Kerawanan Pengangguran Tempat dan Waktu Penelitian Metode Penelitian

42 Konflik dapat berperan sebagai pemicu proses menuju keseimbangan sosial. Bahkan bila konflik dapat dikelola dengan baik sampai batas tertentu, maka dapat juga dipakai sebagai alat perekat kehidupan masyarakat. Namun konflik sosial menjadi tidak lumrah dan tidak dapat menjadi sumber kerawanan sosial semakin terasa sangat tidak patut karena sudah menuju kebentuk kekerasan sosial hampir diseluruh lapisan masyarakat disertai dengan terancamnya keutuhan hidup berbangsa. Ramlan, dkk, 2004.

2.4. Kerawanan Pengangguran

Pengangguran merupakan issue utama disuatu daerah atau negara berkaitan dengan memperdayakan dan pemanfaatan tenaga kerja. Berbagai kebijakan ketertenaga kerjaan diarahkan untuk menekan jumlah pengangguran dengan memutar lebih kencang lagi roda perekonomian. Jumlah pengangguran yang tidak terkendali akan berdampa pada kehidupan sosial dan kondisi politik suatu negara dimana jumlah pengangguran yang terlalu tinggi akan membuat kondisi suatu darerah tersebut menjadi rawan. Untuk penanganan pengangguran agar lebih terarah dan terkendali, diperlukan informasi yang lengkap berkaitan dengan jumlah pengangguran dan kondisi kerawanan menurut tingkat pengangguran. Ketidak seimbangan antara pertumbuhan ekonomi dan pertumbuhan penduduk dengan kemampuan ekonomi untuk menciptakan lapangan kerja, cepat atau lambat akan menimbulkan berbagai masalah sosial dimana kriminalitas merupakan salah satu wujudnya Ramlan, dkk 2004 Universitas Sumatera Utara 43 2.5. Pembebasan bersyarat PB 2.5.1. Pengertian Pembebasan bersyarat Pembebasan bersyarat PB adalah proses pembinaan Narapidana di luar LAPAS setelah menjalani sekurang-kurangnya 23 dua pertiga masa pidananya minimal 9 sembilan bulan Pasal 1 PP Nomor 32 Th.1999 tentang Syarat dan Tata Cara pelaksanaan Hak Warga Binaan Pemasyarakatan. Izin Pembebasan bersyarat PB dapat diberikan kepada narapidana apabila yang bersangkutan : 1. Dipidana untuk masa satu tahun atau lebih, baik dalam satu atau beberapa putusan; 2. Telah memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud Pasal 7, Pasal 8 huruf a, b, c, d, e dan f angka 2 dan Pasal 9 Permenkeh RI No. M.01-PK.04.10 Th.1989 tentang Asimilasi, Pembebasan bersyarat dan Cuti Menjelang Bebas dan bagi narapidana tertentu, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 Permenkeh RI No. M.01-PK.04.10 Th.1991 tentang Penyempurnaan Permenkeh RI No. M.01-PK.04.10 Th.1989 tentang Asimilasi, Pembebasan bersyarat dan Cuti Menjelang Bebas, telah pula memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 huruf a dan b Permenkeh RI No. M.01- PK.04.10 Th.1991; Universitas Sumatera Utara 44 3. Tidak termasuk narapidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 Permenkeh RI No.M.01-PK.04.10 Th.1991 tentang Penyempurnaan Permenkeh RI No.M.01-PK.04.10 Th.1989 tentang Asimilasi, Pembebasan bersyarat dan Cuti Menjelang Bebas; 4. Telah memenuhi persyaratan administrasi lainnya. Pemberian izin Pembebasan bersyarat adalah wewenang Menteri Kehakiman dan HAM yang dalam pelaksanaannya didelegasikan kepada Direktur Jenderal Pemasyarakatan. Narapidana yang memperoleh PEMBEBASAN BERSYARAT harus memenuhi syarat-syarat : 1. Telah menjalani 23 dari masa pidana yang sebenarnya, minimal 9 bulan. 2. Tanggal 23 dari masa pidana yang sekarang dihitung sejak tanggal eksekusi jaksa. 3. Tidak sedang menjalani Hukuman Disiplin Pembebasan bersyarat adalah pemberian pembebasan dengan beberapa syarat kepada narapidana yang telah menjalani pidana selama dua pertiga dari masa pidananya, di mana dua pertiga ini sekurang-kurangnya adalah selama sembilan bulan. Setelah bebas dari lapas selain dibebani oleh beberapa syarat, narapidana juga diberikan tambahan masa percobaan selama setahun dan langsung ditambahkan pada sisa pidananya Suhardi, M, 2005. Universitas Sumatera Utara 45

