3. Bagaimana Tingkat Kesejahteraan Nelayan dengan indikator Nilai Tukar

Nelayan Perikanan Tangkap Mini Purse Seine, Tingkat Kemiskinan, dan

Ecological Footprint di Rembang Jawa Tengah?

4. Bagaimana Strategi Adaptasi dan Mitigasi Terhadap Masyarakat Nelayan

Perikanan Tangkap Mini Purse Seine di Rembang Jawa Tengah?

1.3. Tujuan Penelitian

Berdasarkan perumusan masalah di atas maka tujuan dari penelitian ini adalah:

1. Menganalisis Fenomena Perubahan Iklim Mikro yang ada di Rembang Jawa

Tengah.

2. Menganalisis Keterkaitan Hasil Tangkap Ikan dengan Perubahan Iklim

Mikro di Rembang Jawa Tengah

3. Mengananalis Tingkat Kesejahteraan Nelayan dengan indikator Nilai Tukar

Nelayan Perikanan Tangkap Mini Purse Seine, Tingkat Kemiskinan dan

Ecological Footprint di Rembang Jawa Tengah

4. Menganalisis Strategi Mitigasi dan Adaptasi akibat Perubahan Iklim

Terhadap Masyarakat Nelayan Perikanan Tangkap Mini Purse Seine di


(21)

1.4. Manfaat Penelitian

Penelitian tentang Fenomena Perubahan Iklim Terhadap Tingkat

Kesejahteraan Nelayan Perikanan Tangkap Mini Purse Seine di Rembang Jawa

Tengah ini dapat bermanfaat bagi:

1. Masyarakat Nelayan Perikanan Tangkap Mini Purse Seine, khususnya yang

ada di Rembang Jawa Tengah

2. Akademisi dan Peneliti, khususnya dalam menganalisis tentang Fenomena

Perubahan Iklim akibat Kerusakan Llingkungan baik yang diakibatkan oleh manusia maupun oleh alam itu sendiri.

3. Pemerintah, sebagai Pedoman dalam Mengambil Kebijakan yang dapat

Meningkatkan Kualitas Hidup para Nelayan Perikanan Tangkap Mini Purse

Seine khususnya di Rembang Jawa Tengah

1.5. Ruang Lingkup Penelitian

Ruang lingkup penelitian yaitu:

1. Analisis karateristik fenomena perubahan iklim mikro dengan melihat

fluktuasi Hari Hujan, Curah Hujan dan Kecepatan Angin.

2. Analisis pola perubahan iklim global terhadap iklim mikro dengan melihat

perubahan suhu dan pola hujan di dunia dan beberapa daerah di Indonesia.

3. Analisis indikator kesejahteraan dengan melihat berubahnya Nilai Tukar


(22)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pemanasan Global

Pertumbuhan ekonomi selama dua abad melalui kegiatan industrialisasi telah menimbulkan dampak lingkungan. Salah satu dampak lingkungan adalah pemanasan global yang dirasakan selama beberapa dekade terakhir. Pemanasan global diakibatkan oleh meningkatnya konsentrasi Gas Rumah Kaca di atmosfer. Kepedulian masyarakat terhadap pemanasan global yang dibuktikan dengan diadopsinya Konvensi Perubahan Iklim oleh sebagian besar negara di dunia pada KTT Bumi di Rio de Janeiro, Brazil tahun 1992. Sejak saat itu diskusi tentang isu perubahan iklim telah mencapai tahapan penting yaitu diadopsinya Protokol Kyoto pada tahun 1997, dimana negara industri memberikan komitmennya untuk mengurangi emisi GRK dengan tujuan untuk mencapai stabilisasi konsentrasi GRK di atmosfir (Helten, 2006).

Menurut Fatkurrahman (2009) ada tujuh fakta yang hampir tidak terbantahkan terkait dengan pemanasan global. Pertama, dalam kurun waktu 150 tahun iklim bumi mengalami peningkatan hingga kurang lebih 0,6 derajad Celsius. Kedua, perubahan kecil pada temperature dapat mengakibatkan efek yang besar. Ketiga, tingkat pemanasan ini belum terjadi selama jutaan tahun. Keempat ketinggian air laut meningkat empat sampai delapan inci (sepuluh sampai dua puluh senti meter). Kelima, perubahan kecil pada ketinggian air laut akan menghasilkan efek yang besar, misalnya: satu meter kenaikan air dapat membanjiri area rendah dikawasan tertentu. Keenam, telah terjadi peningkatan yang sangat besar dari gas-gas yang menimbulkan rumah kaca di atmosfir pada tingkat yang diperkirahkan selama 20 juta tahun dan telah meningkat dengan kecepatan tinggi selama paling tidak 20 ribu tahun belakangan ini. Ketujuh, sangat mungkin kecepatan kenaikan suhu dapat meningkat, dengan sedikitnya peningkatan kosentrasi gas-gas rumah kaca mengakibatkan perubahan yang lebih besar pada cuaca bila dibandingkan pada tahun-tahun belakangan ini.

Pemanasan global dapat berimplikasi terhadap persoalan ekonomi, sosiologi, geopolitik, dan politik lokal. Pemanasan global yang diikuti dengan perubahan iklim tidak dapat dilepaskan dari campur tangan manusia, baik


(23)

pertumbuhan cepat penduduk dunia maupun perkembangan pesat industri. Pertambahan penduduk yang cepat berkorelasi langsung dengan masalah Lingkungan hidup karena meningkatnya konsumsi terhadap sumber daya alam. Sedangkan pencemaran adalah permasalahan lingkungan hidup yang hampir selalu menjadi ciri masyarakat industri. Persoalan lingkungan terutama yang berkaitan dengan biosfer bukan merupakan persoalan sederhana. Perlu adanya langkah kongkret untuk meminimalisasi kerusakan alam yang terjadi akibat campur tangan manusia (Fathurrohman, 2009).

Seperti yang terlihat pada Gambar 1 pemanasan global diawali dengan meningkatnya jumlah gas rumah kaca di atmosfir akibat aktifitas manusia. Gas rumah kaca antara lain berupa uap air, karbondioksida, metana, nitrogen oksida, dan gas lainnya. Aktivitas manusia memicu peningkatan jumlah karbondioksida yang dilepas ke udara. Misalnya, ketika manusia membakar bahan bakar fosil, membuang limbah padat, memakai kayu untuk menghangatkan bangunan, menggerakkan kendaraan, dan menghasilkan listrik. Gas-gas ini menyerap dan memantulkan kembali radiasi gelombang yang dipancarkan bumi, akibatnya panas tersebut akan tersimpan di permukaan bumi sehingga mengakibatkan suhu rata-rata tahunan bumi terus meningkat.

Gambar 1. Alur Terjadinya Pemanasan Global Sumber: Winarso, 2007


(24)

2.2. Perubahan Iklim

Perubahan iklim secara akademis dapat didefinisikan sebagai perubahan pada iklim yang di pengaruhi langsung atau tidak langsung oleh aktifitas manusia yang mengerubah komposisi atmosfir yang akan memperbesar keragaman iklim teramati pada periode cukup panjang. Menurut Badan Meteorologi Dunia (World Meteorological Organization) parameter perubahan iklim dihitung berdasarkan deskripsi statistik dari nilai rata rata dan variasi unsur-unsur iklim seperti temperatur (suhu), presipitasi (hujan), angin dan sebagainya dalam rentang waktu klimatologis per-30 tahun.

Peristiwa Efek Rumah Kaca menyebabkan bumi menjadi hangat dan layak untuk ditempati manusia. Jika tidak ada Efek Rumah Kaca, maka suhu permukaan bumi akan 33°C lebih dingin dibanding suhu saat ini. Namun berbagai aktivitas manusia, terutama proses industri dan transportasi, menyebabkan GRK yang diemisikan ke atmosfer terus meningkat sehingga terjadilah perubahan komposisi GRK di atmosfer. Hal ini menyebabkan radiasi yang dipantulkan kembali oleh

permukaan bumi ke luar angkasa terhambat sehingga menyebabkan terjadinya

akumulasi panas di atmosfer. Meningkatnya suhu rata-rata permukaan bumi menyebabkan terjadinya perubahan pada unsur iklim lainnya, seperti naiknya suhu air laut, meningkatnya penguapan di udara, serta berubahnya pola curah hujan dan tekanan udara yang pada akhirnya mengerubah pola iklim dunia.

Perubahan iklim selain menaikkan permukaan air laut akibat pemuaian volume air dan pencairan salju, juga menaikkan suhu air laut. Hal itu akan berpengaruh terhadap interaksi laut dan atmosfer, yang selanjutnya akan mempengaruhi perubahan iklim. Perbedaan temperatur antara udara diatas daratan dan lautan menimbulkan angin sepanjang garis pantai yang kuat. Perbedaan

temperatur air laut dan di dasar laut akan menimbulkan arus keatas (up willing).

