Sikap Ners & Dokter Spesialis tentang Kolaborasi Perawat-Dokter dan Kepuasan Kerja Dokter Spesialis di RSUP H. Adam Malik Medan

(1)

SIKAP NERS & DOKTER SPESIALIS

TENTANG KOLABORASI PERAWAT-DOKTER DAN

KEPUASAN KERJA DOKTER SPESIALIS

DI RSUP H. ADAM MALIK MEDAN

TESIS

Oleh

SABARINA SITEPU

117046016/ADMINISTRASI KEPERAWATAN

PROGRAM STUDI MAGISTER ILMU KEPERAWATAN

FAKULTAS KEPERAWATAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN


(2)

SIKAP NERS & DOKTER SPESIALIS

TENTANG KOLABORASI PERAWAT-DOKTER DAN

KEPUASAN KERJA DOKTER SPESIALIS

DI RSUP H. ADAM MALIK MEDAN

TESIS

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat

untuk Memperoleh Gelar Magister Keperawatan (M.Kep) dalam Program Studi Magister Ilmu Keperawatan

Minat Studi Administrasi Keperawatan pada Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara

Oleh

SABARINA SITEPU

117046016/ADMINISTRASI KEPERAWATAN

PROGRAM STUDI MAGISTER ILMU KEPERAWATAN

FAKULTAS KEPERAWATAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN


(3)

(4)

Telah diuji

Pada tanggal : 23 Aguatus 2013

PANITIA PENGUJI TESIS

Ketua : Setiawan, S.Kp., MNS., Ph.D

Anggota : 1. Achmad Fathi, S.Kep., Ns., MNS


(5)

PERNYATAAN

SIKAP NERS & DOKTER SPESIALIS TENTANG KOLABORASI PERAWAT-DOKTER

DAN KEPUASAN KERJA DOKTER SPESIALIS DI RSUP H. ADAM MALIK MEDAN

Tesis

Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam tesis ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar akademis di suatu perguruan tinggi, dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka.


(6)

Judul Tesis : Sikap Ners & Dokter Spesialis tentang Kolaborasi Perawat-Dokter dan Kepuasan Kerja Dokter Spesialis di RSUP H. Adam Malik Medan

Nama Mahasiswa : Sabarina Sitepu

Nomor Induk mahasiswa : 117046016

Program Studi : Magister Ilmu Keperawatan

Minat Studi : Administrasi Keperawatan

ABSTRAK

Kolaborasi perawat-dokter adalah perawat dan dokter bekerja bersama-sama, berbagi tanggung jawab untuk memecahkan masalah dan membuat keputusan dalam merumuskan dan melaksanakan rencana perawatan untuk pesien. Sikap ners dan dokter spesialis tentang kolaborasi perawat-dokter menunjukkan pemahaman ners dan dokter spesialis tentang kolaborasi perawat-dokter. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui sikap ners dan dokter spesialis tentang kolaborasi perawat-dokter dan hubungan sikap dokter spesialis tentang kolaborasi perawat-dokter dengan kepuasan kerja dokter spesialis. Desain penelitian ini adalah deskriptif korelasi dan populasi adalah dokter spesialis dan ners yang bekerja sama merawat pasien di RSUP H. Adam Malik Medan. Pengambilan sampel mengunakan teknik simple randomsampling dengan jumlah 140 dokter spesialis dan 127 ners. Pengumpulan data dilakukan menggunakan kuesioner dan analisa data menggunakan teknik uji korelasi Pearson product


(7)

moment. Hasil penelitian ini menemukan sikap ners tentang kolaborasi perawat-dokter didapat M = 54.13 dan sikap perawat-dokter spesialis didapat M = 47.79. Lebih dari setengah dokter spesialis (52.1%) merasa tidak puas dalam kinerja perawat dan 50.7% mengatakan tidak puas terhadap kemampuan perawat dalam berkomunikasi. Terdapat hubungan yang signifikan antara sikap dokter spesialis tentang kolaborasi perawat-dokter dengan kepuasan kerja dokter spesialis, nilai p = 0.009 kurang dari α (0.05) dan r = 0.219. Tingkat pendidikan ners meningkat kan wawasan perawat khususnya sikap mereka terhadap kolaborasi perawat-dokter dan ketidakpuasan perawat-dokter spesialis disebabkan kurangnya kemampuan dan pengetahuan perawat tentang komunikasi yang efektif. Disarankan kepada pihak manajemen untuk meningkatkan keteram pilan dan kemampuan perawat khususnya dalam berkomunikasi.


(8)

Title : The Atitude of Nurses and Specialists toward Nurse-Physician Collaboration and Specialists’ Work Satisfaction at RSUP H. Adam Malik Medan

Name of Student : Sabarina Sitepu

Std. ID Number : 117046004

Study Program : Master in Nursing Science

Field of Specialization : Nursing Administration

ABSTRACT

A nurse-physician collaboration constitutes the collaboration between nurses and doctors and sharing of responsibility in order to solve the problems and making decision in formulating and implementing the design for treating patients. Nurses’ and Specialists’ attitudes toward nurse-physician collaboration demonstrate understanding of nurses and specialist toward nurse-physician collaboration.The objective of the research was to know the attitude of nurses and specialists about nurse-physician collaboration and how about the correlation of the attitude of specialists about nurse-physician collaboration with specialists’ work satisfaction, using quantitative approach. The design of the research was descriptive correlation and the population were specialists and nurses who work together caring for patients at RSUP H. Adam Malik Medan. Sampling techniques using simple random sampling with the number 140 specialists and 127 nurses. The data was collected using a questionnaire and analyze the data using


(9)

techniques of Pearson product moment correlation test. The result of the research showed that ners’ attitude toward nurse-doctor collaboration was (M = 54.13) and specialists were (M = 47.79). More than half of the specialists (52.1%) felt unsatisfied with the nurses’ performance, and 50.7% of them felt unsatisfied with the nurses’ capability in communication. There was significant correlation between the specialists’ attitude toward nurse-doctor collaboration and the specialists’ work satisfaction with the value of p = 0.009 minus α (0.05) and the correlation power (r) 0.219.The level of the nurses’ education caused the increase in nurses’ outlook, particularly their attitude toward nurse-physician collaboration and dissatisfaction of specialist caused lack of ability and knowledge nurse about effective communication. It is recommended that the management of the hospital to increase ability and knowledge of nurse, especially in communication.

