Konsumsi Pangan dan Status Gizi Anak Peserta Program Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) Kelompok Bermain Generasi Sejahtera di Kelurahan Merdeka Kecamatan Medan Baru Tahun 2010

(1)

KONSUMSI PANGAN DAN STATUS GIZI ANAK PESERTA PROGRAM PENDIDIKAN ANAK USIA DINI (PAUD) KELOMPOK BERMAIN

GENERASI SEJAHTERA DI KELURAHAN MERDEKA KECAMATAN MEDAN BARU

TAHUN 2010

SKRIPSI

OLEH

:

NETTY RAPHITA MAICHEL SITOMPUL NIM : 0 6 1 0 0 0 2 1 9

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2010


(2)

KONSUMSI PANGAN DAN STATUS GIZI ANAK PESERTA PROGRAM PENDIDIKAN ANAK USIA DINI (PAUD) KELOMPOK BERMAIN

GENERASI SEJAHTERA DI KELURAHAN MERDEKA KECAMATAN MEDAN BARU

TAHUN 2010

SKRIPSI

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat

OLEH :

NETTY RAPHITA MAICHEL SITOMPUL NIM : 0 6 1 0 0 0 2 1 9

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2010


(3)

HALAMAN PENGESAHAN Skripsi Dengan Judul :

KONSUMSI PANGAN DAN STATUS GIZI ANAK PESERTA PROGRAM PENDIDIKAN ANAK USIA DINI (PAUD) KELOMPOK BERMAIN

GENERASI SEJAHTERA DI KELURAHAN MERDEKA KECAMATAN MEDAN BARU

TAHUN 2010

Yang dipersiapkan dan dipertahankan oleh : NETTY RAPHITA MAICHEL SITOMPUL

NIM : 061000219

Telah Diuji dan Dipertahankan Dihadapan Tim Penguji Skripsi Pada Tanggal 05 Juli 2010 dan

Dinyatakan Telah Memenuhi Syarat Untuk Diterima Tim Penguji

Ketua penguji

Dr. Ir. Zulhaida Lubis, MKes NIP. 19620529 198903 2 001

Penguji I

Dr. Ir. Albiner Siagian, MSi NIP. 19670613 199303 1 400 Penguji II

Ernawati Nasution, SKM., MKes NIP. 19700212 199501 2 001

Penguji III

Dra. Jumirah, Apt., M.Kes NIP. 19580315 198811 2 001 Medan, Juli 2010

Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara

Dekan,

dr. Ria Masniari Lubis, MSi NIP.19531018 198203 2 001


(4)

ABSTRAK

Anak usia dini merupakan masa paling penting dalam pembentukan dasar-dasar kepribadian, kemampuan berfikir, kecerdasan, keterampilan, dan kemampuan bersosialisasi. Untuk itu perbaikan dan suplai gizi yang cukup secara terus-menerus pada usia dini dapat mempengaruhi tingkat kecerdasannya.

Tujuan penelitian adalah untuk mengetahui konsumsi pangan dan status gizi anak yang mengikuti program PAUD Kelompok Bermain Generasi Sejahtera Kelurahan Merdeka Kecamatan Medan Baru Tahun 2010. Penelitian ini bersifat deskriptif. Populasi adalah seluruh anak yang berjumlah 40 orang dengan jumlah sampel adalah total sampling. Data tentang pola makan yang terdiri dari jenis makanan, frekuensi makan, serta jumlah konsumsi energi dan protein diperoleh melalui wawancara dengan ibu anak. Berat badan (BB) diperoleh dengan menimbang anak, tinggi badan (PB) melalui pengukuran tinggi badan. Data yang sudah dikumpulkan dianalisa secara deskriptif.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa pola konsumsi pangan anak tergolong kurang baik, dimana hanya 17,5% tingkat konsumsi energi anak baik, sementara kurang 27,5%. Demikian juga dalam konsumsi protein, hanya 15,0% baik, bahkan ada 5,0% defisit. Sebagian besar jenis pangan sumber karbohidrat selain nasi yang biasa dikonsumsi setiap hari adalah mie dan roti, sementara sumber protein terbesar yang dikonsumsi setiap hari adalah tahu, tempe, telur dan ikan teri. Sebanyak 25,0% yang memiliki status gizi kurang, pendek 22,5%, dan kurus 27,5%.

Disarankan bagi pengurus yayasan lebih proaktif dalam upaya peningkatan gizi dengan memasukkan program kesehatan dan gizi dengan berkoordinasi dengan puskesmas serta melakukan pemantauan terhadap pertumbuhan anak dan memberitahukan kepada orang tua untuk lebih memperhatikan pemberian makan anak.


(5)

ABSTRACT

The early childhood is the most important period in the formation foundations of personality, thinking capability, intelligence, skill and ability to socialize. For that reason, adequate nutritional improvement and supply continuously during the early childhood can affect the level of their intelligence.

The objective of the study is to know the food consumption and nutritional status of children who attended the PAUD program of Kelompok Bermain Generasi Sejahtera of Merdeka County of Medan Baru Subregency in 2010. The present study is a descriptive. The population included 40 children in which the samples were taken by total sampling method. The data of meal pattern included food type, frequency of meal, and the total consumed energy and protein collected by interview with the mothers of children. The body weights were found by weighting the child’s body, including their body heights by measuring their body heights. The collected data were then analyzed descriptively.

The result of the study showed that the food consumption pattern of the children in the inadequate, in which there were 17,5% have adequate energy consumption pattern, and 27.5% of them in the inadequate. Similarly in the case of protein consumption, there were only 15.0% of them in the adequate and even there were some 5.5% of them in the deficit. Majority of the types of food such as carbohydrate in spite of rice usually consumed every day included mie and bread, whereas the most main source of protein as consumed every day included tahu, tempeh, egg and tiny sea fish. Much as 25.0% of them with malnutritional of nutritional status, 22.55% stunted, and 27.5% thin.

It is suggested that the administrator of the institution is

more pro-active

in improving nutrition

to include health and nutrition programs by coordination with the primary health center and growth monitoring of children and inform parents to more attention to child feeding.


(6)

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Nama : Netty Raphita Maichel Sitompul

Tempat/Tanggal Lahir : Dumai / 16 Oktober 1983

Agama : Kristen Protestan

Status Perkawinan : Belum Kawin

Alamat Rumah : Jl. Pembangunan No. 96A Helvetia

Anak ke : 4 dari 4 Bersaudara

Riwayat Pendidikan

1. SD YKPP Pangkalan Susu : Tahun 1990 - 1996 2. SMP YKPP Pangkalan Susu : Tahun 1996 - 1999 3. SMU YKPP Pangkalan Susu : Tahun 1999 - 2002 4. Akper Bethesda Yogyakarta : Tahun 2002 - 2005 5. FKM USU Medan : Tahun 2006 - sekarang


(7)

KATA PENGANTAR

Rasa syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala rahmat dan karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Penulis menyadari sepenuhnya bahwa apa yang disajikan dalam skripsi masih terdapat kekurangan, oleh sebab itu penulis mengharapkan saran dan kritikan yang sifatnya membangun yang bermanfaat bagi skripsi ini. Adapun judul skripsi ini adalah : “Konsumsi Pangan dan Status Gizi Anak Peserta Program Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) Kelompok Bermain Generasi Sejahtera di Kelurahan Merdeka Kecamatan Medan Baru Tahun 2010”.

Pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan terimakasih kepada Dr. Ir. Zulhaida Lubis, M.Kes, selaku dosen pembimbing I dan Dr. Ir. Albiner Siagian, M.Si, selaku dosen pembimbing II, yang telah banyak meluangkan waktu dan pikirannya dalam memberikan petunjuk, saran dan bimbingan kepada penulis sehingga skripsi ini dapat diselesaikan. Penyusunan skripsi ini tidak terlepas dari bantuan dan dukungan dari berbagai pihak. Untuk itu, penulis dengan rasa hormat menyampaikan terimakasih kepada :

1. Ibu dr. Ria Masniari Lubis, M.Si, selaku Dekan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

2. Ibu Dra. Jumirah, Apt., M.Kes, selaku Ketua Departemen Gizi Kesehatan Masyarakat Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.


(8)

4. Ibu Kepala Sekolah PAUD Generasi Sejahtera yang telah memberikan dukungan dan izin penelitian sehingga penelitian selesai dengan baik.

5. Ayahanda St. P. Sitompul dan Ibunda D. Br. Simanjuntak tercinta yang telah banyak memberikan doa, dukungan moril dan materi selama penulis mengikuti dan menyelesaikan perkuliahan ini.

6. Kepada Abang (Donald Sitompul dan Heince Sitompul) dan Kakak Iparku (Diana br Sianipar dan Jean br Siagian) yang telah memberi semangat selama menyelesaikan studi ini.

7. Buat Kakak Pdt. Tetty Sitompul dan Abang Jimmy Hutabarat yang selalu memberikan perhatian dan dukungan kepada penulis.

8. Teman terbaikku Abang Jimmy Hutabarat yang selalu memberikan perhatian dan dukungan kepada penulis

9. Kawan-kawan peminatan Gizi Kesehatan Masyarakat (Uci, Kak Juli, Kak Nailanda, Kak Indri).

Akhirnya pada semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu, semoga Tuhan Yang Maha Esa membalas semua kebaikan bapak, ibu dan teman-teman sekalian. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi para pembaca sekalian.

Medan, Juli 2010 Penulis


(9)

DAFTAR ISI

Halaman Persetujuan

Abstrak... Abstrac ... Riwayat Hidup...

Kata Pengantar ... Daftar Isi ... Daftar Tabel ... Daftar Gambar ... BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang ... 1.2. Rumusan Masalah ... 1.3. Tujuan Penelitian ... 1.3.1. Tujuan Umum ... 1.3.2. Tujuan Khusus ... 1.4. Manfaat Penelitian ... BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Anak Usia Dini... 2.2. Program Pendidikan Anak Usia Dini... 2.3. Konsumsi Pangan Anak Usia Dini... 2.4. Pola Makan dan Status Gizi Anak ... 2.5. Kebutuhan Gizi Anak Usia Dini ... 2.6. Status Gizi ... 2.6.1 Pengukuran Antropometri... 2.6.2 Kelebihan Antropometri... 2.6.3 Kelemahan Antropometri... 2.6.4 Indikator Berat Badan menurut Umur (BB/U)... 2.6.5 Indikator Tinggi Badan menurut Umur (TB/U)... 2.6.6 Indikator Berat Badan menurut Tinggi Badan (BB/TB )... 2.7. Metode Penilaian Konsumsi Makanan ... 2.7.1 Metode Food Recall 24 Jam ... 2.7.2 Food Frequency Questionnaire (FFQ) ... 2.8. Kerangka Konsep Penelitian ... BAB III METODE PENELITIAN

3.1. Jenis Penelitian... 3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian ... 3.2.1. Lokasi ... 3.2.2. Waktu ...