Bila hal ini terjadi dengan intensitas yang tinggi diduga akan menambah frekuensi peristiwa siklon tropis yang disertai perluasan wilayahnya. Suhu permukaan air

laut yang tinggi kemungkinan meningkatkan terjadinya El Nino yang


(25)

Telah menjadi kesepakatan ilmiah bahwa terlepasnya gas-gas CO2 menyerap ke atmosfir bumi mengalami peningkatan, dimana suhu bumi semakin meningkat. Perubahan yang terjadi pada suhu akan diikuti oleh perubahan pada elemen iklim lainnya, diantaranya curah hujan, keawanan, kelembaban, dan kecepatan angin. Perubahan demikian dapat mempunyai implikasi yang cukup berarti pada proses hidrologi secara umum, dan khususnya pada ketersediaan air bagi pertanian (Fathurrohman, 2009).

Radiasi gelombang panjang yang dipancarkan bumi ke angkasa telah mengalami reduksi secara berarti sebagai hasil penyerapan oleh gas-gas rumah kaca, khususnya uap air, karbon dioksida, metan dan nitrogen dioksida. Secara alami pengaruh langsung efek gas rumah kaca adalah meningkatnya suhu rata-rata

udara dekat permukaan bumi, terutama lapisan troposfer sekitar 33 0C, yaitu dari

sekitar -18 0C menjadi +15 0C (Bengston 1994) sehingga menciptakan kondisi

yang nyaman bagi kehidupan. Meskipun demikian, sesuatu yang baik kalau tersedia terlalu berlimpah akan menimbulkan kondisi sebaliknya (Bach 1989), demikian yang terjadi pada gas-gas rumah kaca, terutama CO2 dan CH4. Umat manusia melalui berbagai aktivitasnya di permukaan bumi telah dan akan terus membebaskan gas rumah kaca ke dalam atmosfir, akibatnya akan memperbesar efek rumah kaca (Usman, 2004).

Perubahan iklim dapat mempengaruhi karakteristik laut seperti sirkulasi laut, siklus biogeokimia laut dan dinamika ekosistem. Faktor-faktor tersebut merupakan elemen penting dalam siklus karbon di laut. Saat ini, 48% karbon yang

dilepaskan dari fosil fuel burning dilimpahkan ke laut dan jumlah tersebut mulai

memberikan dampak pada laut. Gas CO2 yang terus meningkat menyebabkan peningkatan konsentrasi ion hidrogen di dalam laut. Akibatnya, tingkat keasaman laut meningkat dan memberikan dampak pada ekosistem laut, seperti kematian masal terumbu karang, yang pada akhirnya berdampak pada degradasi lingkungan laut Indonesia (Kementerian Lingkungan Hidup, 2007).

2.3. Fenomena Perubahan Iklim Mikro

Perubahan iklim adalah berubahnya kondisi fisik atmosfer bumi antara lain suhu dan distribusi curah hujan yang membawa dampak luas terhadap berbagai sektor kehidupan manusia (Kementerian Lingkungan Hidup, 2001).


(26)

Perubahan fisik ini tidak terjadi hanya sesaat tetapi dalam kurun waktu yang panjang. Sedangkan istilah perubahan iklim skala global adalah perubahan iklim dengan acuan wilayah bumi secara keseluruhan. IPCC (2001) menyatakan bahwa perubahan iklim merujuk pada variasi rata-rata kondisi iklim suatu tempat atau pada variabilitasnya yang nyata secara statistik untuk jangka waktu yang panjang (biasanya dekade atau lebih). Selain itu juga diperjelas bahwa perubahan iklim mungkin karena proses alam internal maupun ada kekuatan eksternal, atau ulah manusia yang terus menerus merubah komposisi atmosfer dan tata guna lahan.

Lapan (2010) menyatakan istilah perubahan iklim sering digunakan secara tertukar dengan istilah ’pemanasan global’, padahal fenomena pemanasan global hanya merupakan bagian dari perubahan iklim, karena parameter iklim tidak hanya temperatur saja, melainkan ada parameter lain yang terkait seperti presipitasi, kondisi awan, angin, maupun radiasi matahari. Pemanasan global merupakan peningkatan rata-rata temperatur atmosfer yang dekat dengan permukaan bumi dan di troposfer, yang dapat berkontribusi pada perubahan pola iklim global. Pemanasan global terjadi sebagai akibat meningkatnya jumlah emisi Gas Rumah Kaca (GRK) di atmosfer. Naiknya intensitas efek rumah kaca yang terjadi karena adanya gas dalam atmosfer yang menyerap sinar panas yaitu sinar infra merah yang dipancarkan oleh bumi menjadikan perubahan iklim global.

Penelitian Mayangsari (2010) analisis dampak perubahan iklim terhadap tingkat kesejahteraan nelayan perahu motor tempel di Pelabuhanratu Sukabumi menyatakan intensitas hujan dari tahun 2005-2009 cenderung mengalami peningkatan, sehingga hasil tangkapan ikan cenderung mengalami penurunan akibat perubahan iklim yang sangat ekstrim. Begitu juga dengan produksi ikan mengalami penurunan sehingga penerimaan para nelayan mengalami penurunan.

Kota Banjarmasin dengan luas daratan 72 km2 dan datarannya yang rendah

serta dilalui oleh sungai Barito yang menjadi jalur menuju laut Jawa, juga memiliki tingkat kerawanan terhadap kenaikan muka laut yang cukup tinggi. Proyeksi kenaikan muka laut di wilayah Banjarmasin telah dilakukan untuk tahun 2010, 2050 dan 2100. Menurut proyeksi tersebut ketinggian muka laut mencapai 0.37 m untuk tahun 2010, 0.48 m untuk tahun 2050, dan 0.934 untuk tahun 2100


(27)

2.3.1. Hari Hujan

Hujan adalah jatuhnya hydrometeor berupa partikel-partikel air dengan diameter 0.5 mm atau lebih. Jika jatuhnya sampai ketanah maka disebut hujan, tetapi apabila jatuhannya tidak dapat mencapai tanah karena menguap lagi maka jatuhan tersebut disebut Virga. Hujan juga dapat didefinisikan dengan uap yang mengkondensasi dan jatuh ke tanah dalam rangkaian proses hidrologi.

Bayong (2004) menyatakan adanya hubungan sistematik antara unsur iklim dengan pola tanam dunia yang melahirkan pemahaman baru tentang klasifikasi iklim. Tipe-Tipe hujan dapat dibedakan:

a. Hujan Orografi

Hujan ini terjadi karena adanya penghalang topografi, udara dipaksa naik kemudian mengembang dan mendingin terus mengembun dan selanjutnya dapat jatuh sebagai hujan.

b. Hujan Konvektif

Hujan ini merupakan hujan yang paling umum yang terjadi didaerah tropis. Panas yang menyebabkan udara naik keatas kemudian mengembang dan secara dinamika menjadi dingin dan berkondensasi dan akan jatuh sebagai hujan.

c. Hujan Frontal

Hujan ini terjadi karena ada front panas, awan yang terbentuk biasanya tipe stratus dan biasanya terjadi hujan rintik-rintik dengan intensitas kecil.

d. Hujan Siklon Tropis

Siklon tropis hanya dapat timbul didaerah tropis antara lintang 0°-10° lintang utara dan selatan dan tidak berkaitan dengan front, karena siklon ini berkaitan dengan sistem tekanan rendah. Siklon tropis dapat timbul dilautan yang panas, karena energi utamanya diambil dari panas laten yang terkandung dari uap air.

2.3.2. Curah Hujan

Curah hujan adalah endapan atau deposit air dalam bentuk cair maupun padat yang berasal dari atmosfer. Curah hujan mencakup tetes hujan, salju, batu es, embun, dan embun kristal. Embun kristal adalah kristal-kristal es yang terbentuk pada permukaan, misalnya pada tanaman yang disebabkan oleh rendahnya suhu. Informasi tentang banyaknya curah hujan adalah salah satu unsur penting dan besar pengaruhnya terhadap segala macam aktifitas kehidupan


(28)

seperti: keselamatan masyarakat, produksi pertanian, perkebunan, perikanan,

penerbangan, dan public service.

Banyaknya curah hujan yang mencapai tanah atau permukaan bumi selama selang waktu tertentu dinyatakan dengan ketebalan atau ketinggian air hujan seandainya menutupi proyeksi horisontal permukaan bumi tersebut dan tidak ada yang hilang karena penguapan, limpasan, dan infiltrasi atau peresapan. Oleh karena itu banyaknya curah hujan dinyatakan dengan satuan milimeter (mm) (Prawirowardoyo, 1996).

