4
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Anatomi Prostat
Prostat merupakan turunan dari endoderm primitif gut tube. Prostat berkembang dari kaudal sampai ke leher kandung kemih melalui proliferasi tunas
epitel yang memperluas keluar dari epitel sinus urogenital. Pembentukan prostat mulai terjadi pada minggu ke-10 kehamilan. Penting untuk dicatat bahwa paparan
androgen tidak hanya dibutuhkan tetapi juga cukup untuk memicu diferensiasi prostat dan pertumbuhan prostat pada embrio. Meskipun stimulasi reseptor
androgen melalui dihidrotestoteron DHT sebagai pemicu pertama dalam perkembangan prostat hanya menentukan waktunya, bukan lokasinya.
14
Prostat yang normal memiliki volume sekitar 20 gram dengan panjang 3 cm, lebar 4 cm dan kedalamannya 2 cm. Kelenjar prostat berada di posterior simfisis
pubis, superior membran perineal, inferior kandung kemih dan di anterior rektum.
15
Gambar 2.1 Anatomi Prostat
16
Prostat normal memiliki kelenjar-kelenjar dan stroma yang mengelilingi uretra. Parenkim prostat dapat dibagi menjadi beberapa daerah biologis yang
berbeda, yaitu zona perifer, zona sentralis, zona transisional dan zona periuretra. Jenis lesi proliferasi berbeda di setiap tempat.
17
Contohnya, zona transisional memiliki kecenderungan untuk mengalami BPH, sedangkan daerah perifer
merupakan tempat yang paling sering menjadi kanker.
14
Universitas Sumatera Utara
2.2 Benign Prostatic Hyperplasia 2.2.1 Definisi
Benign prostatic hyperplasia BPH merupakan kelainan urologi yang
paling sering terjadi pada pria.
18
Secara histologi, BPH mengarah ke proliferasi otot polos dan sel epitelial di zona transisional prostat.
2
Kemudian, BPH sering didiagnosis dengan adanya pembesaran prostat dan obstruksi saluran kemih yang
menyebabkan lower urinary tract symptoms LUTS.
19
2.2.2 Insidensi dan Epidemiologi
BPH merupakan penyakit yang paling umum terjadi pada pria, dan insidensinya berhubungan dengan usia. Prevalensi BPH dari studi otopsi histologi
meningkat sekitar 20 pada pria di usia 41 - 50 tahun, menjadi 50 pada pria berusia 51 - 60 tahun, dan lebih dari 90 pada pria berusia di atas 80 tahun.
18
Faktor risiko perkembangan BPH sulit dipahami. Beberapa studi menyarankan predisposisi genetik dan beberapa lainnya mencatat perbedaan ras.
Sekitar 50 pria berusia di bawah 60 tahun yang melakukan operasi BPH mungkin memiliki kecenderungan untuk menurun. Bentuk ini kemungkinan besar
merupakan sifat dominan autosom.
18
2.2.3 Etiologi
Secara histologi, BPH dikarakteristikkan dengan peningkatan jumlah epitel dan sel stroma di area periuretra prostat. Etiologi molekular yang tepat dari proses
hiperplastik ini tidak pasti. Peningkatan jumlah sel yang diamati mungkin disebabkan oleh proliferasi epitel dan stroma atau oleh karena gangguan program
apoptosis yang mengarah ke akumulasi sel.
20,21
Androgen, estrogen, interaksi stroma-epitel, growth factor, dan neurotransmiter mungkin memiliki peran, baik
secara tunggal ataupun kombinasi dalam etiologi BPH.
20
a. Peran Androgen Kadar androgen yang tinggi dalam sirkulasi kemungkinan memiliki peran
penting dalam etiologi BPH. Kadar testosteron dan dihidrotestosteron DHT endogen dan eksogen yang tinggi berhubungan dengan ukuran prostat selama
Universitas Sumatera Utara
peningkatan stroma dan proliferasi sel epitel, juga dalam menghambat kematian sel.
22
Testosteron diubah menjadi DHT oleh enzim 5-alfa reduktase 5AR. Enzim ini terbagi menjadi dua subtipe, yaitu 5AR tipe 1 dan tipe 2. Subtipe primer pada
prostat adalah 5AR tipe 2. Pria yang defisiensi tipe ini tidak dapat mengkonversi testosteron intraprostat menjadi DHT.
