Listrik Sistem kontrol dan penggerak

89 4. Sektor Sebelah utara perpustakaan. 5. Sektor Belakang Masjid. 6. Sektor Timur Rumah Kyai

h. Listrik

1. Kebutuhan daya listrik 685 KVA 2. Konsumsi listrik perbulan Rp. 30.000.000,- 3. Listrik yang sekarang sudah ada 105 KVA 4. Biaya listrik sekarang Rp. 14.000.000,-

i. Fasilitas Water Supply

1. Sumur 1 buah 2. Tower dengan kapasitas 25 m3 3. Tinggi tower 30 m 4. Pompa air 1 buah berkekuatan 3 HP PK 2. Kualitas Pelayanan Kualitas merupakan suatu kondisi dinamis yang berhubungan dengan produk, jasa, manusia, proses dan lingkungan yang memenuhi atau melebihi harapan pelanggan. Sehingga definisi kualitas pelayanan dapat diartikan sebagai upaya pemenuhan kebutuhan dan keinginan konsumen serta ketepatan penyampaiannya dalam mengimbangi harapan konsumen. Fandy Tjiptono, 1997:354 Berdasarkan melihat hasil penelitian, analisis distribusi frekuensi persentase kualitas pelayanan didapatkan skor jawaban 90 responden pada variabel minat indikator kualitas pelayanan sebesar 58. Skor tersebut bila dikonsultasikan dengan tabel kriteria kualitas pelayanan bangunan pada kriteria tidak setuju lampiran perhitungan skor. Analisis hasil penelitian dari 80 responden terhadap kualitas pelayanan Masjid Agung Jawa Tengah, telah dikatakan tidak setuju. Jika mengacu berdasarkan teori menurut Fandy Tjiptono, pelayanan yang disediakan Masjid Agung Jawa Tengah belum dapat dikatakan baik. Hal tersebut terlihat dari segi kualitas dari pelayanan kebersihan yang dikatakan kurang dikarenakan pengunjung merasakan kondisi kualitas pelayanan kebersihan kurang baik terlihat banyak sampah pada kolam depan plaza, rumput-rumput liar terdapat pada tangga- tangga menuju Masjid Agung Jawa Tengah. Kenyamanan sangat kurang karena banyak genangan air pada pelataran masjid. Gambar 4.25 Sampah pada kolam depan plaza MAJT Sumber: Dokumentasi, 2013 91 Sumber: Dokumentasi, 2013

4.2.2 Menara Al-Husna

Gambar 4.27 Menara Al-Husna Pada Masjid Agung Jawa Tengah Sumber: Dokumentasi, 2013

1. Estetika Bangunan

Kriteria estetika adalah salah satu cabang filsafat. Secara sederhana, estetika adalah ilmu yang membahas keindahan, bagaimana bisa terbentuk, dan bagaimana seseorang bisa merasakannya. Di dalam keindahan tersebut terdapat kenikmatan yang terdalam, puncak kebahagiaan dan keabadian yang dirasakan oleh alat indera manusia. Catanese dalam Pontoh, 1992 : 32 Genangan Air Gambar 4.26 Genangan Air pada plaza MAJT 92 Dalam tampilan bentuk minaret, pengaruh tradisi setempat yang terkait dengan gagasan budaya dan tingkat ketrampilan mengolah bahan yang dikuasai masyarakatnya ikut mengambil peranan besar. Ragam bentuk minaret dari suatu daerah berbeda dengan daerah yang lain. Masing-masing menyumbang kreasinya bagi kekayaan khazanah arsitektur Islam. Ir.Achmad Fanani,2009:102 Berdasarkan hasil penelitian dari 80 responden terhadap kemenarikan estetika Menara Al-Husna diperoleh persentase sebanyak 71 seperti pada diagram Gambar 4.28. Gambar 4.28 Diagram Batang Berdasarkan Estetika Menara Al-Husna Sumber : Data hasil penelitian, 2013 Hasil penelitian terhadap kemenarikan estetika pada Menara Al-Husna adalah sebagai berikut :  Bentuk Menara Al-Husna yang sesuai fungsinya soal no.5 diperoleh data sebagai berikut: 15 responden 19 mengatakan sangat setuju, 31 responden 39 mengatakan setuju, 28 responden 35 mengatakan ragu- 74 68 71 64 65 66 67 68 69 70 71 72 73 74 75 Soal No.5 Soal No.6 Soal No.7 Hasil Estetika Menara Al- Husna 93 ragu, dan 6 responden 7 mengatakan tidak setuju. Pada butir soal ini diperoleh dengan jumlah skor sebanyak 295 dari skor maksimal perbutir soal 400 menghasilkan persentase sebanyak 74 termasuk pada kriteria setuju.  Struktur Menara Al-Husna menonjolkan nilai keindahan soal no.6 diperoleh data sebagai berikut: 3 responden 4 mengatakan sangat setuju, 39 responden 49 mengatakan setuju, 27 responden 34 mengatakan ragu-ragu, 10 responden 13 mengatakan tidak setuju, dan 1 responden 1 mengatakan sangat tidak setuju. Pada butir soal ini diperoleh dengan jumlah skor 273 dari skor maksimal perbutir soal 400 menghasilkan persentase sebesar 68 termasuk pada kriteria setuju.  Ornamen Hiasan pada Menara Al-Husna sangat menonjolkan ciri khas gaya arsitektur Islam soal no.7 diperoleh data sebagai berikut: 11 responden 14 mengatakan sangat setuju, 29 responden 36 mengatakan setuju, 33 responden 41 mengatakan ragu-ragu, 6 responden 8 mengatakan tidak setuju, dan 1 responden 1 mengatakan sangat tidak setuju. Pada butir soal ini diperoleh dengan jumlah skor 283 dari skor maksimal perbutir soal 400 menghasilkan persentase sebesar 71 termasuk pada kriteria setuju. Untuk lebih jelasnya berikut disajikan dalam tabel Tabel 4.16 mengenai minat pengunjung dengan indikator kemenarikan terhadap estetika pada Menara Al-Husna. 94 Tabel 4.16 Distribusi Kemenarikan Estetika Bangunan Menara Al-Husna Interval kelas presentase kiteria Responden Hasil Rata- rata Hasil Jumlah orang Persentase 5 6 7 5 6 7 5 6 7 100 ≥ persen 84 Sangat setuju 15 3 11 19 4 14 74 68 71 71 84 ≥ persen 68 Setuju 31 39 29 39 49 36 68 ≥ persen 52 Ragu-ragu 28 27 33 35 34 41 52 ≥ persen 36 Tidak setuju 6 10 6 7 13 8 36 ≥ persen ≥ 20 Sangat tidak setuju 1 1 1 1 Jumlah 80 80 80 100 100 100 Kriteria Setuju Sumber: Data Penelitian, 2013 Analisis mengenai estetika Menara Al-Husna berdasarkan pengertian estetika menurut Catanese dalam Pontoh, 1992 : 32 bahwa keindahan merupakan rasa nikmat yang terdalam, puncak kebahagiaan, dan keabadian yang dirasakan oleh alat indera manusia. Minaret menurut Ir. Achmad Fanani 2009:102, dalam tampilan bentuk minaret, pengaruh tradisi setempat yang terkait dengan gagasan budaya dan tingkat ketrampilan mengolah bahan yang dikuasai masyarakatnya ikut mengambil peranan besar. Ragam bentuk minaret dari suatu daerah berbeda dengan daerah yang lain. Masing-masing menyumbang kreasinya bagi kekayaan khazanah arsitektur Islam. Berdasarkan fakta peneliti di lapangan pengamatan didapatkan kondisi fisik Menara Al-Husna banyak keindahan yang ditonjolkan dapat terlihat dari bentuk sesuai dengan fungsi bangunannya antara lain bentuk bentuk bagian bawah berisi lantai 1 untuk Studio Radio DAIS MAJT, lantai 2 untuk museum 95 Perkembangan Islam Jawa Tengah, bentuk bagian antara bagian bawah dan mahkota menara berisi lantai 3 sampai lantai 17 tangga darurat, bentuk mahkota menara berisi lantai 18 sebagai Kafe Muslim yang dapat berputar 360 derajat, lantai 19 Gardu pandang Kota Semarang dan lantai 19 Tempat rukyat Al-hilal. Struktur bangunan mengkombinasi bentuk kubus pada bagian bawah ,balok pada bagian antara bagian bawah dan mahkota menara, silinder pada bagian mahkota menara. Kombinasi dari bentuk-bentuk geometri tersebut menghasilkan nilai estetis. Ornamen pada dinding luar Menara Al-Husna tampak menambah estetika dan mendukung dari gaya arsitektur bangunan. Menara Al-Husna dipengaruh dari pendekatan lokalitas dan universalitas. Pendekatan Menara Al-Husna secara lokalitas mengacu pada Masjid Demak dan secara universal mengacu pada Masjid Nabawi yang masing-masing menyumbang kreasinya bagi kekayaan khazanah arsitektur Islam pada Menara Al-Husna lampiran konsep MAJT. Gambar 4.29 Bentuk Menara Al-Husna Berdasarkan Fungsi Bangunan Sumber: Dokumentasi, 2013 96