Pengertian curah hujan satu mm adalah air hujan yang jatuh pada permukaan datar seluas satu meter persegi (m2) setinggi satu mm dengan tidak meresap, mengalir ataupun menguap. Curah hujan diukur dengan menggunakan alat yang disebut penakar hujan. Ada dua macam penakar hujan yaitu penakar hujan non rekam dan penakar hujan rekam.

Hulme (1995) dalam Ruminta, et al (2007) dalam Laporan

Intergovernmental Panel on Climate Change (IPCC) tahun 1990, 1992 dan 2001 menyatakan bahwa sejak 140 tahun lalu, rata-rata temperatur udara permukaan bumi mengalami peningkatan sekitar 0.45 ± 0.15 derajat Celsius. Analisis terhadap 400 benda (pohon, karang, catatan sejarah dan inti es) yang mewakili kondisi iklim pada masa hidupnya, menunjukkan bahwa dekade 1990-an adalah dekade yang paling hangat pada millennium ini dan abad 20 adalah abad yang paling hangat. Tahun yang paling dingin pada millennium ini adalah tahun 1601.

Perubahan temperatur dan curah hujan yang disebutkan di atas adalah perubahan yang bersifat global. Perubahan tersebut mempunyai dampak terhadap banyak aspek kehidupan manusia, misalnya pertanian, pariwisata, perikanan dan lain-lain. Karena itu perubahan global tersebut perlu dikonfirmasi untuk skala meso dan lokal.

Curah hujan yang tinggi mengakibatkan gerakan angin yang begitu kencang sehingga pergerakan air laut semakin cepat sehingga menimbulkan gelombang pasang. Gelombang pasang laut mengakibatkan naiknya permukaan air laut, dengan begitu maka arus laut yang besar akan berdampak pada tergenangnya infrastruktur di daerah pantai, rusaknya ekosistem pantai, dan berkurangnya lahan area yang dekat dengan pantai. Aktivitas penangkapan ikan


(29)

tentu akan terganggu sebab nelayan tidak akan berani berlayar jika gelombang pasang lagi tinggi, akibatnya nelayan kehilangan potensi penerimaan. Pengeluaran akibat abrasi akan dirasakan oleh nelayan karena harus mengeluarkan biaya untuk membuat tanggul (Numberi, 2009).

2.4. Perikanan

Perikanan merupakan bagian yang tak terpisahkan dari sejarah peradaban

manusia dari sejak zaman prasejarah, zaman batu (stone age), hingga zaman

modern sekarang ini. Bahkan sejak zaman manusia purba (Homo Erectus dan

Australophiticus) ikan telah menjadi menu makanan manusia-manusia purba. Perkembangan peradaban tidak saja mengubah pola pemanfaatan sumber daya

ikan dari sekedar kebutuhan pangan menjadi cara hidup (way of life) dan juga

kebutuhan ekonomi (Fauzi, 2010).

Perikanan adalah salah satu sektor andalan pembangunan masa depan Indonesia, karena dapat memberikan dampak ekonomi kepada sebagian penduduk Indonesia. Produk perikanan adalah bahan makanan penting bagi masyarakat sehingga sektor perikanan menjadi salah satu sumber pendapatan Negara di samping menjadi sumber mata pencaharian sebagian besar masyarakat di kawasan pantai terutama nelayan, maka sektor perikanan ini perlu di pertimbangkan keberlanjutannya (Fauzi, 2005).

Dalam konteks pembangunan perikanan berkelanjutan, Charles (2001) menyatakan bahwa keberlanjutan harus dilihat secara lengkap, tidak sekedar tingkat penangkapan perikanan tangkap atau biomas, tetapi aspek-aspek lain seperti ekosistem, struktur sosial dan ekonomi, komunitas nelayan dan pengelolaan kelembagaannya. Keberlanjutan perikanan harus dilihat dari 4 aspek, yaitu aspek keberlanjutan ekologi (memelihara keberlanjutan stok/ biomas dan meningkatkan kapasitas dan kualitas ekosistem), keberlanjutan sosio-ekonomi (kesejahteraan pelaku perikanan pada tingkat individu), keberlanjutan komunitas (keberlanjutan kesejahteraan komunitas) dan keberlanjutan kelembagaan (pemeliharaan aspek financial dan administrasi yang sehat). Kegiatan perikanan yang hanya mengutamakan salah satu aspek dan mengabaikan aspek lainnya akan menimbulkan ketimpangan dan akan mengakibatkan ketidakberlanjutan perikanan itu sendiri (Fauzi, 2010).


(30)

Sumberdaya perikanan secara potensial dapat dimanfaatkan untuk meningkatkan taraf hidup orang banyak dan kesejahteraan nelayan, namun pada kenyataannya nelayan masih dibawah garis kemiskinan. Menurut Fauzi (2010) perikanan merupakan salah satu aktivitas yang memberikan kontribusi terhadap kesejahteraan suatu bangsa, sebagai salah satu sumber daya alam yang bersifat

dapat diperbarui (renewable).

Kerugian akan diderita oleh masyarakat pesisir dan nelayan tangkap serta, pembudidaya dalam bentuk:

- Menurunnya kualitas lingkungan pesisir dan pulau-pulau kecil akibat Erosi

pantai, intrusi air laut, dan pencemaran.

- Berkurangnya produktifitas perikanan karena rusaknya ekosistem Mangrove

dan terumbu karang akibat naiknya suhu permukaan air laut dan perubahan rezim air tanah.

- Nelayan memerlukan waktu dan biaya yang lebih besar untuk melaut karena

migrasi maupun rusaknya habitat perikanan dan Fishing Ground.

- Kerusakan lahan budidaya perikanan akibat penggenangan oleh air Laut

maupun banjir yang disebabkan oleh kenaikan paras muka air laut.

- Kerusakan rumah dan potensi kehilangan jiwa akibat kejadian ekstrim berupa

badai tropis dan gelombang tinggi (Kementerian Lingkungan Hidup, 2007).

Gambar. 2. Siklus Perubahan Iklim Terhadap Sektor Perikanan. Sumber: Kementerian Lingkungan Hidup, 2007.


(31)

2.4.1. Perikanan Tangkap

Menurut Undang-Undang Perikanan No.31 tahun 2004 pasal 1 perikanan adalah semua kegiatan yang berhubungan dengan pengelolaan dan pemanfaatan sumberdaya ikan dan lingkungan, mulai dari praproduksi, produksi, pengolahan sampai pemasaran yang dilaksanakan sampai dengan pemasaran. Sedangkan perikanan tangkap adalah kegiatan pengelolaan ikan bertujuan untuk memperoleh ikan dari perairan yang tidak dalam keadaan dibudidayakan dengan alat atau cara apapun termasuk kegiatan penangkapan ikan dengan menggunakan kapal.

2.4.2. Unit Penangkapan Ikan

Unit penangkapan ikan adalah satu kesatuan yang tidak dapat di pisahkan karena berhubungan dengan satu kesatuan teknis dalam operasi penangkapan ikan. Bila satu unsur tidak ada maka operasi penangkapan ikan akan mengalami kegagalan karena fungsinya saling menunjang. Satu kesatuan yang dimaksud terdiri dari alat tangkap ikan, kapal, mesin pendorong, awak kapal, dan lampu. Unit penangkapan ikan tersebut berpengaruh terhadap keberhasilan dalam aktivitas penangkapan ikan dilaut.

2.4.3. Alat Tangkap

Menurut Sudirman dan Malawa (2004) prinsip dasar pengklasifikasian alat tangkap adalah bagaimana ikan itu tertangkap, ada pula yang melihat alat itu aktif atau tidak. Alat penangkapan ikan dibagi menjadi 10 jenis, yaitu:

1. Pukat udang (trawl), yaitu suatu jaring kantong yang ditarik oleh kapal

menelusuri permukaan dasar perairan untuk menangkap ikan, udang dan jenis ikan demersial lainnya.

2. Pukat kantong (seine net) yaitu pukat yang berbentuk kantong yang ditarik

langsung oleh nelayan. Yang termasuk kelompok ini diantaranya dogol, payang, dan pukat pantai.

3. Pukat cincin (purse seine) yaitu jaring yang dioperasikan dengan melingkari

segerombolan ikan dengan bantuan satu atau dua kapal.