2.5.2. Syarat-syarat Pembebasan bersyarat

Syarat – syarat Pembebasan bersyarat yaitu : 1. Syarat Substantif a. Telah menunjukkan kesadaran dan penyesalan atas kesalahan penyebab dijatuhi pidana; b. Telah menunjukkan perkembangan budi pekerti dan moral positif c. Berhasil mengikuti program kegiatan pembinaan dengan tekun dan semangat; d. Masyarakat dapat menerima program kegiatan pembinaan napi dan anak pidana yang bersangkutan; e. Berkelakuan baik selama menjalani pidana dan tidak pernah mendapatkan hukuman disiplin sekurang-kurangnya sembilan bulan terakhir; f. Telah menjalani masa pidana 23 dari masa pidananya, dengan ketentuan 23 masa pidana tersebut tidak kurang dari sembilan bulan; 2. Syarat administratif a. Kutipan putusan hakim ekstrak vonis ; b. Laporan penelitian kemasyarakatan yang dibuat oleh Pembimbing kemasyarakatan atau laporan perkembangan pembinaan napi dan anak didik permasyarakatan yang dibuat oleh Wali permasyarakatan; Universitas Sumatera Utara 46 c. Surat pemberitahuan ke Kejaksaan negeri tentang rencana pemberian Pembebasan bersyarat terhadap napi dan anak didik permasyarakatan yang bersangkutan ; d. Salinan register F daftar yang memuat tentang pelanggaran tata tertib yang dilakukan napi dan anak didik permasyarakatan selama menjalani masa pidana dari Kepala Lapas atau Kepala Rutan ; e. Salinan Daftar Perubahan atau Pengurangan Masa Pidana grasi presiden, remisi, dari Kepala Lapas atau Kepala Rutan ; f. Surat pernyataan kesanggupan dari pihak yang akan menerima napi dan anak didik permasyarakatan pihak keluarga, sekolah, instansi pemerintah, swasta,atau lain-lain.