2. Kejamakan

Kejamakan merupakan objek yang akan dilestarikan mewakili kelas dan jenis khusus, tolok ukur kejamakan ditentukan oleh bentuk suatu ragam atau jenis khusus yang spesifik. Catanese dalam Pontoh, 1992 : 32 Minaret dalam perkembangan arsitektur masjid cenderung menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari masjid, meskipun banyak masjid yang tidak mempunyai minaret. Yulianto Sumalyo, 2000:8 Berdasarkan hasil penelitian dari 80 responden terhadap kemenarikan dari kejamakan Menara Al-Husna diperoleh rata-rata persentase sebanyak 63. Hasil perolehan rata-rata tersebut didapatkan berdasarkan rincian hasil penelitian seperti pada diagram Gambar 4.30. Gambar 4.30 Diagram Lingkaran Kejamakan Bangunan Pada Menara Al- Husna Sumber: Data Penelitian, 2013 Kemenarikan responden terhadap kejamakan Menara Al-Husna ditunjukkan oleh hasil penelitian sebagai berikut: 6 responden 8 menjawab sangat setuju, 21 responden 26 menjawab setuju, 40 responden 50 menjawab ragu-ragu, 10 responden 13 menjawab tidak setuju, dan 3 responden 4 menjawab sangat tidak setuju. Sehingga analisis distribusi frekuensi persentase dari pernyataan bahwa Menara Al-Husna merupakan 8 26 49 13 4 Sangat setuju Setuju Ragu-ragu Tidak setuju Sangat tidak setuju 97 perwakilan tipe dari menara pada masjid agung sebesar 63 dalam kriteria ragu- ragu. Untuk lebih jelasnya berikut disajikan dalam tabel Tabel 4.17 mengenai variabel minat pengunjung dengan indikator kemenarikan terhadap estetika pada Menara Al-Husna. Tabel 4.17 Distribusi Kejamakan Bangunan Pada Menara Al-Husna Interval kelas presentase kriteria Jumlah orang Persentase RATA-RATA 100 ≥ persen 84 Sangat setuju 6 8 63 84 ≥ persen 68 Setuju 21 26 68 ≥ persen 52 Ragu-ragu 40 50 52 ≥ persen 36 Tidak setuju 10 13 36 ≥ persen ≥ 20 Sangat tidak setuju 3 4 Jumlah 80 100 Ragu-ragu Sumber: Data Penelitian, 2013 Melihat hasil penelitian, analisis distribusi frekuensi persentase didapatkan skor jawaban responden pada kejamakan menara sebagai bagian salah satu tipe dari menara masjid agung sebesar 63. Skor tersebut bila dikonsultasikan dengan tabel kriteria kejamakan bangunan pada kriteria ragu-ragu. Namun, jika mengacu pada teori Yulianto Sumalyo, 2000:8, menara cenderung menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari masjid dan Menara Al-Husna merupakan bagian dari Masjid Agung Jawa Tengah. Responden penelitian menilai ragu-ragu terhadap kejamakan Menara Al- Husna dikarenakan faktor rata-rata pendidikan pengunjung yang kurang pengetahuan terhadap tipikal menara masjid agung lampiran ragam minaret. Berdasarkan pengamatan kondisi fisik Menara Al-Husna terlihat sebagai tipikal menara sebuah masjid agung. Hal tersebut ada pada bentuk Menara Al- 98 Husna yang mengadopsi tipologi menara dari budaya masjid di Jawa yaitu pada Menara Kudus dan Menara pada Masjid terdahulu. Hal tersebut sesuai yang Yulianto Sumalyo, 2000:8, menara cenderung menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari masjid. lampiran konsep MAJT

