Perbandingan Cystatin C Serum Dan Kreatinin Serum Untuk Deteksi Cedera Ginjal Akut Pada Pasien Sepsis Di Ruang Rawat Intensif Rumah Sakit Haji Adam Malik Medan
PERBANDINGAN CYSTATIN C SERUM DAN
KREATININ SERUM UNTUK DETEKSI CEDERA
GINJAL AKUT PADA PASIEN SEPSIS DI RUANG
RAWAT INTENSIF RUMAH SAKIT HAJI ADAM MALIK
MEDAN
TESIS
HERU KURNIAWAN
097114011
PROGRAM MAGISTER KEDOKTERAN KLINIK - SPESIALIS
ANESTESIOLOGI DAN TERAPI INTENSIF
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
(2)
PERBANDINGAN CYSTATIN C SERUM DAN
KREATININ SERUM UNTUK DETEKSI CEDERA
GINJAL AKUT PADA PASIEN SEPSIS DI RUANG
RAWAT INTENSIF RUMAH SAKIT HAJI ADAM
MALIK MEDAN
TESIS
Untuk memperoleh gelar Magister Kedokteran Klinik di bidang
Anestesiologi dan Terapi Intensif / M.Ked(An) pada Fakultas
Kedokteran Universitas Sumatera Utara
Heru Kurniawan
097114011
PROGRAM MAGISTER KEDOKTERAN KLINIK / SPESIALIS
ANESTESIOLOGI DAN TERAPI INTENSIF
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
(3)
Judul Tesis : PERBANDINGAN CYSTATIN C SERUM DAN
KREATININ SERUM UNTUK DETEKSI CEDERA
GINJAL AKUT PADA PASIEN SEPSIS DI RUANG
RAWAT INTENSIF RUMAH SAKIT HAJI ADAM MALIK
MEDAN
Nama
:
Heru Kurniawan
NIM
:
097114011
Program Magister
:
Magister Kedokteran Klinik
Konsentrasi
:
Anestesiologi dan Terapi Intensif
Menyetujui
Komisi Pembimbing
Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara
Prof.dr.Gontar A.Siregar,SpPD-KGEH Ketua Program Studi
Magister Kedokteran Klinik
Prof.dr.Chairuddin P. Lubis,DTM&H,SpA(K) Pembimbing I
Prof. dr. Achsanuddin Hanafie, SpAn, KIC ,KAO NIP : 195208261981021001
Pembimbing II
(4)
Telah diuji pada tanggal : 12 April 2014
PANITIA PENGUJI TESIS
1.
dr. Asmin Lubis, DAF, SpAn, KAP, KMN
...
2.
dr. Hasanul Arifin, SpAn, KIC, KAP
...
(5)
KATA PENGANTAR
Assalamua’laikum Wr. Wb.
Segala puji dan syukur kita ucapkan kepada Allah SWT karena rahmat dan karunia-Nya saya dapat mengikuti Program Pendidikan Dokter Spesialis I Anestesiologi dan Terapi Intensif Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara dan menyusun serta menjalankan penelitian ini sebagai salah satu syarat dalam menyelesaikan pendidikan keahlian di bidang Anestesiologi dan Terapi Intensif.
Pada kesempatan ini saya ingin menyampaikan rasa terima kasih dan penghargaan yang sebesar-besarnya kepada:
Bapak Rektor Universitas Sumatera Utara, Bapak Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara yang telah memberikan kesempatan untuk mengikuti Program Pendidikan Dokter Spesialis I Anestesiologi dan Terapi Intensif di universitas ini. Bapak Direktur RSUP H Adam Malik Medan, Direktur RS Pirngadi Medan, Direktur RS Haji Medan, Direktur Rumkit Kesdam Tingkat II Bukit Barisan dan Direktur RSUD Blangkejeren yang telah memberikan kesempatan dan fasilitas untuk belajar dan bekerja di lingkungan rumah sakit.
Dengan penuh rasa hormat dan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Prof.dr. Achsanuddin Hanafie, SpAn, KIC, KAO sebagai Kepala Departemen / SMF Anestesiologi dan Terapi Intensif FK USU / RSUP H Adam Malik Medan. Terima kasih sebesar-besarnya juga saya sampaikan kepada dr.Hasanul Arifin, SpAn, KAP, KIC sebagai Ketua Program Studi Anestesiologi dan Terapi Intensif, Dr.dr.Nazaruddin Umar, SpAn, KNA sebagai Sekretaris Departemen, dr.Akhyar H. Nasution, SpAn, KAKV sebagai Sekretaris Program Studi.
Terima kasih saya sampaikan kepada guru saya Prof.dr. Achsanuddin Hanafie, SpAn KIC KAO yang juga sebagai pembimbing I penelitian ini, dr.Chairul M Mursin, SpAn, KAO sebagai pembimbing II yang telah banyak memberikan bimbingan dan masukan sehingga penelitian ini selesai. Terima kasih juga kepada Dr.Taufik Ashar, M.Kes, sebagai pembimbing statistik yang banyak
(6)
membantu dalam penelitian ini khususnya dalam hal metodologi penelitian dan analisa statistik.
Rasa hormat dan terima kasih kepada semua guru-guru kami, dr.A. Sani Parlaungan Nasution, SpAn KIC, dr.Chairul M. Mursin, SpAn, dr. Hasanul Arifin, SpAn, KAP,KIC, dr.Asmin Lubis, DAF, SpAn, KAP, KMN, dr.Akhyar H.Nasution, SpAn KAKV, dr.Yutu Solihat, SpAn, KAKV, dr.Ade Veronika , SpAn KIC, Alm. dr.Nadi Zaini , SpAn, dr.Soejat Harto, SpAn, KAP Alm .dr.Muhammad AR, SpAn, dr.Syamsul Bahri, SpAn, dr.Walman Sitohang, SpAn, dr.Tumbur, SpAn, dr.Ester Manurung SpAn, dr.Susi Sembiring, SpAn, dr.Nugroho K.S, SpAn, dr.Dadik Wahyu Wijaya, SpAn, dr.M.Ihsan, SpAn,KMN, dr.Guido M.Solihin, SpAn, dr Qadri F. Tanjung, SpAn, KAKV, dr.Rommy F.Nadeak, SpAn yang telah banyak memberikan bimbingan baik secara teori dan ketrampilan yang sangat bermanfaat bagi saya dikemudian hari.
Sembah sujud, rasa syukur dan terima kasih yang tidak terhingga kepada kedua orang tua saya tercinta, Ayahanda Drs. Darwinsyah dan Ibunda tercinta Dra. Ernawaty yang dengan segala upaya telah mengasuh, membesarkan dan membimbing dengan penuh kasih sayang semenjak saya kecil hingga saya dewasa. Terima kasih juga kepada adik saya Andina Fitriani yang telah memberikan bantuan moril dan dorongan semangat selama saya menjalani pendidikan ini.
Yang terhormat kedua mertua saya, Alm. dr. Arizal, SpA dan Niza Amita serta adik ipar yang telah memberikan dorongan semangat kepada saya sehingga tesis ini dapat selesai.
Terima kasih kepada istriku tercinta, dr.Nova Yulia Rita dan anakku tersayang Sophia Nadhira Heva atas dukungan, pengorbanan, kesabaran dan kesetiaannya mendampingiku selama pendidikan spesialis dan dalam menyelesaikan tesis ini.
Yang tercinta teman-teman sejawat peserta pendidikan keahlian Anestesiologi dan Terapi Intensif dr. Rusdian, dr. Eko Waskito, dr. Olivia, dr. Yafiz hasby, dr. Junita, dr .Andri Y, dr. Kiki P, dr. Wulan, dr. Puteh, dr. Dodi, dr. Tasrif, dr. Fadli, dr. Chitra dan teman-teman yang lain yang tidak bisa saya sebutkan
(7)
namanya sehingga terjalin persaudaraan yang erat diantara kita. Terima kasih kepada teman-teman residen ilmu bedah, ilmu kebidanan dan kandungan, THT, penyakit mata dan bidang ilmu kedokteran lainnya yang banyak berhubungan dengan bidang Anestesiologi dan Terapi Intensif. Terima kasih kepada rekan-rekan kerja perawat dan peñata Anestesiologi, perawat ICU dan perawat lainnya yang banyak berhubungan dengan kami. Terima kasih juga kepada seluruh pasien dan keluarganya sebagai “guru” kedua kami dalam menempuh pendidikan spesialis ini.
Akhirnya hanya kepada Tuhan Yang Maha Esa, kita berserah diri dan memohon rahmat dan pengampunan. Mudah-mudahan ilmu yang didapat, bermanfaat sebanyak-banyaknya untuk masyarakat, agama, bangsa, dan negara.
Medan, April 2014
(8)
DAFTAR ISI
LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING ... i
KATA PENGANTAR ... ii
DAFTAR GAMBAR.………...….……….……….. vii DAFTAR TABEL……….………... viii DAFTAR LAMPIRAN ... ix
DAFTAR SINGKATAN ... x
ABSTRAK ... xi
BAB 1 PENDAHULUAN……….………. 1
1.1 Latar Belakang ……….………. 1
1.2 Rumusan Masalah……….………. 5
1.3 Hipotesis……….……….... 5
1.4 Tujuan Penelitian ……….………. 6
1.4.1 Tujuan Umum……….……….………. 6
1.4.2 Tujuan khusus ……….……….………. 6
1.5 Manfaat Penelitian……….……….………. 7
1.5.1 Manfaat Akademis ...7
1.5.2 Manfaat Pelayanan ...7
1.5.3 Manfaat pengembangan penelitian ...7
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA……….………...……. 8
(9)
2.1.1 Definisi ...……….………... 8
2.1.2 Epidemiologi………...……….……….…... 12
2.1.3 Patofisiologi
……….………...122.1.4
Azotemia Pra-renal
.……….………...17 2.1.5 Fakor Risiko
dan Penyebab Cedera Ginjal Akut………....…....18
2.2 Penanda Biologis Cedera Ginjal Akut..………….………...…
21
2.2.1 Kreatinin Sebagai Penanda Cedera Ginjal Akut………...….
21
2.2.2 Kemunculan Penanda Biologis Baru Dalam Mendiagnosis CGA....………...22
2.2.3 Cystatin C ....………...…….………...28
2.3 Mengukur Laju Filtrasi Glomerulus …..…...………...29 2.4 Definisi Sepsis, Sepsis Berat dan Syok Sepsis
...30
2.5 Cedera Ginjal Akut Pada Sepsis ...32
2.6 Kerangka Teori...
...36
2.7 Kerangka Konsep
(10)
BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Desain Penelitian …...……….………....………....…
38 3.2 Tempat dan
Waktu……...……….……… ...38
3.3 Populasi dan Sampel Penelitian .……….………...………
38 3.4 Kriteria Inklusi, Eksklusi dan Putus
Uji………….………...………....39 3.5 Perkiraan Besar Sampel …...……….………...39 3.6 Alat dan Bahan
...…...……….…...…………...…...41 3.7 Cara Kerja
..…...……….……...………...…...41 3.8
Kerangka Kerja
...…...……….……..………...43 3.9 Identifikasi
Variabel …...……….……..………...43 3.10 Definisi
Operasional ...……….….………...44 3.11 Rencana
Manajemen dan Analisa Data...……….….………....46 BAB 4 HASIL
4.1 Karakteristik Responden ... 49
4.2 Nilai Diagnostik Cystatin C Serum dan Kreatinin Serum untuk Memprediksi Cedera Ginjal Akut ... 50
4.2.1 Nilai Diagnostik Cystatin C Serum untuk Memprediksi Cedera Ginjal Akut...50
(11)
A. Menggunakan CoP (Cut off Point) = 1,0 mg/l ... 50
B. Menggunakan Kurva ROC ... 50
4.2.2 Nilai Diagnostik Kreatinin Serum untuk Memprediksi Cedera Ginjal Akut ....52
A. Menggunakan CoP = 1,3 mg/l
...52
B. Menggunakan Kurva ROC ... ...53
BAB 5 PEMBAHASAN
...55
BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN
6.1 Kesimpulan ... ...59
6.2Saran
...59
DAFTAR PUSTAKA...………...…...… ...