Keywords: the attitude, nurse-physician collaboration, nurse, specialists’ satisfaction


(10)

KATA PENGANTAR

Syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya kepada penulis, sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis yang berjudul : “ Sikap Ners & Dokter Spesialis Tentang Kolaborasi Perawat-Dokter dan Kepuasan Kerja Dokter Spesialis di RSUP H. Adam Malik Medan“. Tesis ini disusun untuk melengkapi persyaratan dalam menyelesaikan Program Studi Magister Ilmu Keperawatan di Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara.

Dengan terselesaikannya tesis ini penulis mengucapkan terima kasih kepada yang terhormat Bapak dr. Dedi Ardinata, M. Kes beserta jajarannya yang telah memberikan kesempatan dan fasilitas untuk melanjutkan studi ke jenjang Magister Keperawatan. Penulis juga mengucapkan terima kasih dan tak dapat melupakan kebaikan Bapak Setiawan, S.Kp., MNS., Ph.D selaku Ketua Program Studi Magister Ilmu Keperawatan di Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara yang sudah menginspirasi saya untuk memilih judul penelitian saya, sekaligus beliau sebagai pembimbing utama yang telah memberikan bimbingan dengan sabar dan terarah sehingga tesis ini dapat terselesaikan tepat waktu. Saya sangat berterima kasih dan bersyukur telah mendapat bimbingan dari Bapak Achmad Fathi, S.Kep., Ns., MNS selaku Sekretaris Program Studi Magister Ilmu Keperawatan di Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara sekaligus sebagai pembimbing dua yang telah memberikan bimbingan sekaligus dorongan dalam penyusunan tesis ini.


(11)

Penghargaan setinggi - ingginya saya sampaikan kepada yang terhormat Bapak Prof. dr. Sutomo Kasiman, SpPD, KKV, SpJP selaku penguji satu dan Ibu Diah Arruum, S.Kep, Ns, M.Kep selaku penguji dua yang telah memberi masukan yang berarti untuk kesempurnaan tesis ini. Para dosen dan staf Program Studi Magister Ilmu Keperawatan Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara yang telah membantu dalam proses penyelesaian tesis.

Terima kasih saya ucapkan kepada Bapak dr. Lukmanul Hakim, SpK selaku Direktur Utama RSUP H. Adam Malik Medan yang telah memberi izin pengambilan data dan terima kasih juga kepada Ners dan dokter spesialis di RSUP H. Adam Malik yang telah bersedia menjadi responden untuk penelitian ini.

Dan yang tak kalah pentingnya adalah dukungan moril dan material dari suami tercinta M. Jamin Lubis, S.Kep, Ns dan putra putri tersayang M. Chairul Fikri Lubis, Fauza Fitriyah Lubis dan M. Ikhwanul khatami Lubis yang selalu memberikan semangat untuk menyelesaikan tesis ini tepat waktu. Terima kasih saya sampaikan juga kepada rekan-rekan mahasiswa Program Studi Magister Ilmu Keperawatan angkatan tahun 2011 atas bantuan dan motivasinya dalam penulisan tesis ini, dan kepada semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu yang telah berkenan membantu dalam menyelesaikan tesis ini. Penulis menyadari masih banyak kekurangan dan kelemahan dalam penulisan tesis ini, semoga dapat bermanfaat bagi profesi perawat.

Medan, 23 Agustus 2013 Penulis


(12)

RIWAYAT HIDUP

Nama : Sabarina Sitepu

Tempat/Tanggal Lahir : Binjai, 10 Mei 1968

Alamat : Jl. Bunga Pancur IX Gg. Melati No 22 Simpang Selayang – Medan

No. HP : 081265993288

Riwayat Pendidikan:

Jenjang Pendidikan Nama Institusi Tahun Lulus

SD SDN NO. 023910 Binjai, Sumatera Utara 1982

SLTP SMPN 1 Binjai, Sumatera Utara 1985

SLTA SMAN 2 Binjai, Sumatera Utara 1988

DIII AKPER Depkes RI Medan 1991

Ners Universitas Sumatera Utara 2005

Magister Universitas Sumatera Utara 2013

Riwayat Pekerjaan :

Pelaksana keperawatan di ICCU RSUP H. Adam Malik Medan mulai 1 Maret 1993 s.d tahun 2001

Kepala Ruangan di ICCU RSUP H. Adam Malik Medan mulai tahun 2001 s.d tahun 2002


(13)

Kepala Ruangan di CVCU RSUP H. Adam Malik Medan mulai tahun 2005 s.d tahun 2008

Kepala Kelompok Kerja (Kapokja) Keperawatan/ Supervisor di Instalasi Kardiovaskuler RSUP H. Adam Malik Medan mulai tahun 2008 s.d saat ini.

Kegiatan akademik selama studi:

Workshop Analisis data dengan Kontents Analysis & WEFT-QDA diMedan tanggal 31 Januari 2012 sebagai Peserta

Seminar Penelitian Kualitatif sebagai Landasan Pengembangan Pengetahuan Disiplin Ilmu Kesehatan di Medan tanggal 31 Januari 2012 sebagai Peserta Optimalisasi Kolaborasi Perawat –Dokter dalam Upaya Peningkatan Mutu

Pelayanan Kesehatan di Medan tanggal20 Juli 2012 sebagai Narasumber Oversea study visit “Nursing Administration in Hospital and Healthcare System

in Thailand” di Thailand tanggal 18 – 20 Februari 2013 sebagai Peserta.

Publikasi:

Sitepu, S., Setiawan, Fathi, A. (2013). Sikap Ners & Dokter Spesialis tentang Kolaborasi Perawat-Dokter dan Kepuasan Kerja Dokter Spesialis di RSUP H. Adam Malik Medan. Jurnal Riset Keperawatan Indonesia, 1 (2).


(14)

Proceeding:

Sitepu, S., Setiawan, Fathi, A. (2013, 1-2 April). Collaboration in hospital: A Systematic review.Oral presentation at 2013 Medan International Nursing Conference on The Application of Caring Sciences on Nursing Education Advanced Research and Clinical Practice in Medan.