3. Keluarbiasaan Bangunan

Kriteria keluarbiasaan superlative, merupakan kriteria bagi bangunan yang paling menonjol, besar, tinggi, dan sebagainya. Hal tersebut dapat memberi kesan pada suatu citra wisata Catanese dalam Pontoh, 1992 : 32 . Teori menurut Foster 1985:5 , Citra wisata adalah gambaran yang diperoleh wisatawan dari berbagai kesan, pengalaman, dan kenangan yang didapat sebelum, ketika dan sesudah mengunjungi objek wisata. Berdasarkan hasil penelitian dari 80 responden terhadap kemenarikan dari keluarbiasaan bangunan Menara Al-Husna diperoleh rata-rata persentase sebanyak 69. Hasil perolehan rata-rata tersebut didapatkan berdasarkan rincian hasil penelitian seperti pada diagram Gambar 4.31. Gambar 4.31 Diagram Lingkaran Keluarbiasaan Bangunan Pada Menara Al-Husna Sumber: Data Penelitian, 2013 Berdasarkan hasil penelitian dari 80 responden terhadap keluarbiasaan bangunan dari Menara Al-Husna diperoleh data berikut: 5 responden 6 menjawab sangat setuju, 39 responden 49 menjawab setuju, 25 responden 6 49 31 10 4 Sangat setuju Setuju Ragu-ragu Tidak setuju 99 31 menjawab ragu-ragu, 8 responden 10 menjawab tidak setuju, dan 3 responden 4 menjawab sangat tidak setuju. Sehingga analisis distribusi frekuensi persentase dari pernyataan bahwa Menara Al-Husna bangunan paling menonjol, besar dan tinggi dari Masjid Agung Jawa Tengah sebesar 69 dalam kriteria setuju. Untuk lebih jelasnya berikut disajikan dalam tabel Tabel 4.18 mengenai variabel minat pengunjung dengan indikator kemenarikan keluarbisaan pada Menara Al-Husna. Tabel 4.18 Distribusi Keluarbiasaan Bangunan Pada Menara Al-Husna Interval kelas presentase kriteria Jumlah orang Persentase Rata-rata 100 ≥ persen 84 Sangat setuju 5 6 69 84 ≥ persen 68 Setuju 39 49 68 ≥ persen 52 Ragu-ragu 25 31 52 ≥ persen 36 Tidak setuju 8 10 36 ≥ persen ≥ 20 Sangat tidak setuju 3 4 Jumlah 80 100 Setuju Sumber: Data Penelitian, 2013 Pada analisis mengenai kemenarikan keluarbiasaan bangunan Menara Al- Husna berdasarkan kriteria keluarbiasaan menurut Catanese dalam Pontoh, 1992:32 dan mengacu pada teori menurut Foster 1985:5, bahwa kondisi fisik menara tersebut dibuat oleh Ir.Ahmad Fanani setinggi 99 meter. Hal ini ditunjukkan agar bangunan menara mempunyai sebuah citra wisata yang memberi kesan menjadi bangunan yang tinggi dan jumlahnya sedikit di Kota Semarang sesuai dengan teori menurut foster. Dibangunnya menara tersebut setinggi 99 meter yang berfungsi sebagai menara pandang. Sehingga ketika orang dipuncak menara dapat melihat Kota Semarang hampir keseluruhannya. Sedangkan hasil 100 penilaian responden mengenai keluarbiasaan bangunan Menara Al-Husna dilihat berdasarkan kriteria keluarbiasaan, dengan rata-rata 69 responden menyatakan bahwa Menara Al-Husna sudah termasuk dalam kriteria keluarbiasaan bangunan. Maka dapat disimpulkan bahwa keluarbiasaan pada bangunan Menara Al-Husna bisa dikatakan menarik.