(12)
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 : Sejarah Cedera Ginjal
Akut...8
Gambar 2.2 : Kriteria
RIFLE...9
Gambar 2.3 : Proses cedera dan perbaikan cedera ginjal akut...14
Gambar 2.4 : Perubahan morfologi pada tulus proksimal...15
Gambar 2.5 : Efek vaskular pada cedera ginjal akut...16
Gambar 2.6 : Anatomi nefron ginjal
...17
Gambar 2.7 : Kidney injury continuum dan penanda biologis CGA...25
Gambar 4.1 : Kurva ROC dari Cystatin C serum terhadap CGA ...49
Gambar 4.2 : Kurva sensitifitas dan spesifisitas Cystatin C serum terhadap CGA50
(13)
Gambar 4.4 : Kurva sensitifitas dan spesifisitas Kreatinin serum terhadap CGA..53
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1 : Klasifikasi
AKIN...11 Tabel 2.2 : Stratifikasi risiko cedera ginjal
akut...19
Tabel 2.3 : Penanda biologis CGA pada beberapa situasi klinis...24
Tabel 2.4 : Definisi Sepsis, Sepsis Berat dan Syok Sepsis...30
Tabel 4.1 : Karakteristik Responden Penelitian ...48
Tabel 4.2 : Sensitivitas, spesifisitas, nilai prediksi positif (NPP), nilai prediksi negatif (NPN), rasio kemungkinan positif (RKP) dan rasio
kemungkinan negatif (RKN)dari Cystatin C serum (COP 1,0 mg/l) terhadap CGA
...49
Tabel 4.3 : Sensitivitas, spesifisitas, nilai prediksi positif (NPP), nilai prediksi negatif (NPN), rasio kemungkinan positif (RKP) dan rasio
kemungkinan negatif (RKN)dari Cystatin C serum (COP 1,03 mg/l) terhadap CGA
(14)
Tabel 4.4 : Sensitivitas, spesifisitas, nilai prediksi positif (NPP), nilai prediksi negatif (NPN), rasio kemungkinan positif (RKP) dan rasio
kemungkinan negatif (RKN)dari Kreatinin serum (COP 1,3 mg/dl) terhadap CGA
...51
Tabel 4.5 : Sensitivitas, spesifisitas, nilai prediksi positif (NPP), nilai prediksi negatif (NPN), rasio kemungkinan positif (RKP) dan rasio
kemungkinan negatif (RKN)dari Kreatinin serum (COP 1,0 mg/dl) terhadap CGA
(15)
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 : Riwayat Hidup Peneliti
...67
Lampiran 2 : Jadwal Tahapan Penelitian
...68
Lampiran 3 : Lembar Penjelasan Mengenai
Penelitian...69
Lampiran 4 : Lembar Persetujuan Setelah
Penjelasan...72
Lampiran 5 : Lembar Observasi
Pasien...74
Lampiran 6 : Rencana Anggaran
(16)
DAFTAR SINGKATAN
AUC : Area under the curve
ADQI : The Acute Dialysis Quality Initiative
AKIN : Acute Kidney Injury Network
BSA : Body surface area
CGA : Cedera ginjal akut
CrCl : Creatinin clearance
IL-18 : Interleukin-18
KIM-1 : Kidney injury molecule-1
LFG : Laju filtrasi glomerulus
NPP : Nilai prediksi positif
NPN : Nilai prediksi negatif
NGAL : NeutrophilGelatinase-AssociatedLipocalin
RBF : Renal blood flow
RKP : Rasio kemungkinan positif
RKN : Rasio kemungkinan negatif
ROC : Receiver operating characteristic
RRI : Ruang rawat intensif
SIRS : Systemic inflammatory response syndrome
SD : Standar deviasi
(17)
ABSTRAK
Latar belakang : Sepsis merupakan penyebab tersering dari cedera ginjal akut (CGA) pada pasien sakit kritis. Perubahan mendadak pada laju filtrasi glomerulus (LFG) pada pasien sakit kritis tidak diikuti secara paralel dengan perubahan kreatinin serum. Tujuan dari penelitian ini adalah membandingkan kegunaan dari cystatin C serum dan kreatinin serum sebagai penanda biologis fungsi ginjal pada pasien sakit kritis di ruang rawat intensif.
Metode : Sebuah studi cross-sectional dilakukan pada pasien dewasa usia 18-65 tahun di ruang rawat intensif RSUP Haji Adam Malik. Kreatinin serum, cystatin C serum dan creatinin clearance (CrCl) 24 jam urin diobservasi pada 24 pasien sakit kritis dengan sepsis. CrCl 24 jam urin yang disesuaikan dengan luas permukaan tubuh (BSA) digunakan sebagai “baku emas” untuk menentukan LFG.
Hasil : kreatinin serum, cystatin C serum dan CrCl 24 jam urin (nilai rerata ± standar deviasi [range]) adalah 1,53 ± 1,13 mg/dl (0,3-4,2 mg/dl), 1,71 ± 1,1 mg/L (0,6-4,48 mg/L), dan 66,33 ± 37,77 ml/min/1,73 m2 (4-137 ml/min/1,73 m2). 17 dari total 24 pasien mengalami CGA. Cystatin C serum memilki nilai sensitivitas, spesifisitas, nilai duga positif dan nilai duga negatif sebesar 82,4%, 85,7%, 93,33% dan 66,67%. Sedangkan kreatinin serum memiliki nilai sensitivitas, spesifisitas, nilai duga positif dan nilai duga negatif sebesar 52,9%, 85,7%, 90% dan 42,9%. Cystatin C secara diagnostik lebih superior dibandingkan kreatinin serum dengan
area under the curve (AUC) 0,874 untuk cystatin C serum dan 0,785 untuk kreatinin serum. Cystatin C serum dengan nilai cutt-off 1,03 mg/L dan kreatinin serum dengan cutt-off 1,0 mg/dl memiliki sensitivitas dan spesifisitas yang sama yaitu 82,4% dan 85,7%.
Kesimpulan : Cystatin C adalah penanda biologis yang akurat dalam mendeteksi perubahan akut pada LFG, dan terbukti lebih superior dibandingkan kreatinin serum dalam mendiagnosa CGA pada pasien sakit kritis.
Kata Kunci : Cedera ginjal akut, cystatin C serum, creatinin clearance 24 jam urin, kreatinin serum, sepsis
(18)
ABSTRACT
Background : Sepsis is the most common cause of acute kidney injury in critically ill patients. Sudden changes in glomerular filtration rate (GFR) critically ill patients are not instantly followed by parallel changes in serum creatinine. The aim of the present study was to compare the utility of serum cystatin C and serum creatinin as a marker of renal function in these patients.
Methods : A cross-sectional study was conducted in adult patients among 18-65 years in the intensive care unit Haji Adam Malik hospital. Serum creatinine, serum cystatin C and 24-hour creatinine clearance (CrCl) were observed in 24 critically ill patients with sepsis. Twenty-four-hour body surface adjusted CrCl was used as a control because it is the 'gold standard' for determining GFR.
Results : Serum creatinine, serum cystatin C and CrCl (mean ± standard deviation [range]) were 1.53 ± 1.13 mg/dl (0.3–4.2 mg/dl), 1.71 ± 1.1 mg/l (0.6–4.8 mg/l), and 66.33 ± 37.77 ml/min per 1.73 m2 (4–137 ml/min per 1.73 m2), respectively. Of the total 24 patients, 17 patients had acute kidney injury. Serum cystatin C has a sensitivity, spesificity, positive predictive value and negative predictive value of 82,4%, 85,7%, 93,33% and 66,67%, respectively. Serum creatinin has a sensitivity, spesificity, positive predictive value and negative predictive value of 52,9%, 85,7%, 90% dan 42,9%, respectively. Cystatin C was diagnostically superior to creatinine (area under the curve [AUC] for cystatin C 0.874 and for creatinine 0,785. Serum cystatin C with cutt-off value 1,03 mg/L and serum creatinin with cutt-off value 1,0 mg/dl has the same sensitivity and spesificity of 82,4% and 85,7%, respectively.
Conclusion Cystatin C is an accurate marker of subtle changes in GFR, and it may be superior to creatinine when assessing this parameter in clinical practice in critically ill patients.
Keywords : Acute kidney injury, serum cystatin C, serum creatinin, 24-hour creatinine clearance, sepsis
(19)
ABSTRAK
Latar belakang : Sepsis merupakan penyebab tersering dari cedera ginjal akut (CGA) pada pasien sakit kritis. Perubahan mendadak pada laju filtrasi glomerulus (LFG) pada pasien sakit kritis tidak diikuti secara paralel dengan perubahan kreatinin serum. Tujuan dari penelitian ini adalah membandingkan kegunaan dari cystatin C serum dan kreatinin serum sebagai penanda biologis fungsi ginjal pada pasien sakit kritis di ruang rawat intensif.
Metode : Sebuah studi cross-sectional dilakukan pada pasien dewasa usia 18-65 tahun di ruang rawat intensif RSUP Haji Adam Malik. Kreatinin serum, cystatin C serum dan creatinin clearance (CrCl) 24 jam urin diobservasi pada 24 pasien sakit kritis dengan sepsis. CrCl 24 jam urin yang disesuaikan dengan luas permukaan tubuh (BSA) digunakan sebagai “baku emas” untuk menentukan LFG.
Hasil : kreatinin serum, cystatin C serum dan CrCl 24 jam urin (nilai rerata ± standar deviasi [range]) adalah 1,53 ± 1,13 mg/dl (0,3-4,2 mg/dl), 1,71 ± 1,1 mg/L (0,6-4,48 mg/L), dan 66,33 ± 37,77 ml/min/1,73 m2 (4-137 ml/min/1,73 m2). 17 dari total 24 pasien mengalami CGA. Cystatin C serum memilki nilai sensitivitas, spesifisitas, nilai duga positif dan nilai duga negatif sebesar 82,4%, 85,7%, 93,33% dan 66,67%. Sedangkan kreatinin serum memiliki nilai sensitivitas, spesifisitas, nilai duga positif dan nilai duga negatif sebesar 52,9%, 85,7%, 90% dan 42,9%. Cystatin C secara diagnostik lebih superior dibandingkan kreatinin serum dengan
area under the curve (AUC) 0,874 untuk cystatin C serum dan 0,785 untuk kreatinin serum. Cystatin C serum dengan nilai cutt-off 1,03 mg/L dan kreatinin serum dengan cutt-off 1,0 mg/dl memiliki sensitivitas dan spesifisitas yang sama yaitu 82,4% dan 85,7%.
Kesimpulan : Cystatin C adalah penanda biologis yang akurat dalam mendeteksi perubahan akut pada LFG, dan terbukti lebih superior dibandingkan kreatinin serum dalam mendiagnosa CGA pada pasien sakit kritis.
Kata Kunci : Cedera ginjal akut, cystatin C serum, creatinin clearance 24 jam urin, kreatinin serum, sepsis
(20)
ABSTRACT
Background : Sepsis is the most common cause of acute kidney injury in critically ill patients. Sudden changes in glomerular filtration rate (GFR) critically ill patients are not instantly followed by parallel changes in serum creatinine. The aim of the present study was to compare the utility of serum cystatin C and serum creatinin as a marker of renal function in these patients.
Methods : A cross-sectional study was conducted in adult patients among 18-65 years in the intensive care unit Haji Adam Malik hospital. Serum creatinine, serum cystatin C and 24-hour creatinine clearance (CrCl) were observed in 24 critically ill patients with sepsis. Twenty-four-hour body surface adjusted CrCl was used as a control because it is the 'gold standard' for determining GFR.
Results : Serum creatinine, serum cystatin C and CrCl (mean ± standard deviation [range]) were 1.53 ± 1.13 mg/dl (0.3–4.2 mg/dl), 1.71 ± 1.1 mg/l (0.6–4.8 mg/l), and 66.33 ± 37.77 ml/min per 1.73 m2 (4–137 ml/min per 1.73 m2), respectively. Of the total 24 patients, 17 patients had acute kidney injury. Serum cystatin C has a sensitivity, spesificity, positive predictive value and negative predictive value of 82,4%, 85,7%, 93,33% and 66,67%, respectively. Serum creatinin has a sensitivity, spesificity, positive predictive value and negative predictive value of 52,9%, 85,7%, 90% dan 42,9%, respectively. Cystatin C was diagnostically superior to creatinine (area under the curve [AUC] for cystatin C 0.874 and for creatinine 0,785. Serum cystatin C with cutt-off value 1,03 mg/L and serum creatinin with cutt-off value 1,0 mg/dl has the same sensitivity and spesificity of 82,4% and 85,7%, respectively.
