7. Kontrol kesehatan pekerja
¾ Kondisi yang dalam keadaan sakit, luka yang dapat menjadi sumber
kontaminasi pada proses pengolahan, kemasan dan produk akhir tidak boleh masuk sampai kondisinya normal
8. Pencegahan hama pabrik
¾ Ruang produksi, gudang dan ruang lain harus bebas dari hama pabrik,
seperti tikus, serangga, dan lain-lain
D. HACCP
HACCP Hazard Analysis Critical Control Point adalah sistem pengendalian yang dilakukan pada titik-titik kendali kritis bahan baku tahapan
proses untuk menentukan komponen-komponen kondisi atau tahap proses yang harus mendapatkan tahapan yang tepat untuk dapat menjamin bahwa
produk yang dihasilkan aman dan memenuhi persyaratan yang ditetapkan. HACCP menuntut tanggung jawab yang besar pada proses pengolahan untuk
mengidentifikasi, mengontrol bahaya dan mendokumentasikan keefektifan sistem. HACCP memerlukan verifikasi konstan bagi sistem yang berjalan
FDA, 1999. Salah satu manfaat utama konsep HACCP adalah dimungkinkannya
tindakan pengoperasian dan pengaturan dibawah suatu rencana HACCP untuk suatu tindakan pencegahan, dimana bahaya potensial diidentifikasi dan
dikontrol dalam lingkungan produksi. Keamanan pangan akan terjamin melalui penerapan proaktif dari monitoring yang kontinu terhadap
pengawasan keamanan pangan dokumentasi hasil dan tindakan perbaikan. Walaupun monitoring proses hanya dilakukan pada waktu-waktu tertentu saja,
tindakan ini jauh lebih baik daripada tindakan reaktif yang dilakukan setelah terjadinya suatu kasus. Dengan penerapan sistem HACCP dimungkinkan
suatu tindakan pencegahan yang sistematik untuk keamanan pangan. HACCP merupakan suatu pendekatan sistimatik untuk menjamin
keamanan pangan, terdiri dari tujuh prinsip sebagai berikut: 1. Penetapan bahaya dan resiko; 2. Penetapan CCP; 3. Penetapan batas kritis; 4.
Pemantauan CCP; 5. Tindakan koreksi terhadap penyimpangan; 6. Penyusunan sistem pencatatan yang efektif dan; 7. Penetapan prosedur
verifikasi. Aplikasi HACCP terdiri dari 12 tahapan, yaitu: 1.
Menyusun tim HACCP Tim ini haru dipilih oleh pihak manajemen komitmen pihak
manajemen adalah syarat paling awal yang ahrus ada untuk mensukseskan studi. Perencanaan, organisasi dan identifikasi sumber-sumber daya yang
penting adalah tiga kondisi yang penting untuk penerapan metode HACCP yang berhasil.
Kesuksesan studi ini tergantung pada: Pengetahuan dan kompetensi anggota-anggota tim terhadap produk, proses dan potensi
bahaya yang perlu diperhatikan, pelatihan yang sudah mereka jalani tentang prinsip-prinsip metode ini, dan kompetensi pelatih.
Tergantung pada kasusnya, tim ini bisa terdiri dari 4-10 orang yang menguasai produk proses dan potensi bahaya yang hendak diperhatikan.
Sebagai acuan, tim HACCP ini terdiri dari pemimpin produksi, quality control, bagian teknis dan perawatan.
2. Mendeskripsikan produk
Deskripsi produk menjelaskan karakteristik umum komposisi, volume, struktur, struktur fisiko kimia, bahan pengemas dan cara
pengemasan, kondisi penyimpanan, informasi tentang pelabelan, instruksi tentang pengawetan dan penggunaannnya, kondisi distribusi, dan kondisi
penggunaan oleh konsumen. Pada prakteknya, informasi ini juga perlu dikumpulkan untuk
bahan mentah, bahan baku, produk antara, dan produk yang harus diproses ulang jika bahan-bahan tersebut memiliki karakteristik tertentu.
3. Identifikasi Pengguna
Tujuan penggunaan harus didasarkan penggunaan yang diharapkan oleh konsumen akhir. Pada kasus-kasus tertentu, populasi yang sensitif
harus dipertimbangkan. Tujuannya adalah : a.
