Distibusi Radionuklida dari Kecelakaan Chernobyl .

ini dapat disebabkan dengan dua proses yang terjadi: a konversi Sr-90 dari bentuk sulit larut menjadi bentuk yang dapat larut, sehingga ada kelambatan berasimilasi dengan akar tumbuhan dan b migrasi vertikal Sr-90 ke lapisan tanah yang lebih dalam, sehingga tidak terjadi asimilasi dengan tumbuh-tumbuhan Shutov 1993. Deposisi bahan radioaktif juga terjadi di atas permukaan air terutama di permukaan laut atau samudra menghasilkan dosis yang sangat tendah karena bahan radioaktif dengan cepat dapat terlarut dalam volume air yang besar, tetapi di permukaan air sungai atau danau relatif kecil pelarutan relatif kecil. Radionuklida Sr-90 dan Cs-137 yang terlarut di air dalam jumlah kecil dideteksi pada zona 30 km Amano 1999, tetapi radionuklida Cs-137 banyak terkonsentrasi pada tulang ikan Konoplev 1998. Hasil penelitian Konoplev 1998 pada masyarakat wilayah dekat lokasi kecelakaan nuklir yang tercemar Cs- 137 di seluruh tubuhnya diperoleh aktivitas sebesar 7.4± 1.2 kBq pada 38 orang dewasa yang tidak mengkonsumsi ikan danau, dan terdapat perbedaan ± 8 kBq pada 30 orang yang sering mengkonsumsi ikan danau di selutuh tubuhnya setelah 10 tahun kecelakaan nuklir. Hasil penelitian lain dari kecelakaan nuklir di Chernobyl dengan memonitor pekerja dan penduduk di sekitar kejadian yang telah menerima paparan radiasi tinggi antara lain: diidentifikasikan adanya penyakit leukemia di antara para pekerja fasiltas nuklir dan adanya kanker gondok pada anak-anak pada masyarakat di sekitar lokasi kecelakaan. Gangguan kesehatan lainnya yang terus dalam kajian adalah adanya somatik non-cancer seperti kelainan gondok dan efek imunologi, efek reproduktif dan efek psikologis, hasil penelitian IAEA 1996 dan Ilyin 1994 menjelaskan hal yang serupa. Hasil penelitian lainnya dari dosis iradiasi internal yang diketahui dari penelitian terhadap 23 orang yang meninggal terkena penyakit radiasi akut diperoleh data dosis radiasi di bagian paru-paru berkisar 0.00026 - 0.04 Gy dan pada kelenjar gondok berkisar 0.021 - 4.1 Gy. Penelitian terhadap 375 penyelamat dalam keadaan darurat ketika kecelakaan, dosis radiasi rata-rata sebesar 36 mGy yang berada pada sumsum tulang, 280 mGy berada di permukaan tulang Kutkov 1995. Hasil penelitian terhadap penduduk yang diungsikan mulai pada zona 30 km di sekitar reaktor untuk melihat dampak radionuklida I-131 terhadap 17,000 pengungsi dari wilayah zona tersebut diketahui iradiasi internal I-131 lebih berperan dari pada iradiasi eksternalnya. Radiasi internal I-131 perananannya berkisar 60-80 dibanding dengan radionuklida lain yang berumur pendek Ba- 140, La-140, Te-132 dan I-132 maupun radionuklida berumur panjang Cs-137. Sementara Cs-137 peranannya pada iradiasi internal hanya pada kisaran 3 sampai 5 Savkin 1995. Sepanjang tahun pertama setelah kecelakaan, dosis dari iradiasi eksternal di area dekat reaktor mulai muncul Cs-137 sebagai cemaran yang perlu diperhatikan, dan pada tahun berikutnya dosis yang diterima oleh populasi dengan paparan eksternal adalah adanya Cs-134 dan Cs-137 yang terkontaminasi dalam bahan makanan yang berasal dari daerah tercemar oleh Cs- 134 dan Cs-137. Bila makanan dikonsumsi maka akan terjadi paparan internal jangka panjang Balonov 1996a.