(10)

3.3. Populasi dan Sampel ... 3.3.1. Populasi ... 3.3.2. Sampel ... 3.4. Metode Pengumpulan Data ... 3.5. Definisi Operasional... 3.6. Aspek Pengukuran ... 3.7 Pengolahan dan Analisa Data... 3.7.1 Pengolahan Data ... 3.7.2 Analisa Data ... BAB VI HASIL PENELITIAN

4.1. Gambaran Lokasi Penelitian ... 4.1.1. Gambaran Umum PAUD Generasi Sejahtera ... 4.1.2. Jumlah Anak Berdasarkan Jenis Kelamin yang Mengikuti Program PAUD ... 4.2. Karakteristik Responden ... 4.3. Tingkat Konsumsi Pangan Anak... 4.3.1. Tingkat Konsumsi Energi Anak... 4.3.2. Tingkat Konsumsi Protein Anak... 4.3.3. Jenis Dan Frekuensi Konsumsi Pangan ... 4.4. Status Gizi Anak ... 4.4.1. Status Gizi Anak (BB/U) ... 4.4.2. Status Gizi Anak (TB/U)... 4.4.3. Status Gizi Anak (BB/TB) ... 4.5. Konsumsi Pangan dengan Status Gizi Anak... 4.5.1. Konsumsi Pangan Berdasarkan Status Gizi (BB/U) Anak ... 4.5.2. Konsumsi Pangan Berdasarkan Status Gizi (TB/U) Anak.... 4.5.3. Konsumsi Pangan Berdasarkan Status Gizi (BB/TB) Anak . BAB V PEMBAHASAN

5.1. Konsumsi Pangan Anak ... 5.2. Status Gizi Anak ... BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN

6.1 Kesimpulan ... 6.2. Saran... DAFTAR PUSTAKA


(11)

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1. Kebutuhan Zat Gizi Balita Berdasarkan Angka Kecukupan Gizi (AKG) Rata-Rata Per Hari ... Tabel 2.2. Pola Makanan Anak Per Hari Berdasarkan Bentuk Makanan Dan

Banyaknya Makanan dalam Ukuran Rumah Tangga ... Tabel 3.1. Angka Kecukupan Gizi Anak ... Tabel 4.1. Jumlah Anak Berdasarkan Jenis Kelamin yang Mengikuti Program PAUD Kelompok Bermain Generasi Sejahtera Kelurahan Merdeka Kecamatan Medan Baru Tahun 2010... Tabel 4.2. Distribusi Responden Berdasarkan Karakteristik (Umur, Pendidikan dan Pekerjaan) di PAUD Generasi Sejahtera Kelurahan Merdeka Kecamatan Medan Baru Tahun 2010... Tabel 4.3. Distribusi Konsumsi Energi Anak di PAUD Generasi Sejahtera

Kelurahan Merdeka Kecamatan Medan Baru Tahun 2010... . Tabel 4.4. Distribusi Konsumsi Protein Anak di PAUD Generasi Sejahtera

Kelurahan Merdeka Kecamatan Medan Baru Tahun 2010... Tabel 4.5. Distribusi Frekuensi Konsumsi Pangan Anak di PAUD Kelompok

Bermain Generasi Sejahtera Di Kelurahan Merdeka Kecamatan Medan Baru Tahun 2010... Tabel 4.6 Distribusi Status Gizi Anak Berdasarkan Berat Badan Menurut

Umur di PAUD Kelompok Bermain Generasi Sejahtera Kelurahan Merdeka Kecamatan Medan Baru Tahun 2010 ... Tabel 4.7. Distribusi Status Gizi Anak Berdasarkan Tinggi Badan Menurut

Umur di PAUD Kelompok Bermain Generasi Sejahtera Kelurahan Merdeka Kecamatan Medan Baru Tahun 2010 ... Tabel 4.8. Distribusi Status Gizi Anak Berdasarkan Berat Badan Menurut

Tinggi Badan di PAUD Kelompok Bermain Generasi Sejahtera Kelurahan Merdeka Kecamatan Medan Baru Tahun 2010... Tabel 4.9. Distribusi Konsumsi Pangan Berdasarkan Status Gizi (BB/U) Anak di PAUD Generasi Sejahtera Kelurahan Merdeka Kecamatan Medan Baru Tahun 2010... Tabel 4.10. Distribusi Konsumsi Pangan Berdasarkan Status Gizi (TB/U) Anak di PAUD Generasi Sejahtera Kelurahan Merdeka Kecamatan Medan Baru Tahun 2010... Tabel 4.11. Distribusi Konsumsi Pangan Berdasarkan Status Gizi (BB/TB)

Anak di PAUD Generasi Sejahtera Kelurahan Merdeka Kecamatan Medan Baru Tahun 2010...


(12)

DAFTAR GAMBAR


(13)

ABSTRAK

Anak usia dini merupakan masa paling penting dalam pembentukan dasar-dasar kepribadian, kemampuan berfikir, kecerdasan, keterampilan, dan kemampuan bersosialisasi. Untuk itu perbaikan dan suplai gizi yang cukup secara terus-menerus pada usia dini dapat mempengaruhi tingkat kecerdasannya.

Tujuan penelitian adalah untuk mengetahui konsumsi pangan dan status gizi anak yang mengikuti program PAUD Kelompok Bermain Generasi Sejahtera Kelurahan Merdeka Kecamatan Medan Baru Tahun 2010. Penelitian ini bersifat deskriptif. Populasi adalah seluruh anak yang berjumlah 40 orang dengan jumlah sampel adalah total sampling. Data tentang pola makan yang terdiri dari jenis makanan, frekuensi makan, serta jumlah konsumsi energi dan protein diperoleh melalui wawancara dengan ibu anak. Berat badan (BB) diperoleh dengan menimbang anak, tinggi badan (PB) melalui pengukuran tinggi badan. Data yang sudah dikumpulkan dianalisa secara deskriptif.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa pola konsumsi pangan anak tergolong kurang baik, dimana hanya 17,5% tingkat konsumsi energi anak baik, sementara kurang 27,5%. Demikian juga dalam konsumsi protein, hanya 15,0% baik, bahkan ada 5,0% defisit. Sebagian besar jenis pangan sumber karbohidrat selain nasi yang biasa dikonsumsi setiap hari adalah mie dan roti, sementara sumber protein terbesar yang dikonsumsi setiap hari adalah tahu, tempe, telur dan ikan teri. Sebanyak 25,0% yang memiliki status gizi kurang, pendek 22,5%, dan kurus 27,5%.

Disarankan bagi pengurus yayasan lebih proaktif dalam upaya peningkatan gizi dengan memasukkan program kesehatan dan gizi dengan berkoordinasi dengan puskesmas serta melakukan pemantauan terhadap pertumbuhan anak dan memberitahukan kepada orang tua untuk lebih memperhatikan pemberian makan anak.


(14)

ABSTRACT

The early childhood is the most important period in the formation foundations of personality, thinking capability, intelligence, skill and ability to socialize. For that reason, adequate nutritional improvement and supply continuously during the early childhood can affect the level of their intelligence.

The objective of the study is to know the food consumption and nutritional status of children who attended the PAUD program of Kelompok Bermain Generasi Sejahtera of Merdeka County of Medan Baru Subregency in 2010. The present study is a descriptive. The population included 40 children in which the samples were taken by total sampling method. The data of meal pattern included food type, frequency of meal, and the total consumed energy and protein collected by interview with the mothers of children. The body weights were found by weighting the child’s body, including their body heights by measuring their body heights. The collected data were then analyzed descriptively.

The result of the study showed that the food consumption pattern of the children in the inadequate, in which there were 17,5% have adequate energy consumption pattern, and 27.5% of them in the inadequate. Similarly in the case of protein consumption, there were only 15.0% of them in the adequate and even there were some 5.5% of them in the deficit. Majority of the types of food such as carbohydrate in spite of rice usually consumed every day included mie and bread, whereas the most main source of protein as consumed every day included tahu, tempeh, egg and tiny sea fish. Much as 25.0% of them with malnutritional of nutritional status, 22.55% stunted, and 27.5% thin.

It is suggested that the administrator of the institution is

more pro-active

in improving nutrition

to include health and nutrition programs by coordination with the primary health center and growth monitoring of children and inform parents to more attention to child feeding.


(15)

BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Pangan dan gizi terkait sangat erat dengan upaya peningkatan sumber daya manusia (SDM). Ketersediaan pangan yang cukup belum dapat digunakan sebagai jaminan akan terhindar dari masalah pangan dan gizi, karena selain ketersediaan, juga perlu diperhatikan aspek pola konsumsi atau keseimbangan kontribusi diantara jenis pangan yang dikonsumsi, sehingga memenuhi standar gizi tertentu. Kekurangan konsumsi gizi bagi seseorang dari standar minimum tersebut umumnya akan berpengaruh terhadap kondisi kesehatan, aktivitas dan produktivitas kerja. Dalam jangka panjang kekurangan konsumsi pangan dari sisi jumlah dan kualitas (terutama pada anak usia dini) akan berpengaruh terhadap kualitas SDM (Moeloek, 1999).

Dalam menciptakan SDM yang bermutu, perlu ditata sejak dini yaitu dengan memperhatikan kesehatan anak, khususnya anak usia dini. Derajat kesehatan yang tinggi dalam pembangunan ditujukan untuk mewujudkan manusia yang sehat, cerdas, dan produktif. Salah satu unsur penting dari kesehatan adalah masalah gizi. Gizi sangat penting bagi kehidupan. Kekurangan gizi pada anak dapat menimbulkan beberapa efek negatif seperti lambatnya pertumbuhan badan, rawan terhadap penyakit, menurunnya tingkat kecerdasan, dan terganggunya mental anak. Kekurangan gizi yang serius dapat menyebabkan kematian anak (Santoso, 2004).


(16)

Pertumbuhan seorang anak bukan hanya sekedar gambaran perubahan berat badan, tinggi badan atau ukuran tubuh lainnya, tetapi lebih dari itu memberikan gambaran tentang keseimbangan antara asupan dan kebutuhan zat gizi seorang anak yang sedang dalam proses tumbuh, sehingga memerlukan zat makanan yang relatif lebih banyak dengan kualitas yang lebih tinggi. Hasil pertumbuhan setelah menjadi manusia dewasa, sangat tergantung dari kondisi gizi dan kesehatan sewaktu usia dini. Pertumbuhan otak yang menentukan tingkat kecerdasan setelah menjadi dewasa, sangat ditentukan oleh pertumbuhan waktu usia dini. Kekurangan gizi pada fase pertumbuhan akan menghasilkan manusia dewasa dengan kualitas SDM rendah. Jadi anak usia dini haruslah diberi jatah utama dalam distribusi makanan keluarga, bukan mendapat sisa-sisa konsumsi keluarga (Sedioetama, 2000). Gagal tumbuh yang terjadi akibat kurang gizi pada masa-masa emas ini akan berakibat buruk pada kehidupan berikutnya yang sulit diperbaiki (Hadi, 2005).

Status gizi seseorang ditentukan oleh kuantitas, kualitas, dan ragam pangan yang dikonsumsi oleh orang tersebut karena tiap-tiap jenis pangan mempunyai kandungan zat gizi yang berbeda-beda, baik kandungan zat gizi makro seperti energi dan protein, maupun zat gizi mikro seperti vitamin dan mineral. Salah satu indikator yang lazim digunakan untuk mengukur status gizi adalah tingkat kecukupan energi dan protein (Jahari dan Sumarno, 2002).

Keadaan gizi yang baik merupakan salah satu faktor penting dalam upaya mencapai derajat kesehatan yang optimal. Namun, berbagai penyakit gangguan gizi dan gizi buruk akibat tidak baiknya mutu makanan maupun jumlah makanan yang


(17)

tidak sesuai dengan kebutuhan tubuh masing-masing orang masih sering ditemukan diberbagai tempat di Indonesia. Gangguan gizi ini menggambarkan suatu keadaan akibat ketidakseimbangan antara zat gizi yang masuk ke dalam tubuh dengan kebutuhan tubuh akan zat gizi. Masalah gizi tersebut merupakan refleksi konsumsi energi dan zat-zat gizi lain yang belum optimal. Salah satu defisiensi gizi yang masih sering ditemukan di Indonesia dan merupakan masalah gizi utama khususnya yang terjadi pada balita yaitu KEP (kurang energi protein). KEP ini adalah keadaan kurang gizi yang disebabkan oleh rendahnya konsumsi energi dan protein dalam makanan sehari-hari sehingga tidak memenuhi angka kecukupan gizi (Depkes, 2003).

Dalam jangka pendek akibat yang muncul dari kondisi gizi buruk terhadap perkembangan anak usia dini, yaitu anak menjadi apatis, mengalami hambatan perkembangan fisik-motorik, serta gangguan aspek perkembangan lainnya, sedangkan dampak jangka panjang akibat gizi buruk, yaitu penurunan skor tes IQ, kelambanan perkembangan kognitif, penurunan integrasi sensoris, gangguan pemusatan perhatian, penurunan rasa percaya diri, yang berakibat langsung pada merosotnya prestasi akademik di sekolah (Pollitt dan Gorman, 1993).

Rentang usia pendidikan anak usia dini (PAUD) 0-6 tahun adalah masa keemasan untuk mencukupi suplai gizi. Perbaikan dan suplai gizi yang cukup secara terus-menerus selama masa pertumbuhan anak juga mempengaruhi tingkat kecerdasannya. Perkembangan jaringan otak dan periode perkembangan kritis secara signifikan terjadi pada tahun-tahun usia dini, dan perkembangan tersebut sangat ditentukan oleh lingkungan dan pengasuhan (Arce, 2000). Lingkungan dalam


(18)

pengertian ini menurut Arce (2000) sebelum anak lahir, saat pembentukan sirkuit otak anak terjadi.

Anak usia dini merupakan masa paling penting dalam pembentukan dasar-dasar kepribadian, kemampuan berfikir, kecerdasan, keterampilan, dan kemampuan bersosialisasi. Kenyataan ini memperkuat keyakinan bahwa pendidikan dasar bagi anak seyogianya dimulai sedini mungkin. Penelitian tentang otak menunjukkan sampai usia 4 tahun tingkat kapabilitas kecerdasan anak telah mencapai 50%, pada usia 8 tahun mencapai 80%, dan sisanya sekitar 20% diperoleh pada saat berusia 8 tahun ke atas. Otak yang kurang difungsikan tidak hanya membuat anak kurang cerdas tetapi dapat mengurangi optimalisasi potensi otak yang seharusnya dimiliki oleh anak (Feldman, 2002). Untuk itu pendidikan, perawatan dan makanan bergizi untuk usia dini dalam bentuk pemberian rangsangan-rangsangan (stimulasi) dari lingkungan terdekat sangat diperlukan untuk mengoptimalkan kemampuan anak (Direktorat PAUD, 2004).