4. Sejarah Bangunan

Kriteria peran sejarah historical role, merupakan bangunan maupun lingkungan yang memiliki peran dalam peristiwa bersejarah, sebagai ikatan simbolis, maupun kaitannya dengan peristiwa masa lalu sesuai perkembangan kota. Catanese dalam Pontoh, 1992 : 32 Sejarah Bangunan berkaitan dengan nilai sejarah yang dimiliki, peristiwa penting yang mencatat peran ikatan simbolis suatu rangkaian sejarah dan babak perkembangan suatu lokasi, sehingga merujuk nilai filosofis. Nilai filosofis tidak akan ditinggalkan dalam proses karya rancangan arsitektur. Kalau hal ini dilakukan maka bangunan yang dihasilkan merupakan seonggok bahan bangunan yang didukung oleh rangka struktur yang kelihatan mati seolah- olah tanpa mempunyai roh kehidupan yang ada dalam bangunan tersebut. Djoko Praktiko, 2003:3 Berdasarkan hasil penelitian dari 80 responden terhadap kemenarikan dari sejarah bangunan Menara Al-Husna diperoleh rata-rata persentase sebanyak 70. Hasil perolehan rata-rata tersebut didapatkan berdasarkan rincian hasil penelitian seperti pada diagram Gambar 4.32. 101 Gambar 4.32 Diagram Lingkaran Sejarah Bangunan Pada Menara Al-Husna Sumber: Data Penelitian, 2013 Berdasarkan hasil penelitian dari 80 responden terhadap sejarah bangunan dari Menara Al-Husna diperoleh data sebagai berikut: 18 responden 23 menjawab sangat setuju, 24 responden 30 menjawab setuju, 21 responden 26 menjawab ragu-ragu, 15 responden 19 menjawab tidak setuju, dan 2 responden 3 menjawab sangat tidak setuju. Sehingga analisis distribusi frekuensi persentase dari pernyataan bahwa Menara Al-Husna sangat kental dengan filosofi Islam sebesar 70 dalam kriteria setuju. Untuk lebih jelasnya berikut disajikan dalam tabel Tabel 4.19 mengenai minat pengunjung dengan indikator kemenarikan terhadap sejarah Menara Al-Husna. Tabel 4.19 Distribusi Sejarah Bangunan Pada Menara Al-Husna Interval kelas presentase kriteria Jumlah orang Persentase Rata-rata 100 ≥ persen 84 Sangat setuju 18 23 70 84 ≥ persen 68 Setuju 24 30 68 ≥ persen 52 Ragu-ragu 21 26 52 ≥ persen 36 Tidak setuju 15 19 36 ≥ persen ≥ 20 Sangat tidak setuju 2 3 Jumlah 80 100 Setuju Sumber: Data Penelitian, 2013 23 29 26 19 3 Sangat setuju Setuju Ragu-ragu Tidak setuju Sangat tidak setuju 102 Pada analisis mengenai kemenarikan sejarah Menara Al-Husna mengacu pada teori Catanese dalam Pontoh 1992:32 , Menara Al-Husna merupakan bangunan yang memiliki filosofi ikatan simbolis Islam. Filosofi yang terkandung pada Menara Al-Husna berada pada ketingginnya yaitu 99 meter. Tinggi 99 meter pada bangunan Menara Al-Husna dikarenakan dari penamaan Menara Al-Husna sudah menyiratkan arti 99 Nama Agung ALLAH SWT dan mengacu pada teori Djoko Praktiko, 2003:3, Menara Al-Husna bukan seonggok bangunan mati ,karena memiliki “roh” kehidupan yang ada dalam bangunan tersebut. Pada pengamatan di lapangan kondisi fisik Menara Al-Husna, menara tersebut mempunyai filosofi pada ketinggian menara yang tingginya 99 meter yaitu 99 Nama Agung ALLOH SWT yang disebut Asmaul Husna. Hal tersebut yang mendasari dinamainya menara tersebut dengan nama Menara Al-Husna. Hasil pengamatan di lapangan tersebut sesuai dengan hasil penelitian terhadap responden dengan rata-rata 70 menyatakan bahwa Menara Al-Husna mempunyai filosofi Islam. Maka dapat disimpulkan bahwa kriteria sejarah yang yang dapat menimbulkan kemenarikan dari Menara Al-Husna.

5. Landmark Bangunan

Kriteria memperkuat kawasan landmark, kehadiran bangunan tersebut dapat mempengaruhi kawasan sekitarnya dan bermakna untuk meningkatkan citra lingkungan. Catanese dalam Pontoh, 1992 : 32 Berdasarkan hasil penelitian dari 80 responden terhadap kemenarikan dari landmark bangunan Menara Al-Husna diperoleh rata-rata persentase sebanyak 103 72. Hasil perolehan rata-rata tersebut didapatkan berdasarkan rincian hasil penelitian seperti pada diagram Gambar 4.33. Gambar 4.33 Diagram Batang Landmark Bangunan Pada Menara Al-Husna Sumber: Data Penelitian, 2013 Berdasarkan hasil penelitian dari 80 responden terhadap landmark bangunan dari Menara Al-Husna diperoleh data sebagai berikut: 21 responden 26 menjawab sangat setuju, 26 responden 33 menjawab setuju, 22 responden 28 menjawab ragu-ragu,6 responden 8 menjawab tidak setuju, dan 5 responden 6 menjawab sangat tidak setuju. Sehingga analisis distribusi frekuensi persentase dari pernyataan bahwa Menara Al-Husna sebagai bangunan penanda wilayah sebesar 72 dalam kriteria setuju. Untuk lebih jelasnya berikut disajikan dalam tabel Tabel 4.20 mengenai minat pengunjung dengan indikator kemenarikan terhadap landmark Menara Al-Husna. Tabel 4.20 Distribusi Landmark Bangunan Pada Menara Al-Husna Interval kelas presentase kriteria Jumlah orang Persentase Rata-rata 100 ≥ persen 84 Sangat setuju 21 26 72 84 ≥ persen 68 Setuju 26 33 68 ≥ persen 52 Ragu-ragu 22 28 52 ≥ persen 36 Tidak setuju 6 8 36 ≥ persen ≥ 20 Sangat tidak setuju 5 6 Jumlah 80 100 Setuju Sumber: Data Penelitian, 2013 26 32 28 8 6 Sangat setuju Setuju Ragu-ragu Tidak setuju 104 Analisis mengenai kemenarikan landmark bangunan Menara Al-Husna berdasarkan teori menurut Catanese dalam Pontoh, 1992 : 32 bahwa Menara Al- Husna meningkatkan citra lingkungan. Dengan adanya Menara Al-Husna sehingga memudahkan orang mengenali daerah tersebut terdapat sebuah masjid agung. Berdasarkan pengamatan di lapangan kondisi fisik Menara Al-Husna elemen eksternal yang merupakan bentuk visual yang menonjol karena ketinggian menara yang menjulang tinggi terlihat dari kejauhan sehingga membantu orang mengenali daerah tersebut terdapatnya masjid agung. Selain itu karakteritik khusus dari menara mempunyai unsur unik yang terlihat dari bentuknya dan mudah diingat.