Untuk mendaftar umur simpan yang diharapkan, penggunaan produk secara normal, petunjuk penggunaan, penyimpangan yang dapat
diduga dan masih masuk akal, kelompok konsumen yang akan menggunkaan produk tersebut, dan kelompok konsumen yang
mungkin sensitif terhadap produk tersebut. b.
Untuk menentukan konsistensi petunjuk penggunaan dengan kondisi penggunaan yang sesungguhnya
c. Untuk memastikan bahwa petunjuk pelabelan produk akhir sesuai
dengan peraturan yang dibuat d.
Jika perlu untuk mengusulkan modifikasi petunjuk penggunaan, bahkan produk atau proses yang baru untuk menjamin keamanan
konsumen 4.
Penyusunan Bagan Alir Proses Diagram alir adalah penyajian yang mewakili tahapan-tahapan
operasi yang saling berkesinambungan. Diagram alir proses akan mengidentifikasi tahapan-tahapan proses yang penting dari penerimaan
hingga perjalanan akhir produk yang sedang dipelajari. Rincian yang tersedia harus cukup rinci dan berguna untuk tahapan analisis potensi
bahaya, namun harus ada kesetimbangan antara keinginan untuk mencantumkan terlalu banyak tahapan dan keinginan untuk
menyederhanakan secara berlebihan sehingga rencana yang dihasilkan menjadi kurang akurat dan kurang dapat diandalkan.
Diagram alir adalah suatu gambaran yang sistimatis dari urutan tahapan atau pelaksanaan pekerjaan yang dipergunakan dalam produksi
atau dalam menghasilkan pangan tertentu BSN, 1999. Kegiatan verifikasi meliputi penerapan metode, prosedur pengujian dan cara
penilaian lainnya disamping pemantauan untuk menentukan kesesuaian dengan rencana HACCP dan validasi dari diagram yang sudah lengkap.
5. Pemeriksaan Bagan Alir di Lapangan
Tujuan dari tahapan ini adalah memvalidasi asumsi-asumsi yang dibuat berdasarkan tahapan-tahapan proses serta pergerakan produk dan
pekerja di lokasi pengolahan pangan. Seluruh anggota tim HACCP harus dilibatkan. Proses verifikasi tahap ini harus diprioritaskan pada tinjauan
tentang proses yang dilakukan di pabrik pada waktu-waktu yang berbeda pada saat operasi, termasuk pada shift yang berbeda.
Jika tahap ini tidak dilakukan dengan teliti maka analisa yang dilakukan selanjutnya bisa keliru. Potensi bahaya yang sesungguhnya bisa
tidak teridentifikasi dan titik-titik yang bukan titik pengendalian kritis teridentifikasi sebagai CCP. Dengan demikian perusahaan telah
membuang-buang sumber daya dan tingkat keamanan produk menjadi berkurang.
6. Identifikasi Bahaya Pada Setiap Tahap dan Cara Pencegahannya
Analisa bahaya adalah proses pengumpulan dan menilai informasi mengenai bahaya dan keadaan sampai dapat terjadinya bahaya untuk
menentukan mana yang berdampak nyata terhadap keamanan pangan dan harus ditangani dalam rencana HACCP BSN, 1999.
Tujuan dari tahapan ini adalah untuk menentukan potensi bahaya yang mana yang sepenuhnya telah dapat dikendalikan dengan upaya
pengendalian yang telah dilakukan pada program yang telah disyaratkan sebelumnya : bangunan, peralatan, sanitasi, pelatihan perseorangan,
penyimpanan, dan transportasi. Masing-masing upaya pengendalian perlu dibuat dalam bentuk
resmi ke dalam prosedur yang didefinisikan dengan baik atau instruksi kerja yang dibuat oleh tim HACCP dan keefektifannya perlu dikaji ulang
dengan mempertimbangkan seluruh informasi ilmiah yang telah dikumpulkan pada tahap pendahuluan protokol.