23
Data diatas menunjukkan bahwa sel stroma memiliki peran penting dalam pertumbuhan prostat dan bahwa enzim 5AR tipe 2 merupakan kunci dari langkah
amplifikasi androgen.
20
b. Peran Growth Factor Growth factor
merupakan molekul peptida kecil yang menstimulasi atau dalam beberapa kasus menghambat proses pembelahan dan diferensiasi sel.
Interaksi antara growth factor dan hormon steroid dapat mengubah keseimbangan proliferasi sel dibandingkan kematian sel dalam menyebabkan BPH. Ada
kemungkinan bahwa growth factor memainkan peran penting dalam patogenesis BPH.
20
2.2.4 Faktor Risiko
BPH merupakan penyakit multifaktorial.
24
Dalam populasi, ada lima kategori besar faktor risiko BPH. Disamping usia, kategori lainnya adalah genetik,
hormon seks steroid, faktor gaya hidup yang bisa dimodifikasi, dan inflamasi.
25
1. Genetik Sebuah analisis case-control, dimana partisipannya adalah pria dengan usia
di bawah 64 tahun yang menjalani operasi BPH, mencatat peningkatan risiko empat kali lipat dan enam kali lipat dari operasi BPH antar kerabat dan saudara
pada masing-masing kasus. Penelitian lebih lanjut memperkirakan bahwa 50 pria yang menjalani operasi BPH dengan usia di bawah 60 tahun memiliki
kecenderungan untuk menurun. Temuan ini menunjukkan sifat autosomal dominan.
18,25
Pria dengan BPH turunan cenderung memiliki prostat yang lebih besar dan onset usia yang lebih muda.
25
Universitas Sumatera Utara
2. Hormon Seks Steroid Pada kejadian BPH, proliferasi sel mengarah ke peningkatan volume prostat
dan peningkatan stroma tonus otot polos. Peningkatan proliferasi sel dan peningkatan stroma otot polos selanjutnya menyebabkan kompresi fisik terhadap
uretra dan obstruksi mekanis terhadap jalan keluar saluran kemih. Di dalam sel sekretori prostat, hormon 5AR mengubah testosteron menjadi DHT. DHT
memiliki peran penting dalam patogenesis BPH.
25
3. Pola Hidup a. Sindroma Metabolik dan Penyakit Kardiovaskular
Pada sebuah penelitian kohort, pria yang didiagnosa dengan komponen dari sindroma metabolik memiliki peningkatan prevalensi LUTS sebanyak 80
dibandingkan dengan mereka yang tidak memiliki komponen tersebut. Penelitian lain menunjukkan bahwa pria dengan penyakit jantung secara signifikan
meningkatkan risiko klinis BPH dan LUTS.
25
Penelitian terkini juga menunjukkan bahwa faktor risiko vaskular memiliki peran penting dalam perkembangan LUTS
dan sebuah hipotesa menyatakan bahwa aterosklerosis merupakan faktor risiko dalam patogenesis BPH.
24
b. Obesitas Penelitian sebelumnya mengobservasi bahwa peningkatan adiposa memiliki
hubungan positif dengan volume prostat, yaitu semakin besar jumlah adiposa, semakin besar pula volume prostat. Berat badan, indeks masa tubuh, dan ukuran
pinggang semuanya memiliki hubungan positif dengan volume prostat pada banyak studi populasi.
24,25
c. Diabetes dan Gangguan Homeostasis Glukosa Gangguan dalam homeostasis glukosa pada tingkatan berbeda, mulai dari
perubahan konsentrasi serum insulin growth factor untuk diagnosis klinis diabetes, berhubungan dengan kemungkinan pembesaran prostat, BPH, dan
LUTS. Konsentrasi serum insulin-like growth factor-1 dan insulin-like growth factor binding protein-3
berhubungan dengan risiko BPH dan operasi BPH. Peningkatan serum insulin, dan peningkatan kadar gula darah puasa dinyatakan
berhubungan dengan peningkatan ukuran prostat dan peningkatan risiko
Universitas Sumatera Utara
pembesaran prostat, klinis BPH, operasi BPH, dan LUTS pada beberapa studi kohort berbeda yang dikumpulkan dari puluhan ribu orang.