4.2.3 Payung Hidrolik-Elektrik

Gambar 4.34 Payung Hidrolik-Elektrik pada Masjid Agung Jawa Tengah Sumber: Dokumentasi, 2013

1. Estetika Bangunan

Catanese dalam Pontoh 1992 : 32 mengatakan kriteria estetika adalah salah satu cabang filsafat. Secara sederhana, estetika adalah ilmu yang membahas 105 keindahan, bagaimana bisa terbentuk, dan bagaimana seseorang bisa merasakannya. Di dalam keindahan tersebut terdapat kenikmatan yang terdalam, puncak kebahagiaan dan keabadian yang dirasakan oleh alat indera manusia Agus Sachari 1989 : 43. Berdasarkan hasil penelitian dari 80 responden terhadap kemenarikan estetika Payung Hidrolik-Elektrik diperoleh persentase sebanyak 74 seperti pada diagram Gambar 4.35. Gambar 4.35 Diagram Batang Estetika Pada Payung Hidrolik-Elektrik Sumber: Data Penelitian, 2013 Berdasarkan hasil penelitian dari 80 responden terhadap estetika bangunan dari Payung Hidrolik-Elektrik dikatakan setuju 74. Hal ini ditunjukkan oleh hasil penelitian dengan indikator estetika bangunan Payung Hidrolik-Elektrik sebagai berikut : 69 77 75 64 66 68 70 72 74 76 78 Soal No.13 Soal No.14 Soal No.15 Hasil Estetika Payung Hidrolik-Elektrik 74 Rata-rata Hasil 106  Bentuk Payung Hidrolik-Elektrik yang sesuai fungsinya soal no.13 diperoleh data sebagai berikut: 17 responden 21 mengatakan sangat setuju, 33 responden 41 mengatakan setuju, 8 responden 10 mengatakan ragu-ragu, 12 responden 15 mengatakan tidak setuju, dan 10 responden 13 mengatakan tidak setuju. Pada butir soal ini diperoleh dengan jumlah skor sebanyak 275 dari skor maksimal perbutir soal 400 menghasilkan persentase sebanyak 69 termasuk pada kriteria setuju.  Struktur Payung Hidrolik-Elektrik menonjolkan nilai keindahan soal no.14 diperoleh data sebagai berikut: 21 responden 26 mengatakan sangat setuju, 37 responden 46 mengatakan setuju, 13 responden 16 mengatakan ragu-ragu, 6 responden 8 mengatakan tidak setuju, dan 3 responden 4 mengatakan sangat tidak setuju. Pada butir soal ini diperoleh dengan jumlah skor 307 dari skor maksimal perbutir soal 400 menghasilkan persentase sebesar 77 termasuk pada kriteria setuju.  Ornamen Hiasan pada Payung Hidrolik-Elektrik sangat menonjolkan ciri khas gaya arsitektur Islam soal no.15 diperoleh data sebagai berikut: 18 responden 23 mengatakan sangat setuju, 35 responden 44 mengatakan setuju, 17 responden 21 mengatakan ragu-ragu, dan 10 responden 13 mengatakan tidak setuju. Pada butir soal ini diperoleh dengan jumlah skor 301 dari skor maksimal perbutir soal 400 menghasilkan persentase sebesar 75 termasuk pada kriteria setuju. 107 Untuk lebih jelasnya berikut disajikan dalam tabel Tabel 4.21 mengenai variabel minat pengunjung terhadap indikator kemenarikan estetika Payung Hidrolik-Elektrik. Tabel 4.21 Distribusi Estetika Bangunan Payung Hidrolik-Elektrik Interval kelas presentase kiteria Responden Hasil Rata- rata Hasil Jumlah orang Persentase 13 14 15 13 14 15 13 14 15 100 ≥ persen 84 Sangat setuju 17 21 18 21 26 23 69 77 75 74 84 ≥ persen 68 Setuju 33 37 35 41 46 44 68 ≥ persen 52 Ragu-ragu 8 13 17 10 16 21 52 ≥ persen 36 Tidak setuju 12 6 10 15 8 13 36 ≥ persen ≥ 20 Sangat tidak setuju 10 3 13 4 Jumlah 80 80 80 100 100 100 Kriteria Setuju Sumber: Data Penelitian, 2013 Analisis dari hasil penelitian 80 responden terhadap estetika Payung Hidrolik-Elektrik, telah dikatakan setuju. Hal tersebut sesuai dengan teori menurut Catanese. Dengan estetika bangunan berupa bentuk, struktur, dan ornamen pada Payung Hidrolik-Elektrik telah indah dirasakan responden. yang merupakan atraksi wisata sangat mempengaruhi minat pengunjung. Berdasarkan kondisi fisik Payung Hidrolik-Elektrik mempunyai kriteria desain, Ikhtisar Desain dan Spesifikasi yaitu: 1. Kriteria Desain a. Payung elektrik Masjid Agung Jawa Tengah dapat dibuka dan ditutup secara otomatis dan manual. 108 b. Waktu yang diperlukan untuk membuka penuh atau sebaliknya dari terbuka penuh sampai tertutup ± 3 menit. Kecepatan buka tutup payung harus dapat dikontrol dan diprogram. c. Dimensi kain payung pada saat terbuka ± 23,8 x 23,8 m, dengan ketinggian dari lantai plasa minimal 14 m. Pada waktu tertutup kain payung terlipat dengan rapi dan terletak dibagian dalam jari-jari payung dan kain payung tertutup oleh cladding yang menempel pada jari-jari payung. d. Untuk keamanan, payung secara struktur harus mampu bertahan pada kecepatan angin 120 kmjam untuk kondisi tertutup dan 60 kmjam untuk kondisi terbuka. e. Mengingat bentuk payung sangat spesifik dan terletak di tempat terbuka, maka diperlukan prototype dengan skala tertentu untuk dapat ditest di wind tunnel. Model skala payung dapat dianalisa secara numerical computerized maupun dari hasil test di wind tunnel. Dari data-data tersebut akan dapat dianalisis struktur payung yang optimal baik dari segi konstruksi maupun material. f. Payung berfungsi sebagai pelindung peneduh terhadap terik sinar matahari dan bukan penadah hujan. Sehingga apabila suatu saat keadaan cuaca menjelang hujan maka sensor hujan rainfall control akan memberikan sinyal pada unit kontrol agar payung tidak dapat dioperasikan. Demikian pula pada kondisi cuaca dimana kecepatan angin ≥ 36 kmjam 10 mdtk wind monitor akan memberikan sinyal pada unit kontrol agar payung tidak dapat dioperasikan. 109 g. Payung juga berfungsi sebagai elemen estetis ornamen hiasan. Pada kain bagian sisi dalam diberi obnamen yang dijahit. Sehingga apabila payung dibuka pengunjung plasa dapat melihat ornamen tersebut. Pada malam hari cahaya sorot lampu warna yang disorotkan dari bagian bawah tiang akan menambah keindahan payung di malam hari. h. Pada saat payung tertutup, kain payung akan tertutupi cladding dari bahan fiber reinforced plastic. Cladding ini menempel pada jari-jari payung, sehingga pada saat payung tertutup cladding akan membentuk kolom prismatik dan menutupi lipatan kain payung. 2. Ikhtisar Desain dan Spesifikasi a. Automatic operationpengoperasian secara otomatis Payung elektrik Masjid Agung Jawa Tengah dangan ukuran 23,8 x 23,8 m dapat membuka dan menutup secara otomatis dengan sistem sensor sebagai berikut: 1 Sensor cahaya akan membuka dan menutup payung tergantung kondisi cahaya lingkungan gelap atau terang. 2 Sensor angin merupakan perangkat keamanan yang akan menutup payung ketika kekuatan angin melebihi batas kecepatan angin yang diijinkan. 3 Sensor hujan, pada dasarnya payung didesain untuk melindungi terhadap sinar matahari, sedangkan bila terjadi hujan akan menutup secara otomatis. b. Manual operation pengoperasian secara manual Sistem manual ini digunakan untuk membuka dan menutup payung dengan menekan tombol yang tersedia di panel kontrol meliputi: 1 Tombol buka. 110 2 Tombol penghentian. 3 Tombol menutup. Dengan pengoperasian manual ini payung dapat dibuka, ditutup, dan dihentikan pada posisi sesuai dikehendaki oleh operator. Tetapi jika sistem pengoperasian manual yang dipilih untuk digunakan, perangkat keamanan juga harus tetap dipasang, seperti sensor angin untuk melindungi payung dari kerusakan akibat tiupan angin yang kencang. Secara umum perangkat keamanan yang harus ada pada sistem operasi manual agar sebaik pengoperasian otomatis adalah sensor cahaya.