Melalui PAUD, anak melakukan proses pembelajaran dengan pengalaman hidupnya. Proses pembelajaran anak akan berjalan efektif apabila anak dalam kondisi senang dan bahagia. Bermain merupakan kegiatan yang menyenangkan bagi mereka. Anak dalam perkembangannya yang normal tidak akan lepas dari kegiatan tersebut. Melalui kegiatan bermain, anak dapat belajar apa saja, bahkan tanpa ia sadari. Berbagai aspek kecerdasan (intelegensi) anak juga dapat dikembangkan melalui kegiatan bermain yang edukatif. Ini berarti kegiatan tersebut memberikan pengaruh yang sangat besar bagi kecerdasan majemuk mereka.


(19)

Salah satu masalah yang dialami masyarakat Indonesia adalah masih sangat kurangnya sarana pendidikan yang memadai dan dapat dijangkau oleh seluruh lapisan masyarakat. Kehadiran sarana pendidikan kelompok bermain bagi anak-anak usia dini belum dapat menyentuh masyarakat ekonomi lemah, karena tujuan komersial yang mengiringinya membuat biayanya jadi mahal. Kehadiran sarana pendidikan anak usia dini (PAUD) dengan biaya murah dan terjangkau dapat menjadi solusi bagi masyarakat sehingga kehadirannya menjadi sangat penting di tengah mereka, untuk itu Partai Keadilan Sejahtera (PKS) membantu memprakarsai berdirinya layanan bagi anak usia dini melalui ‘PAUD Generasi Sejahtera’ yang ditujukan bagi masyarakat kelompok ekonomi menengah ke bawah. Karena belum menjadi prioritas, maka masih banyak anak usia dini yang berasal dari keluarga miskin tidak memiliki kesempatan memperoleh pendidikan yang layak sebelum memasuki jenjang pendidikan dasar.

Konsep dasar dirintisnya PAUD Generasi Sejahtera adalah karena banyak orangtua yang belum memperoleh kesempatan untuk mengirimkan anaknya ke PAUD, seperti taman penitipan anak, taman kanak-kanak, play group dan sejenisnya karena keterbatasan ekonomi, sehingga diharapkan dengan program PAUD Generasi Sejahtera ini akan membina orang tua dan keluarga untuk terlibat langsung mengembangkan fungsi jasmani dan rohani anak berkembang secara baik.

Sebagian besar penyediaan biaya operasional pendidikan diberikan dalam bentuk subsidi kepada penyelenggara PAUD Generasi Sejahtera. Karena berdasarkan target pemerintah yang ingin dicapai pada tahun 2009 adalah lebih dari 50% lembaga PAUD yang siswanya berasal dari keluarga miskin dapat dibiayai oleh pemerintah.


(20)

Selain bantuan dari pemerintah, PAUD Generasi Sejahtera juga mendapat dukungan positif dari berbagai pihak seperti organisasi masyarakat dan organisasi keagamaan.

Berdasarkan observasi awal peneliti diperoleh bahwa anak usia dini yang mengikuti program PAUD Kelompok Bermain Generasi Sejahtera Kelurahan Merdeka Kecamatan Medan Baru secara umum memiliki ukuran fisik yang lebih kecil dan tinggi badan lebih pendek dibandingkan dengan PAUD lainnya di satu kecamatan. Keadaan tersebut disebabkan karena keluarga anak di PAUD ini berasal dari kondisi sosial ekonomi menengah ke bawah sehingga kemungkinan konsumsi pangan dan gizi rendah.

1.2. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian yang telah dikemukakan diatas, maka yang menjadi permasalahan dari penelitian ini adalah ”bagaimana konsumsi pangan dan status gizi anak yang mengikuti program PAUD Kelompok Bermain Generasi Sejahtera Kelurahan Merdeka Kecamatan Medan Baru Tahun 2010”.

1.3. Tujuan Penelitian 1.3.1. Tujuan Umum

Untuk mengetahui konsumsi pangan dan status gizi anak yang mengikuti program PAUD Kelompok Bermain Generasi Sejahtera Kelurahan Merdeka Kecamatan Medan Baru Tahun 2010.


(21)

1.3.2. Tujuan Khusus

1. Untuk mengetahui jenis makanan yang dikonsumsi anak yang mengikuti program PAUD Kelompok Bermain Generasi Sejahtera Kelurahan Merdeka Kecamatan Medan Baru Tahun 2010.

2. Untuk mengetahui frekuensi makan anak yang mengikuti program PAUD Kelompok Bermain Generasi Sejahtera Kelurahan Merdeka Kecamatan Medan Baru Tahun 2010.

3. Untuk mengetahui kecukupan energi dan protein anak yang mengikuti program PAUD Kelompok Bermain Generasi Sejahtera Kelurahan Merdeka Kecamatan Medan Baru Tahun 2010.

4. Untuk mengetahui status gizi anak yang mengikuti program PAUD Kelompok Bermain Generasi Sejahtera Kelurahan Merdeka Kecamatan Medan Baru Tahun 2010.

1.4. Manfaat Penelitian

1. Untuk menambah informasi bagi pengurus yayasan PAUD Kelompok Bermain Generasi Sejahtera Kelurahan Merdeka Kecamatan Medan Baru tentang konsumsi pangan dan status gizi anak yang mengikuti program PAUD.

2. Sebagai bahan masukan bagi ibu-ibu yang anaknya mengikuti program PAUD.


(22)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Anak Usia Dini

Masa kanak-kanak dibagi menjadi dua periode yang berbeda, yaitu masa awal dan masa akhir kanak-kanak. Periode awal berlangsung dari umur dua tahun sampai enam tahun dan periode akhir dari enam tahun sampai tiba saatnya anak matang secara seksual. Dengan demikian masa awal kanak-kanak dimulai sebagai penutup masa bayi, yaitu usia dimana ketergantungan secara praktis sudah dilewati dan diganti dengan tumbuhnya kemandirian anak serta berakhir di sekitar usia masuk sekolah dasar (Hurlock,1980).

Anak usia dini (0-6 tahun) adalah individu yang sedang mengalami proses pertumbuhan dan perkembangan yang sangat pesat. Bahkan dikatakan sebagai lompatan perkembangan. Usia dini dapat dikatakan sebagai usia emas (golden age) yaitu usia yang sangat berharga dibanding usia-usia selanjutnya (Hurlock, 1980).

Usia prasekolah dimaksudkan sebagai usia dimana anak belum memasuki suatu lembaga pendidikan formal seperti sekolah dasar (SD). Biasanya mereka tetap tinggal di rumah atau mengikuti kegiatan dalam berbagai bentuk lembaga pendidikan prasekolah seperti kelompok bermain, taman kanak-kanak atau taman pengasuhan anak (Seto, 2004).

Menurut Hurlock (1980) anak dari kelompok sosial ekonomi yang lebih tinggi cenderung memperoleh gizi dan perawatan yang lebih baik sebelum dan sesudah kelahiran. Secara umum mereka akan mempunyai perkembangan tinggi, berat dan


(23)

otot-otot badan cenderung lebih baik. Lingkungan sekolah dapat membentuk kebiasaan makan bagi anak-anak. Untuk anak taman kanak-kanak, biasanya mereka membawa bekal dari rumah kemudian makan bersama di kelas.

Anak usia 3-6 tahun sedang dalam masa pertumbuhan dan perkembangan dalam segala fungsi dan organ tubuh. Di usia ini merupakan masa pembelajaran yang menentukan siapa dirinya kelak dan juga merupakan masa mengembangkan kemampuan motoriknya. Selain itu, pada masa ini pertambahan berat badannya bertambah sekitar 1,81 kilogram dan tinggi badannya bertambah sekitar 5,08 sentimeter per tahun (Safitri, 2004).

Usia 3-6 tahun merupakan masa yang penting untuk melatih kebiasaan yang sehat dalam segala aktivitas anak. Hal yang perlu diperhatikan dalam masa tumbuh kembang anak usia 3-6 tahun adalah pemberian gizi yang seimbang serta diiringi dengan olah raga dan tidur yang teratur. Karena selain faktor genetik, faktor lingkungan dengan ketiga hal tersebut juga sangat berpengaruh dalam tumbuh kembang anak. Tumbuh kembang anak yang normal tidak hanya secara fisik saja, namun juga secara mental. Oleh karena itu pada masa tumbuh kembang anak usia 3-6 tahun ini, orang tua juga harus membangun proses pengembangan mental spritualnya pula. Salah satunya membangun konsep diri positif serta mempersiapkannya menuju masa pubertas (Safitri, 2004).


(24)

2.2. Program Pendidikan Anak Usia Dini

Program ini bertujuan agar semua anak usia dini (usia 0-6 tahun), baik laki-laki maupun perempuan memiliki kesempatan tumbuh dan berkembang optimal sesuai dengan potensi yang dimilikinya, sesuai tahap-tahap perkembangan atau tingkat usia mereka. PAUD juga merupakan pendidikan persiapan untuk mengikuti jenjang pendidikan sekolah dasar. Secara lebih spesifik, program ini bertujuan untuk meningkatkan akses dan mutu pelayanan pendidikan melalui jalur formal seperti Taman Kanak-Kanak (TK), Raudhatul Athfal (RA) dan bentuk lain yang sederajat, serta jalur pendidikan non-formal berbentuk Kelompok Bermain (KB), Taman Penitipan Anak (TPA) atau bentuk lain yang sederajat, dan jalur informal berbentuk pendidikan keluarga atau pendidikan yang diselenggarakan oleh lingkungan.

PAUD bertujuan untuk mengembangkan seluruh potensi anak (the whole child) agar kelak dapat berfungsi sebagai manusia yang utuh sesuai kultur, budaya, dan falsafah suatu bangsa. Anak dapat dipandang sebagai individu yang baru mulai mengenal dunia. Ia belum mengetahui tatakrama, sopan-santun, aturan, norma, etika, dan berbagai hal tentang dunia. Ia juga sedang belajar berkomunikasi dengan orang lain dan belajar memahami orang lain. Anak perlu dibimbing agar mampu memahami berbagai hal tentang dunia dan isinya. Ia juga perlu dibimbing agar memahami berbagai fenomena alam dan dapat melakukan keterampilan-keterampilan yang dibutuhkan untuk hidup di masyarakat. Interaksi anak dengan benda dan dengan orang lain diperlukan untuk belajar agar anak mampu mengembangkan kepribadian, watak, dan akhlak yang mulia. Usia dini merupakan saat yang amat berharga untuk menanamkan nilai-nilai nasionalisme, kebangsaan, agama, etika, moral, dan sosial


(25)

yang berguna untuk kehidupannya dan strategis bagi pengembangan suatu bangsa (Departeman Pendidikan Nasional, 2007).

2.3. Konsumsi Pangan Anak Usia Dini

Pangan merupakan kebutuhan dasar manusia yang diperlukan untuk pertumbuhan dan perkembangan tubuh. Oleh karena itu, pangan harus selalu tersedia pada setiap saat dan tempat dengan mutu yang memadai. Pangan dengan nilai gizi yang cukup dan seimbang merupakan pilihan terbaik untuk dikonsumsi guna mencapai status gizi dan kesehatan yang optimal. Bagi tubuh nilai suatu bahan pangan ditentukan oleh isinya atau zat gizi apa yang dikandungnya. Zat gizi yang terkandung dalam pangan digunakan untuk memberikan energi pada tubuh, untuk pertumbuhan dan untuk memperbaiki jaringan tubuh yang telah rusak serta mengatur proses dalam tubuh. Jadi nilai gizi pangan menyangkut ketersediaannya secara biologis atau dapat tidaknya zat gizi tersebut digunakan tubuh. Pangan dengan kandungan gizi yang lengkap, dalam jumlah yang proporsional mempunyai potensi yang besar untuk menjadi pangan yang bergizi tinggi. Tinggi rendahnya nilai gizi suatu pangan merupakan salah satu kriteria yang dapat digunakan untuk menilai mutu pangan tersebut. Selain nilai gizi, mutu pangan juga ditentukan oleh keadaan fisik, mikrobiologis serta penerimaan secara indrawi (Rimbawan, 1999).