Medan, 23 Agustus 2013


(15)

DAFTAR ISI

ABSTRAK ... i

ABSTRACT ... ... iii

KATA PENGANTAR ... v

RIWAYAT HIDUP ... vii

DAFTAR ISI ... ... x

DAFTAR TABEL ... xii

DAFTAR GAMBAR ... xiii

DAFTAR LAMPIRAN ... xiv

BAB 1. PENDAHULUAN ... 1

1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Permasalahan ... 6

1.3. Tujuan Penelitian ... 6

1.4. Hipotesis ... 7

1.5. Manfaat Penelitian ... 7

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA ... 9

2.1.Kolaborasi Perawat-Dokter ... 10

2.1.1.Definisi Kolaborasi Perawat-dokter ... 10

2.1.2.Model Praktik Kolaborasi ... 11

2.2. Kepuasan Kerja Dokter ... 17

2.3. Landasan Teori ... 19

2.3.1. Konsep Kolaborasi Perawat-Dokter ... 19

2.3.2. Konsep Kepuasan Kerja Dokter ... 22

2.4. Teori Keperawatan Menurut Hildegard Peplau ... 25

2.5. Peran Perawat ... 29

2.6. Desain Deskriptif Korelasi ... 30

2.7. Kerangka Konsep ... 31

BAB 3. METODE PENELITIAN ... 32

3.1. Jenis Penelitian ... 32

3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian ... 32

3.3. Populasi dan Sampel ... 33

3.4. Pengumpulan Data ... 37

3.4.1. Alat Pengumpulan Data ... 37

3.4.2. Metoda Pengumpulan Data ... 38

3.5. Variabel dan Definisi Operasional ... 38

3.6. Metode Pengukuran ... 44

3.7. Metode Analisa Data ... 45

3.8. Uji Validitas dan Reliabilitas ... 46


(16)

BAB 4. HASIL PENELITIAN ... 49

4.1. Deskripsi Lokasi Penelitian ... 49

4.1.1. Struktur Organisasi RSUP H. Adam Malik Medan ... 51

4.1.2. Ketersediaan Sumber Daya Manusia ... 53

4.1.3. Pelayanan ... 54

4.2. Karakteristik Responden ... 54

4.3. Sikap Ners Tentang Kolaborasi Perawat-Dokter ... 56

4.4. Sikap Dokter Spesialis Tentang Kolaborasi Perawat-Dokter .. 57

4.5. Kepuasan Kerja Dokter Spesialis ... 58

4.6. Hubungan Antara Sikap Dokter Spesialis Tentang Kolaborasi Perawat-Dokter dengan Kepuasan Kerja Dokter Spesialis ... 60

BAB 5. PEMBAHASAN ... 62

5.1. Sikap Ners tentang Kolaborasi Perawat-Dokter ... 62

5.2. Sikap Dokter spesialis tentang Kolaborasi Perawat-Dokter ... 64

5.3. Kepuasan Kerja Dokter Spesialis dalam Kinerja Perawat ... 65

5.3. Hubungan Antara Sikap Dokter Spesialis tentang Kolaborasi Perawat-Dokter dengan Kepuasan Kerja Dokter Spesialis ... 68

BAB 6. KESIMPULAN DAN SARAN ... 71

6.1. Kesimpulan ... 71

6.2. Saran ... 73

DAFTAR PUSTAKA ... 74


(17)

DAFTAR TABEL

Tabel 4.1 Frekuensi dan Persentase Data Demografi Ners (n = 127) ... 55

Tabel 4.2 Frekuensi dan Persentase Data Demografi Dokter Spesialis (n = 140) ... 56

Tabel 4.3 Sikap Ners tentang Kolaborasi Perawat-Dokter ... 57

Tabel 4.4 Sikap Dokter Spesialis tentang Kolaborasi Perawat-Dokter ... 58 Tabel 4.5 Distribusi Kepuasan Dokter Spesialis Berdasarkan

Faktor-Faktor yang Mempengaruhinya ... 60

Tabel 4.6 Kepuasan Kerja Dokter Spesialis dalam Kinerja Perawat ... 60

Tabel 4.7 Korelasi Sikap Dokter Spesialis tentang Kolaborasi Perawat- Dokter dengan Kepuasan Kerja Dokter Spesialis ... 61


(18)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1. Model Praktik Kolaboratif, Tipe I ... 11

Gambar 2.2. Model Praktik Kolaborasi, Tipe II ... 12


(19)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Instrumen Penelitian ... 77

a. Informed Concent ... 78

b. Kuesioner Kolaborasi Perawat-Dokter ... 79

c. Kuesioner Kepuasan Kerja Dokter Spesialis dalam Kinerja Perawat 81 d. Izin adopsi Instrumen ... 84

e. Jefferson Scale of Attitudes toward Physician-Nurse Collaboration 85

f. Skoring Algoritme JSAPNC ... 86

Lampiran 2 Biodata Expert ... 87

a. Kuesioner Kepuasan Kerja Dokter Spesialis dalam Kinerja Perawat 88 Lampiran 3 Izin Penelitian ... 89

a. Surat Dekan Persetujuan Etik Penelitian ... 90

b. Surat Persetujuan Komisi Etik/ Ethical Clearance ... 91

c. Surat Dekan Pengambilan Data ... 92

d. . Surat izin Pengambilan Data ... 93

Lampiran 4 Struktur ... 94

a. Organisasi RSUP H. Adam Malik Medan ... 95


(20)

Title : The Atitude of Nurses and Specialists toward Nurse-Physician Collaboration and Specialists’ Work Satisfaction at RSUP H. Adam Malik Medan

Name of Student : Sabarina Sitepu

Std. ID Number : 117046004

Study Program : Master in Nursing Science

Field of Specialization : Nursing Administration

ABSTRACT

A nurse-physician collaboration constitutes the collaboration between nurses and doctors and sharing of responsibility in order to solve the problems and making decision in formulating and implementing the design for treating patients. Nurses’ and Specialists’ attitudes toward nurse-physician collaboration demonstrate understanding of nurses and specialist toward nurse-physician collaboration.The objective of the research was to know the attitude of nurses and specialists about nurse-physician collaboration and how about the correlation of the attitude of specialists about nurse-physician collaboration with specialists’ work satisfaction, using quantitative approach. The design of the research was descriptive correlation and the population were specialists and nurses who work together caring for patients at RSUP H. Adam Malik Medan. Sampling techniques using simple random sampling with the number 140 specialists and 127 nurses. The data was collected using a questionnaire and analyze the data using


(21)

techniques of Pearson product moment correlation test. The result of the research showed that ners’ attitude toward nurse-doctor collaboration was (M = 54.13) and specialists were (M = 47.79). More than half of the specialists (52.1%) felt unsatisfied with the nurses’ performance, and 50.7% of them felt unsatisfied with the nurses’ capability in communication. There was significant correlation between the specialists’ attitude toward nurse-doctor collaboration and the specialists’ work satisfaction with the value of p = 0.009 minus α (0.05) and the correlation power (r) 0.219.The level of the nurses’ education caused the increase in nurses’ outlook, particularly their attitude toward nurse-physician collaboration and dissatisfaction of specialist caused lack of ability and knowledge nurse about effective communication. It is recommended that the management of the hospital to increase ability and knowledge of nurse, especially in communication.