25
Diabetes juga dilaporkan berhubungan dengan keparahan gejala BPH yang lebih besar.
24
d. Diet Ada beberapa indikasi pada makronutrisi dan mikronutrisi dapat
mempengaruhi risiko BPH dan LUTS. Pada makronutrisi, peningkatan asupan total energi, daging merah, lemak, susu dan produk susu, sereal, roti, daging
unggas, dan pati memiliki potensial untuk meningkatkan risiko klinis BPH dan operasi BPH; buah-buahan, sayuran, asam linoleat dan vitamin D memiliki
potensial dalam menurunkan risiko BPH dan LUTS. Kemudian pada mikronutrisi, sirkulasi konsentrasi vitamin E yang tinggi, selenium, dan karoten memiliki
hubungan terbalik dengan BPH dan LUTS; zinc berhubungan dalam peningkatan dan penurunan risiko.
24,25
e. Aktivitas Fisik Peningkatan aktivitas fisik dan olahraga memiliki hubungan yang konsisten
dengan penurunan risiko operasi BPH, klinis BPH, histologi BPH dan LUTS.
25
4. Inflamasi Kebanyakan penelitian observasional menunjukkan bahwa inflamasi
berhubungan dengan perkembangan BPH dan LUTS. Dalam sebuah studi kohort komunitas, pria yang dilaporkan mengonsumsi NSAIDs setiap hari secara
signifikan menurunkan risiko LUTS, laju aliran urin rendah, peningkatan volume prostat, dan peningkatan PSA.
25
2.2.5 Patofisiologi
BPH memiliki patofisiologi yang kompleks. Usia diasumsikan saling berhubungan dengan BPH.
14,23
Hiperplasia prostat meningkatkan resistensi uretra yang menyebabkan terjadinya mekanisme kompensasi pada fungsi kandung
kemih. Perubahan fungsi detrusor pada kandung kemih ini disebabkan oleh obstruksi, ditambah lagi oleh karena perubahan fungsi kandung kemih dan fungsi
sistem saraf yang berhubungan dengan usia sehingga menimbulkan keluhan frekuensi berkemih, urgensi dan nokturia. Keluhan-keluhan ini merupakan
Universitas Sumatera Utara
keluhan yang paling mengganggu sehubungan dengan BPH, sehingga patofisiologi BPH membutuhkan informasi yang lebih rinci mengenai disfungsi
kandung kemih yang disebabkan oleh obstruksi.
14
2.2.6 Gejala Klinis
BPH bisa menyebabkan kompresi fisik pada uretra. Kompresi ini akan menyebabkan obstruksi saluran kemih melalui dua cara, yaitu dengan
meningkatkan volume prostat, yang disebut sebagai komponen statis dan dengan meningkatkan tonus otot polos, yang disebut sebagai komponen dinamis.
Obstruksi saluran kemih akan menyebabkan lower urinary tract symptoms LUTS.
10
Gejala klinis BPH dapat dibagi menjadi gejala obstruktif dan gejala iritatif. Gejala obstruktif meliputi hesistensi atau kesulitan untuk mulai berkemih,
pancaran urin yang melemah dan terputus-putus, sensasi pengosongan kandung kemih yang tidak komplit, berkemih ganda berkemih yang kedua kalinya dalam
waktu 2 jam setelah berkemih sebelumnya, mengedan saat berkemih, dan menetes pada akhir miksi. Kemudian, gejala iritatif meliputi urgensi atau
kebutuhan mendesak untuk berkemih, frekuensi berkemih yang biasanya hanya dalam jumlah sedikit pada setiap episode, dan nokturia.
7,18
2.2.7 Diagnosa
Diagnosa BPH dapat ditegakkan melalui anamnesa, pemeriksaan fisik, pemeriksaan penunjang dan pencitraan Imaging.
a. Anamnesa Perhatian khusus pada fitur berikut ini penting untuk membuat diagnosa
yang benar: Onset dan durasi gejala
Masalah kesehatan umum termasuk riwayat seksual Kebugaran untuk beberapa kemungkinan intervensi operasi
Keparahan gejala dan bagaimana gejala mempengaruhi kualitas hidup Medikamentosa
Usaha pengobatan sebelumnya.