Konsumsi pangan adalah jumlah pangan (tunggal atau beragam) yang dimakan seseorang atau sekelompok orang dengan tujuan tertentu. Tujuan konsumsi pangan adalah untuk memperoleh zat gizi yang diperlukan tubuh. Kebiasaan


(26)

mengonsumsi pangan yang baik akan menyebabkan status gizi yang baik pula, dan keadaan ini dapat terlaksana apabila telah tercipta keseimbangan antara banyaknya jenis-jenis zat gizi yang dikonsumsi dengan banyaknya gizi yang dibutuhkan tubuh (Suhardjo, 1990). Anak usia dini merupakan golongan yang berada dalam masa pertumbuhan yang pesat. Dalam usia dini memerlukan asupan gizi yang cukup, baik kualitas maupun kuantitasnya. Dalam mengonsumsi pangan, anak sangat tergantung pada konsumsi pangan keluarga/kebiasaan konsumsi pangan keluarga. Kekurangan konsumsi pangan di tingkat keluarga akan dapat menurunkan asupan gizi anak, dan ini ditandai dengan menurunnya kemampuan fisik, terganggunya pertumbuhan, perkembangan, dan kemampuan berfikir serta adanya angka kesakitan dan kematian yang tinggi (Winarno, 1990).

Konsumsi makanan anak usia dini harus memenuhi semua zat gizi yang dibutuhkan yaitu zat gizi esensial (energi, protein, vitamin, mineral dan air) dalam jumlah yang cukup (Pudjiadi, 1999). Suhardjo (2003) berpendapat bahwa seseorang tidak dapat menghasilkan energi yang melebihi dari apa yang diperoleh dari makanan kecuali jika meminjam atau menggunakan cadangan energi dalam tubuh, namun kebiasaan meminjam ini akan dapat mengakibatkan keadaan yang gawat, yaitu kekurangan gizi khususnya energi. Kartasapoetra dan Marsetyo (2001) juga berpendapat bahwa dalam usaha menciptakan manusia yang sehat pertumbuhannya, penuh semangat dan penuh kegairahan dalam kerja, serta tinggi daya cipta dan


(27)

kreatifitasnya, maka sejak anak usia dini harus dipersiapkan. Untuk itu energi harus benar-benar diperhatikan, harus tetap selalu berada dalam serba kecukupan.

Suhardjo (2003) menyatakan bahwa status gizi atau tingkat konsumsi pangan merupakan bagian terpenting dari status kesehatan seseorang. Tidak hanya status gizi yang mempengaruhi kesehatan seseorang, tetapi status kesehatan juga mempengaruhi status gizi. Hal ini sejalan dengan pendapat Sediaoetama (2000) yang menyatakan bahwa tingkat kesehatan gizi sesuai dengan konsumsi pangan, tingkat kesehatan gizi terbaik adalah kesehatan gizi optimum. Tubuh terbebas dari penyakit dan mempunyai daya kerja dan efisiensi yang sebaik-baiknya, serta mempunyai daya tahan setinggi-tingginya.

Untuk menjamin kebutuhan zat gizi anak usia dini dengan mutu gizi yang baik, maka makanan yang biasa dikonsumsi anak usia dini harus mengandung zat tenaga, zat pembangun, dan zat pengatur. Oleh karena itu sangat dianjurkan untuk memberi makanan yang beraneka ragam, diantaranya sumber tenaga seperti serealia, sumber protein seperti bahan pangan hewani dan kacang-kacangan serta sumber zat pengatur, misalnya sayuran dan buah-buahan (Krisnatuti & Yenrina, 2000).

2.4. Pola Makan dan Status Gizi Anak

Tumbuh kembang anak dipengaruhi oleh kualitas makanan dan gizi yang dikonsumsi. Karyadi (1985) menyatakan bahwa makanan merupakan kebutuhan fisiologis maupun psikologis untuk anak dan orang tua. Oleh karena itu, perlu diciptakan situasi pemberian makan kepada anak yang memenuhi kebutuhan (a)


(28)

fisiologis, yaitu memenuhi kebutuhan zat gizi untuk proses metabolisme, aktivitas dan tumbuh kembang anak; (b) psikologis, yaitu untuk memberikan kepuasan kepada anak dan untuk memberikan kenikmatan lain yang berkaitan dengan anak serta (c) edukatif, yaitu mendidik anak terampil mengkonsumsi makanan dan untuk membina kebiasaan dan perilaku makan, memilih dan menyukai makanan yang baik, dan dibenarkan oleh keyakinan atau agama orang tua masing-masing (Samsudin, 1993).

Konsumsi makanan berpengaruh terhadap status gizi seseorang. Kondisi status gizi baik dapat dicapai bila tubuh memperoleh cukup zat gizi yang akan digunakan secara efisien, sehingga memungkinkan terjadinya pertumbuhan fisik, perkembangan otak, kemampuan kerja untuk mencapai tingkat kesehatan optimal (Depkes RI, 2003). Hal ini sesuai dengan hasil penelitian Munawaroh (2006) di Kabupaten Pekalongan yang menyatakan bahwa balita dengan pola makan tidak baik mempunyai risiko untuk mengalami status gizi kurang 8,1 kali lebih besar daripada balita dengan pola makan baik. Hasil penelitian Adi (2005) di Semarang juga menyatakan bahwa besarnya resiko terjadinya KEP ringan dan sedang pada balita yang mengkonsumsi protein <80% AKG sebesar 6,9 kali dari konsumsi protein pada balita yang >80% AKG.

Menurut Sayogya (1996) gizi kurang pada anak dapat menyebabkan anak menjadi kurus dan pertumbuhan terhambat, terjadi karena kurang zat sumber tenaga dan kurang protein (zat pembangun) yang diperoleh dari makanan. Zat tenaga dan zat pembangun diperlukan anak dalam membangun badannya yang tumbuh pesat. Tingkat konsumsi ditentukan oleh kualitas serta kuantitas hidangan. Kualitas


(29)

hidangan menunjukkan adanya semua zat gizi yang diperlukan tubuh di dalam susunan hidangan dan perbandingannya yang satu terhadap yang lain (Santoso, 2004).

2.5. Kebutuhan Gizi Anak Usia Dini

Keadaan kesehatan gizi tergantung dari tingkat konsumsi zat gizi yang terdapat pada makanan sehari-hari. Tingkat konsumsi ditentukan oleh kualitas hidangan. Kualitas hidangan menunjukkan adanya semua zat gizi yang diperlukan tubuh di dalam suatu susunan hidangan dan perbandingan yang satu terhadap yang lain. Kualitas menunjukkan jumlah masing-masing zat gizi terhadap kebutuhan tubuh. Kalau susunan hidangan memenuhi kebutuhan tubuh, baik dari segi kuantitas maupun kualitasnya, maka tubuh akan mendapatkan kondisi kesehatan gizi yang sebaik-baiknya, disebut konsumsi adekuat. Kalau konsumsi baik dari kuantitas dan kualitasnya melebihi kebutuhan tubuh, dinamakan konsumsi berlebih, maka akan terjadi suatu keadaan gizi lebih. Sebaliknya konsumsi yang kurang baik kualitas dan kuantitasnya akan memberikan kondisi kesehatan gizi kurang atau kondisi defisit (Sediaoetama, 2000).

Makanan sehari-hari yang dipilih dengan baik akan memberikan semua zat gizi yang dibutuhkan untuk fungsi normal tubuh. Sebaliknya, bila makanan tidak dipilih dengan baik, tubuh akan mengalami kekurangan zat-zat gizi esensial tertentu. Zat-zat gizi yang dapat memberikan energi adalah karbohidrat, lemak dan protein. Oksidasi zat-zat gizi ini menghasilkan energi yang diperlukan tubuh untuk melakukan aktivitas (Almatsier, 2002).


(30)

Bahan pangan penghasil zat pembangun adalah protein. Ada protein metabolik yang dibutuhkan dalam proses metabolisme tubuh dan protein struktural sel. Kelompok rawan seperti bayi, balita, anak yang sedang tumbuh maupun ibu hamil dan ibu menyusui membutuhkan protein dalam jumlah besar sehingga kebutuhan juga meningkat (Sudiarti dan Indrawani, 2007).

Kebutuhan zat gizi tidak sama bagi semua orang, tetapi tergantung banyak hal, antara lain umur (Soekirman, 2000). Di bawah ini adalah angka kecukupan gizi rata-rata yang dianjurkan pada bayi dan balita (per orang per hari).

Tabel 2.1. Kebutuhan Zat Gizi Balita Berdasarkan Angka Kecukupan Gizi (AKG) Rata-Rata Per Hari

No. Umur (tahun) Energi (kkal) Protein (gr)

1. 1-3 1000 25

2. 4-6 1550 39

Sumber : Widya Karya Nasional Pangan dan Gizi VII, Jakarta, 2004

Pola makanan anak yang dianjurkan berdasarkan bentuk makanan dan banyaknya makanan dalam ukuran rumah tangga dapat dilihat pada tabel berikut. Tabel 2.2. Pola Makanan Anak Per Hari Berdasarkan Bentuk Makanan Dan

Banyaknya Makanan dalam Ukuran Rumah Tangga

Umur Bentuk Makanan

3 tahun

1-3 piring nasi/pengganti 2-3 potong lauk hewani 1-2 potong lauk nabati 1-1½ mangkuk sayur

2-3 potong buah-buahan 1-2 gelas susu


(31)

2.6. Status Gizi

Status Gizi adalah keadaan tubuh sebagai akibat konsumsi makanan dan penggunaan zat-zat gizi (Almatsier, 2002). Menurut Jellife (1989) status gizi adalah keadaan tubuh individu atau masyarakat yang dapat mencerminkan hasil dari makanan yang dikonsumsi, kemudian dicerna, diserap, didistribusikan, dimetabolisme dan selanjutnya sebagian disimpan dalam tubuh ataupun dikeluarkan. Keadaan gizi seseorang yang dapat dinilai untuk mengetahui apakah seseorang itu normal atau bermasalah. Gizi salah adalah gangguan kesehatan yang disebabkan oleh kekurangan atau kelebihan atau ketidakseimbangan zat-zat gizi yang diperlukan untuk pertumbuhan, kecerdasan, aktivitas, dan produktivitas (Depkes RI, 2001). 2.6.1 Pengukuran Antropometri

Penilaian status gizi bertujuan untuk memberikan gambaran secara umum mengenai metode penilaian status gizi, memberikan penjelasan mengenai keuntungan dan kelemahan dari masing-masing metode yang ada, dan memberikan gambaran singkat mengenai pengumpulan data, perencanaan, dan implementasi untuk penilaian status gizi (Hartriyanti dan Triyanti, 2007).

Penilaian status gizi anak prasekolah dapat dilakukan berdasarkan penilaian antropometri, yaitu BB menurut umur dan jenis kelamin yang kemudian dibandingkan dengan rujukan atau baku standar. Berdasarkan SK. Menteri Kesehatan RI tahun 2002, ditetapkan penilaian status gizi berdasarkan antropometri, khususnya


(32)

untuk indeks BB/U, TB/U, dan BB/TB dengan membandingkan hasilnya pada sebaran normal (Standar Deviasi/SD).

2.6.2 Kelebihan Antropometri

Antropometri adalah ukuran dari tubuh dan sangat umum digunakan untuk mengukur status gizi dari berbagai ketidakseimbangan antara asupan energi dan protein. Gangguan ini biasanya terlihat dari pola pertumbuhan fisik dan proporsi jaringan tubuh seperti lemak, otot dan jumlah air dalam tubuh (Supariasa, 2002). Kelebihan antropometri gizi antara lain: relatif murah, cepat, dapat dilakukan pada populasi yang besar, objektif, tidak menimbulkan rasa sakit pada responden, dan dapat dikategorikan menjadi ringan, sedang, atau berat (Jelliffe , 1989).

2.6.3 Kelemahan Antropometri

Beberapa keterbatasan antropometri antara lain adalah: membutuhkan data referensi yang relevan. Dalam pengukuran antropometri bisa terjadi beberapa kesalahan seperti kesalahan pada peralatan yang belum dikalibrasi, kesalahan pada pengukur seperti kesalahan pengukuran, pembacaan, pencatatan, tidak dapat memperoleh informasi karena defisiensi zat gizi mikro, dan hanya mendapatkan data pertumbuhan, obesitas, malnutrisi karena kurang energi dan protein (Jelliffe, 1989).

Beberapa indeks antropometri yang sering digunakan yaitu Berat Badan menurut Umur (BB/U), Tinggi Badan menurut Umur (TB/U), dan Berat Badan menurut Tinggi Badan (BB/TB) (Supariasa, 2002).


(33)

2.6.4 Indikator Berat Badan menurut Umur (BB/U)

Salah satu parameter yang memberikan gambaran massa tubuh adalah berat badan. Massa tubuh sangat sensitif terhadap perubahan-perubahan yang mendadak, misalnya karena terserang penyakit infeksi, menurunnya nafsu makan atau menurunnya jumlah makanan yang dikonsumsi (Supariasa, 2002). Dalam keadaan normal dimana kesehatan baik dan keseimbangan antara konsumsi dan kebutuhan zat gizi terjamin, maka berat badan berkembang mengikuti pertambahan umur. Sebaliknya dalam keadaan abnormal terdapat dua kemungkinan yaitu dapat berkembang cepat atau lebih lambat dari keadaan normal. Indeks BB/U lebih menggambarkan status gizi seseorang saat ini (Gibson, 1995).

