4.6 Jadwal Penelitian
Kegiatan penelitian dimulai dari pembuatan proposal hingga hasil penyusunan hasil dan dilakukan dalam waktu 10 bulan. Penelitian ini dilakukan
mulai bulan Maret 2016 hingga Desember 2016. Tahapan dan waktu kegiatan penelitian akan diuraikan pada tabel dibawah ini.
Tabel 4.1 Rencana Waktu dan Tahapan Kegiatan Penelitian Kegiatan
Tahun 2016
Bulan Mar Apr Mei Jun Jul Ags Sep Okt Nov Des
Bimbingan dan pembuatan proposal
Seminar proposal Penelitian lapangan
Bimbingan, pengolahan data dan penyusunan hasil penelitian
Presentasi hasil penelitian
Universitas Sumatera Utara
26
BAB 5 HASIL DAN PEMBAHASAN
5.1 Hasil Penelitian 5.1.1 Deskripsi Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Kota Medan yang berlokasi di Jalan Bunga Lau No. 17, Kelurahan Kemenangan
Tani, Kecamatan Medan Tuntungan. Rumah sakit ini merupakan rumah sakit kategori kelas A. Selain itu, RSUP H. Adam Malik merupakan rumah sakit
rujukan untuk wilayah Sumatera yang meliputi Sumatera Utara, Aceh, Sumatera Barat dan Riau, sehingga dapat dijumpai pasien dengan latar belakang yang
sangat bervariasi. Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan RI No. 502 Menkes IX 1991
tanggal 6 September 1991, RSUP H. Adam Malik ditetapkan sebagai Rumah Sakit Pendidikan bagi Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera
Utara. Dengan ditetapkannya RSUP H. Adam Malik sebagai rumah sakit pendidikan, maka Fakultas Kedokteran USU dapat menggunakan rumah sakit ini
sebagai pusat pendidikan klinik calon dokter dan pendidikan keahlian calon dokter spesialis. Salah satu fasilitas pelayanan yang dimiliki RSUP H. Adam
Malik adalah instalasi rekam medis. Dengan demikian, instalasi rekam medis menjadi tempat peneliti mengambil data penelitian.
5.1.2 Hasil Analisis Data
a. Karakteristik Penderita Benign Prostatic Hyperplasia Penelitian dilakukan terhadap 588 pasien dengan pembesaran prostat
berdasarkan rekam medisnya, baik itu pasien rawat jalan maupun rawat inap, periode Januari 2015 hingga Desember 2015. Dari seluruh populasi, diambil 100
sampel yang memenuhi kriteria, dengan rincian 74 orang merupakan penderita BPH dan 26 orang merupakan pasien dengan kelainan pembesaran prostat
lainnya.
Universitas Sumatera Utara
Tabel 5.1 Gambaran Karakteristik Usia Penderita BPH
No. Kelompok Usia
Frekuensi Persentase
1. 2.
3. 4.
5. 51-58
59-66 67-74
75-82 83-90
15 25
22 10
2 20,3
33,8 29,7
13,5
2,7 Total
74 100,0
Berdasarkan tabel 5.1, dijumpai kelompok usia yang paling sering menderita BPH adalah kelompok usia 59-66 tahun, yaitu sebanyak 25 orang
20,3. Tabel 5.2 Gambaran Karakteristik Pekerjaan Penderita BPH
No. Jenis Pekerjaan
Frekuensi Persentase
1. 2.
3. 4.
5. 6.
Pensiunan Wiraswasta
PNS dan Pegawai Swasta Petani
Guru Dokter
21 20
14 16
1 2
28,4 27,0
18,9 21,6
1,4 2,7
Total 74
100,0 Berdasarkan tabel 5.2, dijumpai jenis pekerjaan yang paling banyak pada
penderita BPH adalah pensiunan, yaitu sebanyak 21 orang 28,4. b. Hasil Studi Cross sectional Hubungan Diabetes Mellitus Tipe 2 dengan
Kejadian Benign Prostatic Hyperplasia Hubungan DM tipe 2 dengan kejadian BPH yang di uji menggunakan uji
chi-square .