Conclusion Cystatin C is an accurate marker of subtle changes in GFR, and it may be superior to creatinine when assessing this parameter in clinical practice in critically ill patients.
Keywords : Acute kidney injury, serum cystatin C, serum creatinin, 24-hour creatinine clearance, sepsis
(21)
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
Cedera ginjal akut (CGA)diruang rawat intensif (RRI)sering dijumpai dan insidennya akhir-akhir ini meningkat dan berhubungan denganpeningkatan yang substansial dalammorbiditasdan mortalitas. CGAterjadi pada sekitar7% dari seluruhpasien rawat inapdan sekitar36% sampai67% padapasien kritistergantung padadefinisi yang digunakan. Berdasarkan studi pada lebih dari 75.000orang dewasadengan sakit kritis, CGA yanglebih parahterjadi pada4% sampai 25% dari seluruh pasien yang masukRRI, dengan sepsis sebagai penyebab utama.1
Pada penelitian multisenter di beberapa RRI yang melibatkan hampir 30 ribu pasien menyebutkan bahwa CGA yang berhubungan dengan sepsis dan presentasinya yang lebih parah yaitu sepsis berat dan syok sepsis, memberikan kontribusi 50% dari total kasus CGA di RRI.2Berdasarkansurveiyang dilakukan di Italia melalui pengumpulan data webbased, hampir duapertiga darikasusCGAdidiagnosisdalam
waktu 24jam masukRRI, dan sekitar5% sampai 6%
daripasienRRIdenganCGA memerlukan terapipengganti ginjal(TPG). Pada penelitin lain disebutkan bahwa sekitar 12% daripasienCGAdiobati denganTPGdi RRI.1,3Terapi pengganti ginjal dimulairata-rata padahari keduasetelah masukRRI. Sebanyak 60%
(22)
daripasienCGA mengalamipemulihanfungsi ginjal lengkap, 13,5% mengalami pemulihanginjalparsial, sementara sekitar30% tidak mengalamipemulihan fungsiginjalpada saatkematian atau saat keluarRRI setelah pengobatan.3
Sampai dengan saat ini dijumpai lebih dari35definisiCGAyang terdapatdalam berbagai literatur. KelompokThe Acute Dialysis Quality Initiative (ADQI)mengembangkan sistemuntuk diagnosisdan klasifikasidariberbagaigangguanakutfungsi ginjalyang dirangkumdalam akronimRIFLE yang merupakansingkatanuntukmenggambarkan tingkatkeparahan :Risk,Injury, Failure, Lossdan End-Stage Renal Disease(ESRD).Tingkatkeparahandidefinisikanatas
dasarperubahandalam serum kreatinin atau produksi
urin.Klasifikasiyang lebih baruuntukCGAberdasarkansistemRIFLEtelah diusulkanolehAcute Kidney Injury Network (AKIN). Sistempenentuan stadiumbaru ini berbeda dariklasifikasiRIFLEdalam halmengurangikebutuhan untukkreatininawal dan membagi tingkat keparahan dalam 3 bagian.4,5
Kedua klasifikasi CGA yang masih secara luas digunakan oleh klinisi tersebut masih menggunakan kriteria kreatinin dan output urin untuk menggambarkan ringan beratnya disfungsi ginjal. Sayangnya, kreatininmerupakan indikatoryang kurang dapat diandalkanselama
perubahanakut padafungsi ginjal. Pertama,
(23)
darifungsi ginjaltelahhilang. Kedua, kreatininserumtidakakurat menggambarkanfungsi ginjalsampaikeadaanstabiltelah tercapai, yang mungkin memerlukanbeberapa hari.Penggunaankreatinin serumuntuk memperkirakanlaju filtrasi glomerulus (LFG) sangatterbatas, hal ini dikarenakanminimnya kondisisteady statepada pasiensakit kritis.Saat ini terdapat beberapa penanda biologis yang telah digunakan untuk deteksi awal CGA seperti cystatin C, NGAL, KIM-1, IL-18, dan lainnya. Penanda biologis ini memiliki kelebihan dan kekurangan masing-masing.6
Mishra dkk, dalam penelitian prospektifnyadengan
mengambilsampel urin danserum serial dari71anakyang menjalani
cardiopulmonary bypass (CPB)untuk koreksibedahpenyakitjantung bawaan. Dua puluhanakberkembang menjadiCGA, didefinisikan sebagai peningkatan50% kreatinin serum.Kadar NGALurinpada2jam menjalani CPBhampir secara sempurnamemprediksipasien akanberkembang menjadiCGA.7Liangos dkk, melakukan penelitian pada103orang dewasayang menjalanicardiopulmonary bypass, CGAberkembang pada31% pada merekayang kadarKIM-1 urinnya meningkat sekitar40% 2jamsetelah operasidan100% pada waktujam
ke-24.8Dengan demikian, KIM-1 merupakankandidat yang
menjanjikanuntuk dimasukkan dalampenanda biologis CGAurin. Penelitian lain menunjukkan bahwa IL-18 urinsecara signifikan mengalamiupregulasihingga 48jam sebelumpeningkatankreatinin
(24)
serumpada pasien dengansindromgangguan pernapasan akutyang berkembang menjadiCGA.9
CystatinCadalah anggotasuperfamilicystatin dariinhibitorproteasesistein. Pada kebanyakan studi yang dilakukan
menunjukkancystatin Cmenjadiprediktor laju filtrasi glomerulus yang lebih baikdibandingkankreatinin.10Rosental dkk, pada tahun 2004 melakukan penelitian pada85pasienyang berisikotinggi untuk berkembang menjadiCGAmenggunakan kriteriaRIFLE. Penelitian ini menunjukkan cystatin C serum merupakan penanda biologis yang bermanfaat pada CGA, dan dapat mendeteksi CGA 1-2 hari lebih cepat dari kreatinin serum.11Mi Yeon Chung dkk, melakukan penelitian pada 53 pasien sirosis hepatis yang bertujuan mengetahui peran cystatin C serum sebagai faktor prognostik untuk CGA. Di akhir penelitian diperoleh bahwa cystatin C serum dan kreatinin serum merupakan faktor prediktif untuk CGA dengan akurasi diagnostik 0,735 untuk cystatin C serum dan 0,698 untuk kreatinin serum. Pada kesimpulan didapati bahwa akurasi dalam memprediksi CGA dan mortalitas jangka pendek adalah lebih tinggi pada kadar cystatin C serum>1,23 mg/l daripada kreatinin serum pada pasien sirosis hepatis.12
Patricia Villa dkk, melakukan penelitian pada 50 pasien di RRI yang memiliki risiko tinggi berkembang menjadi CGA. Pada akhir penelitian diperoleh bahwa cystatin C serum secara diagnostik lebih superior dibandingkan kreatinin serum (AUC untuk kreatinin serum
(25)
0,694 dengan 95% CI berbanding AUC untuk cystatin C serum 0,927 dengan 95% CI). 13 Hasil penelitian yang berbeda ditunjukkan oleh penelitian Royakkers dkk pada 151 pasien di RRI, dimana disebutkan bahwa baik serum maupun cystatin C urin merupakan penanda biologis yang buruk untuk prediksi CGA dan kebutuhan akan TPG.14Spahillari dkk, dalam penelitiannya pada 1150 pasien pasca operasi jantung, menyebutkan bahwa kadar cystatin C serum lebih kurang sensitif daripada kadar kreatinin serum dalam mendeteksi CGA pasca operasi jantung.15Penelitian yang dilakukan Pauline R. Slort dkk (2012) pada 24 pasien yang menjalani transplantasi ginjal pada anak memberikan kesimpulan penelitian bahwa cystatin C serum tidak lebih superior dibanding kreatinin serum untuk deteksi disfungsi allograft akut.16
Masih sangat sedikit penelitian yang membandingkan marker cystatin C serum dan kreatinin serum dalam mendeteksi CGA yang disebabkan sepsis, mengingat penelitian-penelitian sebelumnya lebih banyak pada pasien dengan penyebab CGA lainnya seperti pasca operasi jantung, obat dan zat kontras penyebab CGA, pasca transplantasi ginjal, sirosis hepatis, dll. Selain itu, keadaan sepsis dapat menyebabkan terjadinya penurunan produksi kreatinin sehingga membuat interpretasi kreatinin semakin terbatas penggunaannya dalam deteksi dini CGA.17 Maka itu peneliti tertarik untuk melakukan penelitian membandingkan sensitivitas dan spesifisitas cystatin C serum dengan kreatinin serum dalam mendiagnosa CGA pada pada pasien
(26)
sepsis, sepsis berat dan syok sepsis di RRI RS Haji Adam Malik (RSHAM) Medan.
1.2 Rumusan Masalah
Apakah cystatin C serum memiliki nilai diagnostik yang lebih baik dibanding kreatinin serum dalam mendiagnosa cedera ginjal akut pada pasien sepsis yang dirawat di ruang rawat intensif?
1.3 Hipotesis
Cystatin C serum memiliki nilai diagnostik yang lebih baik dibanding kreatinin serum dalam mendiagnosa cedera ginjal akut pada pasien sepsis yang dirawat di ruang rawat intensif.
1.4 Tujuan Penelitian 1.4.1 Tujuan umum
Untuk memperoleh alternatif penanda biologis yang lebih baik untuk mendiagnosa cedera ginjal akut pada pasien sepsis yang dirawat di ruang rawat intensif.
1.4.2 Tujuan khusus
a) Untuk mengetahui sensitivitas dan spesifisitas cystatin C serum dan kreatinin serum dalam mendiagnosa cedera ginjal akut pada pasien sepsis yang dirawat di ruang rawat intensif.
(27)
b) Untuk menentukanpositive predictive value dan negative predictive value daricystatin C serum dan kreatinin serum dalam mendiagnosa cedera ginjal akut pada pasien sepsis yang dirawat di ruang rawat intensif.
c) Untuk menentukancut off point dari cystatin C serum dan kreatinin serum dalam mendiagnosa cedera ginjal akut pada pasien sepsis yang dirawat di ruang rawat intensif.
d) Untukmenentukan luas area under the curve (AUC) menggunakan prosedur Receiver Operating Characteristic (ROC)daricystatin C serum dan kreatinin serum dalam mendiagnosa cedera ginjal akut pada pasien sepsis yang dirawat di ruang rawat intensif.
e)
1.5 ManfaatPenelitian 1.5.1 Manfaat akademis
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi tambahan rujukan dan khasanah pengetahuan kepada klinisi tentang penanda biologis yang baik untuk deteksi cedear ginjal akut pada pasien sepsis yang dirawat di ruang rawat intensif.
1.5.2 Manfaat pelayanan
Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat menjadi landasan mendiagnosa cedera ginjal akut pada pasien sepsis yang dirawat di ruang rawat intensif dengan menggunakan penanda biologis yang memiliki nilai diagnostik yang tinggi
(28)
1.5.3 Manfaat pengembangan penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai sumber rujukan tambahan dalam penelitian lanjutan tentang penanda biologis dalam mendiagnosa cedera ginjal akutpada pasien sepsis yang dirawat di ruang rawat intensif.