2.5.3. Tujuan Pembebasan bersyarat

Adapun yang menjadi tujuan sekaligus manfaat diberikannya Pembebasan bersyarat dan cuti menjelang bebas kepada narapidana adalah : 1. Dapat berintegrasi kembali dengan masyarakat serta menyesuaikan diri dengan nilai-nilai positif yang ada di masyarakat itu pula Bahrrudin Surybroto, 1978. 2. Untuk meningkatkan keterlibatan masyarakat dalam pembinaan narapidanapembinaan guna menguarngi peran Negara dalam pembinaan dan perawatan narapidana. 3. Negara atau pemerintah dalam keadaan ini tidak lagi mendapatkan beban anggaran dalam rangka pembinaan dan perawatan narapidana tersebut. Hal ini Universitas Sumatera Utara 47 secara langsung akan mengurangi beban anggaran Negara. Karena dengan dibebaskannya narapidana melalui program Pembebasan bersyarat dan cuti mnjelang bebas, maka akan mengurangi hari tinggal narapidana itu di Lapas, dan dengan berkurangnya hari tinggal narapidana maka Negara tidak perlu lagi menyediakan anggaran guna membina dan merawat narapidana di dalam Lapas. 2.6. Cuti Menjelang Bebas 2.6.1. Pengertian Cuti Menjelang Bebas Cuti menjelang bebas adalah pemberian cuti kepada narapidana yang telah menjalani dua pertiga masa pidanannya, di mana masa dua pertiga itu sekurang- kurangnya sembilan bulan. Besarnya pemberian cuti menjelang bebas ini adalah sebesar remisi terakhir pada tahun berjalan. Berbeda dengan Pembebasan bersyarat, pada cuti menjelang bebas narapidana tidak diberikan masa percobaan. Cuti menjelang bebas pada prinsipnya hanya diberikan kepada narapidana hukuman pendek. Besarnya waktu jumlah waktu cuti menjelang bebas adalah sama dengan besarnya remisi terakhir yang diperoleh narapidana tersebut. Adapun syarat-syarat Izin cuti menjelang bebas dapat diberikan kepada narapidana apabila yang bersangkutan : 1. Dipidana untuk masa satu tahun atau lebih, baik dalam satu atau beberapa putusan; Universitas Sumatera Utara 48 2. Telah memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud Pasal 7, Pasal 8 huruf a, b, c, d, e dan f angka 3 dan Pasal 9 Permenkeh RI No. M.01-PK.04.10 Th.1989 tentang Asimilasi, Pembebasan bersyarat dan Cuti Menjelang Bebas dan bagi narapidana tertentu, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 Permenkeh RI No. M.01-PK.04.10 Th.1991 tentang Penyempurnaan Permenkeh RI No. M.01-PK.04.10 Th.1989 tentang Asimilasi, Pembebasan bersyarat dan Cuti Menjelang Bebas, telah pula memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 huruf a dan b Permenkeh RI No. M.01- PK.04.10 Th.1991; 3. Tidak termasuk narapidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 Permenkeh RI No. M.01-PK.04.10 Th.1991 tentang Penyempurnaan Permenkeh RI No. M.01-PK.04.10 Th.1989 tentang Asimilasi, Pembebasan bersyarat dan Cuti Menjelang Bebas; 4. Telah memenuhi persyaratan administrasi lainnya. 5. Pemberian izin cuti menjelang bebas adalah wewenang Menteri Kehakiman dan HAM yang dalam pelaksanaannya didelegasikan kepada Kepala Kantor Wilayah. 6. Proses penyelesaian usulan PEMBEBASAN BERSYARAT membutuhkan waktu yang relatif lama sehingga bagi Narapidana yang mempunya masa hukuman pendek, keputusan PEMBEBASAN BERSYARAT-nya menjadi terlambat dan merugikan Narapidana ybs. Universitas Sumatera Utara 49 7. Diberikan kepada Narapidana yang telah memenuhi syarat untuk diberikan PEMBEBASAN BERSYARAT. Remisi Istimewa, Remisi Khusus dan Remisi Tambahan dapat dijumlahkan dengan besarnya Remisi Umum untuk dijadikan dasar usulan besarnya CMB, dengan ketentuan tidak melebihi 6 bulan Pasal 6 Kepres No.174 Tahun 1999. Menurut Suhardi, M, 2005 Diberikannya Pembebasan bersyarat dan cuti menjelang bebas kepada narapidana diharapkan mereka betul-betul dapat berintegrasi kembali dengan masyarakat serta menyesuaikan diri dengan nilai-nilai positif yang ada di masyarakat itu pula. Selain bertujuan untuk mengintegrasikan kembali narapidana dengan masyarakat sesuai dengan proses dan tujuan dari pemasyarakatan, pemberian program Pembebasan bersyarat dan cuti menjelang bebas juga bertujuan untuk meningkatkan keterlibatan masyarakat dalam pembinaan narapidana pembinaan guna mengurangi peran negara dalam pembinaan dan perawatan narapidana. Karena dengan diberikannya hak Pembebasan bersyarat dan cuti menjelang bebas kepada narapidana yang telah memenuhi syarat, maka narapidana itu tidak dibina lagi di dalam lapas, melainkan dibina di tengah-tengah masyarakat. Dengan dibinanya narapidana di tengah-tengah masyarakat melalui program Pembebasan bersyarat dan cuti menjelang bebas, negara atau pemerintah dalam keadaan ini tidak lagi mendapatkan beban anggaran dalam rangka pembinaan dan perawatan narapidana tersebut. Hal ini secara langsung akan mengurangi beban anggaran negara. Karena dengan dibebaskannya narapidana melalui program Pembebasan bersyarat dan cuti menjelang bebas, maka akan mengurangi hari tinggal Universitas Sumatera Utara 50 narapidana itu di lapas, dan dengan berkurangnya hari tinggal narapidana maka negara tidak perlu lagi menyediakan anggaran guna membina dan merawat narapidana di dalam lapas Suhardi, M, 2005 Teori rehabilitasi dan reintegrasi sosial mengembangkan beberapa program kebijakan pembinaan narapidana sebagaimana diatur dalam Undang-Undang UU Nomor 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan. Program kebijakan itu meliputi : 1. Asimilasi Dalam asimilasi dikemas berbagai macam program pembinaan yang salah satunya adalah pemberian latihan kerja dan produksi kepada narapidana. 2. Reintegrasi Sosial Dalam integrasi sosial dikembangkan dua macam bentuk program pembinaan, yaitu Pembebasan bersyarat dan cuti menjelang bebas. a. Pembebasan bersyarat adalah pemberian pembebasan dengan beberapa syarat kepada narapidana yang telah menjalani pidana selama dua pertiga dari masa pidananya, di mana dua pertiga ini sekurang- kurangnya adalah selama sembilan bulan. b. Cuti menjelang bebas adalah pemberian cuti kepada narapidana yang telah menjalani dua pertiga masa pidanannya, di mana masa dua pertiga itu sekurang- kurangnya sembilan bulan. Universitas Sumatera Utara 51