Peluang dan jenis bahaya mikroba terdiri dari kapang, Coliform, Salmonella, dan E. Coli. Bahaya ini dapat berasal dari bahan baku, cara
produksi pekerja yang tidak higienis dan kondisi kebersihan ruangan. Tindakan pencegahan dari bahan baku diakukan dengan cara seleksi yang
ketat terhadap suplaier bahan baku dan uji fisik bahan baku yang baru datang sebelum digunakan untuk produksi. Kondisi penyimpanan bahan
baku dan produk akhir harus diletakan pada ruangan yang terkontrol kebersihannya, ruangan produksi dan gudang dibersihkan secara
terjadwal. Peluang terjadinya kontaminasi mikroba ini tidak terlalu
berbahaya, hal ini disebabkan di setiap ruangan kondisi suhu selalu terkontrol. Kondisi suhu gudang bahan baku selalu terkontrol dengan
mempertahankan suhu 4-6 C. Dengan demikian peluang mikroba untuk
tumbuh sangat kecil. Peluang dan jenis bahaya kimia dapat berasal dari clening agent,
pestisida, dan senyawa-senyawa allergen. Penggunaan dan penyimpanan cleaning agent yang tidak baik dapat menyebabkan kontaminasi silang
pada produk akhir dan bahan baku. Menurut Dewanti-Hariyadi 2002 penggunaan bahan pembersih dan sanitaiser berikut metode pembersihan
yang tepat dapat mencegah terjadinya kontaminasi kimia. Penyimpanan bahan pembersih diletakkan terpisah dengan bahan baku dan produk akhir.
Penggunaan pestisida yang salah juga dapat menyebabkan kontaminasi silang pada peralatan dan bahan baku. Pencegahan senyawa allergen
dilkukan dengan cara pencegahan kontaminasi silang selama proses. Peluang bahaya fisik dapat berasal dari kontaminasi silang seperti
gelas, kayu, logam, karet, debu, dan batu. Cemaran fisik yang berasal dari alat produksi dapat dicegah dengan uji visual alat sebelum digunakan oleh
pekerja. Cemaran fisik selama proses produksi dapat dikendalikan melalui penerapan cara produksi yang baik pada personel produksi.
7. Menentukan Titik Pengendalian Kritis
Critical Control Point CCP adalah suatu langkah pengendalian suatu titik, tahapan dari suatu proses yang dapat dilakukan dan perlu
diterapkan untuk mencegah bahaya keamanan pangan atau menguranginya sampai pada tingkat yang dapat diterima SNI, 1998.
Identifikasi CCP bahan baku dapat dilihat pada Tabel 3. Peluang dan jenis bahaya yang terdapat pada bahan baku meliputi bahaya mikroba,
kimia dan bahaya fisik. Menurut Nuraida 2002, faktor-faktor yang mempengaruhi pertumbuhan mikroorganisme dapat dibedakan menjadi
dua kelompok, yaitu faktor intrinsik dan faktor ekstrinsik. Faktor intrinsik adalah faktor yang merupakan bagian dari bahan pangan, yaitu keasaman
pH, kadar air, nutrisi, senyawa anti mikroba dan struktur biologi. Faktor
ekstrinsik yaitu faktor dari luar yang dapat diatur untuk menghambat pertumbuhan mikroorganisme.
Menurut Nuraida 2002, untuk dapat tumbuh dan berfungsi secara normal, mikroorganisme membutuhkan komponen air, sumber energi,
sumber protein, vitamin, mineral dan faktor pertumbuhan lainnya. Kebanyakan bakteri tumbuh pada Aw 0,91. Khamir hidup pada Aw
0,87-0,91 dan kapang mempunyai Aw terkecil yaitu 0,80-0,87. Semua bahan baku yang digunakan di PT. Ciptayasa Pangan
Mandiri disimpan di gudang penyimpanan dan dalam keadaan dingin suhu dipertahankan 6-8 ºC. Bahaya kimia yang terdapat pada semua
bahan baku dikategorikan bukan CCP karena ada seleksi yang ketat terhadap supplier bahan baku. Menurut Dewanti - Hariyadi 2002,
cemaran kimiawi umumnya tidak dapat dikurangi atau dihilangkan selama pengolahan. Oleh karenanya cemaran kimiawi hanya dapat ditekan
seminimal mungkin melalui spesifikasi dan pengawasan bahan baku terhadap supplier serta penggunaan bahan pembersih dan sanitaiser berikut
metode pembersihan dan sanitasi yang tepat. 8.
Penetapan Batas Kritis untuk Masing-masing CCP Critical LimitBatas Kritis adalah suatu kriteria yang memisahkan
antara kondisi yang dapat diterima dan yang tidak dapat diterima. Tahapan ini harus memungkinkan untuk dibuat pada masing-masing CCP dari satu
atau beberapa batas kritis, berikut pengawasannya yang menjamin pengendalian CCP. Suatu batas kritis adalah kriteria yang harus diperoleh
dengan cara pengendalian yang berhubungan dengan CCP. Parameter untuk penyusunan batas kritis harus dipilih sedemikian
rupa sehingga memungkinkan untuk melakukan tindakan perbaikan ketika batas kritis terlampaui.
9. Penetapan Tindakan Pemantauan Pada Setiap CCP
Monitoring adalah tindakan melakukan serentetan pengamatan atau pengukuran yang direncanakan dari parameter pengendali untuk menilai
apakah CCP dalam kendali. Metode yang dapat memberikan jawaban yang cepat akan lebih baik untuk digunkan. Hal ini terutama berupa pengamatan
fisik, pengukuran fisik atau kimia. Metode mikrobiologi jarang digunakan sebab terlalu lama, terlalu banyak sampel yang harus diambil agar hasilnya
nyata secara statistik. Di sisi lain, metode analisa mikrobiologi berguna untuk menyusun analisis potensi bahaya dan mengkaji ulang bahwa sistem
tersebut bekerja dengan efisien. 10.
Menetapkan Tindakan Koreksi Jika Terjadi Penyimpangan Corrective ActionTindakan Koreksi adalah setiap tindakan yang
harus diambil apabila hasil pemantauan pada titik kendali kritis menunjukkan kehilangan kendali. Tindakan koreksi merupakan tindakan
yang harus diambil ketika hasil pemantauan pada CCP menunjukan kegagalan pengendalian. Semua penyimpangan yang mungkin terjadi tidak
dapat diantisipasi sehingga tindakan perbaikan tidak boleh dilakukan sebelumnya. Dengan demikian disrankan untuk menduga kasus
penyimpangan yang paling sering terjadi dan atau mendefinisikan mekanismenya, pengaturannya, pihak yang berwenang, serta
tanggungjawab secara umum untuk diterapkan setelah terjadi penyimpangan apapun juga.
11. Penyusunan Prosedur Verifikasi
Kegiatan verifikasi terdiri dari dua kegiatan yaitu, validasi dan verifikasi. Validasi adalah kegiatan memperoleh bukti bahwa unsure-unsur
dari rencana HACCP berjalan efektif. Sedangkan verifikasi adalah penerapan metode, prosedur, pengujian dan cara penilaian lainnya
disamping pemantauan untuk menentukan kesesuaian dengan rencana HACCP SNI, 1998. Tujuan dari verifikasi adalah untuk memastikan
bahwa sistem HACCP bekerja efektif. Tahapan ini meliputi : Prosedur pengkajian, pengujian, dan audit
untuk mengkaji ulang bahwa sistem HACCP bekerja secara efektif, dan modifikasi yang harus dibuat di dlaam sistem HACCP dan dokumen-
dokumen pendukungnya ketika proses atau produk dimodifikasi. 12.
Penetapan Prosedur Pencatatan yang Efektif Prosedur HACCP harus didokumentasikan dan harus sesuai
dengan sifat dan ukuran operasi. Sistem pendokumentasian yang praktis
dan tepat sangatlah penting untuk aplikasi yang efisien dan penerapan sistem HACCP yang efektif.
Sistem ini juga harus menjelaskan bagaimana orang-orang yang ada di dalam pabrik dilatih untuk menerapkan rencana HACCP dan harus
memasukan bahan-bahan yang digunakan dalam pelatihan pekerja. Tahapan penetapan prosedur pencatatandokumentasi dari rencana
HACCP umumnya dilaksanakan sebelum dilakukannya penetuan prosedur verifikasi, akan tetapi dapat pula dilakukan setelah prosedur verifikasi
selesai disusun. Jika dokumentasi rencana HACCP disusun setelah prosedur verifikasi dilaksanakan, maka dokumen HACCP juga mencakup
prosedur verifikasi yang telah ada.
BAB V. HASIL DAN PEMBAHASAN A.