Keywords: the attitude, nurse-physician collaboration, nurse, specialists’ satisfaction


(22)

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Kolaborasi perawat-dokter adalah ide yang berulang kali dibahas dikalangan pelayan kesehatan khususnya keperawatan. Namun pelaksanaan praktik kolaborasi perawat-dokter jarang dipraktikkan dengan baik, hal ini disebabkan kurangnya definisi bersama mengenai kolaborasi perawat-dokter, kompleksitas dari kolaborasi, dan ketrampilan yang diperlukan untuk memfasilitasinya (Gardner, 2005).

Kolaborasi perawat-dokter adalah perawat dan dokter bekerja bersama-sama, berbagi tanggung jawab untuk memecahkan masalah dan membuat keputusan dalam merumuskan dan melaksanakan rencana perawatan untuk pesien (Baggs, et al. 1999 dalam Thomson, 2007). Kolaborasi perawat-dokter digambarkan sebagai suatu hubungan kerja sama yang dibangun berdasarkan rasa saling percaya, rasa hormat dan kekuasaan serta memahami pentingnya peran masing-masing anggota tim dan mampu bertindak dalam situasi kesehatan stres tinggi, kolegialiti dan komunikasi (Messmer, 2008). Shortridge et al. (1986 dalam Siegler & Whitney, 2000) menyebutkan kolaborasi sebagai hubungan timbal balik dimana pemberi pelayanan memegang tanggung jawab paling besar untuk perawatan pasien dalam kerangka kerja bidang respektif mereka. Praktik kolaboratif menekankan tanggung jawab bersama dalam manajemen perawatan


(23)

pasien, dengan proses pembuatan keputusan bilateral didasarkan pada masing-masing pendidikan dan kemampuan praktisi.

Kolaborasi perawat-dokter dipandang sebagai faktor penting dalam pemberian asuhan keperawatan yang berkualitas (Nelson, King, & Brodine, 2008). Kolaborasi perawat-dokter meningkatkan hasil klinis serta kepuasan bagi pasien, dapat mengurangi biaya rumah sakit (Ward, Schall, Sullivan, Bowen, Erdmann, & Hojat, 2008), dan meningkatkan kepuasan bagi keluarga pasien, perawat, dan dokter (McGrail, Morse, Glessner & Gardner, 2008). Lebih penting lagi bahwa hubungan kolaborasi antara perawat dan dokter dapat mengurangi angka kematian pasien (Knaus, Draper, Wagner, & Zimmerman, 1986, dalam Ward, et al, 2008).

Walaupun ada penelitian menemukan pentingnya manfaat kolaborasi perawat-dokter, namun ada juga penelitian yang menemukan perbedaan persepsi antara perawat dan dokter tentang kolaborasi. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Copnell, Johnston, Harrison, Wilson, Robson, Mulcari, et al, (2004) terdapat perbedaan yang signifikan antara perawat dan dokter terhadap kolaborasi perawat-dokter. Ada ketidaksepakatan terutama menyangkut prilaku dokter dan sikap mereka terhadap perawat, berbeda dengan prilaku perawat. Dokter secara konsisten dilaporkan tingkatnya terhadap kolaborasi lebih tinggi daripada perawat.

Gardner (2005) menyebutkan kerjasama yang efektif antara keperawatan dan profesi kesehatan lainnya untuk mencapai kualitas pelayanan kesehatan yang tinggi, semakin penting dan tumbuh terus menerus. Kolaborasi adalah kemitraan


(24)

yang kompleks. Ini adalah proses yang terjadi dari waktu ke waktu. Hal ini juga merupakan suatu hasil sintesis dari perspektif yang berbeda, sebuah solusi yang integratif. Hal ini penting untuk mengingat bahwa konflik adalah bagian alami dari kolaborasi. Konflik ini memberikan kesempatan untuk memperdalam kesepakatan/komitmen. Penggunaan strategi ketrampilan resolusi konflik dan kemampuan dapat efektif dalam meningkatkan kualitas dan komitmen tim.

Perspektif yang berbeda dalam memandang pasien, dalam prakteknya menyebabkan munculnya hambatan-hambatan dalam melakukan proses kolaborasi. Kendala psikologis keilmuan dan individual, faktor sosial, serta budaya memunculkan kebutuhan akan upaya kolaborasi yang dapat menjadikan keduanya lebih solid dengan semangat kepentingan pasien. Hambatan kolaborasi perawat dan dokter sering dijumpai pada tingkat profesional dan institusional. Perbedaan status dan kekuasaan tetap menjadi sumber utama ketidaksesuaian yang membatasi pendirian profesional dalam aplikasi kolaborasi. Dokter cenderung pria, dari tingkat ekonomi lebih tinggi dan biasanya fisik lebih besar dibanding perawat, sehingga iklim dan kondisi sosial masih medukung dominasi dokter.

Kepuasan kerja merupakan sesuatu yang dibutuhkan oleh manusia. Seorang bekerja karena ada sesuatu yang hendak dicapainya dan orang berharap bahwa aktifitas kerja yang dilakukan akan membawanya kepada keadaan yang lebih memuaskan daripada keadaan sebelumnya. Pada dasarnya kepuasan kerja merupakan hal yang bersifat individual. Setiap individu akan memiliki tingkat kepuasan yang berbeda-beda sesuai dengan sistem nilai-nilai yang berlaku pada


(25)

dirinya. Semakin banyak aspek-aspek dalam pekerjaan yang sesuai dengan keinginan individu tersebut maka semakin tinggi tingkat kepuasan yang dirasakannya. Kepuasan kerja umumnya dipahami sebagai variabel sikap yang mencerminkan orang-orang yang menyukai pekerjaan mereka, dan secara positif berkaitan dengan kesehatan dan pekerjaan karyawan (Spector, 1997 dalam Leary, Wharton, & Quinlan, 2009).

Untuk banyak dokter, kepuasan kerja bergantung pada hubungan yang baik dengan staf dan kolega, kontrol waktu , sumber daya yang memadai, dan otonomi klinis (Williams et al., 2003 dalam Leary et al., 2009). Bovier dan Perneger (2003) melakukan survei terhadap lebih dari 1.000 dokter di Swiss menemukan bahwa perawatan pasien, hubungan profesional, stimulasi intelektual, dan kesempatan untuk melanjutkan pendidikan kedokteran adalah prediktor kuat kepuasan sementara beban kerja, waktu tersedia untuk keluarga, teman atau rekreasi, beban administrasi, dan pekerjaan yang berhubungan dengan pendapatan dan prestise adalah prediktor ketidakpuasan.