7
Universitas Sumatera Utara
LUTS dievaluasi menggunakan International Prostate Symptoms Score IPSS.
9,26
Berdasarkan IPSS, LUTS dikategorikan menjadi ringan dengan skor antara 0 - 7, sedang dengan skor antara 8 - 19, dan berat dengan skor antara 20 -
35.
26
Gejala yang sering dikaitkan dengan BPH bisa disebabkan oleh proses penyakit lain. Jadi, anamnesa dan pemeriksaan fisik dibutuhkan untuk
mengesampingkan etiologi LUTS lainnya.
7
b. Pemeriksaan Fisik Pemeriksaan colok dubur merupakan bagian integral dari evaluasi pria yang
diduga mengalami BPH. Selama pemeriksaan ini, ukuran prostat dan kontur dapat dinilai, nodul dapat dievaluasi, dan area sugestif keganasan dapat dideteksi.
Prostat diperiksa menggunakan jari telunjuk tangan yang dominan. Jari ditempatkan melalui anus setelah sfingter anus relaksasi, dan prostat diraba secara
melingkar. Hasil BPH biasanya merupakan pembesaran prostat yang lembut, tegas dan elastis.
7
Gambar 2.2 Gambaran Pemeriksaan Colok Dubur
27
Volumetrik yang lebih tepat dapat dibuat dengan menggunakan transrectal ultrasonography
TRUS prostat. Penurunan tonus sfingter anus atau kurangnya refleks otot bulbokavernosus mungkin mengindikasikan gangguan neurologis
yang mendasarinya.
7
c. Pemeriksaan Penunjang Urinalisis – periksa urin dengan menggunakan metode dipstick atau via
evaluasi sedimen yang disentrifugasi untuk menilai adanya darah, leukosit, bakteri, protein atau glukosa.
Universitas Sumatera Utara
Kultur Urin – hal ini mungkin berguna untuk menyingkirkan penyebab infeksi dari gejala iritatif dan biasanya dilakukan jika ditemukan indikasi
abnormal pada urinalisis. Prostate-Specific Antigen PSA - meskipun BPH tidak menyebabkan
kanker prostat, pria dengan risiko BPH juga berisiko terhadap kanker prostat dan seharusnya diskrining. Pasien dengan prostat yang membesar mungkin
memiliki kadar PSA sedikit lebih tinggi. Elektrolit, BUN, dan Kreatinin – evaluasi ini merupakan alat skrining yang
berguna untuk pasien gagal ginjal kronis dengan volume Post voiding residual urine
PVR tinggi. Pengukuran serum kreatinin rutin tidak diindikasikan untuk evaluasi awal terhadap pria dengan LUTS yang
disebabkan oleh BPH. Uroflowmetry – pemeriksaan pancaran urin selama proses berkemih.
Pemeriksaan ini ditujukan untuk mendeteksi gejala obstruksi saluran kemih.
7,9
d. Pencitraan Imaging Ultrasonography abdomen, renal, transrektal dan intravenous urography
berguna untuk membantu menentukan ukuran kandung kemih dan ukuran prostat dan derajat hidronefrosis jika ada pada pasien retensi urin atau
dengan gejala gagal ginjal. Secara keseluruhan, pemeriksaan ini tidak diindikasikan untuk evaluasi awal uncomplicated LUTS.
Transrectal ultrasonography TRUS prostat direkomendasikan pada pasien tertentu, untuk menentukan dimensi dan volume kelenjar prostat. Pada
pasien dengan peningkatan kadar PSA, mungkin diindikasikan biopsi TRUS-guided
. Foto pada saluran atas diindikasikan pada pasien dengan dijumpainya
hematuria bersamaan riwayat urolitiasis, peningkatan kadar kreatinin atau riwayat infeksi saluran kemih atas.
Pemeriksaan foto lain seperti CT scanning dan MRI tidak memiliki peran penting terhadap evaluasi dan terapi uncomplicated BPH.
