9
Alwasilah 1993:165 menyebutkan bahwa idiom adalah grup kata-kata yang mempunyai makna tersendiri yang berbeda dari makna tiap kata dalam grup
itu. Senada dengan pendapat di atas, arifin 2009:53 menyatakan ungkapan idiomatik adalah konstruksi yang khas pada suatu bahasa yang salah satu
unsurnya tidak dapat dihilangkan atau diganti. Ungkapan idiomatik adalah kata- kata yang mempunyai sifat idiom yang tidak terkena kaidah ekonomi bahasa.
Menurut dua pendapat di atas, dapat ketahui bahwa idiom merupakan susunan yang khas dalam sebuah bahasa dan mempunyai makna tersendiri yang berbeda
dari makna kata pembentuknya. Susunan kata satu dan lainnya dalam idiom saling melengkapi, tidak dapat digantikan, dan tidak dapat dihilangkan.
2.1.2.4 Pengertian Ragam Diksi dalam Umpasa atau Pantun
Penggunaan umpasa merupakan warisan budaya bagi masyarakat Batak umumnya. Umpasa atau bahasa berpantun memuat pesan tidak hanya mengenai
arti kehidupan tetapi juga pesan moral dalam menjalani kehidupan. Umpasa atau bahasa berpantun yang terdiri dari dua baris menempatkan baris pertama berupa
sampiran dan baris kedua berupa isi. Sedangkan umpasa yang terdiri dari empat baris adalah dua baris pertama merupakan sampiran dan dua baris terakhir berupa
isi. Keindahan untaian kata bahasa pantun atau umpasa menambah indahnya,
tidak hanya rangkaian kata tetapi juga pesan maupun makna yang hendak disampaikan. Untuk itu tanpa kehadiran umpasa maka acara kegiatan adat bagi
masyarakat Batak Toba terasa hampa.
10
Dalam pengertian umum, pantun merupakan salah satu bentuk sastra rakyat yang menyuarakan nilai-nilai dan kritik budaya masyarakat. Pantun adalah
puisi asli Indonesia Waluyo,1987:9. Menurut Surana 2001:31, pantun ialah bentuk puisi lama yang terdiri
atas 4 larik sebait berima silang a b a b. Larik I dan II disebut sampiran, yaitu bagian objektif. Biasanya berupa lukisan alam atau apa saja yang dapat diambil
sebagai kiasan. Larik III dan IV dinamakan isi, bagian subjektif. Sama halnya dengan karmina, setiap larik terdiri atas 4 perkataan. Jumlah suku kata setiap larik
antara 8-12.
2.2 Teori yang Digunakan
Teori merupakan landasan fundamental sebagai argumentasi dasar untuk menjelaskan atau memberi jawaban terhadap masalah yang akan dibahas.
Teori yang digunakan dalam menganalisis ragam diksi pada upacara adat saur matua masyarakat Batak Toba mengacu pada teori J. Fishman,
Nababan,Alwasilah dan yang dikemukakan oleh Keraf. J. Fishman dalam Chaer dan Leonie Agustina1972:4 mengemukakan
bahwaSociolinguistics is the study of the characteristics of language varieties, the characteristics of their functions, and the characteristic of their speakers as these
three constantly interact, change and change one another within a speech community sosiolinguistik adalah kajian tentang ciri khas variasi bahasa, fungsi-
fungsi bahasa, dan pemakaian bahasa karena ketiga unsur ini selalu berinteraksi, berubah, dan saling mengubah satu sama lain dalam satu masyarakat tutur .
Menurut Nababan dalam Aslinda dan Leoni Syafyahya 2007:19 mengemukakan variasi bahasa berkenaan dengan fungsinyafungsiolek, ragam
atau register. Variasi bahasa dari segi penggunaan berhubungan dengan bidang pemakaian, contohnya dalam kehidupan sehari-hari, ada variasi di bidang militer,
sastra, jurnalistik, dan kegiatan keilmuan lainnya. Perbedaan variasi bahasa dari segi penggunaan terdapat pada kosa katanya. Setiap bidang akan memiliki
sejumlah kosa kata khusus yang tidak ada dalamm kosa kata bidang ilmu lainnya.
AlwasilahAslinda dan Leoni Syafyahya 2007:19 mengatakan register adalah suatu ragam tertentu yang digunakan untuk maksud tertentu, sebagai
kebalikan dari dialek sosial atau regional. Pembicaraan register biasanya dikaitkan dengan masalah dialek. Dialek berkenaan dengan bahasa digunakan oleh siapa,
11
dimana, dan kapan oleh penuturnya, sedangkan register berkaitan dengan bahasa itu digunakan untuk kegiatan apa.
Keraf 1996: 24 yang menurunkan tiga kesimpulan utama mengenai diksi, antara lain sebagai berikut.
a. Pilihan kata atau diksi mencakup pengertian kata-kata mana yang dipakai untuk menyampaikan gagasan, bagaimana membentuk pengelompokkan kata-kata yang
tepat. b. Pilihan kata atau diksi adalah kemampuan membedakan secara tepat nuansa-
nuansa makna dari gagasan yang ingin disampaikan dan kemampuan menemukan bentuk yang sesuai atau cocok dengan situasi dan nilai rasa yang dimiliki
kelompok masyarakat pendengar. c. Pilihan kata yang tepat dan sesuai hanya dimungkinkan penguasaan sejumlah
besar kosa kata atau perbendaharaan kata bahasa.
12
BAB III METODE PENELITIAN
Metode penelitian adalah suatu cara atau prosedur yang dipergunakan untuk melakukan penelitian sehingga mampu menjawab rumusan masalah dan
tujuan penelitian.Metode penelitian pada dasarnya merupakan cara ilmiah untuk mengumpulkan data dengan tujuan dan kegunaan tertentu.
3.1 Metode Dasar
Metode dasar yang digunakan dalam penulisan skripsi ini adalah metode deskriptif. Metode deskriptif dapat diartikan sebagai prosedur pemecahan masalah
yang diselidiki dengan menggambarkan atau melukiskan keadaan objek dan subyek penelitian seseorang, lembaga, masyarakat, dan lain-lain pada saat
sekarang berdasarkan fakta-fakta yang tampak sebagaimana adanya. Nawawi 1991:63.
3.2 Lokasi dan Sumber Data Penelitian
Lokasi yang dipilihuntuk penelitian ini adalah Desa Parsoburan Tengah, Kecamatan Habinsaran, Kabupaten Toba Samosir. Lokasi ini merupakan daerah
penutur bahasa Batak Toba, yang masih memakai bahasa Batak Toba dalam kehidupan sehari-hari. Sumber penelitianadalah penutur bahasa Batak Toba dan
juga buku-buku yang berhubungan dengan adat saur matua.
13
3.3 Instrumen Penelitian
Sebelum penulis melakukan penelitian, maka terlebih dahulu mempersiapkan instrumen penelitian atau alat bantu penelitian. Alat atau
instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah alat perekam suara tape recorder, kamera, dan alat tulis.
3.4 Metode Pengumpulan Data Metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini antara lain:
1. Metode kepustakaan library research yaitu pengumpulan data melalui
buku–buku yang berhubungan dan berkaitan erat dengan penelitian. Metode ini dilakukan untuk mendapatkan sumber acuan penelitian, agar data yang
didapatkan dari lapangan dapat diolah semaksimal mungkin sesuai dengan tujuan yang digariskan. Dalam metode ini penulis mencari buku–buku
pendukung yang berkaitan dengan masalah penelitian. 2.
Metode observasi yaitu penulis langsung turun ke lapangan melakukan pengamatan terhadap objek penelitian. Metode observasi digunakan oleh
peneliti untuk mengamati secara langsung upacara adat saur matuapadamasyarakat Batak Toba.
3. Metode wawancara, yaitu melakukan wawancara dengan informan untuk
mendapatkan kebenaran lebih lanjut dan terperinci tentang data yang dibahas. Teknik yang digunakan adalah teknik rekam dan teknik catat atau
tulis.
14
3.5 Metode Analisis Data
Menganalisis data merupakan suatu langkah yang sangat kritis dalam penelitian, penulis harus memastikan analisis mana yang digunakan. Dalam
penelitian ini penulis menggunakan metode deskriptif.
Langkah-langkah yang digunakan dalam menganalisis data pada penelitian
ini adalah sebagai berikut:
a. Data yang diperoleh akan diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia.
b. Data diklasifikasikan sesuai dengan objek pengkajian.
c. Setelah data diklasifikasikan, data-data dianalisis sesuai dengan
kajian yang telah ditetapkan. d.