2.6.2. Syarat-Syarat Cuti Menjelang Bebas

Izin cuti menjelang bebas dapat diberikan kepada narapidana apabila yang bersangkutan : 1. Dipidana untuk masa satu tahun atau lebih, baik dalam satu atau beberapa putusan. 2. Telah memenuhi persyaratan dimaksud Pasal 7, Pasal 8 hurf a,b,c,e dan f angka 3 dan Pasal 9 Permenkeh RI No.M.01-PK.04.10 Th.1989 tentang Asimilasi, Pembebasan bersyarat dan Cuti Menjelang bebas dan bagi narapidana tertentu, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 Permenkeh RI No.M.01-O1-PK.0410 Th.1991 tentang Penyempurnaan Permenkeh RI No. RI No.M.01-PK.04.10 Th.1989 tentang Asimilasi, Pembebasan bersyarat dan Cuti Menjelang Bebas, telah pula memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 huruf a dan b Permenkeh No.M.01-PK.04.10 th 1991 ; 3. Tidak termasuk narapidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 Permenkeh RI No.M.01-O1-PK.0410 Th.1991 tentang Penyempurnaan Permenkeh RI No. RI No.M.01-PK.04.10 Th.1989 tentang Asimilasi, Pembebasan bersyarat dan Cuti Menjelang Bebas, 4. Telah memenuhi persyaratan administrasi lainnya. 5. Pemberian izin cuti menjelang bebas adalah wewenang Menteri Kehakiman dan HAM yang dalam pelaksanaannya didelegasikan kepada Kepala Kantor Wilayah. Universitas Sumatera Utara 52 6. Proses penyelesaian usulan PEMBEBASAN BERSYARAT membutuhkan waktu yang relatif lama sehingga bagi narapidana yang mempunyai masa hukuman pendek, keputusan PEMBEBASAN BERSYARAT-nya menjadi terlambat dan merugikan Narapidanya yang bersangkutan 2.7. Over Kapasitas 2.7.1. Pengertian Over Kapasitas Masalah over kapasitas lapasrutan merupakan masalah yang terjadi pada hampir semua lapasrutan di Indonesia sehingga perlu dilakukan langkah konseptual disamping upaya penambahan kapasitas bangunan, yang antara lain dilakukan dengan meningkatkan angka Pembebasan bersyarat atau Cuti Menjelang Bebas. Menurut Direktorat Registrasi dan Statistik, Direktorat Jenderal Pemasyarakatan Departemen Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia, Maret 2008, Perbandingan jumlah Penghuni dalam LAPAS dan RUTAN dengan kapasitas hunian sangat tidak seimbang. Triadi, RD 2008 menyatakan bahwa berbagai upaya dalam mengatasi dampak dari over kapasitas telah dilakukan oleh pemerintah Indonesia, antara lain: 1. Dengan melakukan pemindahan warga binaan yang berstatus narapidana secara bertahap dari RUTAN ke LAPAS, 2. Pembangunan gedung hunian baru secara bertingkat dan merenovasi gedung bangunan-bangunan lama, Universitas Sumatera Utara 53 3. Pengembangan kegiatan Pembebasan bersyarat PB ataupun Cuti Bersyarat CB. Berdasarkan data yang diperoleh dari Direktorat Registrasi dan Statistik, Direktorat Jenderal Pemasyarakatan Departemen Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia, Maret 2008 bahwa perbandingan jumlah Penghuni dalam LAPAS dan RUTAN dengan kapasitas hunian sangat tidak seimbang., hal ini dapat dilihat dari perbandingan komposisi pada Tabel 2.1. di bawah ini : Tabel 2.1. Perbandingan Jumlah Penghuni Dalam Lapas Dan Rutan Dengan Kapasitas Hunian Jumlah Lapas Jumlah Rutan Jumlah keseluruhan Penghuni Kapasitas hunian Over kapasitas 209 UPT 190 UPT 130.420 orang 81.384 orang 49.036 orang Sumber : Direktorat Registrasi dan Statistik, Direktorat Jenderal Pemasyarakatan Departemen Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia, Maret 2008