7
Universitas Sumatera Utara
2.2.8 Penatalaksanaan
Tujuan terapi pada pasien BPH adalah memperbaiki kualitas hidup pasien. Pilihannya adalah: konservatif watchful waiting, medikamentosa, pembedahan,
dan lain-lain.
9
1. Konservatif Watchful Waiting Pilihan terapi ini ditujukan untuk pasien dengan skor IPSS 7, yaitu
keluhan ringan yang tidak mengganggu aktivitas sehari-hari. Pada terapi ini, pasien dapat diberikan penjelasan mengenai segala sesuatu hal yang mungkin
dapat memperburuk keluhan, misalnya: 1. Jangan banyak minum dan mengkonsumsi kopi atau alkohol setelah makan
malam, 2. Kurangi konsumsi makanan atau minuman yang menyebabkan iritasi pada
kandung kemih kopi atau cokelat, 3. Batasi penggunaan obat influenza yang mengandung fenilpropanolamin,
4. Jangan menahan kencing terlalu lama, 5. Penanganan konstipasi.
Pasien diminta untuk datang kontrol berkala 3-6 bulan untuk menilai perubahan keluhan yang dirasakan, IPSS, uroflowmetry, maupun volume residu
urin.
9
2. Medikamentosa Terapi ini diberikan pada pasien dengan skor IPSS 7. Jenis obat yang
digunakan adalah: a.
α₁-blocker Pengobatan dengan
α₁-blocker bertujuan untuk menghambat kontraksi otot polos prostat sehingga mengurangi resistensi tonus leher kandung kemih dan
uretra. Beberapa obat yang tersedia, yaitu terazosin, doksazosin, alfuzosin, dan tamsulosin yang cukup diberikan sekali sehari.
9
b. 5α-reductase inhibitor 5ARI
5ARI bekerja dengan cara menginduksi apoptosis sel epitel prostat yang kemudian mengecilkan volume prostat hingga 20 - 30. Saat ini terdapat 2 jenis
5ARI yang dipakai untuk mengobati BPH, yaitu finasteride dan dutasteride.
9
Universitas Sumatera Utara
c. Antagonis Reseptor Muskarinik Pengobatan
dengan menggunakan
obat-obatan antagonis
reseptor muskarinik bertujuan untuk menghambat atau mengurangi stimulasi reseptor
muskarinik sehingga akan mengurangi kontraksi sel otot polos kandung kemih. Beberapa obat antagonis reseptor yang terdapat di Indonesia adalah fesoterodine
fumarate, propiverine HCL, solifenacin succinate, dan tolterodine I-tartrate.
9
d. Phospodiesterase 5 Inhibitor PDE 5-inhibitor PDE 5-inhibitor
meningkatkan konsentrasi aktivitas dan cyclic guanosine monophosphate
cGMP intraseluler, sehingga dapat mengurangi tonus otot polos detrusor, prostat, dan uretra. Saat ini di Indonesia terdapat 3 jenis PDE 5-inhibitor
yang tersedia, yaitu sildenafil, vardenafil, dan tadalafil.
9
e. Terapi Kombinasi α₁-blocker + antagonis reseptor muskarinik.
Terapi kombinasi ini bertujuan untuk memblok α₁-adrenoreceptor dan
cholinoreceptors muskarinik M2 dan M3 pada saluran kemih bawah. Terapi
kombinasi ini dapat mengurangi frekuensi berkemih, nokturia, urgensi, episode inkontinensia, skor IPSS dan memperbaiki kualitas hidup dibandingkan dengan
α₁-blocker atau plasebo saja.
9
f. Fitofarmaka Beberapa ekstrak tumbuh-tumbuhan tertentu dapat dipakai untuk
memperbaiki gejala, tetapi data farmakologis tentang kandungan zat aktif yang mendukung mekanisme kerja obat fitoterapi sampai saat ini belum diketahui
dengan jelas. Diantara fitoterapi yang banyak dipasarkan adalah: Pygeum africanum
, Serenoa repens, Hypoxis rooperi, Radix urtica, dan masih banyak lainnya.