Menginterpretasikan hasil analisis dalam bentuk tulisan yang sistematis, sehingga semua data dipaparkan dengan baik.
15
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
4.1Tahapan-tahapanpada Upacara Adat Saur Matua Masyarakat Batak
Toba
Pada awal tulisan telah dikemukakan bahwa ragam merupakan corak pemakaian bahasa yang berbeda sebagaimana pakar sosiolinguistik
mendefenisikannya. Untuk itu, ragam atau warna pemakaian bahasa merupakan tampilan bahasa yang merujuk pada pembicaraan pokok persoalan, suasana,
maupun situasi yang dimasuki oleh pemakai bahasa. Dalam kegiatan upacara adat saur matua masyarakat Batak Toba segala
sesuatunya harus bernuansa hukum adat yang mencakup unsur Dalihan Na Tolu. Tanpa kehadiran ketiga unsur tersebut dapat dikatakan tidak memenuhi hukum
adat sebagai kegiatan upacara adat. Untuk itu, ketiga unsur adat seperti hula-hula, boru, dan dongan sabutuha harus hadir dalam kegiatan tersebut.
Pada saat seseorang yang sudah saur matua, mayatnya harus dibersihkan dan dibaringkan di ruang tengah rumah yang kakinya mengarah ke jabubona
rumah suhut. Pada saat yang bersamaan, pihak laki-laki baik dari keturunan orang tua yang meninggal maupun sanak saudara berkumpul di rumah duka dan
membicarakan bagaimana upacara yang akan dilaksanakan kepada orang tua yang sudah saur matua itu. Dari musyawarah keluarga akan diperoleh hasil-hasil dari
setiap hal yang dibicarakan.
16
Setelah keperluan upacara dipersiapkan, maka upacara adatsaur matua ini dapat dilaksanakan. Pelaksanaan upacara adat saur matua ini terbagi atas 5
bagian, yaitu: 1.
Acara martonggo raja musyawarah 2.
Acara moppo memasukkan mayat atau jenazah kedalam peti 3.
Acara mangonda-ondai dan panggalangon upacara pada malam hari 4.
Acara partuatni na saur matua upacara penguburan 5.
Acara ungkap hombung membicarakan harta peninggalan yang telah saurmatua
1.Acara Mangarapot Musyawarah Acara mangarapot dilakukan setelah dilaksanakanya acara moppo atau
acara memasukkan jenazah ke dalam peti. Sebelum diadakanya mangarapot atau musyawarah, pihak keluarga atau keturunan yang telah saur matua
mengadakan musyawarah singkat. Tujuan musyawarah singkat ini adalah untuk mempersiapkan apa saja yang akan dibicarakan dalam musyawarah
umum nanti. Dalam musyawarah singkat keluarga, semua pembicaraan dicatat oleh para suhut untuk kemudian dipersiapkan ke musyawarah umum. Waktu
untuk mengadakan musyawarah umum ini juga harus ditentukan pada saat kapan akan dilaksanakan. Setelehditentukan hari yang tepat untuk mengadakan
musyawarah atau rapot, maka diundanglah pihak punguan ni huria,hulahula, dongan tubu, boru, raja adat, dan parsahutaon supaya dapat menghadiri acara
tersebut. Setelah acara mangarapot musyawarah dilaksanakan, maka diadakanlah pembagian tugas bagi setiap pihak suhut.
17
2.Acara Moppo Moppo adalah memasukkan jenazah ke dalam peti mayat. Dalam acara
moppo ini telah dipersiapkan segala keperluan yang akan digunakan untuk acara nantinya. Yang mengikuti acara ini adalah pihak hulahula, boru, dan suhut. Pihak
hulahula sangat berperan penting dalam acara moppo, karena yang akan memasukkan jenazah ke dalam peti mayat tersebut adalah pihak hulahula.
Menurut adat yang berlaku, tidak dibenarkan pihak mana pun memasukkan jenazah ke dalam peti mayat yang telah disediakan. Acara moppo dilakukan satu
atau dua hari sebelum upacara penguburan dilakukan. 3.
Acara Mangonda-ondai dan acara panggalangon. Acara mangonda-ondai dan acara panggalangon adalah acara yang
dilaksanakan pada malam hari menjelang acara partuat ni naung saur matua. Acara mangonda-ondai dilakukan sebagai pengganti acara mangandung
meratapi orang meninggal. Istilah ini diganti karena masyarakat pada jaman dahulu berfikir bahwa orang yang telahsaur matua tidak layak untuk diratapi
karena telah menyelesaikan tanggungjawab dan sudah memperoleh kebahagiaan semasa hidupnya. Istilah mangonda-ondai juga dapat disebut
dengan acara menari dan bersuka cita yang diiringi dengan gondang atau musik.
Acara panggalangon merupakan acara yang dilakukan oleh pihak boru kepada pihak hulahula. Acara ini dilakukan karena semua keturunan dari yang
saur matua sudah gabe telah menerima berkat yang berlimpah. Tidak semua keturunan orang yang saur matua dapat melakukan hal ini seperti ini, karena tidak
18
semua keturunan dari orang yangsaur matua mampu melakukan acara panggalangon, dan menurut adat masyarakat Batak Toba juga tidak mewajibkan
adanya acara panggalangon. Pada acara mangonda-ondai dan panggalangon, semua keturunan
yangsaurmatua, hulahula, dongan sahuta, sahabat, serta semua keturunan leluhur yang saurmatua hadir pada acara tersebut. Dalam acara ini, boru memberi
saweran atau sumbangan galang berupa uang kepada hulahula masing-masing yang diawali oleh boru suhut memberikan sumbangan kepada hulahulanya yaitu
keturunan laki-laki dari yang saur matua. Di dalam acara mangonda-ondangi dan panggalangon inilah terlihat bahwa boru menghormati hulahula dan hulahula
mengasihi boru. 4.
Acara partuat ni naung saur matua Acara Pemakaman Acara partuat ni naung saur matua terdiri atas beberapa tahapan, yaitu:
a. Acara panambolon
b. Acara di jabu
c. Acara maralaman
d. Acara sesudah upacara saur matua
e. Acara ungkap hombung
a. Acara panambolon menyembelih kerbau atau lembu
Pada saat upacara panambolon dimulai, semua pihak suhut serta panambol sudah bersiap-siap di tengah halaman rumah suhut. Pada upacara adat saur
matua, biasanya diadakan acara pemotongan atau acara menyembelih kerbau atau lembu. Pihak suhut menyerahkan acara penyembelihan ini kepada
19
panamboli dengan memberikan sebuah piring yang berisi beras, sirih, beserta pisau yang akan digunakan untuk menyembelih kerbau atau lembu tersebut.
Darah kerbau atau lembu yang telah disembelih biasanya ditortorhon diangkat lalu menari mengelilingi halaman yang tujuanya untuk memberitahukan
kepada seluruh yang ada di tempat tersebut bahwa yang disembelih telah berhasil dilaksanakan. Menurut adat orang Batak, ketika seorang laki-laki yang
saur matua, maka yang disembelih adalah kerbau, dan jika seorang perempuan yangsaur matua, maka yang disembelih adalah lembu atau babi namarmiak-
miak. Tetapi tidak di semua wilayah menggunakan adat seperti yang telah dijelaskan di atas.Upacara panambolon biasanya dilaksanakan pada pagi hari
sekitar pukul 7.00 WIB hingga selesai. b.
Acara di jabu Pada saat upacara di jabu dimulai, zenajah dibaringkan di jabu bona
ruang tamu. Letaknya berhadapan dengan kamar orang tua yang meninggal ataupun kamar anak-anaknya dengan diselimuti ulos sibolang. Suami atau istri
yang ditinggalkan duduk di sebelah kanan tepat di samping jenazah itu, dan diikuti oleh anak laki-laki mulai dari anak yang paling besar atau yang lebih tua
sampai anak yang paling kecil atau anak yang paling muda dengan menggunakan ulos. Anak perempuan boru dari orang tua yang meninggal, duduk di sebelah
kiri peti mayat. Sedangkan cucu dan cicitnya ada yang duduk di belakang atau di depan orang tua mereka masing-masing. Semua unsur dalihan natolu sudah hadir
di rumah duka dengan mengenakan ulos. Upacara di jabu ini biasanya di buka pada pagi hari yaitu sekitar pukul
9.00 WIB oleh pengurus gereja. Acara di dalam rumah biasaya dihadiri oleh sanak
20
saudara yang meninggal. Dalam acara tersebut, semua keturunan dari yang telah saur matua beserta keluarga terdekatnya memberikan sepata dua kata kepada
yang telahsaur matua sebagai kata-kata perpisahan atau kata-kata terakhir. Pemimpin acara di rumah tersebut adalah pengurus gereja dan mengenakan
pakaian resmi gereja. c.
Acara Maralaman Setelah acara gereja selesai dilaksanakan di dalam rumah, maka jenazah
ini diangkat ke halaman rumah sambil diiringi dengan lagu perpisahan biasanya lagu gereja. Yang mengangkat peti mayat itu biasaya pihak boru
yang dibantu oleh suhut. Peti mayat orang meninggal ini ditutupi dengan ulos sibolang. Semua unsur dalihan natolu sudah berkumpul di halaman dan
mengambil posisi masing-masing. Upacara maralaman adalah upacara terakhir sebelum penguburan mayat
orang meninggal. Di dalam adat Batak Toba, kalau orang yang sudahsaur matua maka harus diberangkatkan dari antara bidang ke kuburan disebut partuatna,
maka dalam upacara maralaman akan dilaksanakan adat partuatna. Pada upacara ini, posisi dari semua unsur Dalihan Natolu berbeda dengan posisi mereka ketika
mengikuti upacara di dalam rumah. Pihak suhut berbaris mulai dari kanan ke kiri, dibelakang mereka berdiri parumaen menantu perempuan dari orang yang
meninggal, dan posisi suhut ini berdiri tepat di hadapan rumah duka. Anak perempuan dari yang meninggal beserta dengan pihak boru lainya berdiri
membelakangi rumah duka kemudian hulahula berdiri di samping kanan rumah duka.
21
Setelah semua unsur dalihan natolu dan pargonsi pada tempatnya, lalu pengurus gereja membuka kembali upacara di halaman dengan bernyani lebih
dahulu, kemudian pembacaan Firman Tuhan, bernyani lagi dan diakhiri dengan doa penutup. Setelah acara kebaktian selesai, rombongan dari pengurus gereja
mengawali kegiatan margondang. Acara di halaman dilakukan oleh setiap kelompok dalihan natolu secara berurutan. Setelah acara di halaman ini selesai,
maka tibalah saatnya acara pemakaman. Acara ini dibawakan oleh pengurus gereja. Setelah selesai acara pemakaman, kembalilah semua yang turut mengantar
ke rumah duka. d.
Acara Sesudah Acara Saur Matua
Setelah acara pemakaman selesai, maka kembalilah pihak suhut, hasuhuton, boru, dongan sabutuha, dan hulahula ke rumah duka, untuk
melanjutkan acara berikutnya. Acara yang akan dilakukan selanjutnya adalah, semua para undangan baik hula-hula, dongan tubu, dongan sahuta, ale-ale, dan
lain-lain menyerahkan silua beras atau padi di dalam tando. Selesai acara tersebut dilanjutkan dengan acara makan siang. Setelah acara makan siang,
kemudian dilanjutkan dengan acara pembagian jambar. e.
Acara Ungkap hombungBuha Hombung Setelah pembagian jambar, maka kepada setiap hulahula yang
memberikan ulos pada saat acara di halaman akan diberikan piso-piso uang yangdigunakan untuk membeli ulos kepada hulahula.
Apabila seorang ibu yang meninggal, maka akan diadakan mangungkap hombung buha hombung yang dilakukan oleh hulahula dari ibu yang meninggal,
22
biasanya dijalankan oleh ama naposona anak dari abang atau adik yang meninggal. Buha hombung artinya membuka simpanan dari ibu yang meninggal.
Hombung adalah suatu tempat tersembunyi dalam rumah, dimana seorang ibu biasanya menyimpan harta keluarga; pusaka, perhiasan, emas dan uang
Togatorop,2003:42 Harta kekayaan ini diminta oleh hulahula sebagai kenang-kenangan, juga
sebagai kesempatan terakhir untuk meminta sesuatu dari simpanan “borunya” setelah selesai mangungkap hombung, maka upacara di tutup oleh pengetua adat.
4.1.1 Acara Moppo