c. Sistem kontrol dan penggerak

Sistem kontrol dan unit penggerak payung meliputi komponen utama berikut ini: 1 Motor listrik 3 phase lengkap dengan pengunci brake system buatan Eropa atau USA. 2 Reduction gear, buatan Eropa atau USA. 3 Power screw, buatan Jepang atau USA. 4 Perangkat mechanical limit switch dan electronic positioner, buatan Eropa atau USA. 5 PLC Programmable Logic Controller, alat ini untuk menghubungkan seluruh sistem perangkat pengamanan dan penggerak payung, buatan Eropa atau USA. 6 Sensor angin, sensor hujan, sensor cahaya, buatan Eropa atau USA. d. Kebutuhan daya listrik untuk satu payung 23,8 x 23,8 m 111 1 Unit penggerak payung ± 15 KVA, 380 Volt, 3 phase, 50 Hz. 2 Tata cahaya ± 15 KW tergantung permintaan kebutuhan. e. Ornamen Ornamen ini sebaiknya juga ditentukan dengan adanya pendapatsaranmasukan dari owner, tenaga ahli dan suplier, karena keindahan ornamen terkait dengan gagasan dan selera masing-masing yang berbeda-beda pula. f. Bahan membrankain payung 1 GORE TENARE PTFE, buatan jerman bahan kain ini biasa digunakan untuk kain payung di masjid-masjid di Timur Tengah. 2 SUNBRELA PLUS ACRYLIC BASED, buatan USA. g. Ukuran untuk payung 1 Tinggi payung : 16,402 m kondisi terbuka : 21,425 m kondisi tertutup. 2 Main pole tiang utama diameter 800 mm. Berat satu payung ± 10 ton.

2. Kejamakan Bangunan

Kejamakan merupakan objek yang akan dilestarikan mewakili kelas dan jenis khusus, tolok ukur kejamakan ditentukan oleh bentuk suatu ragam atau jenis khusus yang spesifik. Catanese dalam Pontoh, 1992 : 32 Payung-payung dihubungkan dengan komputer dalam satu sistem dengan pendinginan dalam masjid, sehingga dapat membuka dan menutup secara otomatis dalam temperatur tertentu dikehendaki. Outlets dari pengkondisian udara 112 air-conditioning dibuat menyatu dengan tiang-tiang payung pada kepala di mana terdapat juga lampu-lampu. Yulianto Sumalyo, 2000:588 Berdasarkan hasil penelitian dari 80 responden terhadap kemenarikan dari kejamakan Payung Hidrolik-Elektrik diperoleh rata-rata persentase sebanyak 62. Hasil perolehan rata-rata tersebut didapatkan berdasarkan rincian hasil penelitian hasil penelitian seperti pada diagram Gambar 4.36. Gambar 4.36 Diagram Batang Kejamakan Bangunan Pada Payung Hidrolik-Elektrik Sumber: Data Penelitian, 2013 Berdasarkan hasil penelitian dari 80 responden terhadap kejamakan Payung Hidrolik-Elektrik ditunjukkan oleh hasil sebagai berikut : 3 responden 4 menjawab sangat setuju, 19 responden 24 menjawab setuju, 46 responden 58 menjawab ragu-ragu, 9 responden 11 menjawab tidak setuju, dan 3 responden 4 menjawab sangat tidak setuju. Untuk lebih jelasnya berikut disajikan dalam tabel Tabel 4.22 mengenai variabel minat pengunjung terhadap kemenarikan Payung Hidrolik-Elektrik pada sub indikator kejamakan Payung Hidrolik-Elektrik. 4 24 57 11 4 Sangat setuju Setuju Ragu-ragu Tidak setuju Sangat tidak setuju 113 Tabel 4.22 Distribusi Kejamakan Bangunan Pada Payung Hidrolik-Elektrik Interval kelas presentase kriteria Jumlah orang Persentase Rata-rata 100 ≥ persen 84 Sangat setuju 3 4 62 84 ≥ persen 68 Setuju 19 24 68 ≥ persen 52 Ragu-ragu 46 58 52 ≥ persen 36 Tidak setuju 9 11 36 ≥ persen ≥ 20 Sangat tidak setuju 3 4 Jumlah 80 100 Ragu-ragu Sumber: Data Penelitian, 2013 Analisis dari hasil penelitian 80 responden terhadap kejamakan bangunan Payung Hidrolik-Elektrik dikatakan ragu-ragu. Mengacu pada pertanyaan yang diajukan kepada Arsitektur MAJT Bapak Ir.Achmad Fanani: Mengapa Payung Hidrolik-Elektrik pada Masjid Agung Jawa Tengah dibuat? “Karena saya terinspirasi dari Payung Hidrolik-Elektrik yang ada di Masjid Nabawi dan tujuan dibuatnya agar MAJT dapat menampung jumlah jamaah yang lebih banyak lagi. ” Hal tersebut membuktikan bahwa bangunan Payung Hidrolik-Elektrik sesuai dengan tipikal Payung Hidrolik-Elektrik di Masjid Nabawi. Pengunjung Masjid Agung Jawa Tengah menilai ragu-ragu terhadap kejamakan Payung Hidrolik-Elektrik dikarenakan faktor rata-rata pengunjung yang kurang pengetahuan terhadap Payung Hidrolik-Elektrik yang ada di Masjid Nabawi. Berdasarkan pengamatan pada Payung Hidrolik-Elektrik merupakan bangunan adopsi dari Payung Hidrolik-Elektrik yang terdapat di Masjid Nabawi Kota Madinah. Bentuk tipikalnya sesuai dengan yang dikatakan Yulianto Sumalyo, 2000:588, yaitu payung-payung dihubungkan dengan komputer dalam satu sistem dengan pendinginan dalam masjid, sehingga dapat membuka dan 114 menutup secara otomatis dalam temperatur tertentu dikehendaki. Outlets dari pengkondisian udara air-conditioning dibuat menyatu dengan tiang-tiang payung pada kepala di mana terdapat juga lampu-lampu.