9
3. Pembedahan Indikasi tindakan pembedahan, yaitu pada BPH yang sudah menimbulkan
komplikasi, seperti: retensi urin akut, gagal Trial Without Catheter TwoC, infeksi saluran kemih berulang, hematuria makroskopik berulang, batu kandung
kemih, penurunan fungsi ginjal yang disebabkan oleh obstruksi akibat BPH, dan perubahan patologis pada kandung kemih dan saluran kemih bagian atas.
9
Universitas Sumatera Utara
Indikasi relatif lain untuk terapi pembedahan adalah keluhan sedang hingga berat, tidak menunjukkan perbaikan setelah pemberian terapi non bedah, dan
pasien yang menolak pemberian terapi medikamentosa.
9
a. Invasif Minimal - Transurethral Resection of the Prostate
TURP TURP merupakan tindakan baku emas pembedahan pada pasien BPH
dengan volume prostat 30 - 80 ml. Secara umum, TURP dapat memperbaiki gejala BPH hingga 90 dan meningkatkan laju pancaran urin hingga 100.
9
- Laser Prostatektomi Terdapat 5 jenis energi yang dipakai untuk terapi invasif BPH, yaitu:
Nd:YAG, Holmium:YAG, KTP:YAG, Green Light Laser, Thulium:YAG Tm:YAG, dan diode. Penggunaan laser pada terapi pembesaran prostat jinak
dianjurkan pada pasien yang terapi antikoagulannya tidak dapat dihentikan.
9
- Lain-lain Tindakan invasif minimal lainnya adalah: Transurethral Incision of the
Prostate TUIP atau insisi leher kandung kemih bladder neck insicion,
termoterapi kelenjar prostat dengan gelombang panas yang dihasilkan dari berbagai cara, seperti Transurethral Microwave Thermotherapy TUMT,
Transurethral Needle Ablation TUNA, dan High Intensity Focused Ultrasound
HIFU, dan stent.
9
b. Operasi Terbuka Pembedahan terbuka dapat dilakukan melalui transvesikal Hryntschack atau
Freyer dan retropubik Millin. Pembedahan terbuka dianjurkan pada prostat
yang volumenya lebih dari 80 ml. Prostatektomi terbuka adalah cara operasi yang paling invasif dengan morbiditas yang lebih besar.
2,9
2.3 Diabetes Mellitus Tipe 2 2.3.1 Definisi
Diabetes mellitus DM merupakan sebuah sindroma hiperglikemia kronis oleh karena defisiensi insulin relatif, resistensi, atau keduanya.
28
Menurut American Diabetes Association
ADA, diabetes mellitus tipe 2 DM tipe 2
Universitas Sumatera Utara
merupakan bentuk yang paling umum dari diabetes. Pada DM tipe ini, tubuh tidak bisa menggunakan insulin dengan benar. Hal ini disebut sebagai resistensi insulin.
Pada awalnya, pankreas akan memproduksi insulin ekstra untuk membantu tubuh. Namun seiring waktu, pankreas tidak mampu mengimbangi dan tidak dapat
membuat cukup insulin untuk menjaga gula darah dalam kadar normal.
29
2.3.2 Insidensi dan Epidemiologi
Kedua prevalensi dan insidensi diabetes tipe 2 meningkat diseluruh dunia, terutama di Negara berkembang. Hal ini berhubungan dengan meningkatnya
obesitas dan gaya hidup kebaratan.
30
Diabetes tipe 2 berkisar antara 90 - 95 dari semua diabetes yang terjadi di United States, dan prevalensinya meningkat pada
orang dewasa diseluruh dunia.
31
Peningkatan prevalensi diabetes tipe 2 pada anak dan orang dewasa telah dilaporkan dibeberapa Negara lebih dari dua dekade.
Onset yang lebih awal dari diabetes tipe 2 berhubungan dengan peningkatan risiko morbiditas dan mortalitas.
32
2.3.3 Etiologi dan Faktor Risiko
Etiologi dari DM tipe 2 muncul dengan melibatkan interaksi kompleks antara faktor lingkungan dan genetik.
33,34
Penyakit ini kemungkinan berkembang ketika gaya hidup diabetogenik misalnya, asupan kalori terlalu berlebihan,
pengeluaran kalori tidak adekuat, obesitas terlalu terpapar pada genotip yang rentan.