Hubungan terapeutik memungkinkan perawat menyediakan informasi yang diperlukan untuk memahami diagnosa, bekerja sama dalam rencana perawatan, memfasilitasi pemulihan pasien, dan mengembalikan kualitas hidup pasien (Marchese, 2006). Perawat adalah seorang individu yang kompleks, berpengalaman, terlatih, dan memiliki kepribadian yang unik. Menurut Peplau (1992) proses interpersonal sebagai proses interaksi secara simultan dengan orang lain dan saling pengaruh-mempengaruhi satu dengan lainnya, yang terdiri dari 4 fase yaitu : fase orientase, fase identifikasi, fase eksplorasi, fase resolusi. Peplau,


(26)

(1997) menunjukkan bahwa ketika perawat belajar untuk menerapkan prinsip-prinsip hubungan manusia, mereka matang dalam kemampuan untuk mempromosikan hubungan terapeutik ketika mereka datang untuk memahami perilaku dan kebutuhan mereka sendiri (Marchese, 2006).

Rumah Sakit Umum Pusat H. Adam Malik medan merupakan rumah sakit kelas A sesuai dengan SK Menkes No.335/Menkes/SK/VII/1990 dan juga sebagai rumah sakit pendidikan sesuai dengan SK Menkes No.502/Menkes/SK/IX/1991. Rumah Sakit Umum Pusat H. Adam Malik Medan juga sebagai pusat rujukan untuk wilayah meliputi Propinsi Sumatera Utara, Propinsi Nangroe Aceh Darussalam, Propinsi Sumatera Barat dan Propinsi Riau. Dalam kondisi seperti ini rumah sakit sebagai unit pelayanan kesehatan dituntut untuk meningkatkan kualitas pelayanan terutama pada pelayanan rawat inap yang harus diperhatikan adalah manajemen perawatan pasien yang dikelola oleh para dokter spesialis, perawat dan tenaga kesehatan lainnya.

Pelayanan rawat inap di RSUP H. Adam Malik Medan yang didalamnya terdapat kelompok dokter spesialis dari berbagai disiplin ilmu, perawat dan tenaga kesehatan lainnya. Dokter spesialis bervariasi mulai dokter spesialis senior sampai dokter spesialis yunior sedangkan perawat rata-rata adalah perawat junior yang diterima bekerja melalui proses seleksi yang ketat. Terdapat 290 dokter spesialis dengan status Kementrian Kesehatan berjumlah 116 orang (40,0%), dan Kementrian Pendidikan Nasional sebanyak 174 orang (60.0%). Jumlah perawat yang bertugas 752 orang dengan rincian pendidikan S1(Ners) sebanyak 178 orang (23.7%) dan D3 sebanyak 574 orang (76.3%). Tenaga kesehatan dalam


(27)

pelaksanaan tugasnya harus berkolaborasi, bekerja sama saling memberikan informasi, koordinasi dan mempunyai tujuan bersama yaitu kesembuhan pasien dengan harapan semua pihak dapat merasa puas atas hasil kerjanya.

Berdasarkan pengalaman peneliti bekerja selama 20 tahun di ruang kardiovaskuler RSUP H. Adam Malik Medan dan berdasarkan observasi yang dilakukan, penulis merasakan adanya kerjasama antara perawat dan dokter serta merasa nyaman bekerjasama dengan mereka. Dari hasil jajak pendapat yang dilakukan terhadap 40 perawat di Instalasi Kardiovaskuler (unit CVCU, RIK, CATHLAB, ECHO, REHAB JANTUNG) pada bulan mei 2012 menunjukkan: pengetahuan dan pemahaman perawat tentang pengertian kolaborasi perawat-dokter adalah baik, perawat berani melakukan kolaborasi karena mempunyai pengetahuan dan ketrampilan yang baik dan tidak setuju kalau perawat dikatakan perpanjangan tangan dari dokter. Akan tetapi penulis belum menemukan adanya bukti secara empiris pelaksanaan kolaborasi perawat-dokter di RSUP H. Adam Malik, khususnya kolaborasi ners dan dokter spesialis sebagai dua profesi yang professional dibidangnya masing-masing. Peneliti tertarik mengetahui gambaran sikap ners dan dokter spesialis tentang kolaborasi perawat-dokter di RSUP H. Adam Malik Medan, juga mengetahui hubungan sikap dokter spesialis tentang kolaborasi perawat-dokter dan kepuasan kerja dokter spesialis. Peneliti merasa bahwa kolaborasi perawat-dokter merupakan salah satu faktor penting untuk meningkatkan kualitas pelayanan perawatan pasien, mengurangi kesalahan medis, dan meningkatkan profesionalisme perawat.


(28)

1.2. Permasalahan

Berdasarkan uraian dalam latar belakang, maka masalah penelitian yang diteliti adalah bagaimanakah sikap ners dan dokter spesialis tentang kolaborasi perawat-dokter dan bagaimanakah hubungan sikap dokter spesialis tentang kolaborasi perawat-dokter dengan kepuasan kerja dokter spesialis di RSUP H. Adam Malik Medan.

1.3. Tujuan Penelitian

Sejalan dengan permasalahan yang sudah dirumuskan maka yang menjadi tujuan dari penelitian ini adalah:

1. Untuk mengetahui sikap ners tentang kolaborasi perawat-dokter

2. Untuk mengetahui sikap dokter spesialis tentang kolaborasi perawat-dokter 3. Untuk mengetahui kepuasan kerja dokter spesialis dalam kinerja perawat 4. Untuk mengetahui hubungan antara sikap dokter spesialis tentang kolaborasi

perawat-dokter dengan kepuasan kerja dokter spesialis.

1.4. Hipotesis

Sebagai hipotesis dalam penelitian ini adalah ada hubungan antara sikap dokter spesialis tentang kolaborasi perawat-dokter dan kepuasan kerja dokter spesialis di RSUP H. Adam Malik Medan.


(29)

1.5. Manfaat penelitian

Penelitian ini diharapkan memberikan kontribusi positif baik secara teoritis untuk pengembangan keilmuan maupun secara praktik bagi praktisi keperawatan diantaranya:

1.5.1. Pendidikan

Penelitian ini diharapkan berkontribusi dalam perubahan sikap dan prilaku serta menjadi evidence based perbaikan kurikulum pelaksanaan kolaborasi perawat-dokter yang dapat ditelaah pada perkuliahan dan praktikum manajemen/ administrasi keperawatan di pendidikan keperawatan.

1.5.2. Pelayanan

Penelitian ini diharapkan berguna bagi pembangunan komitmen bersama antara ners dan dokter spesialis di RSUP H. Adam Malik Medan, dalam mengembangkan kolaborasi perawat-dokter. Penelitian juga diharapkan bermanfaat untuk mengidentifikasi strategi yang bertujuan menghilangkan hambatan pelaksanan kolaborasi perawat-dokter saat ini, dan mempercepat perkembangan dengan mendukung kegiatan hubungan kolaboratif antara profesional kesehatan.

1.5.3. Penelitian selanjutnya

Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai pertimbangan dan menjadi dasar bagi penelitian selanjutnya yang penelitiannya terkait dengan kolaborasi perawat-dokter.


(30)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

Dalam bab tinjauan kepustakaan ini, beberapa aspek yang relevan untuk penelitian akan disajikan. Adapun penjelasan masing-masing setiap variable akan diuraikan sebagai berikut:

2.1. Kolaborasi Perawat-Dokter

2.1.1. Definisi Kolaborasi Perawat-Dokter 2.1.2. Model Praktek Kolaborasi Perawat-Dokter 2.2. Kepuasan Kerja Dokter

2.3. Landasan Teori

2.3.1. Konsep Kolaborasi Perawat-dokter 2.3.2. Konsep Kepuasan Kerja dokter

2.4. Teori Keperawatan menurut Hildegard Peplau 2.5. Peran Perawat

2.6. Desain Dekriptif Korelasi 2.7. Kerangka Konsep

2.1. Kolaborasi Perawat-Dokter

2.1.1. Definisi Kolaborasi Perawat-Dokter

Kolaborasi perawat-dokter adalah perawat dan dokter bekerja bersama-sama, berbagi tanggung jawab untuk memecahkan masalah dan membuat


(31)

keputusan dalam merumuskan dan melaksanakan rencana perawatan untuk pesien (Baggs, et al. 1999 dalam Thomson, 2007). Kolaborasi perawat-dokter digambarkan sebagai suatu hubungan kerja sama yang dibangun berdasarkan rasa saling percaya, rasa hormat dan kekuasaan serta memahami pentingnya peran masing-masing anggota tim dan mampu bertindak dalam situasi kesehatan stres tinggi, kolegialiti dan komunikasi ( Messmer, 2008). Kolaborasi perawat-dokter tidak akan terjadi apabila pemberi pelayanan tidak mengetahui makna kolaborasi itu sendiri. Kolaborasi perawat-dokter tidak dapat didefenisikan atau dijelaskan dengan mudah, kebanyakan defenisi menggunakan prinsip perencanaan dan pengambilan keputusan bersama, berbagi saran, kebersamaan, tanggung gugat, keahlian dan tujuan serta tanggung jawab bersama (ANA, 1980 dalam Sieggler & Whitney, 2000). Shortridge et al. (1986) dalam Siegler dan Whitney, (2000) menyebutkan kolaborasi sebagai hubungan timbal balik dimana pemberi pelayanan memegang tanggung jawab paling besar untuk perawatan pasien dalam kerangka kerja bidang respektif mereka. Praktik kolaboratif menekankan tanggung jawab bersama dalam manajemen perawatan pasien, dengan proses pembuatan keputusan bilateral didasarkan pada masing-masing pendidikan dan kemampuan praktisi.

American Medical Assosiation (AMA), (1994) mendefinisikan istilah kolaborasi sebagai berikut; Kolaborasi adalah proses dimana dokter dan perawat merencanakan dan praktek bersama sebagai kolega, bekerja saling ketergantungan dalam batasan-batasan lingkup prektek mereka dengan berbagai nilai-nilai dan


(32)

saling mengakui dan menghargai terhadap setiap orang yang berkontribusi untuk merawat individu, keluarga dan masyarakat.

2.1.2. Model Praktek Kolaborasi Perawat-Dokter

Menurut Burchell, Thomas, dan Smith (1983) dalam Siegler dan Whitney (2000) terdapat dua model praktek kolaborasi yaitu:

1. Model Praktek Kolaborasi, Tipe I

Gambar pertama merupakan model praktik kolaborasi yang menekankan komunikasi dua arah, tapi tetap menempatkan dokter pada posisi utama dan membatasi hubungan antara dokter dan pasien.

Dokter

Registered Pemberi Nurse Pelayanan Lain

Pasien

Gambar 2.1. Model Praktik Kolaboratif, Tipe I

(Burchell, Thomas, dan Smith, 1983 dalam Siegler dan Whitney, 2000)

2. Model Praktek Kolaborasi, Tipe II

Gambar kedua lebih berpusat pada pasien, dan semua pemberi pelayanan harus saling bekerja sama, juga dengan pasien. Model ini tetap melingkar,


(33)

menekankan kontinuitas, kondisi timbal balik satu dengan yang lain dan tak ada satu pemberi pelayanan yang mendominasi secara terus menerus.

Dokter Registered

Nurse

PASIEN

Pemberi Pelayanan Lain

Gambar 2.2 Model Praktik Kolaborasi, Tipe II

(Burchell, Thomas, dan Smith, 1983 dalam Siegler dan Whitney, 2000)

Ruble dan Thomas (1976 dalam Siegler & Whitney, 2000) mengembangkan suatu ilustrasi yang dapat membantu interpretasi proses kolaborasi. Gambar ketiga menggambarkan grafik interaksi antara dua pribadi. Ordinat menyatakan tingkat seseorang memuaskan kebutuhannya sendiri; absis menyatakan tingkat orang tersebut memuaskan kebutuhan pihak lain. Kolaborasi terbentuk disaat seseorang berusaha memuaskan kebutuhannya sendiri dan kebutuhan pihak lain secara maksimal. Maka grafik ini dapat memperlihatkan apa yang sering tidak dapat dijelaskan dalam defenisi, bahwa proses kolaborasi membutuhkan sikap yang tegas dan kerjasama, bukan penyerahan seseorang untuk memuaskan pihak lain demi mempertahankan harmoni. Model ini sangat terbatas, meskipun dapat digambarkan interaksi potensial antara perawat dan dokter atau antara dua orang pribadi dalam suatu kelompok yang besar dan


(34)

antar-disiplin, tetapi grafik ini tidak dapat menggambarkan interaksi yang kompleks yang biasa berlangsung dalam kerja kelompok.

Bersaing berkolaborasi

Asertif

Menyetujui

Keasertifan

Tidak asertif menghindari menunjuang

Tidak kooperatif kooperatif

Kekooperatifan

Gambar 2.3. Ilustrasi Proses Kolaborasi

(Ruble dan Thomas, 1976 dalam Siegler dan Whitney, 2000)

Gardner (2005) menyebutkan kerjasama yang efektif antara keperawatan dan profesi kesehatan lainnya untuk mencapai kualitas pelayanan kesehatan yang tinggi, semakin penting dan tumbuh terus menerus. Kolaborasi adalah kemitraan yang kompleks. Ini adalah proses yang terjadi dari waktu ke waktu. Hal ini juga merupakan suatu hasil sintesis dari perspektif yang berbeda, sebuah solusi yang Integratif. Hal ini penting untuk mengingat bahwa konflik adalah bagian alami dari kolaborasi. Konflik ini memberikan kesempatan untuk memperdalam kesepakatan/ komitmen. Penggunaan strategi ketrampilan resolusi konflik dan kemampuan dapat efektif dalam meningkatkan keputusan kualitas dan tim komitmen.