2.11 Kondisi Wilayah Studi dan Penelitian yang Berkaitan .

Lokasi recana pembangunan PLTN terletak di Ujung Lemah Abang, wilayah Balong, Semenajung Muria, Kabupaten Jepara, Jawa Tengah. Letak geografisnya berada pada koordinat 6 o 25’40’’ lintang selatan serta 110 o 47’20’’ bujur timur. Wilayah studi berada pada radius 35 km dari titik pusat pembangunan PLTN dengan bagian utara merupakan lautan dan bagian selatan adalah daratan yang termasuk wilayah kabupaten Jepara, sebagian wilayah kabupaten Pati, Demak, dan Kudus Jawa Tengah. Rencana pembangunan dan pengoperasian PLTN di Indonesia sudah dibuat sejak tahun 1956. Gagasan diperbaharui tahun 1972 bersamaan dengan dibentuknya Komisi Persiapan Pembangunan PLTN KP2PLTN oleh BATAN dan Departemen Pekerjaan Umum dan Tenaga Listrik Departemen PUTL. Tahun 1975 terdapat keputusan bahwa PLTN akan dikembangkan di Indonesia dengan menyeleksi 14 tempat di Pulau Jawa yang memungkinkan untuk digunakan sebagai lokasi PLTN. Salah satunya yang memenuhi syarat yang dikaji dari berebagai aspek adalah Ujung Lemah Abang ULA Semenanjung Muria, Jepara. Studi kelayakan dilakukan pada tahun 1978 dengan bantuan Pemerinatah Itali. Tahun 1985 dilakukan reevaluasi dan pembaharuan studi yang sudah dilakukan dengan bantuan International Atomic Energy Agency IAEA, pemerintah Amerika Serikat melalui perusahaan Bechtel International, perusahaan Perancis melalui perusahaan SOFRATOME, dan pemerintah Itali melalui perusahaan CESEN. Tahun 1989, Badan Koordinasi Energi Nasional BAKOREN memutuskan untuk melakukan studi kelayakan yang komprehensif termasuk investigasi secara mendalam tentang calon tapak PLTN di Semenanjung Muria Jawa-Tengah dengan arahan dari Panitia Teknis Energi PTE, Departemen Energi dan Sumber Daya Mineral, dan instansi terkait. BATAN 2009. Kajian berkaitan dengan sifat fisika tanah daram rangka menemukan kesesuaian karakter tanah dalam penyimpanan limbah radioaktif teliti oleh Purnomo 2001 dan oleh Sucipta 1995, karakteristik tanah Ujung Lemah Abang di dalam melakukan penyerapan terhadap radionuklida radium Setiawan 1998 dan penelitian Martin 1996 berkaitan dengan profil serapan cesium. Karakteristik Jenis lapisan tanah di wilayah studi dengan pengukuran kecepatan gelombang geser dan gelombang Tekan dgn metoda Cros-Hole test pada calon tapak PLTN Lemah Abang, Jepara telah dilakukan oleh Suntoko 1996 untuk melihat kestabilan tanah pada saat mengalami gempa besar. Karakterisstik tanah terhadap dispersi Sr-90 dilakukan penelitian oleh Purnomo 1998. Kajian jalur pontensial perpindahan radionuklida di calon lokasi PLTN Semenanjung Muria telah diteliti oleh Agus Gindo 1998 serta kajian mengenai dampak radiologi dan pemanfaatan ruang sekitar PLTN dalam penyiapan tanggap darurat telah diteliti oleh Pane 2006 serta menjelaskan kondisi wilayah studi saat ini pada radius kurang lebih 0-2 km tidak terdapat daerah pemukiman penduduk, umumnya wilayah tersebut ditanami kebun karet, kelapa, coklat, tanah ladang dan sawah. Wilayah pada radius ini sepenuhnya akan menjadi kawasan dalam kendali PLTN. Pada radius 2-5 km sudah terdapat lahan pemukiman, serta lahan perkebunan penduduk serta pada radius 5-10 km sudah banyak pemukiman dengan rata-rata 5 orang per hektar.