33
Indeks masa tubuh IMT yang berlebihan meningkatkan risiko diabetes. Sekitar 90 pasien yang mengalami DM tipe 2 juga mengalami obesitas.
Hipertensi dan prehipertensi yang berhubungan dengan diabetes lebih berisiko terhadap kulit putih daripada ras Afrika - Amerika.
33
Disamping itu, lingkungan didalam uterus yang mengakibatkan berat badan lahir rendah dapat menjadi predisposisi beberapa individu untuk berkembang
menjadi DM tipe 2. Beberapa studi menyarankan bahwa polutan lingkungan bisa memainkan peran dalam perkembangan dan progresi DM tipe 2.
33
Faktor risiko dari diabetes tipe 2 adalah usia di atas 45 tahun meskipun frekuensi kejadiannya meningkat pada usia muda, berat badan lebih dari 120
Universitas Sumatera Utara
berat badan yang diinginkan, riwayat diabetes tipe 2 dari keluarga dekat contoh, orang tua atau saudara, riwayat impaired glucose tolerance IGT atau impaired
fasting glucose IFG sebelumnya, kadar gula darah yang tinggi, hipertensi
14090 mmHg atau dislipidemia kadar kolesterol HDL 40 mgdL atau kadar trigliserida 150 mgdL, riwayat diabetes mellitus gestasional, dan sindroma
polikistik ovarium yang menyebabkan resistensi insulin.
33,35
2.3.4 Gejala Klinis
Beberapa pasien dengan diabetes tipe 2 asimtomatik. Manifestasi klinis lainnya meliputi:
Gejala klasik: poliuria, polidipsia, polifagia, dan penurunan berat badan. Penglihatan kabur
Parestesi pada ekstremitas bawah Keluhan lemah
Gatal-gatal Luka sulit sembuh
Pada wanita, keputihan dan sering melahirkan bayi besar dengan berat
badan ≥4 kg Infeksi jamur contoh, balanitis pada pria.
33,36
2.3.5 Diagnosa
Diagnosa DM ditegakkan atas dasar pemeriksaan kadar glukosa darah. Diagnosa tidak dapat ditegakkan atas dasar glukosuria. Kecurigaan adanya DM
perlu dipikirkan apabila terdapat keluhan klasik DM poliuria, polidipsia, polifagia dan penurunan berat badan dan keluhan lainnya seperti lemah badan,
kesemutan, gatal-gatal, disfungsi ereksi pada pria serta pruritus vulva pada wanita.
37
Diagnosa DM dapat ditegakkan melalui tiga cara, yaitu: 1. Jika keluhan klasik ditemukan, maka pemeriksaan glukosa plasma sewaktu
200 mgdL sudah cukup untuk menegakkan diagnosis DM. 2. Pemeriksaan glukosa plasma ≥126 mgdL dengan adanya keluhan klasik.
Universitas Sumatera Utara
3. Tes toleransi glukosa oral TTGO. Meskipun TTGO dengan beban 75 g glukosa lebih sensitif dan spesifik dibanding dengan pemeriksaan glukosa
plasma puasa, namun pemeriksaan ini memiliki keterbatasan tersendiri.
37
Apabila hasil pemeriksaan tidak memenuhi kriteria normal atau DM, bergantung pada hasil yang diperoleh, maka dapat digolongkan ke dalam
kelompok toleransi glukosa terganggu TGT atau glukosa darah puasa terganggu GDPT, yaitu:
1. TGT: Diagnosa TGT ditegakkan bila setelah pemeriksaan TTGO didapatkan glukosa plasma 2 jam setelah beban antara 140 - 199 mgdL 7,8 - 11,0
mmolL. 2. GDPT: Diagnosa GDPT ditegakkan bila setelah pemeriksaan glukosa
plasma puasa didapatkan antara 100 - 125 mgdL 5,6 - 6,9 mmolL dan pemeriksaan TTGO gula darah 2 jam 140 mgdL.