Tabel 5.4 Tabulasi Silang Hubungan DM Tipe 2 dengan BPH DM tipe 2
BPH p value
Positif Negatif
Total Ada
27 7
34 0,376
Tidak Ada 47
19 66
74 26
100
Universitas Sumatera Utara
Dari hasil analisis dengan menggunakan uji chi-square didapatkan nilai p value
sebesar 0,376. Berdasarkan nilai p value, maka pada penelitian ini tidak terdapat hubungan yang signifikan antara DM tipe 2 dengan BPH. Kemudian,
dengan ratio prevalence RP yang didapatkan sebesar 1,115 dan confidence interval
CI 95 sebesar 0,886-1,403 menunjukkan bahwa DM tipe 2 belum tentu merupakan faktor risiko dari BPH.
5.2 Pembahasan 5.2.1 Gambaran Karakteristik Usia Penderita BPH
Pada penelitian ini dijumpai kelompok usia yang paling sering menderita BPH adalah usia 59-66 tahun 33,8. Hal ini sesuai dengan penelitian
sebelumnya yang menyatakan prevalensi BPH mencapai 50-60 pada pria berusia 60 tahun dan meningkat hingga 90 pada pria berusia 70 tahun.
1,5,6
Namun, dijumpai penurunan jumlah kejadian BPH pada kelompok usia 75-90 tahun. Hal ini tidak sesuai dengan pernyataan Deters
7
yang menyatakan kejadian BPH meningkat hingga 90 pada pria berusia di atas 80 tahun. Kemudian, kasus
BPH kemungkinan lebih banyak ditangani oleh Rumah Sakit tipe B, hal ini bisa menjadi penyebab terjadinya penurunan kejadian pada penelitian ini, sedangkan
RSUP H. Adam Malik merupakan Rumah Sakit tipe A dan merupakan rumah sakit rujukan.
5.2.2 Gambaran Karakteristik Pekerjaan Penderita BPH
Pada penelitian ini dijumpai penderita yang paling banyak menderita BPH adalah Pensiunan sebanyak 21 orang 28,4, diikuti Wiraswasta sebanyak 20
orang 27,0, kemudian Petani sebanyak 16 orang 21,6, PNS dan Pegawai Swasta sebanyak 14 orang 18,9, Dokter sebanyak 2 orang 2,7, dan yang
terakhir adalah Guru dengan jumlah 1 orang 1,4. Belum ditemukan teori maupun literatur yang menunjukkan bahwa pekerjaan tertentu merupakan faktor
risiko terjadinya BPH.
Universitas Sumatera Utara
5.2.3 Hubungan DM Tipe 2 dengan BPH
Pada penelitian ini tidak terdapat hubungan yang signifikan antara DM tipe 2 dengan BPH p=0,376. Hal ini tidak sesuai dengan penelitian sebelumnya yang
menyatakan bahwa DM tipe 2 dapat meningkatkan kejadian BPH.
13,25,39
Menurut penelitian yang dilakukan oleh Amalia
43
, DM tipe 2 tidak terbukti secara analisis multivariat sebagai faktor risiko terjadinya BPH. Menurutnya hal
ini disebabkan oleh jumlah proporsi yang hampir sama antara kelompok kasus dan kelompok kontrol. Kemudian, penelitian Temml et al
44
juga menunjukkan bahwa sindroma metabolik tidak berhubungan dengan LUTS. Hasil yang
didapatkan dari penelitian mereka menunjukkan proporsi LUTS yang identik pada pria dengan sindroma metabolik dan pada pria tanpa sindroma metabolik.
Sementara itu, menurut Burke et al
45
DM tipe 2 tidak berhubungan dengan peningkatan volume prostat, namun memiliki hubungan dengan peningkatan
LUTS. Hal ini sesuai dengan teori sebelumnya yang menunjukkan adanya pengaruh hiperinsulinemia terhadap aktivitas saraf simpatis. Hiperinsulinemia
akan menyebabkan peningkatan kontraksi otot polos prostat, kandung kemih dan uretra. Kemudian, adanya pengaruh hiperglikemia yang menurunkan aktivitas
saraf parasimpatis melalui apoptosis neuron. Hal ini dapat menyebabkan terjadinya ketidakseimbangan antara aktivitas keduanya yang berdampak pada
peningkatan BOO dan berkontribusi terhadap LUTS.