2.7.2. Faktor - faktor yang Mempengaruhi Over Kapasitas di LP

Menurut Raharjo dalam muktar 2008, yang menjadi penyebab over kapasitas : a. Faktor internal berkaitan dengan perilaku manusianya b. Faktor eksternal : 1. Faktor lingkungan yang berperan besar membentuk watak seseorang 2. Kesempatan untuk melakukan tindak kejahatan 3. Faktor ekonomi Universitas Sumatera Utara 54 4. Pembinaan yang tidak optimal yang disebabkan adanya ketidak keseimbangan diantara tenaga pembina dengan jumlah narapidana. 5. Sistem penegakan hukum mulai dari tindak penyelidikan polisi penuntutan kejaksaan dan pengadilan harus lebih bersinergi dan berkesinambungan 6. Sarana dan prasarana pada rutan daerah yang minim 2. Menurut Mustafa, 2008 a. Tingginya pelaku kasus Narkoba terutama unsur pengguna menjadi penyebab utama terjadinya over kapasitas Kelebihan tingkat hunian di Lembaga Pemasyarakatan LP atau Rumah Tahanan Rutan. b. Pertambahan jumlah penduduk c. Belum adanya persamaan persepsi diantara penegak hukum dalam hal pemberian hukuman yang cenderung memberi hukuman berupa pidana penjara, khususnya terhadap pelaku tindak pidana yang tergolong anak- anak.

2.7.3. Dampak yang Ditimbulkan Over Kapasitas

Akibat yang ditimbulkan dari keadaan ini adalah tidak optimalnya pemenuhan hak mutlak narapidana, antara lain: 1. Fasilitas hunian; Tidak seimbangnya jumlah napi dengan jumlah selkamar pada LAPASRUTAN dapat menyebabkan penempatan yang tidak terpisah antara tahanan dengan narapidana, wanita dengan pria, anak dengan dewasa; Universitas Sumatera Utara 55 2. Sanitasi dan kesehatan; kesulitan mendapatkan air bersih pada LAPASRUTAN yang terletak jauh dari sumber mata air, ventilasi yang buruk, sulitnya mendapatkan bahan makanan tertentu seperti protein hewani pada LAPASRUTAN didaerah yang sulit dijangkau kesulitan dalam hal distribusi bahan makanan, kurangnya tenaga medis dan obat-obatan, dll ; 3. Kurangnya pengawasan terhadap perilaku kekerasanpenyiksaan penghuni; keberadaan narapidana dalam LAPAS yang relative lama, menumbuhkan kebiasaan-kebiasaan spesifik, seperti terbentuknya kelompok-kelompok narapidana, tumbuhnya sikap superior dan inferior di kalangan narapidana yang cenderung mengakibatkan terjadinya pelecehan dan penindasan.

2.7.4. Langkah untuk mengatasi Over Kapasitas

Menurut Matalata 2004, program utama untuk menanggulangi kelebihan over kapasitas Lapas atau Rutan : 1. Meningkatkan kapasitas hunian dalam membangun Lapas atau Rutan yang baru dan menambah blok hunian 2. Melalui Pembebasan bersyarat, Cuti Menjelang Bebas dan Cuti Bersyarat dengan program percepatan pembinaan Remisi 3. Salah satu program andalan Pemasyarakatan untuk meningkatkan kinerjanya adalah Bulan tertib Pemasyarakatan BUTERPAS adalah pengoptimalan pembinaan seingga bisa mempercepat proses pembinaan Narapidana dalam Lapas http:hukumham.infoindex . Universitas Sumatera Utara 56 BAB III METODOLOGI PENELITIAN

3.1. Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Lembaga Pemasyarakatan Klas I Medan di Jalan Pemasyarakatan Tanjung Gusta Medan. Penelitian ini direncanakan akan dilaksanakan dari bulan Januari sampai dengan Mei 2009.

3.2. Metode Penelitian

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah menggunakan metode survey yang mengambil sampel dari suatu populasi dan menggunakan kuesioner sebagai alat pengumpulan data. Penelitian Survei adalah penelitian yang mengambil sampel dari populasi dan mneggunakan kuisioner sebagai alat pengumpulan data yang pokok Singarimbun dan Effendy, 1995. Jenis penelitian ini adalah deskriptif kuantitatif. Menurut Bungin 2005 “Penelitian deskriptif kuantitatif bertujuan untuk menggambarkan, menjelaskan, atau meringkaskan berbagai kondisi, situasi, fenomena menurut kejadian sebagaimana adanya. Adapun sifat penelitian ini adalah penelitian penjelasan explanatory yang menguraikan dan menjelaskan fenomena yang terjadi mengenai pengaruh Pembebasan bersyarat dan cuti menjelang bebas terhadap over kapasitas pada Lembaga Pemasyarakatan Klas I Medan. Penelitian ini pada dasarnya hendak Universitas Sumatera Utara 44 mengetahui hipotesa yang dilaksanakan melalui pengumpulan data di lapangan. Penelitian ini termasuk penelitian lapangan field study yaitu pengamatan langsung terhadap objek penelitian. 3.3. Populasi dan Sampel 3.3.1. Populasi