37
Tabel 2.1 Kriteria Diagnosa DM
37
a. Gejala klasik DM + Glukos
a plasma sewaktu ≥200 mgdL 11,1 mmolL. Glukosa plasma sewaktu merupakan hasil pemeriksaan sesaat pada suatu
hari tanpa memperhatikan waktu makan terakhir. Atau
b. Gejala klasik DM + Kadar gl
ukosa plasma puasa ≥126 mgdL 7,0 mmolL. Puasa diartikan pasien tak mendapat kalori tambahan sedikitnya
8 jam. Atau
c. Glukosa plasma 2 jam pada TTGO ≥200 mgdL 11,1 mmolL. TTGO
yang dilakukan dengan standar WHO, menggunakan beban glukosa yang setara dengan 75 g glukosa anhidrus yang dilarutkan ke dalam air.
Pemeriksaan HbA1c 6,5 oleh ADA 2011 sudah dimasukkan menjadi salah satu kriteria diagnosa DM, jika dilakukan pada sarana laboratorium yang telah
terstandarisasi dengan baik.
37
2.4 Hubungan Diabetes Mellitus Tipe 2 dengan BPH
Berdasarkan laporan sebelumnya, diabetes tipe 2 telah dikaitkan dengan disfungsi kandung kemih. Hal ini biasanya mengakibatkan pelemahan detrusor
kandung kemih. Pelemahan fungsi detrusor ini menyebabkan laju aliran
Universitas Sumatera Utara
maksimum menjadi lebih rendah dan bisa meningkatkan sisa urin setelah berkemih
serta keparahan
LUTS. Begitu
juga dengan
BPH yang
dikarakteristikkan oleh kehadiran LUTSnya.
38
Banyak jalur yang berbeda dan berhubungan yang bisa menjelaskan hubungan diabetes yang diinduksi oleh resistensi insulin dan hiperglikemia
dengan BPH. Menurut penelitian sebelumnya, hiperinsulinemia berhubungan dengan peningkatan aktivitas saraf simpatis. Peningkatan aktivitas ini dapat
berkontribusi dalam peningkatan tonus otot polos prostat dan kemudian menyebabkan bladder outlet obstruction BOO.
Disamping itu, peningkatan konsentrasi insulin yang disebabkan oleh diabetes mungkin memiliki pengaruh
trofik yang mengarah ke pembesaran ukuran prostat.
13
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Breyer
13
, disregulasi dari axis insulin-like growth factor
IGF telah terlibat didalam perkembangan BPH. Axis IGF meregulasi fisiologi dan patofisiologi pertumbuhan banyak organ termasuk
prostat. Oleh karena strukturnya yang mirip, insulin bergabung dengan IGF yang kemungkinan menyebabkan aktivasi reseptor untuk menginduksi pertumbuhan
dan proliferasi prostat. Menurut penelitian lain, ditemukan adanya hubungan antara volume prostat
dan kadar insulin. Penemuan ini mengindikasikan bahwa insulin merupakan faktor risiko independen terhadap BPH, yang kemungkinan besar menstimulasi
kerja pertumbuhan prostat di reseptor IGF.
39
Pernyataan ini sesuai dengan yang dinyatakan oleh Breyer.
Kemudian menurut Breyer
13
, insulin juga dapat meningkatkan transkripsi gen atau translasi dari protein yang telibat didalam metabolisme hormon seks dan
mempengaruhi lingkungan hormonal prostat. Secara alternatif, diabetes yang berhubungan dengan resistensi insulinhiperinsulinemiahiperglikemia yang
diinduksi oleh obesitas dapat menyebabkan perubahan hormonal. Jerde dan Bushman menunjukkan bahwa perubahan metabolisme hormon
seks steroid yang disebabkan oleh diabetes dapat mengarah ke kondisi pro- inflamasi diseluruh tubuh, menyebabkan pelepasan kemokin yang dapat
berkontribusi dalam pembesaran prostat.
25
Menurut Breyer
13
, kondisi pro-
Universitas Sumatera Utara
inflamasi kronis juga berhubungan dengan sindroma metabolik, hiperglikemia, dan hiperinsulinemia. Hal ini juga dapat berkontribusi terhadap BPH. Kemudian
berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Parsons
25
, kadar gula darah puasa yang tinggi memiliki korelasi positif terhadap volume prostat; semakin tinggi
kadar gula darah puasa, semakin tinggi pula volume prostat.
Universitas Sumatera Utara
1
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang