Pengertian Nikah dan Itsbat Nikah

16 Itsbat Nikah merupakan gabungan dari kalimat yakni itsbat dan nikah. Gabungan kata masdar terambil dari asal kata ﺖ ﺒ ﺛ ا – – ﺎ ﺗ ﺎ ﺒ ﺛ ا yang mempunyai makna penetapan atau pembuktian. 8 Itsbat nikah adalah upaya penetapan pernikahan yang tidak tercatat atau tidak dilakukan di depan pegawai pencatat nikah di Kantor Urusan Agama KUA. Berdasarkan undang-undang, itsbat nikah merupakan kewenangan Pengadilan Agama. ketentuan ini jelas dituangkan pada Kompilasi Hukum Islam KHI. 9 Pelaksanaan itsbat nikah di Pengadilan Agama karena pertimbangan maslahah bagi umat Islam. Itsbat Nikah sangat bermanfaat bagi umat Islam untuk mengurus dan mendapatkan hak-haknya yang berupa surat-surat atau dokumen pribadi yang dibutuhkan dari instansi yang berwenang serta memberikan jaminan perlindungan kepastian hukum terhadap masing-masing pasangan suami istri. 10 Itsbat nikah merupakan cara yang dapat ditempuh oleh pasangan suami istri yang telah menikah secara sah menurut hukum agama untuk mendapatkan pengakuan dari Negara atas pernikahan yang telah 8 A.W. Munawwir dan Muhammad Fairuz, kamus Al Munawwir Indonesia Arab terlengkap, h. 343. 9 Alimin, Euis Nurlaelawati, Potret Administrasi Keperdataan Islam Di Indonesia Ciputat : Tangerang Selatan, 2013, h. 86-87. 10 Asasriwarni, “kepastian hukum Itsbat Nikah terhadap status perkawinan, anak dan harta perkawinan. Artikel diakses pada 15 April 2015 dari http:www.nu.or.ida,public- m,dinamic-s,detail-ids,4-id,38146-lang,id-c,kolom- t,Kepastian+Hukum++Itsbat+Nikah++Terhadap+Status+Perkawinan++Anak+dan+Harta+Pe rkawinan 17 dilangsungkan oleh keduanya beserta anak-anak yang lahir selama pernikahan, sehingga pernikahannya tersebut berkekuatan hukum. 11 Bila pernikahannya secara hukum agama adalah sah, tentunya anak- anak yang lahir dari pernikahan tersebut adalah anak-anak yang sah juga.

B. Dasar Hukum Itsbat Nikah

Dasar hukum dari Itsbat Nikah adalah BAB XIII Pasal 64 Ketentuan Peralihan untuk perkawinan dan segala sesuatu yang berhubungan dengan perkawinan yang terjadi sebelum Undang-undang ini berlaku yang dijalankan menurut peraturan-peraturan lama, adalah sah. 12 Undang-undang nomor 22 Tahun 1946 tentang Pencatatan Nikah, Talak dan Rujuk dan Undang-undang Nomor 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama hanya menggariskan bahwa peradilan, dalam hal ini peradilan agama bagi yang beragama Islam berwenang melakukan itsbatpengesahan nikah. Keduanya belum mengatur siapa yang berhak mengajukan itsbat nikah dan bagaimana prosedurnya. Aturan yang detail kita jumpai dalam aturan pelaksanaanya, yaitu pada Pasal 7 Kompilasi Hukum Islam KHI. 13 Seperti yang dijelaskan dalam Pasal 7 Kompilasi Hukum Islam KHI menyatakan dan menetapkan sebagai berikut : 11 Liza Elfitri, Dasar Hukum Pengajuan Itsbat Nikah Bagi Pasangan Kawin Siri, dikutip dari www.hukumonline.comklinikdetaillt50a1e91040231dasar-hukum-pengajuan- itsbat-nikah-bagi-pasangan-kawin-siri , diakses 1 agustustus 2015. 12 R. Subekti dan Tjitrosudibio, Kitab Undang-undang Hukum Perdata, h. 557. 13 A. Zahri, Problematik Hukum Sekitar Itsbat Nikah, artikel diakses pada 28 April 2015 dari http:badilag.netartikelpublikasiartikelproblematik-hukum-sekitar-isbat-nikah 18 1. Perkawinan hanya dapat dibuktikan dengan Akta Nikah yag dibuat oleh pegawai pencatat Nikah. 2. Dalam hal perkawinan tidak dapat dibuktikan dengan Akta Nikah, dapat diajukan itsbat nikahnya ke Pengadilan Agama. 3. Itsbat Nikah yang dapat diajukan ke Pengadilan terbatas mengenai hal- hal yang berkenaan dengan : a. Adanya perkawinan dalam rangka penyelesaian perceraian b. Hilangnya Akta Nikah c. Adanya keraguan tentang sah atau tidaknya salah satu syarat perkawinan d. Adanya perkawinan yang terjadi sebelum berlakunya Undang-undang No. 1 Tahun 1974, dan e. Perkawinan yang dilakukan oleh mereka yang tidak memiiki halangan perkawinan menurut Undang-undang No. 1 Tahun 1974. 4. Yang berhak mengajukan permohonan Itsbat Nikah ialah pihak suami istri, anak-anak mereka, wali nikah dan pihak yang berkepentingan dengan perkawinan itu.

C. Akibat Hukum Itsbat Nikah

Setelah dikabulkannya itsbat nikah sebagai kepastian hukum, maka melalui pencatatan perkawinan yang dibuktikan dengan akta nikah, yang masing-masing suami istri mendapatkan salinannya, apabila menjadi perselisihan atau percekcokan diantara mereka, atau salah satu pihak tidak bertanggung jawab, maka yang lainnya dapat melakukan upaya hukum guna 19 mempertahankan atau memperoleh hak masing-masing. Karena dengan akta tersebut, baik suami mapun istri memiliki bukti otentik atas perubahan hukum yang telah mereka lakukan. 14 Pencatatan pernikahan merupakan aspek yang fundamental bagi warga Negara Indonesia. Melalui pencatatan itu seseorang akan memperoleh status hukum pasti. Pencatatan perkawinan karenanya sangat penting bagi perempuan karena dapat memberikan kepastian hukum baik bagi dirinya maupun anak yang dilahirkannya. Dengan menggunakan analisis jender, seorang hakim dapat melihat apa akibatnya bagi seorang perempuan jika tak memiliki surat nikah. Antara lain secara sosial perempuan tersebut rentan terhadap tindakan diskriminasi. Demikian pula dengan anaknya. Lebih dari itu, posisi mereka sebagai istri pun rentan terhadap kekerasan. Tanpa surat nikah, seorang perempuan akan sangat tergantung pada suaminya. Dan ketergantungan serupa itu sangat tidak sehat, karena bila terjadi tindakan kekerasan oleh suaminya sangat sulit bagi perempuan untuk keluar dari ikatan perkawinan. 15 Akibat hukum yang timbul dari perkawinan di bawah tangan dan tidak dicatatkan pada Pegawai Pencatat Nikah antara lain : Pertama, meskipun perkawinan tersebut dilakukan menurut agama dan kepercayaan, namun di mata Negara perkawinan tersebut dianggap tidak sah jika belum dicatat oleh Kantor Urusan Agama atau Kantor Catatan Sipil. Kedua, anak hanya mempunyai hubungan perdata dengan ibu dan keluarga ibu. Anak-anak yang 14 Yayan Sopyan, Islam-Negara Transpormasi Hukum Perkawinan Islam Dalam Hukum Nasiona Jakarta : PT. Wahana Semesta Intermedia, 2012, Cet. Pertama, h. 131-132. 15 Arskal Salim, Euis Nurlaelawati, dkk demi keadilan dan kesetaraan dokumentasi program sentivitas jender hakim agama di Indonesia. t.t : 2009, Cet. Pertama, h. 58.