(29)
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Cedera Ginjal Akut (CGA)
2.1.1 Definisi
Istilahcedera ginjalakut (CGA)dalam literatur dikenal sebagai acute kidney injury (AKI), diciptakanoleh sebuah panelbesarpakar internasionaluntuk menggantikan istilah sebelumnya"gagal ginjal akut" (GGA). IstilahCGAtidak sama denganGGA. Istilahgagal ginjaldiberikan padapasien yangtelah kehilanganfungsi ginjal sampai titikdimana hidupnyatidak dapatdipertahankantanpa intervensi. Sedangkan CGAdigunakan untukmenggambarkanbentuk ringan beratnyadisfungsiginjal. Perubahan definisi yang terjadi dalam cedera
(30)
Gambar 2.1 Sejarah Cedera Ginjal Akut.18
Saat ini terdapat puluhandefinisiCGAdalam berbagai literatur. KelompokThe Acute Dialysis Quality Initiative (ADQI)mengembangkan sistemuntuk diagnosisdan klasifikasidariberbagaigangguanakutfungsi ginjalmelaluikonsensus daripara ahli. Karakteristikdarisistem
inidirangkumdalam Gambar2. AkronimRIFLE
merupakansingkatanuntukmenggambarkan tingkatkeparahan :Risk, injury, dan Failure, dan duahasil luaran, Lossdan End-Stage Renal Disease(ESRD).Ketigatingkatkeparahandidefinisikanatas
dasarperubahandalam kreatinin serumatau produksi urin. Dari 2 hal tersebut (kreatinin serumatau produksi urin), yang terburukyang akan digunakan. Keduakriteria hasil luaran, lossdanESRD, didefinisikanberdasarkan berapalamahilangnya fungsiginjal.4
Galen Empty bladder Morgagni, 1760 Ischuria renals Bright, 1888 Acute Bright”s Disease Davies, 1917 War nephritis Bywaters and Beall, 1941 Crush syndrome Smith , 1951 ARF AD QI, 2004 AKI Greek, Roman 18th century 19th century 20th century before World War 20th century, after World War II
(31)
Gambar 2.2 Kriteria RIFLE
Beberapa studitelah menunjukkanbahwa kriteriaRIFLEmemiliki relevansi klinisuntuk diagnosisCGA, mengklasifikasikantingkat
keparahanCGAdanuntuk memantauperkembanganCGA, serta
memilikikemampuanprediktif untukmortalitas padapasien rawat inapsecara umum, dan pasiendalamRRIpada khususnya. Klasifikasiyang lebih baruuntukCGAberdasarkansistemRIFLEtelah diusulkanolehAcute Kidney Injury Network (AKIN). Sistempenentuan stadiumbaru ini berbeda dariklasifikasiRIFLEdalam hal mengurangikebutuhan untukkreatininawal tetapi memerlukansetidaknyadua nilaikreatinindalam waktu 48jam, CGAdidefinisikan sebagaipenurunan
fungsi ginjal secara tiba-tiba(dalam waktu 48 jam), saat ini didefinisikan sebagaipeningkatanmutlak dalamkreatinin serum≥0,3mg/dl( ≥
(32)
26,4ìmol/l), persentase kenaikankreatininserum≥50% (1,5 kali lipatdari awal), ataupenurunanproduksi urin(oliguria<0,5 ml/kg/jam untuk>6jam), yang pada klasifikasi RIFLE dimasukkan dalam Risk
menjadistadium1 pada AKIN, dan juga
mempertimbangkanpeningkatankreatininserum≥0,3mg/dl(≥ 26,4ìmol/l), klasifikasi RIFLE Injury menjadi stadium 2 dan Failure menjadi stadium 3, termasukpasien yangmemerlukan TPGterlepas daristadiummereka beradapada saatTPG. Dua kelashasil luaran
yaitulossdan ESRD dihapus pada klasifikasi AKIN.5
Tabel 2.1 Klasifikasi AKIN5
Padaawal 2010, lebih dari setengah jutapasientelah
dipelajariuntuk mengevaluasikriteriaRIFLEsebagai
saranamengelompokkanpasien denganCGA. Serangkaian besar
negaradari Amerika Serikat, Eropa, dan Australia, masing-masing terdiri daribeberapa ribupasien, telahmemberikan gambaranyang konsisten. CGAdidefinisikan olehRIFLEdikaitkandengan penurunan secara
(33)
signifikan angka kelangsungan hidup (survival)dan selanjutnya,
meningkatnyakeparahanCGA yangdidefinisikan berdasarkanRIFLEmenyebabkanpeningkatan risikokematian. Ada
peningkatan yanghampir linier antaramortalitasrumah sakit dengan meningkatnyakelasRIFLE, denganpasien diRmemiliki tingkat mortalitas lebihdari tigakali lebih besardibandingkanpasien tanpaCGA. Pasien kelas Imemiliki tingkat mortalitasdua kali lebih besardaripada kelasRdan pasienkelasFmemilikitingkat mortalitas 10kali lebih besardari pasien rawat inaptanpaCGA.19
2.1.2 Epidemiologi
Cedera Ginjal Akut (CGA)diRRIsering dijumpai dan insidennya akhir-akhir ini meningkat yang berhubungan denganpeningkatan yang substansial dalammorbiditasdan mortalitas. CGAterjadi pada sekitar7% dari seluruhpasien rawat inapdan sampai dengan36% - 67% daripasien kritistergantung padadefinisi yang digunakan.1
Penyakit iniadalah komplikasi umumpada pasiensakit kritis, terjadi pada 25% dari penerimaan pasien diRRIdengan angka kematian yangtinggisekitar40-50%. CGA bisa berdiri sendiri atau merupakan
bagiandarigagal organmultiple, dansering
dihubungkandenganetiologisepsis.Pasien dengan sepsis,sepsis berat dansyok septikberada pada risiko tinggi akan berkembang menjadi CGAserta memilikitingkat kematian lebih tinggidibandingkan pasientanpa infeksi.20Dataepidemiologibaru didapat dariPicard
(34)
denganCGA yangdirawat diRRI pada5pusat akademikdi seluruh Amerika Serikat, bahwa dari 618 pasien yang diobservasi, didapati 64% membutuhkan TPG, tingkat mortalitas atau nonrecovery of renal fucntion mencapai 50%, nilai median dari lama rawat di rumah sakit mencapai 25 hari.21
2.1.3 Patofisiologi
Patogenesis CGA adalah kompleks danbervariasiberdasarkanfaktor
penyebabnya. Inflamasimemberikan kontribusi
untukpatofisiologiinidalam berbagaikonteks.
Inflamasidapatmenyebabkanpenurunanaliran darahlokal kemedulabagian luar dengankonsekuensi yang merugikanpada
fungsitubulus. Homeostasis tubuh sangat bergantung pada kemampuan ginjal berfungsi normal. Ada banyak penyebab dari CGA, beberapa di antaranya berhubungan dengan ketidaksesuaian antara kebutuhan oksigen dan pengiriman nutrisi ke nefron dengan kebutuhan energi dari nefron. Penyebab lainnya berhubungan dengan efek toksik langsung suatu zat pada epitel. Proses cedera dan perbaikan pada epitel ginjal digambarkan secara skematis dalam gambar 2.3. Cedera mengakibatkan dengan cepat hilangnya integritas cytoskeletal dan polaritas sel. dijumpai pelepasan dari brush border tubulus proksimal, hilangnya polaritas dengan mislokasi dari molekul adhesi dan protein membran
(35)
lainnya seperti Na+K+ATPase dan β-integrin, serta apoptosis dan nekrosis.
Dengan cedera yang parah, sel hidup dan sel mati mengalami deskuamasi meninggalkan daerah di mana dasar membran tetap sebagai satu-satunya penghalang antara filtrat dan interstitium peritubular. Hal ini memungkinkan untuk terdapatnya kebocoran dari filtrat, terutama dalam keadaan di mana tekanan dalam tubulus meningkat karena obstruksi intratubuler akibat puing-puing seluler (cellular debris) di lumen berinteraksi dengan protein seperti fibronektin yang memasuki lumen.22 Cedera ini pada epitel merupakan hasil dari mediator inflamasi dan vasoaktif, yang dapat bertindak pada pembuluh darah memperburuk vasokonstriksi dan peradangan. Jadi peradangan memberikan kontribusi yang penting untuk patofisiologi CGA. Beda halnya pada jantung atau otak, ginjal dapat pulih dari iskemik atau toksin yang menyebabkan kematian sel, meskipun semakin diakui bahwa terdapat efek jangka panjang yang merugikan pada periode singkat iskemia.23 Sel yang masih hidup tetap menjalani perbaikan dengan potensi untuk memulihkan fungsi ginjal menuju normal. Ginjal akan pulih dari cedera akut bergantung pada urutan peristiwa yang meliputi penyebaran sel epitel dan migrasi untuk menutupi daerah yang terkena dari dasar membran, dediferensiasi dan proliferasi sel untuk mengembalikan jumlah sel, diikuti oleh diferensiasi yang menghasilkan pemulihan fungsi integritas nefron.24
(36)
Gambar 2.3 Proses cedera dan perbaikan cedera ginjal akut1
Dengan perkataan lain, hal-hal dibawah ini berkontribusi dalam
patofisiologi CGA, yaitu(a)
gangguanperfusiginjalyangmembahayakanautoregulasi-ginjal dan menyebabkanvasokonstriksiginjal, (b) disfungsi tubulardankematian selakibatapoptosisdannekrosis,(c) deskuamasi selyang memberikan kontribusi untuk obstruksiintra-tubular, (d) gangguanmetabolismeyang menyebabkangangguantransportasi, sehinggamengganggukeseimbangan tubular-glomerulus, dan(e) produksimediatorinflamasilokal yangmenyebabkan peradanganinterstisialdan kongestivaskular. Kerusakan epitelitulah yangmenginduksisekresimediatorinflamasi danvasoaktif, yangdapat memperburukvasokonstriksidan peradangan.25
(37)
Gambar 2.4 Perubahan morfologi pada tulus proksimal26
Pada vaskular renal juga terdapat abnormalitas yang menyumbang peran dalam patogenesis CGA. Hilangnya autoregulasi dan meningkatnya vasokonstriksi ginjal berkontribusi dalam peran meningkatnya kalsium sitosolikdan mitokondrial. Cedera iskemik akut dapat menyebabkan hilangnya autoregulasi. Selain itu vasokonstriksi ginjal juga terjadi pada ginjal yang iskemik sebagai akibat menurunnya tekanan perfusi ginjal. Respon vasokonstriksi terhadap norepinefrin dan endotelin eksogen juga ikut meningkat pada iskemik ginjal akut. Abnormalitas vaskular tersebut mungkin berhubungan dengan meningkatnya konsentrasi kalsium sitosolik pada arteriol afferent glomerulus. Calsium channel blocker dapat mengembalikan hilangnya
(38)
autoregulasi dan meningkatkan sensitivitas terhadap stimulasi syaraf ginjal. Iskemik ginjal akut juga telah terbukti berhubungan dengan kerusakan endotel yang disebabkan meningkatnya cedera oksidan. Cedera oksidan dapat memicu menurunnya eNOS dan vasodilator prostaglandin dan juga meningkatkan endotelin yang hal-hal tersebut memperbesar terjadinya vasokontriksi vakular ginjal.26
Gambar 2.5 Efek vaskular pada cedera ginjal akut.26
Sebagai tambahan, tekanan filtrasi glomerulus normalnya sekitar 60% dari tekanan arteri rerata. Tonus arteriol afferent dan efferent memiliki peran yang sanagat penting dalam menjaga tekanan filtrasi glomerulus, dimana tekanan filtrasi secara proporsional berbanding lurus dengan tonus arteriol efferent dan berbanding terbalik dengan tonus arteriol afferent.
(39)
Gambar 2.6 Anatomi nefron ginjal
2.1.4 Azotemia Pra-renal.
Istilahazotemiarenal (atau kadang disebut 'gagal ginjal pra-renal')sering digunakan dalambuku-buku pelajarandandalam
literaturuntuk menunjukkansindromakutditandai
denganadanyapeningkatankonsentrasiproduklimbahnitrogen dalam darah(urea dankreatinin). Sindrom inidianggapdisebabkanhilangnyalaju
filtrasi glomerulustetapi tidakberhubungandengan cederaginjalhistopatologi. Dengan demikian, istilah inidigunakanuntuk
membedakan CGA'fungsional' dari 'struktural', di mana istilahcedera
ginjalstrukturaldiambil untukmenunjukkan
adanyanekrosistubularakut(NTA).18CGA pra-renal atau
(40)
responfisiologisuntukmengurangi volume"efektif" ekstraseluler, yang
diartikan sebagaimenurunnya stimulasireseptorvolumedan meningkatnya aktivitasadrenergik, danbisamenyertaihilangnyavolume
aktual, gagal jantungkongestif, sirosis, nefrosis, atausepsis. Pertahanan
utama terhadappenurunanvolume efektifterjadipada tingkat
reabsorpsitubular. Kompensasiawal inimelibatkan peningkatan aktifitas
adrenergik danangiotensinIIsertameningkatnya pengaruhaldosteronpadatubulus, sehingga hasilnya terjadi
peningkatanreabsorpsitubularproksimaldandistal.
PenurunanberikutnyapadaLFG, muncul ketikapertahanan utamatidak adekuatdandimediasisebagian besaroleh aktivasilebih lanjut darisistemneurohumoralyang samayang memodulasireabsorpsitubular.