Gardner (2005) menawarkan sepuluh pelajaran untuk meningkatkan kolaborasi. Berfokus pada nilai kolaborasi dapat memotivasi perawatan kesehatan profesional untuk menerapkan pelajaran ini dalam praktek sehari-hari mereka:


(35)

1. Pelajaran 1

Mengenal diri sendiri (Know thyself) . Ada banyak realitas secara bersamaan. Realitas setiap orang didasarkan pada pengembangan persepsi diri. Diperlukan untuk percaya diri dan orang lain untuk mengetahui model mental diri sendiri (bias, nilai-nilai dan tujuan).

2. Pelajaran 2

Belajar untuk menghargai dan mengelola keragaman (Learn to value and manage diversity). Perbedaan adalah aset penting untuk proses kolaboratif yang efektif dan hasil.

3. Pelajaran 3

Mengembangkan keterampilan resolusi konflik yang konstruktif (Develop constructive conflict resolution skills). Di paradigma kolaboratif, konflik dipandang alami dan sebagai sebuah kesempatan untuk memperdalam pemahaman dan kesepakatan.

4. Pelajaran 4

Gunakan kekuatan Anda untuk menciptakan situasi menang -menang (Use your power to create win-win situations) berbagi kekuasaan dan mengakui kekuatan dasar sesorang adalah bagian dari kolaborasi yang efektif.

5. Pelajaran 5

Menguasai keterampilan interpersonal dan proses (Master interpersonal and process skills) . Kompetensi klinis, kerjasama, dan fleksibilitas yang paling sering diidentifikasi sebagai atribut penting untuk praktek kolaboratif efektif.


(36)

6. Pelajaran 6:

Menyadari bahwa kolaborasi adalah sebuah perjalanan (Recognize that collaboration is a journey). Keterampilan dan pengetahuan yang diperlukan untuk kolaborasi efektif membutuhkan waktu dan latihan. Resolusi konflik, keunggulan klinik, menghargai penyelidikan, dan pengetahuan tentang proses kelompok adalah ketrampilan belajar seumur hidup.

7. Pelajaran 7

Pengaruh semua forum multidisiplin (Leverage all multidisciplinary forums). Menjadi baik hadir secara fisik dan mental dalam tim Forum, dapat memberikan kesempatan untuk menilai bagaimana dan Kapan menawarkan komunikasi kolaboratif untuk membangun kemitraan.

8. Pelajaran 8

Menghargai bahwa kolaborasi dapat terjadi secara spontan (Appreciate that collaboration can occur spontaneously). Kolaborasi adalah suatu kondisi yang saling mapan yang bisa terjadi secara spontan jika faktor-faktor yang tepat di tempat.

9. Pelajaran 9

Keseimbangan otonomi dan persatuan dalam hubungan kolaboratif (Balance autonomy and unity in collaborative relationships). Belajar dari keberhasilan dan kegagalan kolaborasi anda. Menjadi bagian dari sebuah tim yang eksklusif sama buruknya dengan bekerja dalam isolasi. Bersedia mencari umpan balik dan mengakui kesalahan untuk keseimbangan dinamis.


(37)

10. Pelajaran 10

Mengingat bahwa kolaborasi tidak diperlukan untuk semua keputusan (Remember that collaboration is not required for all decisions). Kolaborasi tidak obat mujarab, atau itu diperlukan dalam segala situasi.

Perubahan peran pada perawat dan dokter telah mengakibatkan ketegangan interdisipliner dan konflik antara perawat-dokter. Praktek kolaboratif yang kuat memberikan kepuasan untuk pelayanan yang berkualitas tinggi, hemat biaya perawatan pasien tetapi juga untuk profesional perawat dan dokter. Kerjasama dalam perawatan dimulai dengan visi bersama dan pelaksanaan visi ini kemudian mengarah pada kolaborasi. Eksekutif dan manajer bertanggung jawab mendukung dan memfasilitasi proses yang berkaitan dengan pelaksanaan visi ini. Secara khusus harus dipastikan bahwa sistem dalam organisasi tidak menimbulkan konflik antara pelayan kesehatan. Selain itu, mereka harus meningkatkan visi dan perubahan perilaku dengan kegiatan bersama perawat-dokter yang berpusat di sekitar kedua professional berbagi minat dalam perawatan pasien yang baik (LeTourneau, 2004).

Untuk membangun komunikasi dan kolaborasi antara dokter dan perawat perlu dilakukan beberapa cara (LeTourneau, 2004) yaitu:

1. Melibatkan dokter dalam memberikan pendidikan berkelanjutan bagi perawat, keduanya dikelas secara resmi juga secara informal dalam pengaturan pekerjaan.

2. Kembangkan kelompok kolaboratif perawatan di mana perawat-dokter bertemu dan membahas perbaikan perawatan dalam bidang mereka.


(38)

3. Libatkan dokter dan perawat dalam melakukan analisis akar penyebab dan kegagalan, mode, dan efek.

4. Menunjuk perawat melayani di Komite-komite kunci staf medis seperti kredensial, kualitas, atau Komite Eksekutif medis. Tugas ini melambangkan bahwa Anda menghargai dan menghormati perawat.

5. Memiilih dokter dan pemimpin staf medis untuk duduk di Komite praktek Keperawatan.

2.2. Kepuasan Kerja Dokter

Kepuasan kerja adalah sikap seseorang terhadap pekerjaannya, dan sikap itu berasal dari persepsi mereka tentang pekerjaannya. Jadi kepuasan kerja berpangkal dari berbagai aspek kerja seperti upah, kesempatan promosi, supervisi, dan rekan sekerja. Dan sikap itu sendiri adalah kesiap-siagaan mental yang dipelajari dan diorganisasi melalui pengalaman, dan mempunyai pengaruh tertentu atas cara tanggap seseorang terhadap orang lain, obyek, dan situasi yang berhubungan dengannya (Gibson, dkk, 1997 dalam Nurhayani 2006). Menurut Gitosudarmo, dkk (1997) dalam Nurhayani (2006), kepuasan kerja adalah suatu pernyataan emosional yang positif, yang berasal dari perkiraan pekerjaan dan pengalaman kerja seseorang. Kepuasan kerja adalah keadaan emosional yang menyenangkan atau tidak menyenangkan dari karyawan dalam memandang pekerjaannya. Muchlas (1997) dalam Nurhayani (2006) mendefinisikan kepuasan kerja adalah sikap umum seorang terhadap pekerjaannya yang berupa perbedaan antara penghargaan yang diterima dengan penghargaan yang seharusnya diterima


(39)

menurut perhitungannya sendiri. Robbins (1996) dalam Nurhayani (2006) mengartikan kepuasan kerja sebagai tingkat kesenangan yang dirasakan seseorang atas peranan atau pekerjaannya dalam organisasi. Berdasarkan uraian beberapa ahli tersebut, maka dapat diambil kesimpulan bahwa yang dimaksud dengan kepuasan kerja adalah adanya reaksi emosional positif seseorang dalam memandang pekerjaannya sebagai hasil interaksi daya lingkungan kerja (Nurhayani, 2006).