3. Keluarbiasaan Bangunan

4. Keluarbiasaan Bangunan

Kriteria keluarbiasaan superlative, merupakan kriteria bagi bangunan yang paling menonjol, besar, tinggi dan sebagainya. Catanese dalam Pontoh, 1992: 32 Berdasarkan hasil penelitian dari 80 responden terhadap kemenarikan dari keluarbiasaan Payung Hidrolik-Elektrik diperoleh rata-rata persentase sebanyak 81. Hasil perolehan rata-rata tersebut didapatkan berdasarkan rincian hasil penelitian hasil penelitian seperti pada diagram Gambar 4.36. Gambar 4.37 Payung Hidrolik- Elektrik Masjid Nabawi Sumber: Yulianto Sumalyo, 2000:69 Gambar 4.38 Payung Hidrolik-Elektrik MAJT Sumber: Dokumentasi, 2013 115 Gambar 4.39 Diagram Lingkaran Keluarbiasaan Bangunan Pada Payung Hidrolik-Elektrik Sumber: Data Penelitian, 2013 Berdasarkan hasil penelitian dari 80 responden terhadap keluarbiasaan bangunan dari Payung Hidrolik-Elektrik diperoleh data berikut: 30 responden 38 menjawab sangat setuju, 33 responden 41 menjawab setuju, 9 responden 11 menjawab ragu-ragu, 6 responden 8 menjawab tidak setuju, dan 2 responden 3 menjawab sangat tidak setuju. Untuk lebih jelasnya berikut disajikan dalam tabel Tabel 4.23 mengenai variabel minat pengunjung terhadap keluarbiasaan Payung Hidrolik-Elektrik. Tabel 4.23 Distribusi Keluarbiasaan Bangunan Pada Payung Hidrolik-Elektrik Interval kelas presentase kriteria Jumlah orang Persentase Rata-rata 100 ≥ persen 84 Sangat setuju 30 38 81 84 ≥ persen 68 Setuju 33 41 68 ≥ persen 52 Ragu-ragu 9 11 52 ≥ persen 36 Tidak setuju 6 8 36 ≥ persen ≥ 20 Sangat tidak setuju 2 3 Jumlah 80 100 Setuju Sumber: Data Penelitian, 2013 38 40 11 8 3 Sangat setuju Setuju Ragu-ragu Tidak setuju Sangat tidak setuju 116 Analisis dari hasil penelitian 80 responden terhadap keluarbiasaan bangunan Payung Hidrolik-Elektrik dikatakan setuju. Menurut Catanese dalam Pontoh, 1992 : 32 , keluarbiasaan bangunan merupakan bangunan yang paling menonjol, besar, tinggi dan sebagainya. Dari teori tersebut sesuai dengan bangunan Payung Hidrolik-Elektrik dikarenakan Payung Hidrolik-Elektrik bentuknya dapat dikatakan besar dan tinggi.

5. Sejarah Bangunan

Sejarah bangunan berkaitan dengan nilai sejarah yang dimiliki, peristiwa penting yang mencatat peran ikatan simbolis suatu rangkaian sejarah dan babak perkembangan suatu lokasi, sehingga merujuk nilai filosofis. Nilai filosofis tidak akan ditinggalkan dalam proses karya rancangan arsitektur. Kalau hal ini dilakukan maka bangunan yang dihasilkan merupakan seonggok bahan bangunan yang didukung oleh rangka struktur yang kelihatan mati seolah- olah tanpa mempunyai roh kehidupan yang ada dalam bangunan tersebut. Djoko Praktiko, 2003:3 Berdasarkan hasil penelitian dari 80 responden terhadap kemenarikan dari sejarah bangunan Menara Al-Husna diperoleh rata-rata persentase sebanyak 70. Hasil perolehan rata-rata tersebut didapatkan berdasarkan rincian hasil penelitian seperti pada diagram Gambar 4.32. 117 Gambar 4.40 Diagram Lingkaran Sejarah Bangunan Pada Payung Hidrolik- Elektrik Sumber: Data Penelitian, 2013 Berdasarkan hasil penelitian dari 80 responden terhadap sejarah bangunan dari Payung Hidrolik-Elektrik diperoleh data berikut: 1 responden 1 menjawab sangat setuju, 24 responden 30 menjawab setuju, 43 responden 54 menjawab ragu-ragu, 11 responden 14 menjawab tidak setuju, dan 1 responden 1 menjawab sangat tidak setuju. Sehingga analisis distribusi frekuensi persentase dari pernyataan bahwa Payung Hidrolik-Elektrik bangunan paling menonjol, besar, dan tinggi dari masjid Agung Jawa Tengah sebesar 81. Untuk lebih jelasnya berikut disajikan dalam tabel Tabel 4.24 mengenai variabel minat pengunjung terhadap kemenarikan Payung Hidrolik-Elektrik pada indikator sejarah Payung Hidrolik-Elektrik. Tabel 4.24 Distribusi Sejarah Bangunan Pada Payung Hidrolik-Elektrik Interval kelas presentase kriteria Jumlah orang Persentase Rata-rata 100 ≥ persen 84 Sangat setuju 1 1 63 84 ≥ persen 68 Setuju 24 30 68 ≥ persen 52 Ragu-ragu 43 54 52 ≥ persen 36 Tidak setuju 11 14 36 ≥ persen ≥ 20 Sangat tidak setuju 1 1 Jumlah 80 100 Ragu-ragu Sumber: Data Penelitian, 2013 1 30 54 14 1 Sangat setuju Setuju Ragu-ragu Tidak setuju Sangat tidak setuju 118 Analisis dari hasil penelitian 80 responden terhadap sejarah bangunan Payung Hidrolik-Elektrik dikatakan ragu-ragu. Mengacu pada pertanyaan yang diajukan kepada Arsitektur MAJT Bapak Ir.Achmad Fanani: Mengapa Payung Hidrolik-Elektrik pada Masjid Agung Jawa Tengah memiliki jumlah 6 buah? “Itu dikarenakan Payung Hidrolik-Elektrik memiliki filosofi Islam yaitu Rukun Iman yang berjumlah 6”. Hasil responden Masjid Agung Jawa Tengah menilai ragu-ragu terhadap filosofi dari Payung Hidrolik-Elektrik dikarenakan faktor pendidikan pengunjung yang kurang pengetahuan terhadap filosofi yang ada di Payung Hidrolik-Elektrik.

6. Landmark Bangunan

Kriteria memperkuat kawasan landmark, kehadiran bangunan tersebut dapat mempengaruhi kawasan sekitarnya dan bermakna untuk meningkatkan citra lingkungan. Catanese dalam Pontoh, 1992 : 32 Berdasarkan hasil penelitian dari 80 responden terhadap kemenarikan dari landmark bangunan Payung Hidrolik-Elektrik diperoleh rata-rata persentase sebanyak 70. Hasil perolehan rata-rata tersebut didapatkan berdasarkan rincian hasil penelitian seperti pada diagram Gambar 4.41. Gambar 4.41 Diagram Lingkaran Landmark Bangunan Pada Payung Hidrolik-Elektrik Sumber: Data Penelitian, 2013 35 40 1 16 8 Sangat setuju Setuju Ragu-ragu Tidak setuju Sangat tidak setuju 119 Berdasarkan hasil penelitian dari 80 responden terhadap landmark bangunan dari Payung Hidrolik-Elektrik diperoleh data berikut: 28 responden 35 menjawab sangat setuju, 32 responden 40 menjawab setuju, 1 responden 1 menjawab ragu-ragu, 13 responden 16 menjawab tidak setuju, dan 6 responden 8 menjawab sangat tidak setuju. Sehingga analisis distribusi frekuensi persentase dari pernyataan bahwa Payung Hidrolik-Elektrik menjadikan bangunan penanda wilayah sebesar 76. Untuk lebih jelasnya berikut disajikan dalam tabel Tabel 4.25 mengenai variabel minat pengunjung terhadap kemenarikan landmark Payung Hidrolik-Elektrik. Tabel 4.25 Distribusi Landmark Bangunan Pada Payung Hidrolik- Elektrik Interval kelas presentase kriteria Jumlah orang Persentase Rata-rata 100 ≥ persen 84 Sangat setuju 28 35 76 84 ≥ persen 68 Setuju 32 40 68 ≥ persen 52 Ragu-ragu 1 1 52 ≥ persen 36 Tidak setuju 13 16 36 ≥ persen ≥ 20 Sangat tidak setuju 6 8 Jumlah 80 100 Setuju Sumber: Data Penelitian, 2013 Analisis mengenai landmark bangunan Payung Hidrolik-Elektrik mengacu pada teori Catanese dalam Pontoh 1992:32 bahwa Payung Hidrolik-Elektrik memperkuat kawasan daerah Masjid Agung Jawa Tengah. Payung Hidrolik- Elektrik mempunyai bentuk yang menonjol karena ketinggian dan keunikannya sehingga membantu orang mudah membedakan antara Masjid Agung Jawa Tengah dengan Masjid Agung Semarang. 120

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan analisis yang telah dilakukan, dapat diambil beberapa kesimpulan yang dapat menggambarkan secara singkat seluruh proses yang telah dilakukan sesuai dengan tujuan yang diharapkan. Kesimpulan tersebut yaitu : 1. Minat pengunjung terhadap menariknya Menara Al-Husna dan Payung Hidrolik-Elektrik dapat diketahui berdasarkan kemenarikan estetika, kejamakan, keluarbiasaan, sejarah, dan landmark. 2. Berdasarkan analisis yang telah dilakukan pada 80 responden dihasilkan bahwa pengunjung didominasi oleh: a. Jenis kelamin responden laki-laki 66; b. Responden berumur dibawah 25 tahun sebesar 54 ; c. Pendidikan terakhir responden setara S1 41; d. Tujuan dari responden untuk rekreasi 70; e. Responden mengetahui MAJT melalui iklan biro perjalanan 41; f. Asal responden dari luar Kota Semarang 60; g. Seluruh responden mengatakan kunjungannya bernilai ekonomis 100; h. Transportasi yang digunakan responden dengan bus pariwisata 52; i. Hasil analisa minat responden terhadap kualitas fasilitas MAJT 65 masuk kriteria ragu-ragu; dan 120