2.6.5 Indikator Tinggi Badan menurut Umur (TB/U)

Antropometri yang menggambarkan pertumbuhan skeletal adalah tinggi badan. Tinggi badan tumbuh seiring dengan pertambahan umur. Bila dalam keadaan normal dan dalam jangka waktu yang pendek kurang sensitif terhadap kekurangan zat gizi sehingga apabila terjadi defisiensi zat gizi akan nampak dalam waktu yang relatif lama. Kelebihan indeks TB/U adalah baik untuk menilai status gizi masa lampau dan ukuran panjang dapat dibuat sendiri, murah dan mudah dibawa, sedangkan kelemahan indeks TB/U adalah pengukuran relatif lebih sulit dilakukan karena anak harus berdiri tegak sehingga diperlukan dua orang untuk melakukannya dan ketepatan umur sulit didapat (Supariasa, 2002).


(34)

2.6.6 Indikator Berat Badan menurut Tinggi Badan (BB/TB )

Berat badan mempunyai hubungan linear dengan tinggi badan. Perkembangan berat badan akan searah dengan pertumbuhan tinggi badan dengan kecepatan tertentu. Indikator yang baik untuk menilai status gizi saat ini dan indeks ini tidak tergantung kepada umur (Jelliffe, 1989). Kelebihan indeks BB/TB yaitu tidak memerlukan data umur dan dapat membedakan proporsi badan (gemuk, normal, dan kurus), sedangkan kelemahan indeks BB/TB adalah membutuhkan dua macam alat ukur, pengukuran relatif lebih lama, membutuhkan dua orang untuk melakukannya, sering terjadi kesalahan dalam pembacaan hasil pengukuran terutama bila dilakukan oleh kelompok non professional, dan tidak dapat memberikan gambaran anak pendek, cukup tinggi badan atau kelebihan tinggi badan menurut umur karena faktor umur tidak diperhitungkan, serta sering mengalami kesulitan dalam melakukan pengukuran panjang badan maupun tinggi badan pada kelompok balita (Supariasa, 2002).

2.7. Metode Penilaian Konsumsi Makanan

Salah satu metode yang digunakan dalam penentuan status gizi perseorangan atau kelompok adalah survey konsumsi makanan. Penilaian konsumsi makanan adalah metode penentuan status gizi secara tidak langsung dengan melihat jumlah dan jenis zat gizi yang dikonsumsi. Tujuan penilaian konsumsi makanan adalah untuk mengetahui kebiasaan makan dan gambaran tingkat kecukupan bahan makanan dan zat gizi pada tingkat individu, kelompok, dan rumah tangga serta faktor-faktor yang berpengaruh terhadap konsumsi makanan tersebut (Supariasa, 2002).


(35)

Berdasarkan jenis data yang diperoleh maka pengukuran konsumsi makanan terdiri dari dua jenis yaitu:

1. Metode kualitatif yang diantaranya adalah frekuensi makan, dietary history, metode telepon, dan pendaftaran makanan (food list).

2. Metode kuantitatif diantaranya adalah metode recall 24 jam, perkiraan makanan, penimbangan makanan metode food account, metode inventaris (inventory method) dan pencatatan (household food records).

Sedangkan metode pengukuran konsumsi makanan untuk individu antara lain : 1. Metode recall 24 jam.

2. Estimated food records.

3. Metode penimbangan makanan (food weighing). 4. Metode dietary history.

5. Metode frekuensi makanan (food frekuensi) (Supariasa, 2002). 2.7.1 Metode Food Recall 24 Jam

Dalam metode ini, responden, ibu atau pengasuh (bila anak masih kecil) disuruh menceritakan semua yang dimakan dan diminum selama 24 jam yang lalu (kemarin). Biasanya dimulai sejak dia bangun pagi kemarin sampai dia istirahat tidur malam harinya, atau dapat juga dimulai dari waktu saat dilakukan wawancara mundur ke belakang sampai 24 jam penuh. Misalnya, petugas datang pada pukul 07.00 ke rumah responden, maka konsumsi yang ditanyakan adalah mulai pukul 07.00 (saat itu) dan mundur ke belakang sampai pukul 07.00, pagi hari sebelum-nya. Wawancara


(36)

dilakukan oleh petugas yang sudah terlatih dengan menggunakan kuesioner terstruktur.

Untuk mendapatkan data kuantitatif, maka jumlah konsumsi makanan individu ditanyakan secara teliti dengan menggunakan alat ukuran rumah tangga (sendok, gelas, piring dan lain-lain) atau ukuran lainnya yang biasa dipergunakan sehari-hari. Apabila pengukuran hanya dilakukan 1 kali maka data yang diperoleh kurang representatif untuk menggambarkan kebiasaan makanan individu. Oleh karena itu, recall 24 jam sebaiknya dilakukan berulang-ulang dan harinya tidak berturut-turut. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa minimal 2 kali recall 24 jam tanpa berturut-turut, dapat menghasilkan gambaran asupan zat gizi lebih optimal dan memberikan variasi yang lebih besar tentang intake harian individu (Sanjur, 1997). 2.7.2 Food Frequency Questionnaire (FFQ)

Food Frequency Questionnaire adalah metode untuk memperoleh data tentang frekuensi konsumsi sejumlah bahan makanan atau makanan jadi selama periode tertentu seperti hari, minggu, bulan atau tahun. Dengan food frequency dapat diperoleh gambaran pola konsumsi bahan makanan secara kualitatif, tapi karena periode pengamatan lebih lama dan dapat membedakan individu berdasarkan rangking tingkat konsumsi zat gizi, maka cara ini paling sering digunakan dalam penelitian epidemiologi gizi (Supariasa, 2002).

Untuk memperoleh asupan gizi secara relatif atau mutlak, kebanyakan FFQ sering dilengkapi dengan ukuran khas setiap porsi dan jenis makanan. Karena itu


(37)

FFQ tidak jarang ditulis sebagai riwayat pangan semikuantitatif (semiquantitative food history). Asupan zat gizi secara keseluruhan diperoleh dengan jalan menjumlahkan kandungan zat gizi masing-masing pangan. Sebagian FFQ justru memasukkan pertanyaan tentang bagaimana makanan biasanya diolah, penggunaan makanan suplemen, serta makanan bermerek lain (Arisman, 2004).

2.8. Kerangka Konsep Penelitian

Konsumsi pangan : − Jenis makanan − Frekuensi makan

− Konsumsi energi dan protein

Status gizi anak usia dini

Gambar 1. Kerangka konsep penelitian

Bagan di atas menjelaskan bahwa konsumsi pangan anak usia dini yang meliputi jenis makanan, frekuensi makan dan jumlah konsumsi energi dan protein dapat menggambarkan keadaan status gizi anak berdasarkan indeks berat badan menurut umur (BB/U), tinggi badan menurut umur (TB/U) dan berat badan menurut tinggi badan (BB/TB)..


(38)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1. Jenis Penelitian

Jenis penelitian ini adalah penelitian survei yang bersifat deskriptif dengan desain penelitian cross sectional untuk mengetahui bagaimana konsumsi pangan dan status gizi anak yang mengikuti program PAUD Kelompok Bermain Generasi Sejahtera Kelurahan Merdeka Kecamatan Medan Baru.

3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian 3.2.1. Lokasi

Penelitian ini dilaksanakan di Kelompok Bermain Generasi Sejahtera Kelurahan Merdeka Kecamatan Medan Baru. Pemilihan lokasi berdasarkan pertimbangan bahwa anak usia dini yang mengikuti program PAUD Kelompok Bermain Generasi Sejahtera Kelurahan Merdeka Kecamatan Medan Baru secara umum memiliki ukuran fisik yang lebih kecil dan tinggi badan lebih pendek dibandingkan dengan PAUD lainnya di satu kecamatan. Keadaan tersebut disebabkan karena keluarga anak di PAUD ini berasal dari kondisi sosial ekonomi menengah ke bawah sehingga kemungkinan konsumsi pangan dan gizi rendah.

3.2.2. Waktu

Waktu penelitian mulai bulan November 2009 sampai dengan bulan Juni 2010.


(39)

42

3.3. Populasi dan Sampel 3.3.1. Populasi

Yang menjadi populasi dalam penelitian ini adalah seluruh anak usia dini yang mengikuti program PAUD Kelompok Bermain Generasi Sejahtera di Kelurahan Merdeka Kecamatan Medan Baru yang berjumlah 40 anak (data bersumber dari Kepala Sekolah Kelompok Bermain Generasi Sejahtera, 2010).

3.3.2. Sampel

Yang menjadi sampel pada penelitian ini adalah anak usia dini yang mengikuti program PAUD di Kelompok Bermain Generasi Sejahtera. Pengambilan sampel dilakukan dengan metode total sampling yaitu sebanyak 40 anak. Responden dalam penelitian ini adalah ibu anak.

3.4. Metode Pengumpulan Data 1. Data Primer

Data primer diperoleh melalui wawancara langsung dengan ibu anak yang mengikuti program PAUD, yaitu : karakteristik anak (umur, jenis kelamin), frekuensi makan menggunakan formulir food frequency, jenis makanan dan jumlah konsumsi energi protein menggunakan formulir food recall 24 jam, pengukuran berat badan menggunakan timbangan injak dan tinggi badan menggunakan mikrotois.

2. Data Sekunder

Data sekunder merupakan data yang diperoleh dari catatan atau dokumen di PAUD Kelompok Bermain Generasi Sejahtera Kelurahan Merdeka Kecamatan Medan Baru yang meliputi data anak, gambaran umum dan letak geografis.


(40)

43

3.5. Definisi Operasional

a. Anak usia dini adalah seorang anak yang berusia 3-6 tahun.

b. Konsumsi pangan adalah jenis, frekuensi makanan dan jumlah energi protein yang dikonsumsi anak usia dini per hari.

c. Jenis makanan adalah berbagai macam makanan yang diberikan kepada anak usia dini, yaitu makanan pokok, lauk-pauk, sayuran, buah-buahan dan lain-lain.

d. Frekuensi makan adalah berapa kali setiap jenis makanan dikonsumsi oleh anak usia dini pada waktu tertentu, yaitu >1x/hr, 1x/hr, 4-6x/hr, 1-3x/mggu, 1x/bln, tidak pernah

e. Jumlah energi dan protein adalah kuantitas energi dan protein yang diperoleh dari makanan yang dikonsumsi anak usia dini dalam sehari.

f. Status gizi anak usia dini adalah keadaan gizi anak usia dini yang ditentukan dengan melakukan pengukuran antropometri BB/U, TB/U dan BB/TB.

3.6. Aspek Pengukuran 1. Konsumsi Pangan

Jenis makanan dan jumlah energi protein yang dikonsumsi anak usia dini diperoleh berdasarkan food recall 24 jam yang dilakukan 2 kali dan harinya tidak berturut-turut, yaitu melalui wawancara dengan ibu anak yang mengikuti program PAUD. Dari hasil food recall 24 jam, dihitung rata-rata konsumsi energi dan protein, kemudian dibandingkan dengan angka kecukupan gizi anak.

Tabel 3.1. Angka Kecukupan Gizi Anak

No. Umur (tahun) Energi (kkal) Protein (gr)

1. 1-3 1000 25

2. 4-6 1550 39


(41)

44

Klasifikasi tingkat konsumsi energi dan protein dibagi menjadi empat, yaitu : − Baik : ≥ 100% AKG

− Sedang : >80 – 99% AKG − Kurang : 70 – 80% AKG − Defisit : < 70% AKG 2. Status Gizi Anak Usia Dini

Status gizi diperoleh melalui pengukuran antropometri tinggi badan menurut umur (TB/U), berat badan menurut umur (BB/U) dan berat badan menurut tinggi badan ( BB/TB).

Untuk menentukan klasifikasi status gizi digunakan Z-skor sebagai batas ambang kategori. Rumus perhitungan Z-skor adalah sebagai berikut :

Z-skor =

rujukan baku

simpangan Nilai

rujukan baku

median Nilai

subjek individu

Nilai

Di bawah ini adalah kategori status gizi dan batasan-batasannya yang menggunakan standar WHO 2005 :

a. Kategori berdasarkan BB/U:

− BB normal : ≥ - 2 SD s/d < 1 SD − BB kurang : ≥ - 3 SD s/d < - 2 SD − BB sangat kurang : < - 3 SD

b. Kategori berdasarkan PB/U : − PB lebih dari normal : > 3 SD

− PB Normal : ≥ - 2 SD s/d < 3 SD − PB Pendek : < -2SD s/d > -3 SD − PB Sangat Pendek : < - 3 SD


(42)

45

c. Kategori berdasarkan BB/PB : − Sangat Gemuk : > 3 SD

− Gemuk : > 2 SD s/d < 3 SD − Resiko Gemuk : > 1 SD s/d < 2 SD − Normal : > -2 SD s/d < 1 SD − Kurus : < -2 SD s/d > -3 SD − Sangat Kurus : < -3 SD

3.7 Pengolahan dan Analisa Data 3.7.1 Pengolahan Data

Pengolahan data dilakukan dengan langkah-langkah sebagai berikut : a. Editing

Untuk melakukan pengecekan isi kuesioner apakah kuesioner sudah diisi dengan lengkap jelas jawaban dari responden, relevan dengan pertanyaan dan konsisten. b. Coding

Merupakan kegiatan merubah data berbentuk huruf menjadi data berbentuk huruf menjadi data atau bilangan. Gunanya untuk mempermudah pada saat analisi data dan juga entry data.

c. Processing

Setelah data dicoding maka selanjutnya melakukan entry data dari kuesioner kedalam program computer.


(43)

46

d. Cleaning

Merupakan kegiatan pengecekan kembali data yang sudah di entry apakah ada kesalahan atau tidak.

e. Tabulating adalah penyusunan data agar dengan mudah untuk dijumlahkan, disusun, ditata dan dianalisis.

3.7.2 Analisa Data

Data yang dikumpulkan diperoleh secara manual dengan menggunakan kuesioner kemudian data tersebut dianalisa secara deskriptif dan disajikan dalam bentuk tabel distribusi frekuensi.


(44)

47

BAB IV

HASIL PENELITIAN

4.1. Gambaran Lokasi Penelitian

4.1.1. Gambaran Umum PAUD Generasi Sejahtera

PAUD Generasi Sejahtera merupakan salah satu PAUD yang ada di Kelurahan Merdeka Kecamatan Medan Baru. PAUD ini dibangun pada tanggal 1 Mei 2005 oleh salah satu partai politik yang ada di Indonesia yaitu Partai Keadilan Sejahtera (PKS). Jumlah siswa yang terdaftar pada tahun 2010 sebanyak 40 siswa yang dibagi menjadi dua kelas, setiap kelas sebanyak 20 orang. Jumlah guru yang mengajar 2 orang dan telah mengikuti pelatihan guru TK dari LP2PADU Al-Hijrah. Adapun visi PAUD Generasi Sejahtera yaitu menjadi gerbang ilmu pengetahuan yang diwujudkan dengan lahirnya generasi muda yang memiliki kecerdasan intelektual (IQ), kecerdasan emosional (EQ) dan kecerdasan spiritual (SQ). Misi PAUD Generasi Sejahtera yaitu membentuk anak yang sehat, cerdas, kreatif, disiplin, mandiri dan memiliki wawasan dan penguasaan Iptek (Ilmu Pengetahuan dan Tekhnologi) dan Imtak (Iman dan Taqwa).

Anak usia dini yang mengikuti program PAUD Kelompok Bermain Generasi Sejahtera Kelurahan Merdeka Kecamatan Medan Baru berasal dari keluarga yang memiliki kondisi sosial ekonomi menengah ke bawah sehingga kemungkinan konsumsi pangan dan gizi rendah dan hal ini dapat berpengaruh terhadap keadaan status gizi anak, ditambah lagi dengan tidak adanya program dari puskesmas dalam pemberian makanan tambahan di PAUD Generasi Sejahtera.


(45)

48

4.1.2. Jumlah Anak Berdasarkan Jenis Kelamin yang Mengikuti Program PAUD

Berdasarkan hasil penelitian maka dapat dilakukan pengelompokan umur anak menurut jenis kelamin seperti yang ditampilkan pada tabel di bawah ini.

Tabel 4.1. Distribusi Umur Anak Berdasarkan Jenis Kelamin yang Mengikuti Program PAUD Kelompok Bermain Generasi Sejahtera Kelurahan Merdeka Kecamatan Medan Baru Tahun 2010

Jenis Kelamin

Perempuan Laki-laki Jumlah

No Umur Anak

n % n % n %

1. 3 tahun 1 20,0 4 80,0 5 100,0

2. 4 tahun 8 57,1 6 42,9 14 100,0

3. 5 tahun 9 50,0 9 50,0 18 100,0

4. 6 tahun 1 33,3 2 66,7 3 100,0

Anak yang mengikuti program PAUD kelompok bermain Generasi Sejahtera Kelurahan Merdeka Kecamatan Medan Baru sebagian besar berumur 5 tahun dan jumlah anak laki-laki dan perempuan pada umur tersebut sama banyaknya.

4.2. Karakteristik Responden

Karakteristik responden yang dinyatakan dalam penelitian ini meliputi umur, pendidikan dan pekerjaan. Pengkategorian karakteristik responden tersebut dapat dilihat pada tabel 4.2.


(46)

49

Tabel 4.2. Distribusi Responden Berdasarkan Karakteristik (Umur, Pendidikan dan Pekerjaan) di PAUD Generasi Sejahtera Kelurahan Merdeka Kecamatan Medan Baru Tahun 2010.

No. Karakteristik Responden Jumlah Persentase

1. Umur :

− 26-28 tahun − 29-31 tahun − 32-34 tahun − 35-37 tahun − ≥38

8 15 9 6 2 20,0 37,5 22,5 15,0 5,0

Total 40 100,0

2. Pendidikan : − SD − SMP − SMA − D-III 8 13 18 1 20,0 32,5 45,0 2,5

Total 40 100,0

3. Pekerjaan Ibu : − Buruh cuci

− Berdagang atau jualan − Ibu Rumah Tangga

3 2 35 5,0 7,5 87,5

Total 40 100,0

4. Pekerjaan Ayah : − Supir

− Narik becak − Buruh bangunan − Buruh pabrik − Berdagang 6 9 10 7 8 15,0 22,5 25,0 17,5 20,0

Total 40 100,0

Sebagian besar ibu (37,5%) berumur 29-31 tahun. Berdasarkan jenjang pendidikan formal yang pernah ditempuh, sebagian besar ibu (45,0%) berpendidikan SMA, namun ada ditemukan sebagian kecil (2,5%) ibu berpendidikan D-III. Berdasarkan jenis pekerjaan ibu sebagian besar (87,5%) adalah sebagai ibu rumah tangga, sementara pekerjaan ayah sebagian besar (25,0%) sebagai buruh bangunan, dan yang paling sedikit (15,0%) sebagai supir angkot.


(47)

50

4.3. Tingkat Konsumsi Pangan Anak

Konsumsi pangan yang dilihat pada penelitian ini yaitu tingkat konsumsi energi dan protein serta jenis makanan dan frekuensi pangan anak yang diukur dengan menggunakan metode food recall 24 jam dan formulir food frequency.

4.3.1. Tingkat Konsumsi Energi Anak

Dari hasil penelitian diperoleh data tingkat konsumsi energi anak seperti yang tertera pada tabel di bawah ini.

Tabel 4.3. Distribusi Konsumsi Energi Anak di PAUD Generasi Sejahtera Kelurahan Merdeka Kecamatan Medan Baru Tahun 2010.

No. Konsumsi Energi Jumlah Persentase (%)

1. Baik 7 17,5

2. Sedang 22 55,0

3. Kurang 11 27,5

Jumlah 40 100,0

Hanya 17,5% anak yang mempunyai tingkat konsumsi energi baik, dan 27,5% anak konsumsi energi kurang.

4.3.2. Tingkat Konsumsi Protein Anak

Anak yang kekurangan protein dapat menimbulkan penyakit gangguan gizi seperti kwashiorkor dan marasmus.

Tabel 4.4. Distribusi Konsumsi Protein Anak di PAUD Generasi Sejahtera Kelurahan Merdeka Kecamatan Medan Baru Tahun 2010.

No. Konsumsi Protein Jumlah Persentase (%)

1. Baik 6 15,0

2. Sedang 19 47,5

3. Kurang 13 32,5

4. Defisit 2 5,0


(48)

51

Hanya 32,5% anak yang mempunyai tingkat konsumsi protein kurang, dan 5,0% anak tingkat konsumsi protein defisit.

4.3.3. Jenis Dan Frekuensi Konsumsi Pangan

Jenis dan frekuensi pangan anak diperoleh dengan menggunakan formulir food frequency, hasil penelitian dapat dilihat pada tabel di bawah ini.

Tabel 4.5. Distribusi Frekuensi Konsumsi Pangan Anak di PAUD Kelompok Bermain Generasi Sejahtera Di Kelurahan Merdeka Kecamatan Medan Baru Tahun 2010

Frekuensi Makan

1 x/hr 4-6 x/mgg 1-3 x/mgg 1-3 x/bulan

Jenis Makanan

n % n % n % n %

Jumlah Makanan Pokok

Nasi 40 100,0 0 0,0 0 0,0 0 0,0 40 100,0

Mie 9 22,5 12 30,0 19 22,5 0 0,0 40 100,0

Roti 3 7,5 14 35,0 23 57,5 0 0,0 40 100,0

Lauk

Daging Ayam 0 0,0 0 0,0 2 5,0 13 32,5 15 37,5

Daging Sapi 0 0,0 0 0,0 0 0,0 7 17,5 7 17,5

Ikan 0 0,0 1 2,5 16 40,0 23 57,5 40 100,0

Telur 4 10,0 11 27,5 20 50,0 0 0,0 40 100,0

Tahu 7 17,5 15 37,5 18 45,0 0 0,0 40 100,0

Tempe 6 15,0 17 42,5 17 42,5 0 0,0 40 100,0

Ikan teri 4 10,0 12 30,0 21 52,5 3 7,5 40 100,0

Sayur

Bayam 0 0,0 1 2,5 31 77,5 8 20,0 40 100,0

Kentang 0 0,0 0 0,0 11 27,5 29 72,5 40 100,0

Buncis 0 0,0 1 2,5 29 72,5 10 25,0 40 100,0

Daun Ubi 0 0,0 3 7,5 29 72,5 8 20,0 40 100,0

Kangkung 0 0,0 3 7,5 27 67,5 10 25,0 40 100,0

Sayur paret 0 0,0 0 0,0 14 35,0 26 65,0 40 100,0

Sawi putih 0 0,0 2 5,0 19 47,5 19 47,5 40 100,0

Buah

Nenas 0 0,0 0 0,0 12 30,0 28 70,0 40 100,0

Pepaya 0 0,0 0 0,0 7 17,5 33 82,5 40 100,0

Jambu biji 0 0,0 0 0,0 9 22,5 31 77,5 40 100,0


(49)

52

Pangan sumber karbohidrat yang sering dikonsumsi anak adalah nasi, mie dan roti. Dimana dari hasil penelitian diperoleh bahwa semua anak mengkonsumsi nasi sebagai makanan pokok setiap hari. Pangan kelompok lauk sebagai sumber protein yang sering dikonsumsi anak adalah telur, tahu dan tempe. Sebesar 10,0% persen anak mengkonsumsi telur setiap hari. Tahu (17,5%) dan tempe (15,0%) sebagai sumber protein nabati dikonsumsi setiap hari oleh anak.

Untuk pemenuhan vitamin, ternyata konsumsi sayur sudah bervariasi dilihat dari jenis sayur yang dikonsumsi. Namun dari hasil wawancara diketahui bahwa jumlah konsumsi sayur pada anak sedikit, dikarenakan anak kurang suka sayur. Dalam konsumsi buah juga sudah bervariasi, dimana anak memperoleh buah yang dibeli oleh ibu dari pedagang yang menjajakan buah dengan menggunakan gerobak dorong atau sepeda.

4.4. Status Gizi Anak

4.4.1. Status Gizi Anak (BB/U)

Berat badan adalah salah satu parameter yang memberikan gambaran massa tubuh. Massa tubuh sangat sensitif terhadap perubahan-perubahan yang mendadak, misalnya karena terserang penyakit infeksi, menurunnya nafsu makan atau menurunnya jumlah makanan yang dikonsumsi.


(50)

53

Tabel 4.6 Distribusi Status Gizi Anak Berdasarkan Berat Badan Menurut Umur di PAUD Kelompok Bermain Generasi Sejahtera Kelurahan Merdeka Kecamatan Medan Baru Tahun 2010

No. Status Gizi Anak (BB/U) Jumlah Persentase (%)

1. Normal 30 75,0

2. Kurang 10 25,0

3. Sangat Kurang 0 0,0

Jumlah 40 100,0

Tabel 4.6 menunjukkan bahwa dari 40 anak yang diukur status gizinya, sebagian besar (75,0%) anak memiliki status gizi normal, sementara tidak ada anak yang ditemukan memiliki status gizi sangat kurang berdasarkan berat badan menurut umur (BB/U).

