Perkembangan kredit sektor UMKM setiap tahunnya cenderung stagnasi. Jumlah nominalnya terlihat masih sangat kecil apabila dibandingkan dengan total
pangsa kredit yang diberikan bank. Terlihat bahwa pemberian kredit UMKM masih belum serius untuk ditangani oleh bank yang berarti bahwa masih banyak
UMKM yang belum dapat mengakses kredit perbankan. Kecenderungan kredit secara agregrat terhadap total realisasi kredit yang sedikit meningkat, diikuti pula
oleh peningkatan terhadap risiko kredit bermasalah perbankan yang meningkat juga. Hal ini yang justru membuat perbankan kurang serius dalam memberikan
kredit pada sektor UMKM.
71
B. Kendala-kendala Dalam Pemberdayaan Kredit Usaha Mikro, Kecil dan Menengah
Dari informasi sektor perbankan, ditemukan beberapa permasalahan utama dalam penyaluran kredit UMKM selama ini. Walaupun sejak 10 tahun yang lalu
Bank Indonesia mewajibkan perbankan menyalurkan kredit untuk UMKM, yakni kredit dengan batas maksimum di bawah Rp 5 milyar, minimum 20 dari total
kredit, dalam kenyataannya porsi 20 itu tidak selalu tercapai setiap tahun, walaupun jumlah kredit yang tersalurkan ke UMKM cenderung meningkat terus.
Keterbatasan menyediakan jaminan merupakan salah satu kendala UMKM di Indonesia. Masih terdapat beberapa kendala mendasar yang dihadapi seperti
tingginya tingkat suku bunga kredit dari bank. Sebagai contoh, program KUR tingkat suku bunga dari 14 hingga 24. Bandingkan dengan tingkat suku bunga
di beberapa negara Asean, paling tinggi 6. Apalagi bila dibandingkan dengan
71
Ibid.
Universitas Sumatera Utara
CHINA suku bunga hanya 5. Kemenkop dan UKM menghimbau agar bank menurunkan tingkat suku KUR sebesar 2, berarti ditargetkan 12 dan hal
tersebut diperkirakan masih tinggi. Dengan tingginya tingkat suku bunga maka beban biaya yang dipikul oleh UMKM semakin tinggi, dan harga jual pun
semakin tinggi.
72
Menurut beberapa pendapat, agar program KUR dapat diakses luas oleh pelaku UMKM, suku bunga kepada UMKM cukup 6 saja, seperti program
kredit lainnya. Pelaku UMKM hanya membayar bunga 6 dan sisanya disubsidi oleh pemerintah untuk dibayarkan kepada bank pelaksana.
73
Secara umum persoalan atau kendala-kendala UMKM disebabkan oleh:
74
1. kurangnya kesesuaian antara dana yang tersedia yang dapat diakses oleh
UMKM. 2.
tidak adanya pendekatan yang sistematis dalam pendanaan UMKM. 3.
biaya transaksi yang tinggi, yang disebabkan oleh prosedur kredit yang cukup rumit sehingga menyita banyak waktu sementara jumlah kredit yang diberikan
kecil. 4.
kurangnya akses ke sumber dana yang formal, baik disebabkan oleh ketiadaan bank di pelosok maupun tidak tersedianya informasi yang memadai.
5. bunga kredit untuk investasi maupun modal kerja yang cukup tinggi.
72
Konsultan Pengembangan Sektor Riil dan UMKM KPRSU. Kendala – Kendala UMKM, http:www.sme-center.com. diakses tanggal 3 Oktober 2010.
73
Ibid.
74
Ibid.
Universitas Sumatera Utara
6. banyak UMKM yang belum bankable, baik disebabkan karena belum adanya
manajemen keuangan yang transparan maupun kurangnya kemampuan manajerial dan finansial.
75
Sementara itu dari segi non finansial dapat disebabkan oleh:
76
1. kurangnya pengetahuan atas teknologi produksi dan quality control yang
disebabkan oleh minimnya kesempatan untuk mengikuti perkembangan teknologi serta kurangnya pendidikan dan pelatihan.
2. kurangnya pengetahuan pemasaran yang disebabkan oleh terbatasnya
informasi yang dapat dijangkau oleh UMKM mengenai pasar dan karena keterbatasan kemampuan UMKM untuk penyediaan akan produkjasa yang
sesuai dengan keinginan pasar. 3.
keterbatasan sumber daya manusia SDM. Presiden Direktur Pusat Pengembangan UMKM Kamar Dagang Indonesia,
Ida Bagus Putu Sarga mengelompokkan persoalan UMKM tidak dapat berkembang karena:
1. Menyangkut kekurangan modal sebagai kendala sektor UMKM untuk maju.
Terdapat beberapa faktor yang mendasar yang menyebabkan kurangnya daya serap UMKM terhadap ketersediaan kredit lunak yang disiapkan oleh
perbankan, antara lain tidak tersedianya dana untuk pemenuhan persyaratan pengajuan kredit ke perbankan. Selain itu minimnya pengetahuan dalam
penulisan proposal bisnis yang juga menghambat penyerapan kredit lunak yang disediakan oleh perbankan. Pengusaha masih sulit untuk mendapatkan
modal kerja karena tidak memiliki agunan yang cukup.
75
Aswandi S, Kiprah UMKM di Tengah Krisis Ekonomi, http:www.sme-center.com. Diakses tanggal 12 September 2010.
76
Ibid.
Universitas Sumatera Utara
2. Metode produksi yang masih tradisional dianggap melemahkan sektor UMKM
untuk bersaing memasuki AFTA dan APEC. Sektor UMKM akan menghadapi tantangan yang semakin besar apabila tidak mencari jalan keluar terhadap
persoalan produksi. Terlebih lagi hampir sebagian besar UMKM tidak memiliki sumber daya manusia yang dibutuhkan untuk bisa mengakses pasar
internasional. Umumnya UMKM bergantung pada perusahaan trading yang sekaligus berfungsi sebagai pedagang pengumpul dan meraup laba sebanyak-
banyaknya dari selisih harga. Belum lagi lemahnya dasar hukum UMKM di Indonesia.
Dari fenomena ini ditunjukkan bahwa perlunya kajian secara komprehensif terhadap penyebab stagnasinya daya serap sektor riil dalam
pelayanan kredit. Di samping itu, salah satu aspek lain dari segi perbankan yang menjadi perhatian adalah pengaruh kepastian hukum yang lebih dari sekedar
penegakan hukum yang membuat pelaku sektor riil dan perbankan harus lebih berhati-hati sebagai dampak dari pemberantasan illegal transaction. Hal ini
berdampak pada kekhawatiran perbankan untuk mengantisipasi jika terjadi kredit macet, khususnya kredit Usaha Mikro dan Kecil yang notabene dilaksanakan
tanpa didukung oleh adanya agunan yang cukup sebagai jaminan kredit. Kurang jelasnya fungsi hukum sebagai landasan kerja bagi banker dalam mengatasi kredit
macet di kemudian hari.
77
Di samping itu, timbulnya permasalahan kredit UMKM selama ini perlu di inventarisasi sebagai masalah kredit macet UMKM, untuk dapat diberikan solusi
pemecahannya dengan jalan terbaik. Dalam perkembangannya saat ini
77
Rachmadi Usman, Op.cit, hal 238.
Universitas Sumatera Utara
ditunjukkan bahwa terdapat hal pokok yang belum tercipta secara ideal. Paket kebijakan pemerintah yang dituang di dalam Peraturan Bank Indonesia sebagai
fasilitator ternyata belum mampu meyakinkan perbankan untuk lebih pro dalam realiasi kredit sektor UMKM. Turunnya BI rate untuk merangsang banker yang
lebih memihak pada pelaku UMKM, ternyata belum mampu direalisasikan secara optimal. Di samping itu, sulitnya pelaku UMKM untuk menembus akses
permohonan kredit pada bank juga sangat sulit karena terbentur dengan banyaknya ketentuan dan syarat yang harus dipenuhi pelaku UMKM. Dalam masa
perkembangannya, memang sektor UMKM ini keberadaannya perlu mendapat perhatian khusus. Pola kemitraan dalam pembinaan usaha UMKM yang telah ada,
perlu untuk dikembangkan sebagai bentuk konkret dan jaminan bagi perbankan dalam membantu pengembangan sektor UMKM.
78
Kelemahan dalam pengelolaan Usaha Kecil berkaitan dengan faktor ekstern dan intern yakni meliputi:
79
a. Tidak mengetahui secara tepat kebutuhan modal kerja karena tidak memiliki
perencanaan kas yang baik. b.
Sering terjadi kesalahan manajemen dan ketidakpedulian pengelolaan terhadap prinsip-prinsip manajerial.
c. Sumber modal yang terbatas pada kemampuan pemilik.
d. Tidak memiliki program pengendalian dalam memulai usaha.
e. Tidak pernah memiliki studi kelayakan, penelitian pasar dan analisis
perputaran uang.
78
Ibid, hal 239.
79
M. Tohar, Op.cit, hal. 30.
Universitas Sumatera Utara
BAB IV PELAKSANAAN PENYELESAIAN KREDIT BERMASALAH USAHA