4. Jaring insang (gill net) yaitu alat tangkap yang di operasikan secara pasif

dengan cara penangkapan ikan terjerat dibagian insangnya. Yang termasuk kelompok ini diantaranya jaring insang hanyut, jaring insang lingkar, jaring


(32)

5. Jaring angkat (lift net) yaitu alat tangkap yang dioperasikan dengan cara mengangkat jaring. Yang termasuk kelompok ini diantaranya bagan perahu, bagan tancap, serok onco, dan jaring angkat lainnya.

6. Pancing (hook dan line) yaitu alat tangkap yang menggunakan kail dengan

bantuan umpan asli maupun umpan buatan. Yang termasuk kelompok ini diantaranya: rawai tuna, rawai hanyut, rawai tetap, rawai dasar, huhate, pancing tonda, pancing ulur, pancing cumi, dan pancing lainnya.

7. Perangkap (traps), diantaranya sero, jermal, bubu dan sebagainya.

8. Alat pengumpul kerang dan rumput laut (shell fish and seaweed collection with

manual gear).

9. Muroami, merupakan drive-in net dimana ikan ditangkap dengan cara

menggiring ikan ke dalam alat tangkap jenis apa saja. 10. Alat tangkap lainnya, misalnya tombak.

2.4.4. Kapal

Kapal merupakan salah satu unit penangkapan ikan yang berpengaruh terhadap keberhasilan aktivitas perikanan. Menurut Undang-Undang No. 31 tahun 2004 pasal 1, kapal perikanan adalah kapal, perahu, atau alat apung lainnya yang dipergunakan untuk melakukan penangkapan ikan, mendukung operasi ikan, pembudidayaan ikan, pengangkutan ikan, pengolahan ikan dan eksplorasi perikanan. Kapal perikanan berdasarkan fungsinya meliputi kapal penangkapan ikan, kapal pengangkutan ikan, kapal pengolahan ikan, kapal latih perikanan, kapal penelitian eksplorasi perikanan, kapal pendukung operasi penangkapan ikan dan pembudidayaan ikan.

2.4.5. Nelayan

Menurut Undang-Undang Perikanan No. 31 tahun 2004 pasal 1, nelayan adalah orang yang mata pencahariannya melakukan penangkapan ikan. Nelayan adalah orang yang menangkap ikan, binatang air lainnya atau tanaman air. Orang yang hanya melakukan pekerjaan seperti membuat jaring, mengangkut alat-alat atau perlengkapan ke dalam perahu atau kapal tidak dimasukkan sebagai nelayan. Ahli mesin atau juru masak yang bekerja di atas kapal penangkap dimasukkan sebagai nelayan, walaupun tidak secara langsung melakukan penangkapan ikan.


(33)

Menurut Mulyadi (2005) nelayan adalah sekelompok masyarakat yang kehidupannya tergantung langsung pada hasil laut.

Nelayan tangkap adalah kelompok masyarakat pesisir yang mata

pencaharian utamanya adalah menangkap ikan dilaut. Kelompok ini dibagi lagi dalam dua kelompok besar, yaitu nelayan tangkap modern dan nelayan tangkap tradisional. Keduanya kelompok ini dapat dibedakan dari jenis kapal/peralatan yang digunakan dan jangkauan wilayah tangkapannya. Nelayan pengumpul/bakul, adalah kelompok masyarakat pesisir yang bekerja disekitar tempat pendaratan dan pelelangan ikan. Mereka akan mengumpulkan ikan-ikan hasil tangkapan baik melalui pelelangan maupun dari sisa ikan yang tidak terlelang yang selanjutnya dijual ke masyarakat sekitarnya atau dijual ke pasar-pasar lokal. Umumnya yang menjadi pengumpul ini adalah kaum perempuan atau isteri nelayan. Nelayan buruh adalah kelompok masyarakat nelayan yang paling banyak dijumpai dalam kehidupan masyarakat pesisir. Mereka umumnya tidak memiliki modal atau peralatan yang memadai untuk usaha produktif dan bekerja sebagai buruh/anak buah kapal (ABK) pada kapal-kapal juragan dengan penghasilan yang minim. Masyarakat nelayan tambak, masyarakat nelayan pengolah, dan kelompok masyarakat nelayan buruh (Mulyadi, 2005).

2.5. Mengukur Kemiskinan dan Kesejahteraan Masyarakat Nelayan

Arief (1993) mengatakan bahwa ada dua pendekatan dalam

mengidentifikasi kemiskinan, pertama menekankan pada pengertian substansi

yakni menganggap bahwa kemiskinan merupakan persoalan ketidakmampuan memperoleh tingkat penghasilan yang diperlukan untuk memenuhi kebutuhan

pokok pangan, sandang dan beberapa kebutuhan pokok lainnya. Kedua,

kemiskinan dipahami dalam pengertian relatif. Indikator yang dapat ditunjukan

dalam perspektif ini adalah:

1. Deprivasi material, Kurangnya pemenuhan kebutuhan pangan, sandang, kesehatan, papan dan kebutuhan konsumsi dasar lainnya.

2. Isolasi, seperti dicerminkan oleh lokasi geografisnya maupun oleh marjinalisasi rumah tangga miskin secara sosial dan politik. Mereka sering tinggal didaerah terpencil hampir tanpa sarana transportasi dan komunikasi.


(34)

3. Alienasi, yaitu perasaan tidak mempunyai identitas dan tidak mempunyai kontrol atas diri sendiri. Ini timbul akibat isolasi dan hubungan sosial yang yang eksploitasi walaupun proses pembangunan menghasilkan teknologi yang baru mereka tidak dapat memanfaatkannya dan mereka kekurangan kecakapan yang bisa dijual.

4. Ketergantungan, suatu kondisi yang menurunkan kekuatan bargaining dalam hubungan sosial antara pemilik dan penggarap, antara majikan dan buruh atau antara pendega dan ponggawa. Buruh tidak mempunyai kemampuan menetapkan upah, petani dan nelayan tidak bisa menetapkan harga hasil produksi yang dihasilkan.

5. Ketidakmampuan membuat keputusan sendiri dan tiadanya kebebasan

memilih dalam produksi, konsumsi dan kesempatan kerja, serta kurangnya perwakilan sosial politik mereka, tercermin dari tidak adanya fleksibilitas dan berkurangnya kesempatan bagi si miskin didesa.

6. Kelangkaan aset membuat produk miskin didesa bekerja dan produktivitasnya

yang sangat rendah.

7. Kerentanan terhadap goncangan eksternal dan terhadap konflik-konflik sosial

internal. Kerentanan ini bisa timbul karena faktor ilmiah, perubahan pasar, kondisi kesehatan dan lainnya.

8. Tidak adanya jaminan keamanan dari tindak kekerasan akibat status sosial

rendah, faktor-faktor agama, ras, etnik dan sebagainya.

Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) adalah survei rumah tangga mengenai berbagai karakteristik sosial-ekonomi penduduk, terutama yang erat kaitannya dengan pengukuran tingkat kesejahteraan masyarakat. Survey ini melihat bagaimana tingkat kesejahteraan atau kemiskinan dari tahun ketahun dan

membandingkannya untuk memenuhi kebutuhan dasar (basic needs approach).

(Badan Pusat Statistik, 2007)

Menurut Sukirno (1985) kesejahteran adalah suatu yang bersifat subyektif dimana setiap orang mempunyai pedoman, tujuan dan cara hidup yang berbeda-beda terhadap faktor-faktor yang menentukan tingkat kesejahteraan. Menurut Sawidak (1985), kesejahteraan merupakan sejumlah kepuasan yang diperoleh seseorang dari hasil mengkonsumsi pendapatan yang diterima, namun tingkatan


(35)

dari kesejahteraan itu sendiri merupakan sesuatu yang bersifat relatif karena tergantung dari besarnya kepuasan yang diperoleh dari hasil mengkonsumsi pendapatan tersebut.

World Bank (2008) membuat garis kemiskinan US$ 2 per hari dengan tujuan untuk membandingkan angka kemiskinan antar Negara atau wilayah dan perkembangannya menurut waktu untuk menilai kemajuan yang dicapai dalam memerangi kemiskinan di tingkat global atau internasional.

Menurut Badan Pusat Statistik (1996), pendapatan per kapita sering digunakan untuk mengukur tingkat kesejahteraan ekonomi masyarakat. Ekonomi masyarakat yang makmur ditunjukkan oleh pendapatan per kapita yang tinggi, dan sebaliknya ekonomi masyarakat yang kurang makmur ditunjukkan oleh pendapatan per kapita yang rendah.