4.4.2. Status Gizi Anak (TB/U)

Tinggi badan dapat dipakai sebagai patokan untuk menilai keadaaan gizi yang lalu maupun sekarang. Pengaruh defisiensi zat gizi terhadap tinggi badan akan nampak dalam waktu yang relatif lama.

Tabel 4.7. Distribusi Status Gizi Anak Berdasarkan Tinggi Badan Menurut Umur di PAUD Kelompok Bermain Generasi Sejahtera Kelurahan Merdeka Kecamatan Medan Baru Tahun 2010

No. Status Gizi

Anak (TB/U)

Jumlah Persentase (%)

1. Normal 31 77,5

2. Pendek 9 22,5

3. Sangat Pendek 0 0,0

Jumlah 40 100,0

Hasil penelitian diketahui bahwa sebagian besar (77,5) anak memiliki status gizi normal berdasarkan tinggi badan menurut umur (TB/U).


(51)

54

4.4.3. Status Gizi Anak (BB/TB)

Indeks BB/TB merupakan indikator yang baik untuk indikator menyatakan status gizi saat ini, terlebih bila data umur yang akurat sulit diperoleh.

Tabel 4.8. Distribusi Status Gizi Anak Berdasarkan Berat Badan Menurut Tinggi Badan di PAUD Kelompok Bermain Generasi Sejahtera Kelurahan Merdeka Kecamatan Medan Baru Tahun 2010

No. Status Gizi Anak (BB/TB) Jumlah Persentase (%)

2. Normal 29 72,5

3. Kurus 11 27,5

4. Sangat Kurus 0 0,0

Jumlah 40 100,0

Tabel 4.8 menunjukkan bahwa sebagian besar (72,5%) anak memiliki status gizi normal berdasarkan berat badan menurut tinggi badan (BB/TB).

4.5. Status Gizi Anak dengan Konsumsi Pangan

4.5.1. Status Gizi (BB/U) Anak Berdasarkan Konsumsi Pangan

Keadaan status gizi seseorang tergantung dari tingkat konsumsi zat gizi yang terdapat pada makanan sehari-hari. Tingkat konsumsi ditentukan oleh kualitas hidangan yang menunjukkan adanya semua zat gizi yang diperlukan tubuh. Hasil tabulasi silang antara konsumsi pangan dan status gizi (BB/U) dapat dilihat pada tabel berikut.


(52)

55

Tabel 4.9. Distribusi Status Gizi (BB/U) Anak Berdasarkan Konsumsi Pangan di PAUD Generasi Sejahtera Kelurahan Merdeka Kecamatan Medan Baru Tahun 2010

Status Gizi Anak (BB/U) Normal Kurang No.

Konsumsi Pangan Anak

n % n %

n %

1. Konsumsi Energi :

− Baik − Sedang − Kurang 6 22 2 85,7 100,0 18,2 1 0 9 14,3 0,0 81,8 7 22 11 100,0 100,0 100,0

Total 30 75,0 10 25,0 40 100,0

2. Konsumsi Protein :

− Baik − Sedang − Kurang − Defisit 5 19 6 0 83,3 100,0 46,2 0,0 1 0 7 2 16,7 0,0 53,8 100,0 6 19 13 2 100,0 100,0 100,0 100,0

Total 30 75,0 10 25,0 40 100,0

Dari 7 anak yang memiliki tingkat konsumsi energi baik, 85,7% status gizi normal, sementara dari 11 anak yang memiliki tingkat konsumsi energi kurang, hanya 18,2% status gizi normal. Dari 6 anak yang memiliki tingkat konsumsi protein baik, 83,3% status gizi normal, sedangkan dari 13 anak yang memiliki tingkat konsumsi protein kurang, 46,2% status gizi normal berdasarkan berat badan menurut umur (BB/U).

4.5.2. Status Gizi (TB/U) Anak Berdasarkan Konsumsi Pangan

Apabila makanan dapat memenuhi kebutuhan tubuh dari segi kuantitas, maka tubuh akan mendapatkan status gizi yang baik. Dari hasil penelitian dapat diketahui hasil tabulasi silang antara konsumsi pangan dengan status gizi (TB/U).


(53)

56

Tabel 4.10. Distribusi Status Gizi (TB/U) Anak Berdasarkan Konsumsi Pangan di PAUD Generasi Sejahtera Kelurahan Merdeka Kecamatan Medan Baru Tahun 2010

Status Gizi Anak (TB/U) Normal Pendek No.

Konsumsi Pangan Anak

n % n %

n %

1. Konsumsi Energi :

− Baik − Sedang − Kurang 7 22 2 100,0 100,0 18,2 0 0 9 0,0 0,0 81,8 7 22 11 100,0 100,0 100,0

Total 31 77,5 9 22,5 40 100,0

2. Konsumsi Protein :

− Baik − Sedang − Kurang − Defisit 6 19 6 0 100,0 100,0 46,2 0,0 0 0 7 2 0,0 0,0 53,8 100,0 6 19 13 2 100,0 100,0 100,0 100,0

Total 31 77,5 9 22,5 40 100,0

Dari 7 anak yang memiliki konsumsi energi baik, 100% status gizi normal, sementara dari 2 anak yang memiliki tingkat konsumsi energi kurang, hanya 18,2% status gizi normal. Hal yang sama juga diperoleh pada anak yang memiliki tingkat konsumsi protein baik, 100% status gizi normal, sedangkan dari 13 anak yang memiliki tingkat konsumsi protein kurang, 46,2% status gizi normal berdasarkan tinggi badan menurut umur.

4.5.3. Status Gizi (BB/TB) Anak Berdasarkan Konsumsi Pangan

Konsumsi yang kurang baik kuantitasnya akan memberikan kondisi kesehatan gizi kurang atau kondisi defisit. Hasil tabulasi silang antara konsumsi pangan dan status gizi (BB/TB) dapat dilihat pada tabel 4.11.


(54)

57

Tabel 4.11. Distribusi Status Gizi (BB/TB) Anak Berdasarkan Konsumsi Pangan di PAUD Generasi Sejahtera Kelurahan Merdeka Kecamatan Medan Baru Tahun 2010

Status Gizi Anak (BB/TB) Normal Kurus No.

Konsumsi Pangan Anak

n % n %

n %

1. Konsumsi Energi :

− Baik − Sedang − Kurang 6 22 1 85,7 100,0 9,1 1 0 10 14,3 0,0 90,9 7 22 11 100,0 100,0 100,0

Total 29 72,5 11 27,5 40 100,0

2. Konsumsi Protein :

− Baik − Sedang − Kurang − Defisit 5 19 5 0 83,3 100,0 38,5 0,0 1 0 8 2 16,7 0,0 61,5 100,0 6 19 13 2 100,0 100,0 100,0 100,0

Total 29 72,5 11 27,5 40 100,0

Hasil penelitian diperoleh 7 anak yang memiliki tingkat konsumsi energi baik, 85,7% status gizi normal, sementara dari 11 anak yang memiliki tingkat konsumsi energi kurang, hanya 9,1% status gizi normal. Dari 6 anak yang memiliki tingkat konsumsi protein baik, 83,3% status gizi normal, sedangkan anak yang memiliki tingkat konsumsi protein defisit, 100% status gizi kurus berdasarkan tinggi badan menurut berat badan.

4.6. Status Gizi Anak Berdasarkan Karekateristik Ibu

4.6.1. Status Gizi (BB/U) Anak Berdasarkan Karakteristik Ibu

Ibu yang tidak bekerja di luar rumah (ibu rumah tangga) akan memiliki alokasi waktu yang lebih banyak untuk keperluan keluarga. Kebiasaan makan anak dapat lebih diperhatikan oleh ibu, sehingga anak diharapkan akan tumbuh optimal dan sehat.


(55)

58

Tabel 4.12. Distribusi Status Gizi (BB/U) Anak Berdasarkan Karakteristik Ibu di PAUD Generasi Sejahtera Kelurahan Merdeka Kecamatan Medan Baru Tahun 2010

Status Gizi Anak (BB/U) Normal Kurang

No. Karakteristik Ibu

n % n %

n %

1. Pekerjaan :

− Ibu Rumah Tangga

− Buruh Cuci

− Berdagang 28 1 1 80,0 33,3 50,0 7 2 1 20,0 66,7 50,0 35 3 2 100,0 100,0 100,0

Total 30 75,0 10 25,0 40 100,0

2. Pendidikan :

− SD − SMP − SMA − D-III 3 9 17 1 37,5 69,2 94,4 100,0 5 4 1 0 62,5 30,8 5,6 0,0 8 13 18 1 100,0 100,0 100,0 100,0

Total 30 75,0 10 25,0 40 100,0

Dari 35 anak yang memiliki pekerjaan ibu sebagai ibu rumah tangga, 80,0% status gizi normal berdasarkan berat badan menurut umur, sementara dari 3 anak yang memiliki pekerjaan ibu sebagai buruh cuci, hanya 33,3% status gizi normal. Dalam hal pendidikan ibu, 94,4% status gizi anak normal dari 18 anak yang memiliki pendidikan ibu SMA, sementara sebagian besar status gizi kurang ada pada ibu yang memiliki pendidikan SD (62,5%) dan SMP (30,8%).

4.6.1. Status Gizi (TB/U) Anak Berdasarkan Karakteristik Ibu

Ibu yang memiliki tingkat pendidikan yang lebih tinggi akan lebih mampu untuk mengelola sumberdaya yang dimiliki di rumahtangganya secara lebih efesien dibandingkan para ibu yang berpendidikan rendah, sehingga kebutuhan gizi anak dapat terpenuhi dan anak akan mendapatkan status gizi yang baik


(56)

59

Tabel 4.13. Distribusi Status Gizi (TB/U) Anak Berdasarkan Karakteristik Ibu di PAUD Generasi Sejahtera Kelurahan Merdeka Kecamatan Medan Baru Tahun 2010

Status Gizi Anak (TB/U) Normal Pendek No. Karakteristik Ibu

n % n %

n %

1. Pekerjaan :

− Ibu Rumah Tangga

− Buruh Cuci

− Berdagang 29 1 1 82,9 33,3 50,0 6 2 1 17,1 66,7 50,0 35 3 2 100,0 100,0 100,0

Total 31 77,5 9 22,5 40 100,0

2. Pendidikan :

− SD − SMP − SMA − D-III 3 9 18 1 37,5 69,2 100,0 100,0 5 4 0 0 62,5 30,8 0,0 0,0 8 13 18 1 100,0 100,0 100,0 100,0

Total 31 77,5 9 22,5 40 100,0

Hanya 17,1% anak yang status gizi kurang dari 35 anak yang memiliki pekerjaan ibu sebagai ibu rumah tangga, sementara sebagian besar (66,7%) status gizi pendek ada pada ibu yang memiliki pekerjaan sebagai buruh cuci. Dalam hal pendidikan ibu, diperoleh semua anak memiliki status gizi normal dengan pendidikan ibu adalah SMA dan DIII.

4.6.3. Status Gizi (BB/TB) Anak Berdasarkan Karakteristik Ibu

Latar belakang pendidikan orangtua khususnya ibu merupakan salah satu unsur penting dalam penentuan gizi anak-anak. Dalam suatu keluarga biasanya seorang ibu yang berperan dalam pemilihan jenis pangan dan penentuan menu keluarga terutama bagi anak-anak.


(57)

60

Tabel 4.14. Distribusi Status Gizi (BB/TB) Anak Berdasarkan Karakteristik Ibu di PAUD Generasi Sejahtera Kelurahan Merdeka Kecamatan Medan Baru Tahun 2010

Status Gizi Anak (BB/TB) Normal Kurus No. Karakteristik Ibu

n % n %

n %

1. Pekerjaan :

− Ibu Rumah Tangga

− Buruh Cuci

− Berdagang 27 1 1 77,1 33,3 50,0 8 2 1 22,9 66,7 50,0 35 3 2 100,0 100,0 100,0

Total 29 72,5 11 27,5 40 100,0

2. Pendidikan :

− SD − SMP − SMA − D-III 3 9 16 1 37,5 69,2 88,9 100,0 5 4 2 0 62,5 30,8 11,1 0,0 8 13 18 1 100,0 100,0 100,0 100,0

Total 29 72,5 11 27,5 40 100,0

Hasil penelitian diperoleh 35 anak yang memiliki pekerjaan ibu sebagai ibu rumah tangga, 77,1% status gizi normal, sementara anak yang memiliki pekerjaan ibu sebagai buruh cuci (3 orang) dan berdagang (2 orang) memiliki status gizi sebagai besar kurus. Dari 18 anak yang memiliki pendidikan ibu SMA, hanya 11,1% gizi kurus, sementara sebagian besar status gizi kurus didapat pada anak yang memiliki pendidikan ibu SD (62,5%) dan SMA (30,8%).