Penurunansekunder padaLFG dapat dianggap sebagai
tahapdekompensasiginjal.27
2.1.5 Faktor risiko dan penyebab cedera ginjal akut
Ginjaladalah organ yangcukup kuatyang dapat mentolerirpaparanbeberapa faktor yang dapat menyebabkan CGA tanpa menderita perubahanstruktural atau fungsional yang signifikan. RisikountukCGAmeningkatoleh paparanterhadap faktoryang menyebabkanCGAatau adanyafaktor yang meningkatkankerentanan
terhadapCGA. Faktor-faktor yangmenentukankerentanancedera
ginjaltermasuk dehidrasi, karakteristik demografik tertentu danpredisposisi genetik, komorbiditas akut dan kronis. Iniadalah
(41)
interaksi antarakerentanandengan jenisdan tingkatpaparan faktor penyebab CGAyangmenentukanrisikoterjadinyaCGA.Pada pasiensakit kritis, telah diidentifikasi beberapa faktor risikountuk berkembangnyaCGA. Faktor risiko klinisyang telah diidentifikasiuntuk berkembangnyaCGAadalah diabetes, sirosis/gagal hati, gagal jantung kongestif, deplesi volume, sepsis, waktucardiopulmonary bypass, dan paparannefrotoksin.28
The 2011 Kidney Disease: Improving Global Outcomes (KDIGO)Clinical Practice Guideline for Acute Kidney Injury (AKI)
merekomendasikan klinisi agar melakukan stratifikasi risiko CGA berdasarkan paparan terhadap faktor penyebab CGA dan kerentanannya
terhadap CGA.29Namun,peluang
berkembangnyaCGAsetelahpaparanfaktor-faktor penyebab CGAyang sama, berbeda antaraindividu yang berbeda. Hal inidisebabkansejumlah faktorkerentananyang bervariasiluasdari individu ke individu yang dijelaskan pada tabel berikut.
Tabel 2.2 Stratifikasi risiko cedera ginjal akut.29
Exposures Susceptibilities
Sepsis Dehydration or volume
depletion
Circulatory shock Female gender
Burns Black race
(42)
Cardiac surgey (especially with CPB)
Dibetes mellitus
Nephrotoxic drugs Cancer
Radiocontrast agents Anemia
Poisonous plants and animal
PenyebabCGAdiRRIumumnya"multi-faktorial" dan seringberkembang darikombinasihipovolemia, sepsis, obat-obatan,
dangangguanhemodinamik. Sering kita kesulitan
untukmengisolasipenyebab tunggal, sehingga
lebihrumitmencariintervensi yang efektifdalam prosespenyakit kompleks. PatofisiologiCGAbervariasi sesuai denganetiologiyang mendasari. Sepsisadalah penyebabpaling seringdariCGAdiRRI, terhitunghingga50% kasus.2 CGAsering terjadisetelah operasijantung, terjadi pada sampai dengan42% daripasientanpa penyakit ginjal sebelumnya, dan peningkatankreatinin serumsekecil0,3mg/dL berhubungandengan peningkatan morbiditasdan mortalitas.30
Suatutekanan intraabdominalberkelanjutan >20mmHgdalam hubungan dengandisfungsiorganbaru akandikaitkan denganCGA pada>30% kasus.31MekanismeobatmenyebabkanCGAadalah bervariasidan termasuknefritisinterstitialakut,
toksisitastubularlangsung(misalnya, aminoglikosida),
dangangguanhemodinamik(misalnya, agen antiinflamasi nonsteroidal,
(43)
Nefritisinterstisialakutkemungkinan sering merupakan etiologi CGA yang disebabkan obat-obatan yang jarang dikenalidi RRIkarena kurangnyatemuan klinis di RRI.31
2.2 Penanda Biologis Cedera Ginjal Akut
2.2.1 Kreatinin sebagai penanda cedera ginjal akut
Kreatinin adalahturunan asamaminodenganmolekulmassa113Dyangdisaring secara bebas
olehglomerulus. Banyak
penelitianmendukungkesamaanbersihankreatininuntukLFGdantimbal balikhubungan dengan levelkreatinin serum.32Kreatinindisekresikan olehsel tubulusproksimalsertadisaring olehglomerulus, dengan demikian, bersihan kreatininmelebihiLFG. Sekresi kreatinin
tubularbervariasiantaraindividu, terutama pada
merekadenganpengurangan LFG ringan sampaimoderat.Beberapa obat, termasuktrimetoprimdancimetidine, menghambatsekresikreatinin,
sehingga mengurangi bersihankreatinin danpeningkatantingkatkreatininserumtanpa
mempengaruhiLFG.33Kadarkreatininditentukanterutama olehmassa ototdan asupan makanan, yang menyumbang kemungkinanuntukvariasi dalamtingkatkreatinin serum yangdiamati antarausia,geografis, etnis, danras yang berbeda.34Eliminasikreatinin ekstra renaldapatmeningkat
(44)
padatingkatLFG yang rendah, peningkatan initerutamaterkaitterhadap degradasikreatininoleh bakteri ususdandapat dipengaruhi olehpenggunaan
antibiotik.32Penggunaandariberbagaireferensiuntukkreatinin
serum,untuk membedakan antaraLFGnormal danabnormaldapat menyesatkan.
Ginjal manusia memiliki cadangan fungsi glomerulus yang penting, dan disfungsi menjadi jelas hanya ketika lebih dari 50% dari massa ginjal terganggu. Klasifikasi CGA yang terbaru menyatakan bahwa perubahan sedikit saja pada kreatinin serum dikaitkan dengan hasil luaran pasien yang lebih buruk. Hal ini, bagaimanapun, tetap merupakan kriteria fungsional untuk CGA dan menyiratkan bahwa perubahan LFG mungkin merupakan fenomena yang terlambat dari
sindrom CGA. Dalampraktek klinissaat ini,
CGAbiasanyadidiagnosisdengan mengukurkreatininserum. Sayangnya, kreatininmerupakan indikatoryang kurang dapat diandalkanselama perubahanakut padafungsi ginjal.Kenaikan kreatinin serum merupakan tanda dari perubahan filtrasi glomerulus yang telah berlangsung selama berjam-jam atau hari.Beberapa alasan yang telah dikemukakan sebelumnya di latar belakang mengenai kekurangan kreatinin serum untuk mengevaluasi atau menggambarkan fungsi ginjal seperti minimnya keadaan steady state pada kondisi penyakit kritis dan beberapa keadaan yang dapat menyebabkan peningkatan semu kreatinin serum tanpa mencerminkan penurunan LFG membuat kreatinin serum
(45)
memiliki sensitivitasyang rendah dan kurang menggambarkantingkatdisfungsiginjaldalampasiensakit kritis.
2.2.2 Kemunculan penanda biologis baru dalam mendiagnosis CGA
Seperti yang telah disebutkan diatas kreatinin serum memiliki banyak keterbatasan dalam mendiagnosa CGA, terutama dalam ruang lingkup unit perawatan intensif sehingga kurang sensitif untuk menggambarkan tingkat disfungsi ginjal pada pasien sakit kritis. Munculnya penanda biologis baru dalam lingkup CGA sangat membantu para klinisi untuk dapat mendiagnosa CGA dengan sensitivitas dan spesifisitas yang tinggi. KurangnyabiomarkerawalCGApada manusiahingga saat ini telahmengurangikemampuan kita untukmemulaiterapiyang potensial efektifpada waktu yang tepat. Memang, penyelidikanmanusiakini
telahjelasmenetapkan bahwaintervensi lebih awalmeningkatkankemungkinanperbaikandisfungsiginjal.35
Penanda biologisCGAdapat merupakankomponen dariserum
atauurin. Penanda biologisurinecukupmenjanjikanuntuk
mendeteksiCGAawal, maka dapatdiperkirakanlebih awal, karena itu, bisa bergunauntuk diagnosis dini, identifikasigangguanmekanisme, danpenentuanlokasi dankeparahandisfungsi.25Istilah penanda
biologispertama kali dijelaskanpada tahun 1989, yang
berartiindikatorterukuruntuk kondisibiologistertentu danuntuk prosespenyakit tertentu. Selain itu, badan pengawasan obat dan makanan amerika serikat (FDA) menggunakan istilahpenanda
(46)
biologisuntuk menggambarkan setiapindikatordiagnostik yangdapatdiukur dandigunakanuntuk menilairisikoatau penyakit.
Penanda biologis yang idealuntukCGAharus terjangkau, cepatdan mudahuntuk mengukur, tepat danakurat, dandapatmenentukantingkat
keparahandisfungsi, khusus untukginjal, meningkat
ditahapawaldisfungsi, dengan sensitivitas dan spesifisitas yang tinggi.36Dari sekian banyak penanda biologis baru yang tersedia, terdapat 4 penanda biologis yang saat ini secara luas digunakan para klinisi di seluruh dunia untuk mendeteksi CGA, antara lain
NeutrophilGelatinase-AssociatedLipocalin(NGAL), cystatin C, KIM-1 dan interleukin-18.32
(47)
Gambar 2.7 Kidney injury continuum dan penanda biologis CGA.25
Neutrophil Gelatinase-Associated Lipocalin
NeutrophilGelatinase-AssociatedLipocalin(NGAL) manusia diidentifikasisebagaiprotein25-kDa gelatinase yang terikat secara kovalendarineutrofil. NGALbiasanyadihasilkan pada tingkatyang sangat rendahdalamjaringan manusia, termasuk ginjal, paru-paru, lambung, dan usus besar. SintesisNGAL secara nyata diinduksi dalamepitel
yangcedera. Sebagai contoh,
(48)
denganinfeksibakteri akut, dahakdarisubyek denganasma ataupenyakit
paruobstruktif kronik, dan
cairanbronkialdariparu-paruemphysematous.10Dalamsebuah studicross-sectional, manusia dewasadi unit perawatanintensif dengancedera ginjal akutsekunder yang disebabkansepsis, iskemia, ataunephrotoksinmenghasilkanpeningkatan yang lebih besardari 10kali lipatdalam plasmaNGALdan lebih daripeningkatan100kali lipat dalamNGALurinmelalui Western blottingbila dibandingkan dengankontrol normal.37
KadarNGALdalam urindan serumberkorelasidengan kadarkreatininserum danpeningkatan kadar NGALmendahului
peningkatan kadar kreatininserum. Parikhdkk. mempelajariNGALurin
pada53pasien yangmenjalanitransplantasiginjaldonorhidup ataumeninggal. KadarNGAL(dinormalisasi untukkonsentrasikreatinin
urin) secara signifikan lebih tinggipada penerimadonor
meninggaldengan delayed graft function (DGF) (n = 10, median3.306ng/mgkreatinin) dibandingkan prompt graft function (n =
20, median756ng/mgkreatinin).
Nilaicutoffkreatinin1.000ng/mgmemilikisensitivitas90% dan spesifisitas83% untukidentifikasiDGF, AUCROCadalah0,90.38
NGAL plasmadisaringdiglomerulus, danmengalamireabsorpsi olehtubularproksimal, karena itu, ekskresi NGALdalam urinhanyaterjadi ketikaada
kerusakantubularproksimalyangmengganggureabsorpsiNGALatau meningkatnyasintesisNGAL.
(49)
Kidney Injury Molecule-1
Kidney Injury Molecule-1 atau KIM-1 adalahglikoproteinmembran seltipe 1yang berisi6-sistein menyerupai imunoglobulin. KIM-1 mRNAmeningkatlebih tinggi darigen lainmenyusuldisfungsiginjal. Ekspresi gentersebutmeningkatdalam 24-48jam setelahkejadian iskemikpada tikus. KIM-1 gendan ekspresiproteinyangtidakterdeteksidi ginjalnormal. Fungsi KIM-1 padaginjaladalah untuk membuatsel epitelmengenali dan memfagositsel-sel matidi ginjalkarenaiskemiadan
menyebabkanobstruksilumenyang menyebabkanCGA. Dengan
demikian,selepiteldenganKIM-1 bekerja sebagaifagosit semi
profesional. KIM-1 sangat spesifikdansensitifdalam
mengidentifikasizatberacunditubulusproksimal. Darispesimenbiopsi ginjalpada6pasien denganakuttubular, kadarurin KIM-1meningkat dalam12jam setelahdisfungsiginjal, mendahuluipembentukansilinder.25
Dalamsebuah penelitian kecil cross-sectional pada manusia, KIM-1 ditemukansecaranyatadiinduksidalamtubulusproksimaldi biopsiginjaldari pasien denganCGA(terutama iskemik), danKIM-1 urin
membedakan CGAiskemik daripra-renal azotemiadan
penyakitginjalkronis.39 Pasien denganCGA yangdisebabkan
olehkontrastidak mengalami peningkatanurinKIM-1.
(50)
Interleukin(IL)-18adalahsitokinproinflamasiyangdiinduksi
ditubulusproksimal, dan kemudiandengan
mudahdideteksidalamurinsetelahCGAiskemikpada hewan model. Dalamsebuah studicross-sectional, kadar urinIL-18 dengannyata
meningkatpada pasien denganCGA, tetapi tidakpada subyek
denganinfeksi salurankemih, penyakit ginjalkronis, sindromnefritik, atau gagal ginjal prarenal.Studipada manusiamenunjukkan bahwa konsentrasiIL-18 meningkatdalam 24-48jam sebelumCGAberdasarkan
kriteriaRIFLE.40 Kadar IL-18 urinberkorelasi dengan
tingkatkeparahanCGAdan hal ini adalahprediktor untukCGAdan kematiandalam kelompokheterogenanak-anak denganpenyakit kritis.9
2.2.3 Cystatin C
CystatinCadalahanggotadari superfamilicystatinsisteinprotease inhibitor dengan berat molekul rendah13,3 kDayangdisintesis olehsemua selberintipada tingkatproduksiyang konstan. Cystatin Csecara bebasdisaringdi glomerulusdantidak direabsorpsi serta dikatabolisme oleh sel epitel tubulus, sehingga hanya dalam jumlah yang sangat kecil dapat dijumpai dalam urin. Kadar cystatin C serum tidak dipengarui oleh massa otot, diet, umur dan gender seperti halnya yang terjadi pada kreatinin.10 Ada beberapa hal yang dapat mempengaruhi nilai pengukuran cystatin C yaitu pasien dalam terapi kortikosteroid dan pasien dengan penyakit tiroid. Nilai cystatin C dilaporkan akan menurun pada pasien dengan hipotiroidisme dan meningkat pada
(51)
hipertiroidisme.41Nilai cystatin C juga akan meningkat pada pasien yang di terapi dengan kortikosteroid.42Banyak studi menunjukkancystatin Cmenjadiprediktor laju filtrasi glomerulus yang lebih baikdibandingkankreatinin.
Beberapa penelitian yang dilakukan oleh Rosental S dkk, Mi Yeon Chung dkk, dan Patricia Villa dkkmenunjukkan bahwa cystatin C serum mendiagnosa CGA lebih cepat dan lebih baik daripada kreatinin serum.11-13Hasil penelitian yang berbeda ditunjukkan oleh beberapa penelitian yang dilakukan oleh Royakkers dkk, Spahillari dkk dan Pauline R. Slort dkk, dimana hasil penelitiannya menunjukkan cystatin C seum tidak lebih baik dari kreatinin serum dalam mendiagnosa CGA.15-17
2.3 Mengukur laju filtrasi glomerulus
Laju filtrasi glomerulus(LFG) adalahukuran standar fungsiginjaldan sangat pentinguntuk diagnosisdan manajemenpenyakitginjal.
LFGditerimasebagai ukuranterbaik untuk menilaifungsi ginjal. Nilai normalnya, berhubungan denganusia, jenis kelamin, danukuran tubuh,
kira-kira130ml/menit/1,73m2pada pria mudadan
120ml/menit/1,73m2pada wanita muda. Dan nilainyamenurunseiring bertambahnya usia.LFG yang paling baik dengan sensitivitas dan spesifisitas paling tinggidiukur melalui bersihankemihatau plasma dari suatupenandafiltrasiyang idealsepertiinulinataupenandaeksogenalternatif sepertiiothalamate, EDTA, asam dietilentriaminpentaacetic, daniohexol.
(52)
MengukurLFGdenganpenggunaan penandaeksogenadalah kompleks,mahal,dansulit untuk dilakukandalam praktek klinis.43
Oleh karena itu pengukuran LFG dengan penanda endogen masih digunakan secara luas saat ini oleh para klinisi dikarenakan kemudahan dan secara biaya jauh lebih murah dibandingkan penanda eksogen. Penanda endogen yang paling sering digunakan untuk mengukur LFG dewasa ini adalah kreatinin. Terdapat banyak formula saat ini yang dapat mengestimasi laju filtrasi glomerulus melalui pengunaan penanda endogen kreatinin. Beberapa formula tersebut adalah43
• Bersihan kreatinin urin 24 jam
( volume urin × kreatinin urin)/(kreatinine serum × 1440)
• Formula Cock-Croftgault
(140-umur) x berat badan / kreatinin serum x 72
Catatan : untuk wanita, hasilnya dikalikan 0,85
• Formula Modification of Diet in RenalDisease (MDRD)
175 × (Scr)-1.154 × (Age)-0.203 × (0.742 if female) × (1.212 if African
American)
Perkiraanlaju filtrasi glomerulus, sepertiestimasi LFGyang diperkirakan olehrumusModification of Diet in Renal Disease
(MDRD)ataubersihan kreatinin yangdiperkirakan dengan formula cock-croftgault, menunjukkan hasil yang kurang memuaskandalam populasi pasien sakit kritisdengan disfungsi ginjal.Sebaliknya, pengukuran
(53)
bersihan kreatinin menggunakan pengumpulanurin 24 jamdianjurkanpada pasien yang didugamengalami disfungsi ginjal.44
2.4 Definisi Sepsis, Sepsis Berat dan Syok Sepsis
Definisi sepsis diambil darisurviving sepsis campaign 2012. Tabel 2.4 Defenisi Sepsis, Sepsis Berat dan Syok Sepsis.45
Systemic inflammatory response syndrome
Dua atau lebih :
• Suhu tubuh > 38.3°C atau < 36.0°C
• Laju nadi > 90 kali per menit
• Laju nafas > 20 kali per menit atau PaCO2 <
32 mmHg atau membutuhkan ventilasi mekanik
• Jumlah sel darah putih > 12000/mm3 atau 4000/mm3 atau bentuk immature> 10%
Sepsis Systemic inflammatory response syndrome
dan ada infeksi (kultur atau gram stain of blood, sputum, urin atau cairan tubuh yang normalnya steril positif terhadap mikroorganisme patogen ; atau fokus infeksi diidentifikasi dengan penglihatan spt:
ruptured bowel dengan free air atau bowel contents didapati pada abdomen saat
(54)
discharge)
Sepsis Berat Sepsis dengan minimal satu tanda dari
hipoperfusi atau disfungsi organ :
• Sepsis-induced hypotension • Laktat > 2mmol/L
• Acute Lung Injury (PaO2/FiO2 < 250) dengan
tidak dijumpainya pneumonia sebagai sumber infeksi
• Acute Lung Injury (PaO2/FiO2 < 200) dengan
dijumpainya pneumonia sebagai sumber infeksi
• Urin output< 0.5mL/kg dalam 2 jam
• Peningkatan creatinin > 2,0 mg/ dl
• Abnormalitas sistem pembekuan (INR> 1,5).
• Hiperbilirubinemia (bilirubin total plasma > 2
mg/ dl atau 34,2 µmol/L).
• Jumlah trombosit < 100000/mL
Syok Sepsis Sepsis berat dan :
• Systemic mean arterial blood pressure <
60mmHg, tekanan darah sistolik (TDS) < 90mmHg, atau penurunan TDS > 40mmHg, meskipun telah mendapat resusitasi cairan yang adekuat.
(55)
2.5Cedera Ginjal Akut Pada Sepsis
Sepsis, sepsis berat dan syok septikadalah penyebab utamaCGAdi RRI, dan memberikan kontribusi hingga setengah dari kasus CGA.Kematian
akibatsepsistetap tinggi, terutamabila dikaitkandengan
disfungsiorgansepertiCGA(dengan tingkat kematian 20-35%) ataudengan adanya perubahanhemodinamik(rata-ratamortalitas60%). PatofisiologiCGApadasepsissangat kompleks dan multi-faktorial yang mencakup disfungsi mitokondrial, disfungsi endotel, trombosis intraglomerular, apoptosis sel tubular, gangguan tonus vaskular dan kebocoran kapiler.46Bukti-bukti yang berkembang saat ini menunjukkanbahwasepsis yang menyebabkan aktifnya respon
imunmelibatkanaktivasi mekanisme baikpro
maupunanti-inflamasi.Setelahinteraksi awal dari tuan rumah (host) dan mikroba,ada
aktivasi yangluas darirespon imun bawaan, yang
mengkoordinasiresponpertahananyang melibatkankedua
komponenhumoraldan seluler.47 Hal inipada gilirannya
menyebabkansekresiberbagaisitokin, yang paling pentingIL-1, TNF-α, danIL-6, yang dapat berkembang menjadi situasi atau keadaanbadai sitokin, ketidakstabilan hemodinamik, dan akhirnyaorgandisfungsidan syokseptik.
(56)
Fase pro-inflamasi ini diikuti oleh kompensasi respon imun anti-inflamasi, suatu keadaan imunosupresif yang ditandai oleh produksi sitokin dan presentasi antigen oleh monosit, menurunnya proliferasi limfosit, dan peningkatan apoptosis. Harus dicatat bahwa tahap ini dapat terjadi secara tumpang tindih.48 Beberapa sitokin pro–inflamasi berkontribusi terhadap perkembangan sepsis. Selanjutnya, antibodi monoklonal anti–TNF memiliki efek yang menguntungkan pada beberapa hewan model sepsis. Meskipun demikian, eksperimen atau upaya untuk memblok sitokin-sitokin ini belum konklusif dan menjumpai kegagalan dalam uji klinisnya.48
Vasodilatasi arteri yang berhubungan dengan penurunan resistensi pembuluh darah sistemik (SVR) adalah ciri dasar dari sepsis, dan sampai saat ini, pada umumnya kita percaya CGA karena sepsis terutama disebabkan hipoperfusi dari ginjal. Jika benar, ini akan berimplikasi pada sarana utama renoproteksi pada sepsis adalah restorasi dari aliran darah ginjal (RBF) dan hipoperfusi.49 Sebagian besar pemahaman tentang aliran darah ginjal selama sepsis bergantung pada model binatang. Pada banyak penelitian yang melibatkan hewan, pengamatan terhadap perubahan aliran darah ginjal menunjukkan hasil yang bervariasi dari tidak berubah, berkurang, dan meningkat tajam, hal ini menerjemahkan ketidakpastian tentang penerapan hasil penelitian tersebut pada manusia.49 Pola karakteristik aliran darah ginjal pada manusia dengan sepsis, sebagian besar tidak diketahui karena aliran darah ginjal tidak dapat diukur secara kontinyu pada manusia, dan
(57)
bahkan pengukuran intermitennya membutuhkan metode invasif tingkat tinggi.49,50 Namun, sekelompok kecil penelitian dimana aliran darah ginjal diukur pada pasien dengan sepsis melaporkan bahwa aliran darah ginjal menunjukkan nilai normal atau meningkat.
Dalam studi lain, peneliti mempelajari sebuah percutaneously placed thermodilution RBF catheter pada delapan pasien sakit kritis dengan CGA. Pengamatan utama mereka mengungkapkan bahwa CGA akibat sepsis terjadi meskipun aliran darah ginjal dalam batas normal.51 Temuan ini dan fakta bahwa pasien sepsis biasanya menunjukkan
cardiac output yang meningkat dan sirkulasi hiperdinamik menyiratkan bahwa pengamatan dalam model binatang dengan sepsis jauh lebih relevan terhadap syok sepsis pada manusia. Ada sebuah penelitian dimana penulis mempelajari efek bakteremia dan sepsis pada aliran darah ginjal, konduktansi vaskuler ginjal, dan fungsi ginjal pada Domba Merino. mereka menunjukkan bahwa selain terjadinya vasodilatasi perifer dengan peningkatan cardiac output dan menurunnya tekanan arteri rerata, terjadi vasodilatasi ginjal disertai dengan peningkatan aliran darah ginjal. Meskipun terjadi peningkatan aliran darah ginjal, bersihan kreatinin menurun secara signifikan, dan kreatinin serum meningkat sekitar empat kali lipat.52 Melalui pemantauan terhadap tahap pemulihan dan perubahan hemodinamik, kelompok peneliti yang sama menggunakan konsep ini satu langkah lebih jauh. Dalam studi komprehensif, sembilan domba diinstrumentasi untuk terus dilakukan pemantauan hemodinamik sistemik dan aliran darah ginjal.Sirkulasi
(58)
hiperdinamik dan normotensi yang diinduksi oleh bakteri (Escherichia Coli) dan pemberian cairan dijumpai terjadinya vasodilatasi ginjal yang signifikan dan meningkatnya aliran darah ginjal. Meskipun perfusi ginjal dipertahankan dengan baik, LFG memburuk. Identik denganarteriolsistemikyang berkontribusi sekitardua-pertiga dari total resistensi perifer, arteriol aferendaneferenmerupakanregulator yang sangat penting padaperfusiginjal. Pelebarankeduaarteriol secara serentak (dengan vasodilatasi yang lebih besar pada arteriol efferen daripada arteriol afferen) dapat menyebabkanpenurunan tekanan kapiler glomerulardan berikutnyapenurunanfiltrasi.53
Selain dari hal yang dipaparkan diatas, belakangan ini para ahli menemukan buktiyang cukupuntukmendukung bahwa apoptosis berperan lebih menonjoldaripadanekrosismurni dalampatofisiologisepsis. Namun, dalam mendukung teori ini masih dijumpai kendala mengingat studi histopatologiyang masihlangka. Biopsi ginjal yang dilakukan pada19pasienyang meninggal karena syok sepsisdibandingkan denganbiopsipost-mortem yangdiambil dari8 pasientraumadan9pasien denganCGA non sepsis. Apoptosistubularakutditunjukkan dalamCGA dengan sepsis, sedangkanhampir tidak adaapoptosisterdeteksidalampasienCGA non sepsis.54
(59)
Kerangka Teori
Sepsis
Anti-inflamasi
• Meningkatnya IL-10
• Fagositosis tidak efektif • Gangguan fungsi imun • Terganggunya kemotaksis • Limfosit Apoptosis Pro-inflamasi
• Aktivasi jalur koagulasi dan komplemen
• Aktivasi protease
• Pembentukan free radikal • Sekresi sitokin (IL-1, IL-6,
PAF, TNF-α) • Keterlibatan selular
(neutrofil, makrofag,dll)
• Disfungsi mitokondrial • Apoptosis dan nekrosis • Disfungsi endotelial • Kebocoran kapiler
• Trombosis
• Oliguria
(60)
Kerangka Konsep
SerumKreatinin
↓ LFG Cedera Ginjal Akut Serum Cystatin C
Mortalitas
Sepsis Pasien di RRI
Cystatin C Kreatinin
(61)
= yang diteliti dalam penelitian
BAB 3
METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Desain Penelitian
Penelitian ini merupakan jenis penelitian uji diagnostik yang menggunakan desain potong lintang (cross sectional) untuk membandingkan nilai diagnostik antara cystatin C serum dan kreatinin serum dalam mendiagnosa cedera ginjal akut pada pasien sepsisyang dirawat di ruang rawat intensif.
3.2 Tempat dan Waktu 3.2.1 Tempat
Penelitian ini dikerjakan di ruang rawat intensifRSHAM.
3.2.2 Waktu
Februari sampai dengan Maret 2014.
3.3 Populasi dan Sampel 3.3.1 Populasi
(62)
Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh pasien dewasadengan sepsis, sepsis berat dan syok sepsis di ruang rawat intensif.
3.3.2 Sampel
Seluruh populasi yang memenuhi kriteria inklusi dan ekslusi.
3.4 Kriteria inklusi, eksklusi dan putus uji 3.4.1 Kriteria inklusi
1. Bersedia ikut dalam penelitian.
2. Berumur 18 - 65 tahun.
3.4.2 Kriteria eksklusi
1. Pasien dengan penyakit tiroid
2. Pasien yang sedang dalam terapi kortikosteroid 3. Pasien yang mendapatkan terapi zat-zat nefrotoksik 4. Pasien yang mendapatkan obat cimetidin dan trimetoprim. 5. Pasca operasi jantung
6. Pasien dengan penyakit sirosis hepatis
3.4.3 Kriteria putus uji
1. Pasien dirawat di ruang rawat intensif meninggal kurang dari 24 jam sejak dimulai pemeriksaan
(63)
Untuk menentukan besar sampel dilakukan perhitungan sesuai dengan penelitian diagnostik dengan keluaran AUC.
�
=
�
Z
α√
2
�
1 + Z
β√
V1 + V2
θ
1
− θ
2
�
2
�
=
�
1,96
√
2 . 0,038 + 0,842
√
0,038 + 0,39
0,233
�
2
�
= 21
Zα
=
1,96 (adalah deviat baku pada 0,05 )Zβ = 0,842 (adalah deviat baku pada 20% )
Θ1 = 0,927 (AUC Cystatin C)
Θ2 = 0,624 (AUC Kreatinin)
Q11 = Θ1 : (2-Θ1) = 0,864
Q21 = 2Θ12: (1+Θ1) = 0,892
Q12 = Θ2 : (2-Θ2) = 0,531
Q22 = 2Θ22 : (1+Θ2) = 0,819
V1 = Q11 + Q21– 2 Θ12= 0,038
(64)
Dari hasil perhitungan di atas, maka diperoleh besar sampel 21 orang. Dengan kemungkinan jumlah keluar (putus uji) sebesar 10%, maka besar sampel minimal adalah 24 orang.
3.6 Alat dan bahan 3.6.1 Alat
1. Jerigen penampung urin 2. Jarum suntik 3 cc 3. Kasa steril 4. Handscoon steril
5. Lembar observasi pasien 6. Alat tulis
3.6.2 Bahan
1) Alkohol 70%
3.7 Cara kerja
1. Penelitian ini dilakukan setelah disetujui oleh komisi etik penelitian bidang kesehatan Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.
2. Setelah mendapat persetujuan komite etik penelitian bidang kesehatan Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara, peneliti meminta
(65)
3. Penelitian ini dilakukan dengan mengumpulkan data pasien dengan risiko berkembangnya cedera ginjal akut pada pasien sepsis, sepsis berat dan syok sepsis yang dirawat ruang rawat intensif pada Februari sampai dengan Maret 2014.
4. Pasien yang menjadi sampel penelitian, paling cepat 2 jam setelah masuk RRI dimulai pengumpulan urin dengan menampung setiap volume urin dalam jerigen penampung urin selama 24 jam kedepan. 5. Pasien dengan sepsis berat dan syok sepsis sesuai rekomendasi
surviving sepsis campaign 2012 di lakukan optimalisasi sesuai dengan
International Guidelines for Management of Severe Sepsis and Septic Shock.
6. Pada keesokan harinya setelah dilakukan pengumpulan urin selama 24 jam, dilakukan pengambilan sampel darah untuk pemeriksaan kreatinin serum dan cystatin C serum.
7. Dilakukan juga pemeriksaan kreatinin urin dari urin yang dikumpulkan 24 jam di wadah penampung untuk kemudian mengukur laju filtrasi glomerulus (LFG) dengan menghitung klirens kreatinin 24 jam urin dan disesuaikan dengan body surface area pasien.
8. Pemeriksaan kreatinin serum dan klirens kreatinin 24 jam urin akan dilakukan di laboratorium RS. Haji Adam Malik, sedangkan pemeriksaan cystatin C serum dilakukan di laboratorium Prodia Medan yang kedua laboratorium ini telah di akreditasi oleh Badan Akreditasi Nasional. Pengambilan sampel darah akan diambil oleh tenaga analis laboratorium.
(66)
3.8 Kerangka kerja
3.9. Identifikasi Variabel
Populasi di ruang rawat Intensif
Kriteria ekslusi Kriteria inklusi
Sampel Pengumpulan urin
24 jam dimulai
Pengumpulan urin 24 jam selesai Jam ke-24
Pengambilan sampel darah untuk mengukur kreatinin dan cystatin C
Jam ke-0
Jam ke-24 CGA/tidak CGA
(67)
3.9.1 Variabel bebas :
1. Nilai kreatinin serum 2. Nilai cystatin C serum
3.9.2 Variabel tergantung
1. Nilai klirens kreatinin 24 jam urin
3.10 Definisi operasional
Cedera ginjal akut didefinisikan sebagai penurunan laju filtrasi
glomerulus (LFG) < 80ml/menit/1,73m2 melalui pengukuran klirens kreatinin 24 jam urin
Body surface area(BSA)di ukur dengan formula Du Bois 0,007184 x
Berat Badan0.425x Tinggi Badan0.725. Berat badan dalam kg, dan tinggi badan dalam cm.
Actual body weight (ABW) dinilai dengan metode pengukuran
antropometri
ABW pria : -47,8 + 0,78.Lingkar perut (cm) + 1,06.Lingkar paha (cm)
ABW wanita : -40,2 + 0,47.Lingkar perut (cm) + 1,3.Lingkar paha (cm)
Klirens kreatinin 24 jam urin adalah metode untuk mengestimasi laju
filtrasi glomerulus melalui pengukuran laju bersihan kreatinin dengan formula --> ( volume urin × kreatinin urin)/(kreatinine serum × 1440).
(68)
Wanita dewasa = 0,5-1,2 mg/dl
Nilai normal cystatin c = 0,6-1,0 mg/l
Obat nefrotoksik adalah obat-obat golongan aminoglikosida (minimum
telah diberikan selama 3 hari), amphotericin B, radiokontras.
Kurva Receiver Operating Characteric (ROC) adalah kurva yang
dihasilkan dari tarik ulur antara sensitivitas dan spesifisitas pada berbagai titik potong. Pada umumnya kurva ROC digunakan untuk penelitian diagnostik di mana indeks mempunyai skala pengukuran numerik. Dari prosedur ROC ini, kita akan mendapatkan nilai Area Under the Curve (AUC). Nilai AUC, secara teoritis, berada di antara 50% samapai dengan 100%, dimana nilai 50% merupakan nilai AUC terburuk sementara 100% merupakan nilai AUC terbaik.
Nilai AUC Intrepetasi
0,9 – 1,0 Sangat Baik
0,8 – 0,9 Baik
0,7 – 0,8 Sedang
0,6 – 0,7 Lemah
0,5 – 0,6 Sangat Lemah
Analisis tabel 2x2 penelitian uji diagnostik
(69)
Positif Negatif
Indeks Positif a b a+b
Negatif c d c+d
a+c b+d
Sensitivitas = a : (a+c)
Spesifisitas = d : (b+d)
Nilai prediksi positif (NPP) = a : (a+b) Nilai prediksi negatif (NPN) = d : (c+d)
Rasio kemungkinan positif = sensitivitas : (1-spesifisitas) Rasio kemungkinan negatif = (1-sensitivitas) : spesifisitas
SIRS (systemic inflammatory response syndrome), sepsis, sepsis berat
dan syok sepsis didefinisikan sebagai berikut :
SIRS Dua atau lebih :
• Suhu tubuh > 38.3°C atau < 36.0°C
• Laju nadi > 90 kali per menit
• Laju nafas > 20 kali per menit atau PaCO2 < 32
mmHg atau membutuhkan ventilasi mekanik
• Jumlah sel darah putih > 12000/mm3 atau 4000/mm3 atau bentuk immature> 10%
(70)
ada infeksi (kultur atau gram stain of blood, sputum, urin atau cairan tubuh yang normalnya steril positif terhadap mikroorganisme patogen ; atau fokus infeksi diidentifikasi dengan penglihatan spt: ruptured bowel dengan free air
atau bowel contents didapati pada abdomen saat pembedahaan, luka dengan purulent discharge) Sepsis
Berat
Sepsis dengan minimal satu tanda dari hipoperfusi atau disfungsi organ :
• Sepsis-induced hypotension • Laktat > 2mmol/L
• Acute Lung Injury (PaO2/FiO2 < 250) dengan
tidak dijumpainya pneumonia sebagai sumber infeksi
• Acute Lung Injury (PaO2/FiO2 < 200) dengan
dijumpainya pneumonia sebagai sumber infeksi
• Urin output< 0.5mL/kg dalam 2 jam
• Peningkatan creatinin > 2,0 mg/ dl
• Abnormalitas sistem pembekuan (INR> 1,5).
• Hiperbilirubinemia (bilirubin total plasma > 2 mg/
dl atau 34,2 µmol/L).
• Jumlah trombosit < 100000/mL
(71)
Sepsis • Systemic mean arterial blood pressure < 60mmHg, tekanan darah sistolik (TDS) < 90mmHg, atau penurunan TDS > 40mmHg, meskipun telah mendapat resusitasi cairan yang adekuat.
3.11 Rencana manajemen dan analisa data
• Data yang akan terkumpul dianalisa dengan program software Statistical
Package for Social Science (SPSS).
• Data deskriptif dinilai dengan frekuensi, rerata dengan standar deviasi
• Batas kemaknaan yang ditetapkan 5%.
• Interval kepercayaan yang dipakai 95%
• Penilaian yang dilakukan dengan menentukan sensitivitas, spesitifisitas,
nilai prediksi positif, nilai prediksi negatif, luas area under the curve
(72)
BAB 4
HASIL PENELITIAN 4.1. Karakteristik Responden
Penelitian diikuti oleh 24 pasien dengan rerata umur 42,96 tahun (SD=15,81 tahun) dan 58,3 % responden adalah laki-laki. Rerata BSA responden penelitian ini adalah 1,65 (SD=0,1). Sebanyak 12 responden (50%) merupakan pasien dengan sepsis berat dengan rerata kadar kreatiniin serum 1,53 mg/dl (SD=1,13 mg/dl), rerata kadar cystatin C serum adalah 1,71 mg/dl (SD=1,1 mg/dl) dan rerata kadar kreatinin Cl urin 66,33 mg/dl (SD=37,77 mg/dl). Dari 24 pasien yang menjalani penelitian didapati 17 pasien (70,8%) mengalami CGA, sedangkan sisanya 7 pasien (29,2%) tidak mengalami CGA.
Tabel 4.1. Karakteristik Responden Penelitian
Karakteristik Responden n = 24
Umur, rerata (SD), tahun 42,96 (15,81)
Jenis kelamin, n (%)
Laki-laki 14 (58,3)
Perempuan 10 (41,7)
BSA 1,65 (0,1)
Jenis Sepsis, n (%)
Sepsis 11 (45,8)
Sepsis berat 12 (50)
(73)
Kreatinin Serum, rerata (SD) 1,53 (1,13)
Cystatin C Serum, rerata (SD) 1,71 (1,1)
Cr Cl Urin 24 jam, rerata (SD) 66,33 (37,77)
4.2 Nilai Diagnostik Cystatin C Serum dan Kreatinin Serum untuk Memprediksi Cedera Ginjal Akut
4.2.1 Nilai Diagnostik Cystatin C Serum untuk Memprediksi Cedera Ginjal Akut
A. Menggunakan CoP (Cut off Point) = 1,0 mg/l
Tabel 4.2 Sensitivitas, spesifisitas, nilai prediksi positif (NPP), nilai prediksi negatif (NPN), rasio kemungkinan positif (RKP) dan rasio kemungkinan negatif (RKN)dari Cystatin C serum(COP 1,0 mg/l) terhadap CGA
CGA Sensi ti fitas
Spesi fi sitas
NPP NPN RK P RK N Positi f Negat if Cystati n C
Positif 14 1 82,4 %
85,71 93,33 %
66,67 %
5,76 0,21
Negat if
3 6
Dengan menggunakan cut off 1,0 mg/l maka diperoleh nilai sensitifitas dan spesifisitas Cystatin C terhadap CGA adalah 82,35% dan 85,71%. Nilai prediksi positif dan nilai prediksi negatif adalah 93,33% dan 66,67%. Sedangkan Rasio Kemungkinan Positif adalah 5,76 dan Rasio Kemungkinan Negatif adalah 0,21.
(74)
Gambar 4.1 Kurva ROC dari Cystatin C serumterhadapCGA
Cystatin C serum dalam studi ini memiliki kemampuan untuk mendeteksi seorang penderita akan mengalami cedera ginjal akut atau tidak. Dari hasil analisis menggunakan kurva ROC diperoleh bahwa area di bawah kurva (AUC) ROC adalah 0,874 (95% CI: 69,2% - 100%; p = 0,005).
Gambar 4.2 Kurva sensitifitas dan spesifisitas Cystatin C serum terhadap CGA
,000 ,200 ,400 ,600 ,800 1,000 1,200
Sensitivitas Spesifisitas
(75)
Berdasarkan kurva sensitifitas dan spesifisitas pada gambar 2 maka diperoleh nilai Cut Off untuk Cystatin C serum adalah 1,03 mg/l. Dengan menggunakan cut off point 1,03mg/l maka didapatkan nilai sensitivitas Cystatin C serum adalah 82,4% dan spesifisitas 85,7%.
Tabel 4.3 Sensitivitas, spesifisitas, nilai prediksi positif (NPP), nilai prediksi negatif (NPN), rasio kemungkinan positif (RKP) dan rasio kemungkinan negatif (RKN)dari Cystatin C serum(COP 1,03 mg/l) terhadap CGA
CGA Sensiti fitas
Spesifi
Sitas NPP NPN RKP RKN Positif Negatif
Cystatin C Positif 14 1 82,4% 85,71 93,33% 66,67% 5,76 0,21
Negatif 3 6
Nilai Prediksi Positif (PPV) Cystatin C serum adalah sebesar 93,3% dan Nilai Prediksi Negatif (NPV) adalah 66,7%. Sedangkan untuk rasio kemungkinan positif adalah 5,76 dan rasio kemungkinan negatif adalah 0,21.
4.2.2. Nilai Diagnostik Kreatinin Serum untuk Memprediksi Cedera Ginjal Akut
A. Menggunakan CoP = 1,3 mg/l
Tabel 4.4 Sensitivitas, spesifisitas, nilai prediksi positif (NPP), nilai prediksi negatif (NPN), rasio kemungkinan positif (RKP) dan rasio kemungkinan negatif (RKN)dari Kreatinin serum(COP 1,3 mg/dl) terhadap CGA
CGA Sensiti fitas
Spesifi
sitas NPP NPN RKP RKN Positif Negatif
Kreatinin
Serum Positif 9 1 52,9% 85,7% 90% 42,9% 3,7 0,55
Negatif 8 6
Dengan menggunakan nilai cut off 1,3 mg/l maka diperoleh nilai sensitifitas dan spesifisitas kreatinin serum terhadap CGA adalah 52,9% dan 85,7%. Nilai prediksi
(76)
positif dan nilai prediksi negatif adalah 90% dan 42,9%. Sedangkan Rasio Kemungkinan Positif adalah 3,7 dan Rasio Kemungkinan Negatif adalah 0,55.
B. Menggunakan Kurva ROC
Gambar 4.3. Kurva ROC dari Kreatinin serumterhadapCGA
Kreatinin serum dalam studi ini memiliki kemampuan untuk memprognosis seorang penderita akan mengalami cedera ginjal akut atau tidak. Dari hasil analisis menggunakan kurva ROC diperoleh bahwa area di bawah kurva (AUC) ROC adalah 0,785 (95% CI: 0% - 100%; p = 0,005).
(77)
Gambar 4.4 Kurva sensitifitas dan spesifisitas Kreatinin serum terhadap CGA
Berdasarkan kurva sensitifitas dan spesifisitas pada gambar 4 maka diperoleh nilai Cut Off untuk kreatinin serum adalah 1,0 mg/l. Dengan menggunakan cut off point1,0 mg/l maka didapatkan nilai sensitivitas kreatinin serum adalah 82,4% dan spesifisitas 85,7%.
Tabel 4.5 Sensitivitas, spesifisitas, nilai prediksi positif (NPP), nilai prediksi negatif (NPN), rasio kemungkinan positif (RKP) dan rasio kemungkinan negatif (RKN)dari Kreatinin serum terhadap CGA
CGA Sensiti Fitas
Spesifi
sitas NPP NPN RKP RKN Positif Negatif
Kreatinin serum
Positif 14 1 82,4% 85,71 93,33% 66,67% 5,76 0,21
Negatif 3 6
Nilai Prediksi Positif (PPV) kreatinin serum adalah sebesar 93,3% dan Nilai Prediksi Negatif (NPV) adalah 66,7%. Sedangkan untuk rasio kemungkinan positif adalah 5,76 dan rasio kemungkinan negatif adalah 0,21.
,000 ,200 ,400 ,600 ,800 1,000 1,200 -,
7000 ,3750 ,4800 ,5550 ,7500 ,9500
1, 0500 1, 1500 1, 3000 1, 4500 1, 8000 2, 1500 2, 4000 3, 1500 3, 9000 4, 1500 5, 2000 Sensitivity Spesifisitas
(1)
Lampiran 4
LEMBAR PERSETUJUAN SETELAH PENJELASAN
(‘INFORMED CONSENT’)
Yang bertanda tangan di bawah ini:
Nama :
Umur :
Alamat :
Pekerjaan :
Pendidikan :
Setelah memperoleh penjelasan sepenuhnya dan menyadari serta memahami tentang tujuan , manfaat, dan resiko yang mungkin timbul dalam penelitian berjudul:
“PERBANDINGAN CYSTATIN C SERUM DAN KREATININ SERUM UNTUK DETEKSI CEDERA GINJAL AKUT PADA PASIEN SEPSIS DI RUANG RAWAT INTENSIF RUMAH SAKIT HAJI ADAM MALIK MEDAN”
Dan mengetahui serta memahami bahwa subjek dalam penelitian ini sewaktu –waktu dapat mengundurkan diri dalam keikutsertaannya, dengan ini menyatakan ikut serta / mengikutsertakan
anak/adik/ayah/ibu/suami/istri saya yang bernama………..dalam uji penelitian dan bersedia
(2)
berperan serta dengan mematuhi semua ketentuan yang berlaku dan telah saya sepakati dalam penelitian tersebut di atas.
Medan,………2014
Mengetahui Yang
Menyatakan
Penanggung Jawab Penelitian Peserta Uji Klinik
( dr. Heru Kurniawan ) (Nama Jelas:………)
Saksi Orang Tua/Wali Peserta Uji Klinik
(Nama Jelas:...) (NamaJelas……….)
(3)
Lampiran 5
LEMBAR OBSERVASI PASIEN
NO: ____ /____ /20__Identitas :
Nama : no.RM No.RM
Umur : tahun (ulang tahun terakhir) Jenis kelamin: pria wanita
Alamat :
No.Telp :
Masuk UPI RSHAM : / /20 Jam : . :
Diagnosis :
Kriteria Sepsis Berat : Sepsis + minimal 1 tanda dari hipoperfusi atau disfungasi organ
Sepsis induced hypotension
Acute lung injury (PaO2/FiO2 < 250) tanpa adanya pneumonia
Acute lung injury (PaO2/FiO2 < 200) dengan adanya pneumonia
Urin output < 0.5mL/kg dalam 2 jam Laktat > 2mmol/L
Peningkatan kreatinin > 2,0 mg/dl
Abnormalitas sistem pembekuan (INR> 1,5)
Hiperbilirubinemia (bilirubin plasma total > 2 mg/dl)
Jumlah trombosit< 100000/mL atau disseminated intravascular coagulation
Cara masuk ICU : : pembedahan terencana pembedahan darurat medis
Actual body weight :Kg
Body surface area : , m2
Pemeriksaan laboratorium
Kreatinin serum :
Hb/Ht/Leuko/Trombo :
Kreatinin Urin :
(4)
PaO2/FiO2 rasio :
Bilirubin total :
PT/aPTT/TT :
Laktat :
Output urin :
Klirens Kreatinin 24 jam :
Klirens Kreatinin 2 jam :
(5)
RENCANA ANGGARAN PENELITIAN
Taksasi dana yang diperlukan selama penelitian
1. Bahan dan peralatan penelitian
• Jerigen penampung urin 24 x Rp 8.000,- = Rp
192.000,-
• Fotocopy lembar observasi pasien = Rp
15.000,-
2. Seminar usulan penelitian
• Pengadaan bahan seminar 20 x Rp 10.000,- = Rp
200.000,-
3. Pemeriksaan Cystatin C serum 24 x Rp 270.000 ,- = Rp
6.480.000,-
4. Pemeriksaan Kreatinin serum & urin 24 x Rp 80.000,- = Rp 1.920.000,-
5. Imbalan kepada subjek penelitian 24 x Rp 50.000,- = Rp 1.200.000,-
6. Subtotal = Rp
(6)
7. Biaya tidak terduga ( 10% subtotal ) = Rp 960.000,-
Perkiraan biaya penelitian = Rp