Kecukupan Perataan Data Sekunder

99 Gambar 2 : Kendaraan KantorDinas Sosial dan Tenaga Kerja Kota Medan Sumber : Dokumentasi 2016

3. Kecukupan

Indikator kecukupan digunakan untuk melihat seberapa jauh hasil yang telah tercapai dapat memecahkan masalah. Pada dasarnya tujuan utama dari perda ini adalah mewujudkan tercapainya Kota Medan menjadi Kota Bestari. Mengapa perda ini ada, ya karena tingginya angka gelandangan dan pengemis serta PSK dari tahun ke tahun, seperti yang terdapat pada table 4.2 dan table 4.3. Hasil yang dicapai belum bisa mengatasi masalah gepeng dan PSK di kota medan, disebabkan banyaknya faktor penghalang baik secara internal maupun secara eksternal. Secara internal yaitu kurangnya sosialisasi komunikasi kepada masyarakat sehingga masyarakat tidak mengerti bahkan sebgaian besar masyarakat tidak mengetahui adanya perda ini, kemudian faktor sumber daya finansial dan fasilitas yang tidak memadai. Secara eksternal yaitu penyakit Universitas Sumatera Utara 100 mental atau pemalas yang tidak sejalan dengan ajaran agama, sedangkan tuna susila merupakan tindakan yang bertentangan dengan norma-norma sosial dan keagamaan. Jadi peneliti dapat menyimpulkan bahwa hasil pelaksanaan perda ini pada tahun 2015 yang lalu belum bisa mencapai tujuan utamanya.

4. Perataan

Perataan merujuk kepada sebuah program yang biaya dan manfaatnya didistribusikan merata kepada kelompok sasaran. Dalam hal ini yang menjadi kelompok sasaran utama adalah gepeng dan PSK. Dalam pelaksanaannya, disosnaker sudah melakukannya dengan baik dan bahkan rutin untuk melakukan koordinasi dengan SATPOL PP dan juga kepolisian. Namun, hal yang mereka lakukan pada tahun 2015 yang lalu kurang maksimal karena dana untuk pelaksanaan program tidak terkucur serta fasilitas untuk tempat rehabilitasi di kota medan yang masih belum ada. Kepala seksi rehabilitas disosnaker kota medan mengatakan bahwa mereka hanya dapat melakukan penertiban dan pembinaan terhadap gepeng dan PSK tersebut. Gepeng dan PSK tersebut dinasihati dan ditegur berharap mereka jera dan tidak mengulangi lagi. Untuk gepeng yang masih dibawah umur diberikan kesempatan untuk bisa masuk ke panti asuhan dan kemudian disekolahkan, sebagian gepeng tersebut bersedia, namun banyak juga yang menolak karena dianggap tidak bebas dan sangat dikekang. Dalam hal ini, disosnaker tidak boleh memaksa gepeng tersebut, Karena harus dari hati mereka sendiri, karena jika dipaksa, mungkin saja nanti dari panti asuhan atau dari sekolah mereka melarikan diri juga, “ujar ibu deli marpaung.” Universitas Sumatera Utara 101 Maka untuk mengatasi hal ini, maka gepeng dan PSK tersebut diserahkan kepada disosnaker provinsi dimana mereka sudah memiliki panti rehabilitasi yaitu panti pungi yang ada di kota binjai. Begitu juga dengan SATPOL PP sebagai penegak perda, merasa kebingungan setelah melakukan razia dan penertiban, mau dibawa kemana gepeng dan PSK tersebut. Kerap kali, ketika gepeng dan PSK dirazia, kemudian mereka dibawa ke panti pungi, namun dari pihak disosnaker provinsi sendiri tidak konsisten melakukan pelatihan keterampilan sehingga ujung-ujungnya gepeng dan PSK tersebut lepas lagi, sementara sudah berapa banyak tenaga, biaya yang dikeluarkan untuk menertibkan. Sehingga dari kasus ini peneliti dapat menyimpulkan bahwa indikator perataan belum tercapai dengan baik di kota medan, karena beberapa faktor penghambat pelaksanaan perda ini. 5. Responsivitas Adapun yang menjadi tolak ukur kelima dalam mengevaluasi sebuah program ialah dengan melihat responsivitas, yaitu apakah hasil kebijakan mampu memuat preferensinilai kelompok sasaran dan dapat memuaskan mereka. Dalam penelitian ini, peneliti mengumpulkan beberapa tanggapan dan respon masyarakat terhadapat pelaksanaan perda ini, dan juga respon dari pelakunya sendiri yaitu respon dari beberapa pengamen di traffic light jalan iskandar muda kota medan. Dari hasil wawancara, peneliti menganalisis bahwa indikator responsivitas masih jauh dari yang diharapkan. Sebagian besar masyarakat tidak mengetahui adanya perda ini, tidak mengetahui bahwa kegiatan menggelandang dan mengemis itu dilarang, yang mereka tahu hanya tentang PSK yang dilarang karena tidak sesuai dengan nilai- Universitas Sumatera Utara 102 nilai keagamaan. Hal ini menimbulkan sebuah pro dan kontra dikalangan masyarakat, dan menjadi salah satu faktor penghambat keberhasilan pelaksanaan perda ini. Ada beberapa masyarakat yang mengadu ke disosnaker kota medan yaitu masyarakat yang berada disekitar jalan amplas kota medan. Mereka mengadu bukan karena mereka mengetahu perda ini, tapi karena mereka menjadi korban kejahatan gepeng tersebut. Ada seorang pengemis yang menggores mobilnya ketika tidak diberi uang, sehingga sangat merugikan pengemudi tersebut. Kurangnya sosialisasi terhadap masyarakat mengurangi keberhasilan pelaksanaan perda ini, khususnya yang tercantum dalam pasal 2 ayat 5 Barang siapa mengetahui, melihat, ada perbuatan menggelandang dan mengemis, berkewajiban melaporkan kepada pihak yang berwenang. Sehingga, kerjasama yang baik antara pemerintah dan masyarakat seharusnya bisa terjalin dengan baik jika sosialisasi dilakukan dengan baik.

6. Ketepatan