13,46
Kemudian, pada penelitian yang dilakukan oleh Van Den Eeden et al
47
dijumpai hubungan antara DM tipe 2 dengan BPH, namun penelitian mereka tidak menunjukkan penjelasan mengenai mekanisme mana yang terjadi, apakah DM
tipe 2 berdampak langsung terhadap peningkatan volume prostat atau apakah dampak dari DM tipe 2 itu sendiri melalui mekanisme neuropati dan vaskular
yang akan menyebabkan LUTS. Menurutnya, kelemahan dari hubungan dan progresi pada data mereka kemungkinan disebabkan oleh masalah pengukuran
atau follow-up yang terlampau pendek. Hasil dari penelitian mereka juga menunjukkan bahwa DM tipe 2 tidak memiliki hubungan dengan kejadian LUTS
baru.
Universitas Sumatera Utara
Sedangkan penelitian yang dilakukan oleh Gao et al
48
menunjukkan bahwa adanya sindroma metabolik tidak mempengaruhi keparahan LUTS. Hasil
penelitian mereka menunjukkan bahwa pria dengan riwayat DM tipe 2 tidak memiliki gejala obstruktif yang lebih parah. Kemudian, KGD puasa merupakan
komponen dari sindroma metabolik, namun pada penelitian mereka tidak dijumpai hubungan antara KGD puasa dengan LUTS. Hipotesa sebelumnya menunjukkan
diabetes yang berhubungan dengan resistensi insulin, hiperinsulinemia, hiperglikemia yang diinduksi oleh obesitas dapat menyebabkan perubahan
hormonal lingkungan prostat. Selain itu, sindroma metabolik juga memiliki hubungan dengan peningkatan kadar C-reactive protein yang diketahui sebagai
marker inflamasi. Sebuah studi penelitian menunjukkan adanya peningkatan kejadian inflamasi yang disebabkan oleh insulin dan berdampak terhadap BPH.
45
Kemudian, menurut Jerde dan Bushman, perubahan metabolisme hormon seks steroid yang disebabkan oleh diabetes dapat memicu kondisi pro-inflamasi
diseluruh tubuh, hal ini menyebabkan terjadinya pelepasan kemokin yang dapat berkontribusi dalam pembesaran prostat.
25
Universitas Sumatera Utara
31
BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN
6.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil analisis data yang telah dilakukan, kesimpulan yang dapat diperoleh adalah sebagai berikut :
1. Hasil analisis dengan menggunakan uji chi square pada penelitian ini menunjukkan bahwa tidak terdapat hubungan yang signifikan antara DM
tipe 2 dengan kejadian BPH di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Tahun 2015 p = 0,376; CI 95.
2. Jumlah penderita BPH pada penelitian ini adalah sebanyak 74 orang. 3. Jumlah penderita DM tipe 2 pada penelitian ini adalah sebanyak 27 orang.
4. Berdasarkan karakteristik penderita BPH, dijumpai usia yang paling sering menderita BPH adalah kelompok usia 59-66 tahun dan jenis pekerjaan
penderita BPH yang paling banyak dijumpai adalah Pensiunan.
6.2 Saran
Berdasarkan pembahasan dan kesimpulan yang telah diuraikan di atas, maka beberapa hal yang dapat direkomendasikan adalah sebagai berikut :
1. Meskipun pada penelitian ini tidak ditemukan hubungan yang signfikan antara DM tipe 2 dengan BPH, namun disarankan kepada masyarakat agar
tetap menjaga pola hidup sehat dan menghindari faktor risiko untuk mencegah terjadinya BPH.
2. Bagi Petugas Kesehatan, diharapkan dalam mengisi data rekam medis hendaknya mengisi data dengan lengkap sehingga dapat memberikan
gambaran informasi yang lebih luas bagi yang membutuhkan. 3. Bagi peneliti selanjutnya, diharapkan untuk melakukan penelitian lebih
lanjut terhadap hubungan DM tipe 2 dengan kejadian BPH. 4. Peneliti selanjutnya juga disarankan untuk menggunakan data primer dan
lebih memperhatikan variabel-variabel lain yang mungkin berpengaruh terhadap hubungan DM tipe 2 dengan BPH.
Universitas Sumatera Utara
4
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Anatomi Prostat