Kesejahteraan merupakan sesuatu yang bersifat subjektif, artinya setiap orang mempunyai pedoman hidup dan cara-cara hidup yang berbeda sehingga memberikan nilai-nilai yang berbeda pula terhadap faktor-faktor yang menentukan tingkat kesejahteraannya. (Sukirno, 1985). Badan Pusat Statistik (1997) juga menyatakan bahwa kesejahteraan bersifat subjektif sehingga ukuran kesejahteraan bagi setiap individu atau keluarga berbeda satu sama lain, namun pada prinsipnya kesejahteraan berkaitan erat dengan kebutuhan dasar.

Konsep kesejahteraan nelayan yang digunakan selama ini masih mengandalkan pendapatan per kapita sebagai indikator. Seperti diketahui bahwa konsep kesejahteraan tersebut terkait di dalamnya konsep kemiskinan. Dimana

ada dua kemiskinan yang digunakan yaitu “kemiskinan relatif” dan “kemiskinan

absolut”. Kemiskinan relatif adalah ukuran bagaimana pendapatan itu terbagi diantara masyarakat pada suatu wilayah/lokasi. Sedangkan kemiskinan absolut adalah suatu ukuran minimal, dimana dapat dikatakan bahwa seseorang itu berada di bawah garis kemiskinan

Konsep Nilai Tukar Nelayan yang digunakan dalam penelitian ini merupakan indikator untuk mengukur tingkat kesejahteraan nelayan secara relatif. Esensinya adalah ukuran kemampuan keluarga nelayan untuk memenuhi kebutuhan subsistensinya, Nilai Tukar Nelayan disebut juga sebagai Nilai Tukar


(36)

adalah rasio total penerimaan terhadap total pengeluaran rumah tangga nelayan selama periode waktu tertentu.

NTN dapat dirumuskan sebagai berikut : NTN = Yt/Et

Yt = YFt + YNFt

Et = EFt + EKt

Dimana :

Yt = Total Penerimaan Keluarga Nelayan (Rp)

Et = Total Pengeluaran Keluarga Nelayan (Rp)

YFt = Total Penerimaan Nelayan dari Usaha Perikanan (Rp)

YNFt = Total Penerimaan Nelayan dari Non Perikanan (Rp)

EFt = Total Pengeluaran Nelayan untuk Usaha Perikanan (Rp)

EKt = Total Pengeluaran Nelayan untuk Konsumsi Keluarga Nelayan (Rp)

t = Periode Waktu (bulan, tahun, dll).

Susandi et al (2008) menyatakan bahwa dampak perubahan iklim akibat

pemanasan global menyebabkan naiknya permukaan air laut dan terjadi kerusakan infrastruktur, hilangnya lahan dan terganggunya aktivitas ekonomi sehingga masyarakat sekitar laut atau sungai mengalami kerugian secara ekonomi.

2.6. Daya Dukung Lingkungan dengan Ecological Footprint

Inglis et al (2000) menjelaskan empat tipe daya dukung lingkungan yang

sesuai dengan kawasan pesisir. Daya dukung tersebut adalah (1) daya dukung

fisik (physical carrying capacity), (2) daya dukung produksi (production carrying

capacity), (3) daya dukung ekologi (ecological carrying capacity), dan (4) daya

dukung sosial (social carrying capacity).

Daya dukung suatu wilayah ditentukan oleh: 1). Kondisi biogeofisik wilayah dan (2), Permintaan manusia atas sumberdaya dan jasa lingkungan untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Daya dukung wilayah pesisir dapat ditentukan dengan cara menganalisis: 1). Variabel kondisi biogeofisik yang menyusun kemampuan wilayah pesisir dalam memproduksi atau menyediakan sumberdaya alam dan jasa lingkungan. 2). Variabel sosial, ekonomi dan budaya yang menentukan kebutuhan manusia yang tinggal diwilayah pesisir tersebut atau yang


(37)

tinggal diluar wilayah pesisir tetapi berpengaruh terhadap perubahan sumberdaya alam dan jasa lingkungan diwilayah tersebut.

Konsep ecologicalfootprint pertama kali diperkenalkan oleh Wackernagel

dan Ress (1996) dalam bukunya yang berjudul: Our Ecological Footprint:

Reducing Human Impact on The Earth. Setiap diri kita memerlukan lahan untuk

konsumsi pangan dan papan (Footprint Pangan dan Papan) untuk bangunan jalan,

tempat pembuangan akhir/ sampah (degradedlandFootprint) dan perlu hutan dan

juga lautan untuk mengabsorbsi kelebihan CO2 pada saat membakar BBM (Energi

Footprint).

Ecological Footprint (Eco-Footprint) diekpresikan dalam konteks satuan produktifitas global (dunia). Jadi misalnya produktivitas sereal dunia adalah 2,5 ton/ha/th maka jika seseorang mengkonsumsi 1 ton sereal per tahun berarti

mempunyai “ Cereal Footprint “ sebesar 0,4 ha/cap. Namun Ferguson (2002)

dalam PKSPL (2005) telah menunjukan bahwa menggunakan produktivitas global dapat mendistorsi hasil perhitungan dengan menggunakan produktivitas lokal.

Secara konseptual maka Ecological Footprint tidak boleh melebihi biocapacity.

Biocapacity dapat diartikan sebagai daya dukung biologis atau daya dukung saja.

Ferguson (2002) dalam PKSPL (2005) menyatakan bahwa Ecological Footprint

sebagai ukuran ketersediaan lahan produktif secara ekologis. Sementara daya dukung lingkungan dalam kaitan ini dapat disajikan dalam bentuk jumlah orang

yang dapat hidup dilokasi tersebut yang dapat didukung oleh biocapacity yang

ada. Daya dukung lingkungan (Carrying Capacity) adalah total biocapacity dibagi

dengan total Ecological Footprint.

Contoh Ecological Footprint dalam kaitannya dengan daya dukung

lingkungan, menurut PKSPL (2005) adalah sebagai berikut. Misalnya di sebuah pulau setiap orang mengkonsumsi 2 ton jagung dan 0,2 ton pepaya per tahun. Diketahui ternyata wilayah ini telah menggunakan 20.000 ha lahan untuk menumbuhkan jagung dan 500 ha untuk menanam pepaya. Produktivitas lahan jagung adalah 10 ton/ ha/ th, sementara produktivitas lahan pepaya adalah 40 ton/ha/th. Apabila kenyataan penduduk pulau ini kebutuhan akan pepaya dan jagung terpenuhi maka daya dukung yang dihitung dari produksi jagung dan daya dukung dihitung dari produksi pepaya harus sama. Dapat dilihat bahwa jika


(38)

20.000 ha menghasilkan jagung dengan produktivitas 10 ton/ ha/ th maka akan diproduksi jagung sebanyak 200.000 ton/ th. Kebutuhan setiap orang adalah 2 ton

per tahun maka jumlah orang yang dapat dicukupi (carrying capacity) adalah

(200.000/ 2) = 100.000 orang. Jika daya dukung ini dihitung dari produksi pepaya maka dapat dilihat bahwa produksi pepaya dalam satu tahun adalah 500 x 40 = 20.000 ton/ tahun. Konsumsi setiap orang adalah 0,2 ton pepaya per tahun maka daya lingkungan adalah (20.000/ 0,2) = 100.000 orang. Daya dukung harus sama walaupun dihitung dari jenis konsumsi yang berbeda.

Daya dukung lingkungan dapat juga dihitung dari biocapacity dan

Ecological Footprint. Pada contoh diatas maka Ecological Footprint dari jagung adalah (konsumsi per capita/ produktivitas) = 2/ 10 = 0,2 ha. Sementara itu

Ecological Footprint dari pepaya adalah 0,2/ 40 = 0,005 ha dengan demikian

Ecological Footprint adalah 0,205 ha.

Ecological Footprint mewakili kebutuhan kapital alam yang sangat diperlukan dari suatu populasi dalam artian luasan lahan yang produktif secara

ekologis. Luas lahan footprint tersebut tergantung pada besarnya populasi, standar

hidup material, pemanfaatan teknologi dan produktifitas ekologis ( Wackernagel

et al, 1998).

Ecological Footprint telah digunakan untuk menghitung lahan yang diperlukan untuk kecukupan kebutuhan ekologis seseorang baik pada tingkat lokal, regional, negara bahkan dunia. Konsep ini digunakan sebagai indikator

yang mengukur pasokan (supply) dan permintaan (demand) sumber daya alam

yang dapat pulih (renewable resources) untuk menjamin keberlanjutan

(suistainable) sistem manusia (Holmberg, 1999).

2.7. Strategi Adaptasi dan Mitigasi

Mulyadi (2005) menyatakan bahwa adaptasi merupakan tingkat laku penyesuai (behavioral adaptation) yang menunjuk pada tindakan manusia untuk menyesuaikan diri dan dapat dilihat secara fungsional dan prosesual. Adaptasi fungsional merupakan respon suatu organisme atau sistem yang bertujuan untuk mempertahankan kondisi stabil. Adaptasi prosesual merupakan sistem tingkah laku yang dibentuk sebagai akibat dari proses penyesuaian manusia terhadap berbagai perubahan lingkungan disekitarnya.


(39)

Mitigasi adalah usaha mengurangi penyebab perubahan iklim, seperti gas rumah kaca dan lainnya agar resiko terjadinya perubahan iklim dapat diminimalisir atau dicegah. Upaya mitigasi dalam bidang energi di Indonesia, misalnya dapat dilakukan dengan cara melakukan efisiensi dan konservasi energi, mengoptimalkan penggunaan energi terbarukan, seperti biofuels, energi matahari, energi angin dan energi panas bumi, efisiensi penggunaan energi minyak bumi melalui pengurangan subsidi dan mengoptimalkan energi pengganti minyak bumi, dan penggunaan energi Nuklir.


(40)

BAB III

KERANGKA PEMIKIRAN

Aktifitas manusia selama bertahun-tahun melalui kegiatan seperti pembakaran batubara, minyak, dan gas alam, serta deforestasi dan praktek pertanian dan berbagai industri dapat meningkatkan Gas Rumah Kaca (GRK) seperti karbon dioksida, metan, asam nitrat, chlorofluorocarbon, dan ozon di bagian bawah atmosfer yang dibuang ke atmosfir. Hal ini menyebabkan suhu bumi semakin meningkat yang dikenal dengan efek rumah kaca. Suhu bumi yang terus meningkat mengakibatkan perubahan iklim secara global yang di indikasikan dengan perubahan iklim secara mikro.

Perubahan iklim global dapat dirasakan dengan adanya fenomena berubahnya kondisi cuaca yang ekstrim seperti berubahnya hari hujan, curah hujan dan kecepatan angin. Kondisi iklim mikro yang demikian dapat mengganggu kegiatan nelayan yang berimplikasi pada penurunan hasil tangkap ikan. Penurunan hasil tangkapan ikan dapat menurunkan kesejahteraan ekonomi nelayan yang diukur dengan Nilai Tukar Nelayan (NTN). Selanjutnya penurunan hasil tangkapan ikan dapat menurunkan kemampuan lingkungan menyediahkan bahan pangan.

Masyarakat pesisir mempunyai ketergantungan terhadap sumberdaya perikanan, sehingga perubahan iklim mikro yang berdampak pada penurunan produksi memperparah kemiskinan nelayan di Rembang sehingga menurunkan kesejahteraan masyarakat nelayan.

Dengan demikian penelitian ini akan melihat keterkaitan antara komponen-komponen diatas. Langkah pertama yaitu menganalisis fenomena perubahan iklim mikro di Rembang Jawa Tengah. Dilanjutkan dengan menganalisis keterkaitan hasil tangkap ikan dengan perubahan iklim mikro,

tingkat kesejahteraan nelayan Perikanan Tangkap Mini Purse Seine dengan

pendekatan pada Nilai Tukar Nelayan (NTN ); tingkat Kemiskinan dan Ecological

Footprint. Terakhir dilakukan menganalisis strategi adaptasi dan mitigasi nelayan Perikanan Tangkap serta adaptasi dan mitigasi.


(41)

(42)

BAB IV

METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di Kecamatan Sarang dan Kragan Kabupaten

Rembang. Lokasi ini dipilih secara sengaja (purposive) karena merupakan daerah

nelayan Perikanan Tangkap di Kabupaten Rembang sehingga sesuai dengan kondisi penelitian yang diharapkan.

Seperti yang terlihat pada Gambar 4 Kecamatan Sarang terletak di sebelah Utara berbatasan dengan Laut Jawa. Di sebelah Barat berbatasan dengan Kecamatan Kragan dan sebelah Selatan berbatasan dengan Kecamatan Sedan. Kecamatan Kragan terletak di sebelah Utara berbatasan dengan laut jawa, di sebelah Barat berbatasan dengan Kecamatan Sluke, di sebelah Timur berbatasan dengan Kecamatan Sarang dan di sebelah Selatan berbatasan dengan Kecamatan Sedan.

Gambar 4. Peta Lokasi Penelitian Sumber: Badan Pusat Statistik 2010

4.2. Jenis dan Sumber Data

Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh melalui wawancara dengan nelayan perikanan


(43)

meliputi karakteristik nelayan Sarang dan Kragan, periode melaut, jenis dan jumlah tangkapan ikan, penerimaan dan pengeluaran Nelayan Perikanan Tangkap

Mini Purse Seine.

Data sekunder dalam penelitian ini meliputi data-data mengenai daerah penelitian dan data lain yang dibutuhkan dalam penelitian ini. Data tersebut diperoleh dari berbagai tempat seperti Dinas Kelautan dan Perikanan, Badan Meteorologi dan Geofisika (BMKG), Dewan Nasional Perubahan Iklim, Badan Pusat Statistik (BPS) Pusat maupun Badan Pusat Statistik yang ada di Rembang serta instansi-instansi yang terkait dengan penelitian.

Tabel I. Jenis dan Sumber Data dalam Penelitian

Tujuan Penelitian Jenis Sumber Metode

Analisis Fenomena Perubahan Iklim Mikro

Sekunder Kementerian Lingkungan Hidup, Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika, Dewan Nasional Perubahan Iklim, Badan Pusat Statistik Kabupaten Rembang

Studi Literatur

Analisis

Keterkaitan Hasil Tangkap Ikan dengan Perubahan Iklim Mikro

Primer dan Sekunder

Nelayan, Dinas Kelautan dan Perikanan Kab. Rembang, Badan

Pusat Statistik Kabupaten

Rembang, KUD Kecamatan

Sarang dan Kecamatan Kragan

dan Badan Meteorologi

Klimatologi dan Geofisika.

Wawancara dengan

Menggunakan

Kuisioner dan

Studi Literatur. Analisis Tingkat Kesejahteraan Nelayan. Primer dan Sekunder

Nelayan dan Literatur Wawancara

dengan

Menggunakan

Quisioner dan

Studi Literatur Analisis Strategi

dan Adaptasi

Primer Nelayan dan Literatur Wawancara

dengan

Menggunakan

Quisioner dan

Studi Literatur

4.3. Penentuan Jumlah Responden

Penentuan lokasi dilakukan secara sengaja berdasarkan potensi dilokasi

penelitian. Penentuan responden dengan Stratatified Random Sample yang

meliputi juru mudi dan awak kapal dengan jumlah responden 70 orang. Dengan perhitungan sampel sebagai berikut:


(44)

n ≥ N Nd2 + 1 Dimana

n = Sampel

N = Jumlah Populasi

d = Standar Error

Dengan jumlah populasi sebesar 9.413 orang dan standar error 12 % maka jumlah sampel minimal adalah:

n ≥ 9.1413

9.1413 (0,12)2 + 1

≥ 69 = 70

4.4. Metode Pengumpulan Data

Data primer diperoleh dari nelayan perikanan tangkap Mini Purse Seine

memalui wawancara langsung dengan responden. Untuk kemudahan dalam wawancara dipandu dengan kuisioner yang telah disiapkan. Data sekunder di peroleh dari instansi pemerintah maupun non pemerintah yang berhubungan dengan perikanan yaitu Departemen Kelautan dan Perikanan, Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Rembang, Dewan Nasional Perubahan Iklim, Badan Pusat Statistik, Kementerian Lingkungan Hidup dan Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika.

4.5. Analisa Data

Penelitian ini menganalisis data yang diperoleh secara kualitatif dan kuantitatif.

Tabel 2. Metode Pengolahan dan Analisis Data dalam Penelitian.

Tujuan Metode Analisis Data

Analisis Fenomena Perubahan Iklim Mikro

Analisa Deskriptif Analisis Keterkaitan Hasil Tangkap

Ikan dengan Perubahan Iklim Mikro

Analisis Regresi Berganda Analisis Tingkat Kesejahteraan

Nelayan Perikanan Tangkap Mini

purse Seine).

- Analisis Nilai Tukar Nelayan

- Analisis Deskriptif (Tingkat

Kemiskinan)

- Analisis Ecological Footprint

Analisis Strategi Adaptasi dan Mitigasi Terhadap Perubahan Iklim


(45)

4.5.1. Analisis Fenomena Perubahan Iklim Mikro

Fenomena perubahan iklim mikro dilihat dari trend hasil tangkap ikan yang dibandingkan dengan kondisi iklim di Kecamatan Kragan dan Kecamatan Sarang. Data jumlah tangkapan ikan per bulan dan per tahun untuk melihat trend yang terjadi apakah mengalami peningkatan atau penurunan hasil tangkap ikan. Selanjutnya data tersebut disajikan dalam bentuk grafik agar mempermudah untuk menganalisis.

Tabel. 3. Analisis Fenomena Perubahan Iklim Mikro

Parameter Analisis

Hari Hujan Analisis Grafik

Curah Hujan Analisis Grafik

Kecepatan Angin Analisis Tren

4.5.2. Analisis Keterkaitan Hasil Tangkap Ikan dengan Perubahan Iklim Mikro di Rembang Jawa Tengah

Analisis ini menggunakan analisis regresi berganda untuk melihat keterkaitan hasil tangkap ikan dengan iklim dalam rangka menginterpretasikan tingkat kesejahteraan nelayan. Model dugaan regresi sebagai berikut:

Y = a + b1X1 + b2X2 + b3X3 + b4X4 + b5X5 + ε

Dimana:

Y = Hasil Tangkap Ikan (Ton)

X1 = Biaya (Rp/ tahun)

X2 = Jumlah Periode Melaut (Trip/ Unit/ Tahun)

X3 = Hari Hujan (Hari)

X4 = Curah Hujan (mm)

X5 = Kecepatan Angin (Knot)

Menurut Juanda (2009) untuk menguji regresi berganda tersebut dengan menggunakan metode OLS akan menghasilkan penduga tak bias linear terbaik (Blue: Best Linear Unbiased Estimation).

Uji statistik dilakukan dengan menghitung nilai F, yaitu: Fhit R2 (n-k)


(46)

Aturan pengujian:

Fhit < Ftabel, maka terima H0

Fhit > Ftabel, maka terima H1

Hasil tangkap ikan (produksi) diduga dipengaruhi oleh biaya melaut, hari melaut, dan variabel iklim yaitu, hari hujan, curah hujan, dan kecepatan angin. Secara umum hasil tangkap ikan tinggi pada kondisi hari hujan rendah, curah hujan rendah dan kecepatan angin rendah.

4.5.3. Analisis Tingkat Kesejahteraan Nelayan

Analisis tingkat kesejahteraan nelayan meliputi analisis nilai tukar

nelayan, analisis tingkat kemiskinan dan analisis Ecological Footprint.

4.5.3.1. Analisis Nilai Tukar Nelayan (NTN)

Analisis nilai tukar nelayan yang digunakan dalam penelitian ini adalah konsep Nilai Tukar Nelayan (NTN). Nilai Tukar Nelayan merupakan indikator kemampuan keluarga nelayan perikanan tangkap untuk memenuhi kebutuhan subsistensinya. Nilai Tukar Nelayan dapat dirumuskan sebagai berikut :

NTN = Yt/Et

Yt = YFt + YNFt

Et = EFt + EKt

Dimana :

Yt = Total Penerimaan keluarga nelayan (Rp).

Et = Total Pengeluaran Keluarga Nelayan (Rp)

YFt = Total penerimaan nelayan dari usaha perikanan (Rp)

YNFt = Total penerimaan nelayan dari non perikanan (Rp)

EFt = Totalpengeluaran nelayan untuk usaha perikanan (Rp)

EKt = Total pengeluaran nelayan untuk konsumsi keluarga nelayan (Rp)

t = periode waktu (tahun)

Nilai Tukar Nelayan mempunyai nilai rendah, sama atau lebih tinggi dari satu. Nilai Tukar Nelayan kurang dari satu maka nelayan mempunyai daya beli yang rendah dalam memenuhi kebutuhannya dan mengalami defisit anggaran rumah tangganya. Nilai Tukar Nelayan yang berada disekitar angka 1 maka nelayan hanya bisa memenuhi kebutuhan subsistennya saja artinya hanya memenuhi kebutuhan primernya saja. Nilai Tukar Nelayan lebih tinggi dari satu


(47)

maka nelayan dapat memenuhi kebutuhan primer dan sekunder atau bisa menabung dalam bentuk barang maupun uang.

Untuk menghitung penerimaan nelayan pada tahun 2001 digunakan indek harga dengan rumus:

Pn = ∑Pn x 100%

∑Po

Keterangan:

P = Angka Indek Harga pada tahun n

Pn = Harga Tahun n, Tahun yang akan dihitung Indeknya

Po = Harga Satuan Dasar

4.5.3.2. Analisis Tingkat Kemiskinan

Analisis tingkat kemiskinan yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan kemiskinan menurut Bank Dunia didasarkan pendapatan satu keluarga sebesar 2 $ per hari. Pendapatan rumah tangga nelayan perikanan

tangkap Mini Purse Seine diperoleh dari pendapatan usaha perikanan tangkap dan

usaha non perikanan tangkap.

Tingkat kemiskinan pada tahun 2010 didasarkan pada pendapatan nelayan

perikanan tangkap Mini Purse Seine dalam satu keluarga sesuai nilai uang dolar

pada tahun 2010, sedangkan pada tahun 2001 didasarkan pendapatan nelayan

perikanan tangkap Mini Purse Seine yang didasarkan pada indek harga.

4.5.3.3. Analisis Ecological Footprint

Analisis Daya dukung lingkungan dilakukan dengan pendekatan kuantitatif dari data produktifitas dan tingkat konsumsi. Penelitian ini menggunakan data produktivitas global (Wackemagel dan Ress 1996). Sementara itu biocapacity berdasarkan data lokal. Oleh karena itu harus dilakukan koreksi (adjustment) dengan menggunakan “ Yield Factor” (Ferguson, 2002). Yield Factor adalah perbandingan antar produktifitas lokal dan produktifitas global.

Dengan menggunakan data produktifitas global (rata-rata dunia) maka

Ecological Footprint dihitung dengan rumus:

EF = DEi / Ygbl i

EF = ∑ EFi


(1)

37 Sardi Kragan 45 SD 4 Isteri, 2 anaka

12

38 Kasturi Kragan 41 SD 5 Isteri, 3 anak 11

39 Kasran Kragan 60 - 3 Isteri, 1 anak 42

40 Kasmuri Kragan 55 SD 5 Isteri, 5 anak 40

41 Darminto Kragan 32 SLTP 4 Isteri, 2 anak 10

42 A. Harun Kragan 34 SLT A

3 Isteri, 1 anak 5 43 Solikul

Hadi

Kragan 57 SD 5 Isteri, 3 anak 24

44 Sarkimin Kragan 44 SD 4 Isteri, 2 anak 12

45 Darmin Kragan 40 SD 5 Isteri, 3 anak 15

46 Mashari Kragan 43 SD 4 Isteri, 2 anak 18

47 Jasmin Kragan 55 SD 5 Isteri, 3 anak 20

48 Kohar Kragan 60 SD 3 2 anak 43

49 Dasir Kragan 35 SD 4 Isteri, 2 anak 13

50 Arifin Kragan 47 - 3 Isteri, 1 anak 25

51 Suwarno Kragan 42 SD 4 Isteri, 2 anak 20

52 Masrukan Kragan 40 SD 6 Isteri, 4 anak 20

53 Sukri Kragan 25 SD 2 Isteri 10

54 Marsani Kragan 38 SD 3 2 anak 15

55 Rasmidi Kragan 29 - 2 Isteri 11

56 Jarpani Kragan 52 SD 4 3 anak 27

57 Karsiban Kragan 29 SD 2 Isteri 7

58 Sardani Kragan 24 SLTP 2 Isteri 5

59 Rondi Kragan 49 SD 4 Isteri, 2

Orang tua

15

60 Darsimin Kragan 53 SD 5 Isteri, 3 anak 30

61 Jambari Kragan 38 SD 3 Isteri, 1 anak 19

62 Kasbu Kragan 28 - 4 Isteri, 2

orang tua

10

63 Slamet Kragan 30 SD 3 Isteri, 1 anak 7

64 Sukardi Kragan 37 SLTP 4 Isteri, 2 anak 7

65 Naryo Kragan 34 SD 5 Isteri, 3 anak 9

66 Nduri Kragan 41 SD 5 Isteri, 3 anak 21

67 Leles Kragan 47 SD 4 Isteri, 2 anak 27

68 Daenuri Kragan 48 SD 5 Isteri, orang

tua, 2 anak

29

69 Tameran Kragan 40 SD 3 Isteri, 1 anak 17


(2)

LAMPIRAN 3

Nilai Tukar Nelayan (NTN) 2001

No Nama Penerimaan Keluarga

Nelayan Perikanan Tangkap

Penerimaan Keluarga Nelayan Non Perikanan

Tangkap

1 Sadikan 8800000

2 Nasibun 6800000 2400000

3 Baedy 7200000

4 Saeri 10800000 1800000

5 Muis 7200000

6 Ngatemin 4912000

7 Ngatno 9200000 2160000

8 Madun 13200000

9 Munip 14800000 3000000

10 Warno 9200000

11 Mampuri 5600000 2400000

12 Sodikun 13200000 2520000

13 Mufayakun 5400000 2160000

14 Suntari 14560000

15 Maskuri 13072000

16 Sulaiman 15840000

17 Kamid 6400000

18 Nakudi 9888000

19 Maimun 14448000

20 Munjer 12464000

21 Asmui 13024000

22 Kamuri 14992000

23 Muklisin 5400000

24 Towi 13424000 1800000

25 Sae 13712000

26 Mustakim 5400000

27 Umar 8240000

28 Sukron 6192000

29 Slamet 7600000 2700000

30 Darum 4912000

31 Manasuka 5424000

32 Waras 11392000 2160000

33 Asmuni 8240000


(3)

36 Sarwan 6704000

37 Sardi 8800000

38 Kasturi 6240000 3960000

39 Kasran 4912000

40 Kasmuri 7760000 2400000

41 Darminto 6600000 1740000

42 A. Harun 12000000

43

Solikul

Hadi 8080000 2520000

44 Sarkimin 9872000 3240000

45 Darmin 4080000

46 Mashari 9600000

47 Jasmin 5600000 2088000

48 Kohar 5184000

49 Dasir 9940000

50 Arifin 11320000

51 Suwarno 10560000

52 Masrukan 8320000 1680000

53 Sukri 8800000

54 Marsani 5600000 1740000

55 Rasmidi 7200000

56 Jarpani 9820000

57 Karsiban 7200000

58 Sardani 7200000 1800000

59 Rondi 7600000

60 Darsimin 12480000 1680000

61 Jambari 12000000

62 Kasbu 6640000 1800000

63 Slamet 720000

64 Sukardi 6640000 2100000

65 Naryo 8880000 1680000

66 Nduri 6640000 1740000

67 Leles 9520000 1800000

68 Daenuri 11600000 1800000

69 Tameran 12800000

70 Mudianto 4400000


(4)

LAMPIRAN 4

Nilai Tukar Nelayan (NTN) 2010

No Nama Penerimaan

Keluarga Nelayan Perikanan

Tangkap

Penerimaan Keluarga Nelayan Non

Perikanan Tangkap

Pengeluaran Keluarga

Nelayan Perikanan

Tangkap

Pengeluaran Keluarga Konsumsi

Keluarga

1 Sadikan 6400000 1800000 11400000

2 Nasibun 12600000 2400000 1400000 13200000

3 Baedy 5400000 1344000 13000000

4 Saeri 8100000 1800000 1980000 13000000

5 Muis 5400000 1800000 11400000

6 Ngatemin 7684000 1620000 13200000

7 Ngatno 14400000 2160000 2160000 13200000

8 Madun 9900000 2340000 16000000

9 Munip 11100000 3000000 2160000 12000000

10 Warno 6500000 1728000 11700000

11 Mampuri 7200000 2400000 1692000 10800000

12 Sodikun 9900000 2520000 2196000 15600000

13 Mufayakun 9780000 3900000 2088000 10980000

14 Suntari 10920000 1620000 12000000

15 Maskuri 9804000 1908000 11400000

16 Sulaiman 11880000 2520000 16000000

17 Kamid 4800000 2592000 11004000

18 Nakudi 7416000 1512000 12600000

19 Maimun 10836000 2124000 12600000

20 Munjer 9348000 1980000 15000000

21 Asmui 9768000 1332000 11400000

22 Kamuri 11244000 2196000 13200000

23 Muklisin 3780000 1368000 14000000

24 Towi 10068000 4200000 2232000 13200000

25 Sae 10284000 1404000 9600000

26 Mustakim 3780000 1728000 12000000

27 Umar 6180000 2592000 11700000

28 Sukron 12144000 1344000 12000000

29 Slamet 13200000 2700000 2268000 11700000

30 Darum 13684000 1836000 14000000

31 Manasuka 14068000 1800000 12000000

32 Waras 8544000 3960000 2232000 13200000

33 Asmuni 6108000 2268000 10500000


(5)

36 Sarwan 15028000 1512000 12000000

37 Sardi 15600000 4704000 10680000

38 Kasturi 7680000 3960000 2700000 15000000

39 Kasran 13684000 1800000 12000000

40 Kasmuri 15820000 2900000 3404000 11400000

41 Darminto 16200000 3960000 3764000 15000000

42 A. Harun 9000000 2268000 10500000

43

Solikul

Hadi 6060000 2520000 3296000 13200000

44 Sarkimin 7404000 3240000 3404000 12000000

45 Darmin 13060000 2400000 15000000

46 Mashari 14700000 3836000 10440000

47 Jasmin 11700000 3960000 2268000 13200000

48 Kohar 17388000 2088000 11220000

49 Dasir 7428000 3260000 14500000

50 Arifin 8496000 2200000 13200000

51 Suwarno 7920000 2728000 14000000

52 Masrukan 9240000 4200000 2296000 14500000

53 Sukri 6500000 3584000 14000000

54 Marsani 9200000 4200000 3440000 12000000

55 Rasmidi 11460000 1344000 13200000

56 Jarpani 6960000 2832000 15000000

57 Karsiban 9000000 5000000 2496000 13500000

58 Sardani 12400000 3900000 2736000 13200000

59 Rondi 9700000 2776000 14000000

60 Darsimin 9360000 3300000 2400000 10800000

61 Jambari 9000000 2160000 10440000

62 Kasbu 7980000 4200000 2640000 14500000

63 Slamet 9540000 2304000 13200000

64 Sukardi 4980000 3200000 13200000

65 Naryo 6500000 2440000 14500000

66 Nduri 7992000 5000000 2920000 15300000

67 Leles 7140000 4500000 2832000 10500000

68 Daenuri 8700000 3000000 2200000 10800000

69 Tameran 9600000 2824000 10200000

70 Mudianto 10800000 2296000 13200000

Rat-Rata


(6)

LAMPIRAN 5

ISIAN FOOTPRINT KECAMATAN SARANG DAN KRAGAN Kategori Produktivitas

(Y)= Kg/ Ha

Konsumsi (DE)= Kg/Kapita

Komponen Footprint

(FP)= Ha/Kapita

Biocapacity (BC) = Ha

1. Bahan Pangan

Pokok

Kebun/ Tegalan/ Ladang

Beras 2.7441 133,84 0,049

Yield factor: 0.482

Asumsi: 1.230 Ha3

Sayuran 1.8004 35,743 0,019 Teh dan Kopi 5665 11,914 0,021

Gula 48936 17,914 3,661

Sub Total 3,75 590

Daya Dukung Parsial (Lahan

Pertanian) 157 Orang

2. Perikanan Luas Ekosistem

Perairan Sarang dan Kragan Ikan Layang 297 66,857 2,305 YF= 1008

Asumsi: 15.299 Ha9

Ikan Tongkol 29 53,485 1,844

Sub Total 4,149 1.529.900

Daya Dukung Parsial

(Perikanan) 368.739 Orang

Total 7,899 369.329

Total Daya Dukung

Lingkungan 46.756

Keterangan :

1 Produktivitas Global (Wackernagel & Yount 1998) 2 Ferguson (2002)

3 Asumsi 50 % dari Luasan Kecamatan Sarang dan Kragan yaitu 2460 ha, Laporan Akhir “INVENTARISASI DAN

DENTIFIKASI MANGROVEWILAYAH BALAI PENGELOLAAN DAS PEMALI JRATUN” PROVINSI JAWA

TENGAH TAHUN ANGGARAN 2006. www.bpdas.pemalijartun.netdatai_mangroveMicrosof%20word%20‐%20‐

%2002_Kondisi%20Umum.pdf.pdf. Di akses pada tanggal 9 September 2011

4 Produktivitas Global (Wackernagel & Yount 1998) 5 Produktivitas Global (Wackernagel & Yount 1998) 6 Produktivitas Global (Wackernagel & Yount 1998) 7 Produktivitas Global (Wackernagel & Yount 1998) 8 Produktivitas P. Jawa

9 Luas Ekosistem Perairan Sarang dan Kragan, Laporan Akhir “INVENTARISASI DAN DENTIFIKASI

MANGROVEWILAYAH BALAI PENGELOLAAN DAS PEMALI JRATUN” PROVINSI JAWA TENGAH

TAHUN ANGGARAN 2006 .www.bpdas.pemalijartun.netdatai_mangroveMicrosof%20word%20‐%20‐