(58)

61

BAB V PEMBAHASAN

5.1. Konsumsi Pangan Anak

Berdasarkan hasil penelitian diperoleh sebagian besar (55,0%) tingkat konsumsi energi anak pada kategori sedang, dan 17,5% tingkat konsumsi energi anak baik. Sementara dalam hal konsumsi protein, paling banyak (47,5%) tingkat konsumsi protein anak sedang, bahkan ditemukan 15,0% tingkat konsumsi protein anak baik. Banyaknya tingkat konsumsi energi dan protein sedang didukung oleh tingkat pendidikan ibu sebagian besar (45,0%) SMA dan ada sebagian kecil (2,5%) lulusan D-III, sehingga diharapkan pengetahuan gizi khususnya yang berkaitan dengan pertumbuhan dan perkembangan anak juga akan baik.

Anak yang memiliki tingkat konsumsi energi dan protein kurang yaitu masing-masing 27,5% dan 32,5%, dan ada anak dengan tingkat konsumsi protein defisit (5,0%). Hal ini dikarenakan masih ada ibu yang memiliki tingkat pendidikan SD (20,0%) dan SMP (32,5%). Begitu juga dengan jenis pekerjaan ayah yang kemungkinan besar memperoleh pendapatan rendah seperti buruh bangunan, buruh pabrik, supir angkot, narik becak, dan berdagang.

Pekerjaan ayah sebagian besar buruh bangunan (25,0%) dan narik becak (22,5%), sedangkan ibu sebagian besar (87,5%) berperan sebagai ibu rumah tangga, namun sebagian kecil ibu bekerja sebagai buruh cuci (7,5%) dan berdagang atau jualan (5,0%). Pekerjaan ayah sebagai buruh bangunan biasanya berupa buruh harian yang bekerja pada proyek pembangunan rumah yang bersifat musiman. Pekerjaan


(59)

62

ayah sebagai supir umumnya adalah supir angkutan kota, dimana mereka bukan pemilik kendaraan, sehingga harus menyetor hasil yang peroleh kepada pemilik kenderaan, dan sisanya mejadi pendapatan mereka. Jadi meskipun anak berasal dari keluarga dengan pendapatan rendah, maka hal ini tidak langsung menimbulkan rendahnya konsumsi zat gizi pada anak karena tingkat pendidikan ibu masih cukup baik.

Elfindri (1992) menyimpulkan bahwa ibu yang berpendidikan tinggi akan mempengaruhi konsumsi zat gizi anggota keluarga serta dapat melakukan perencanaan gizi keluarga. Hal ini juga sependapat dengan Sandjaja (2001), bahwa pada beberapa keluarga dengan sosial ekonomi rendah mempunyai daya adaptasi yang tinggi sehingga mampu tumbuh dan berkembang walaupun menghadapi tekanan ekonomi, sosial dan lingkungan. Faktor yang berperan adalah faktor ibu terhadap pola asuh anak, kesehatan anak dan konsumsi makanan pada balita.

Nasi sebagai pangan sumber karbohidrat merupakan makanan pokok yang dikonsumsi anak setiap hari. Sumber karbohidrat selain nasi yang biasa dikonsumsi anak adalah mie dan roti. Telur merupakan penyumbang terbesar untuk pangan hewani sementara daging sapi dan ikan jarang dikonsumsi anak. Rendahnya konsumsi pangan hewani diduga erat kaitannya dengan kemampuan daya beli keluarga yang relatif masih rendah.

Jumlah telur yang dikonsumsi anak lebih banyak dibanding dengan daging sapi, ayam dan ikan sesuai dengan frekuensi konsumsi telur yang lebih sering dikonsumsi dibanding pangan hewani lain. Hal ini kemungkinan disebabkan harga


(1)

DAFTAR PUSTAKA

Adi Useini. M. 2005. Pendugaan Hubungan Antara Kurang Gizi Pada Balita Dengan Kurang Energi Protein Ringan Dan Sedang Di Wilayah Puskesmas Sekaran Kecamatan Gunungpati Semarang. Skripsi UNNES Almatsier, S. 2002. Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Penerbit PT Gramedia Pustaka Utama.

Jakarta.

Arce, E. 2000. Curriculum for Young Children: An Introduction (New York: Delmar Thomson Learning.

Arisman.2004. Gizi Dalam Daur Kehidupan. EGC. Jakarta

Bouis HE. 1990. Evaluating demand for calories for urban and rural populations in the Philippines: Implications for nutrition policy under ekonomic recovery. World Development, 18, 281-299.

Departeman Pendidikan Nasional (2007). Standar Perkembangan Dasar Pendidikan Anak Usia Dini. Jakarta: Departeman Pendidikan Nasional

Depkes RI. 2002. Pedoman Umum Gizi Seimbang. Jakarta : Depkes

, 2001. Strategi Nasional Peningkatan Pemberian ASI Tahun 01-05. Makalah Disampaikan pada Workshop Peningkatan Pemberian ASI, 8-10 Juli. Jakarta.

, 2003. Petunjuk Teknis pemantauan Status Gizi (PSG) Anak Balita. Jakarta: Direktorat Bina Gizi Masyarakat

Direktrorat PAUD. 2004. Pedoman Pusat unggulan Pendidikan Anak Usia Dini Tingkat Kabupaten/Kota dan Provinsi Jakarta: Direktorat PAUD, 2004. Elfindri, 1992. Pendidikan Ibu Dan Status Gizi Anak. Populasi 1(3), Yogyakarta.

Pusat Penelitian Kependudukan Universitas Gadjah Mada.

Feldman. 2002. Jangan Remehkan Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD). dalam

http://riyadi.purworejo.asia/2009/06/jangan-remehkan-pendidikan-anak-usia.html. diakses tanggal 10 Februari 2010.

Gibson, RS., 1995. Principles of Nutritional Assessment. Second Edition. Oxford University Press. New York.


(2)

Hadi, H. 2005. Beban Ganda Masalah Gizi Dan Implikasinya Terhadap Kebijakan Pembangunan Kesehatan Nasional. Makalah disajikan dalam Pidato Pengukuhan Jabatan Guru Besar pada FK UGM

Harper LJ, Deaton BJ, Driskel JA. 1986. Pangan, Gizi, dan Pertanian. Suhardjo, penerjemah. Jakarta: UI Press.

Hartriyanti dan Triyanti. 2007. Gizi dan Kesehatan Masyarakat. Jakarta: Rajawali Pers.

Hibana S. Rahman. 2002. Konsep Dasar Pendidikan Anak Usia Dini. Yogyakarta: PGTKI Press

Hurlock, E. 1980. Psikologi Perkembangan. Edisi Kelima. Penerbit Erlangga. Jakarta

Jahari, A.B dan I. Sumarno. 2002. Status Gizi Penduduk Indonesia. Majalah Pangan No.38/XI/Jan/2002.

Jellife, E.F.P. 1989. Community Nutritional Assesment. Oxford University Press. New York

Jumirah, Zulhaida L., dan Aritonang, E., (2007). Status Gizi dan Tingkat Kecukupan Energi dan Protein Anak Sekolah Dasar di Desa Namo Gajah, Kecamatan Medan Tuntungan. Departemen Gizi Kesehatan Masyarakat FKM-USU.

Kartasapoetra dan Marsetyo. 2001. Ilmu Gizi (Korelasi Gizi, Kesehatan dan Produktivitas Kerja. Jakarta : Rineka Cipta

Karyadi LD. 1985. Pengaruh Pola Asuh Makan terhadap Kesulitan Makan Anak Balita. (Tesis). Program Pascasarjana IPB. Bogor.

Krisnatuti, D., & R. Yenrina. 2000. Menyiapkan Makanan Pendamping ASI. Puspa Swara, Jakarta.

Megawangi R. 1991. Preschool aged nutri- tional status parameters for Indonesia, and their application to nutrition-related policies [Dissertation]. The School of Nutrition, Tuft university, Boston, 1-214.

Moeloek, F.A. 1999. Gizi Sebagai Basis Pengembangan Sumber daya Manusia Menuju Indonesia Sehat 2000. Dalam Pengembangan Gizi dan Pangan dari Perspektif Kemandirian Lokal. Persatuan Peminat Pangan dan Gizi dan Center for Regional Resources Development and Community Empowerment, Jakarta.


(3)

Munawaroh, 2006. Hubungan Antara Tingkat Pengetahuan Gizi Ibu, Pola Makan Balita Dengan Status Gizi Balita Di Wilayah Kerja Puskesmas Kedungwuni Ii Kabupaten Pekalongan. Skripsi UNNES

Pollitt E & Gorman K.1993. Long-term Developmental Implications of Motor Maturation and Physical Activity in Infancy in a Nutritionally at Risk Population. Lausane: Nestle Foundation.

Pudjiadi, S. 1999. Bayiku Sayang. Petunjuk Bergambar untuk Merawat Bayi dan Jawaban Atas 62 pertanyaan yang mencemaskan. Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Indonesia, Jakarta.

Rimbawan. 1999. Teknik Pengukuran Mutu Pangan dalam Penelitian Pangan dan Gizi Masyarakat. Makalah disajikan dalam Training Peningkatan Kemampuan Penelitian Bidang Kesehatan dan Gizi Masyarakat. Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi, Departemen Pendidikan Nasional. Riyadi H. 2001. Metode Penilaian Status Gizi. Bogor : Fakultas Pertanian, Institut

Pertanian Bogor.

Safitri, D. 2004. Tumbuh kembang Anak 3 –6 tahun. www.Inspiredkids.com

Samsudin. 1993. Pencatatan Pemantauan Tumbuh Kembang Balita. Makalah disajikan dalam Seminar Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta.

Sandjaja. 2001. Penyimpangan Postif (Positive Deviance) Status Gizi Anak Balita dan Faktor-faktor yang Berpengaruh. http://www.digilib.litbang.depkes.go.id/. Diakses 2 April 2009.

Sanjur. 1997. Survei Konsumsi Bahan Makanan. dalam

http://drvegan.wordpress.com/2009/12/01/survey-konsumsi-makanan/. Diakses tanggal 2 April 2010.

Santoso. 2004. Kesehatan dan Gizi. Jakarta : Rineka Cipta

Sayogya, 1996, Menuju Gizi Baik yang Merata di Pedesaan dan di Kota, Yogyakarta: UGM Press.

Sediaoetama. A. D. 2000. Ilmu Gizi untuk mahasiswa dan profesi jilid I. Jakarta : Dian rakyat

Seto. 2004. Bermain dan Kreativitas. Upaya Mengembangkan Kreativitas Anak Melalui program Bermain. Jakarta: Papas Sinar Sinanti


(4)

Soekirman, 2000, Ilmu Gizi dan Aplikasinya, Jakarta: Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi.

Sudiarti dan Indrawani. 2007. Bahan Makanan dan Zat Gizi. Penerbit PT Raja Grafindo Persada. Jakarta.

Suhardjo. 2003. Berbagai Cara Pendidikan Gizi. Jakarta: Bumi Aksara

Supariasa, I.D.N., et.al. 2002. Penilaian Status Gizi. Buku Kedokteran EGC. Jakarta Susanti L. 1999. Kebiasaan makan dan aktivitas fisik dalam hubungannya dengan

gizi lebih pada murid taman kanak-kanak di Kotamadya Bengkulu [tesis]. Bogor: Program Pasca Sarjana, Institut Pertanian Bogor.

Winarno, F. G. 1990. Gizi dan Makanan bagi Bayi dan Anak Sapihan. Pustaka Sinar Harapan, Jakarta.

Zulhaida, dkk. 1996. Status Gizi dan Tingkat Kecukupan Gizi Anak Sekolah Dasar Di Wilayah IDT Kecamatan Medan Belawan Kotamadya Medan. FKM USU. Medan

Zulhaida. 1993. Hubungan Konsumsi Jajanan, Tingkat Pendapatan dan Pendidikan Orang tua dengan Tingkat Kecukupan Gizi Anak Sekolah Dasar Desa Tugurejo Kecamatan Gampengrejo Kediri Jawa Timur. Tesis Pasca Sarjana. Unair. Surabaya.


(5)

FORMULIR

FOOD RECALL 24 JAM

Hari/Tanggal : ... Hari ke- : ...

Bahan Makanan

Banyaknya Waktu Nama Masakan

Jenis URT gr

Pagi/jam

Siang/jam


(6)

FORMULIR

FOOD FREQUENCY

Nama : ... No. Responden : ...

Tanggal : ...

Frekuensi Konsumsi Nama Bahan

Makanan 1x/hr 2-5 x/mggu 1 x/bln Tdk prnh Ket. Makanan Pokok :

− Beras − Mi − Roti Lauk-pauk : − Daging Ayam − Daging Sapi − Ikan

− Telur − Tempe − Tahu − Ikan Teri Sayuran : − Bayam − Kentang − Buncis − Daun Ubi − Kangkung − Sawi Buah-buahan − Nenas − Pepaya − Jambu biji − Semangka