Kepuasan kerja umumnya dipahami sebagai variabel sikap yang mencerminkan orang-orang yang menyukai pekerjaan mereka, dan secara positif berkaitan dengan kesehatan dan pekerjaan karyawan (Spector, 1997 dalam Leary, Wharton, & Quinlan, 2009). Untuk banyak dokter, kepuasan kerja bergantung pada hubungan yang baik dengan staf dan kolega, kontrol waktu , sumber daya yang memadai, dan otonomi klinis (Williams et al., 2003 dalam Leary, et al, 2009).

Survei terhadap lebih dari 1.000 dokter Swiss, Bovier dan Perneger (2003) dalam Leary, et al, (2009) menemukan bahwa perawatan pasien, hubungan profesional, stimulasi intelektual, dan kesempatan untuk melanjutkan pendidikan kedokteran adalah prediktor kuat kepuasan sementara beban kerja, waktu tersedia untuk keluarga, teman atau rekreasi, beban administrasi, dan pekerjaan yang berhubungan dengan pendapatan dan prestise adalah prediktor ketidakpuasan.


(40)

2.3. Landasan Teori

2.3.1. Konsep kolaborasi perawat-dokter

Kolaborasi menggambarkan suatu hubungan kerjasama yang dibangun berdasarkan rasa saling percaya, rasa hormat dan kekuasaan, serta memahami pentingnya peran masing-masing anggota tim dan mampu bertindak dalam situasi kesehatan stress tinggi, kolegialiti dan komunikasi (Messmer, 2008).

Menurut penelitian yang dilakukan McGrail, Morse, Glessner, dan Gardner (2008) ada empat faktor yang perlu diperhatikan dalam mengidentifikasi kolaborasi perawat dan dokter yaitu: 1) pemicu kolaborasi (Collaboration triggers), 2) perilaku fasilitatif (Facillitative behaviors), 3) dampak pada perawat dan dokter (Infact on the involved professional), 4) kompetensi kolaboratif

(Collaborative competence).

Ada dua tipe pemicu kolaborasi yaitu: krisis perawatan pasien (Patient care crises) dan krisis sikap (Affective crises). Krisis perawatan pasien (Patient care crises) adalah perubahan akut status pasien, perubahan yang dirasakan oleh perawat dan dokter sebagai mengancam kehidupan atau potensial berakibat buruk. Krisis sikap (Affective crises) adalah pengalaman emosi yang mendasari perawat dan dokter menjadi khawatir dan/atau kerentanan emosi. Pemicu krisis afek untuk perawat dan dokter berbeda. Perawat mengalami khawatir, cemas atau terlalu takut akan perkembangan pasien, sebaliknya pemicu krisis afek pada dokter paling sering mengalami rasa ketidakmampuan, ketidakpastian, atau perasaan yang kewalahan dan rasa tanggung jawab atas pasien.


(41)

Perilaku fasilitatif (Facillitative Behaviors): seorang dokter dianggap kolaboratif dengan menampilkan kualitas atau perilaku sebagai berikut: percaya dan menghargai rekan perawatnya, hadir secara fisik dan intelektual, merespon dengan cepat, membimbing, cerdik, fleksibel, mendukung dan baik. Kualitas fasilitatif keperawatan sebagian tumpang tindih dengan dokter, tetapi termasuk perilaku lebih kompleks yang memerlukan pertemuan secara simultan. Ini termasuk koordinasi perawatan, advokasi untuk dan pendukung pasien, keluarga dan rekan-rekan dokter mereka. Fasilitatif keperawatan dianggap sebagai seseorang yang berpengetahuan, berpengalaman, responsif dan lembut, sebagai pengambil inisiatif, membimbing dan menghormati kolega/ dokter dan memberikan waktunya.

Dampak pada perawat dan dokter (Impact on the Involved Professional): dokter menggambarkan rasa syukur atau menghormati koleganya, Perawat mengalami kepuasan yang lebih dengan pekerjaan yang dilakukan bersama dengan baik, Kedua kelompok mencerminkan perasaan dihormati, dihargai dan dipahami.

Kompetensi kolabaratif (Collaborative Competence): Kemungkinan pada tingkat tinggi, kolaborasi itu tidak terkait dengan usia, tahun dalam praktek, jenis kelamin atau profesi. Perilaku kolaborasi tingkat tinggi dapat diidentifikasi pada kedua perawat dan dokter. Kesetaraan pengalaman, keahlian atau pengetahuan bukanlah prasyarat untuk sukses dan tingginya kolaborasi. McGrail, Morse, Glessener, dan Gardner (2008) dalam penelitiannya juga berpendapat bahwa


(42)

Kompetensi Kolaboratif terletak dalam lingkungan pendidikan dan kelembagaan yang kompleks, dan kemampuan dan kesempatan untuk berkolaborasi.

Struktur komponen yang juga berperan dalam tingginya kolaborasi adalah: Kedekatan fisik perawat dan dokter, berada di tempat/unit yang sama misalnya di ICU; kontinuitas dan stabilitas perawat dan dokter, seperti operasi, ruang pemulihan, ruang gawat darurat dan departemen rawat jalan; melihat dan menilai pasien bersama-sama. Sebagian elemen-elemen ini bukan hasil perencanaan kelembagaan yang disengaja, tetapi terjadi kebetulan (McGrail, Morse, Glessener, & Gardner, 2008) Penelitian ini menjelaskan secara mengejutkan bahwa kolaborasi terlepas dari jenis kelamin, usia, pengalaman, atau profesi.

Thomas Jefferson University, Philadelphia, Pennsylvania, USA mengembangkan sebuah skala yang digunakan untuk mengukur kolaborasi perawat-dokter yaitu The Jefferson Scale of Atitudes toward Physician-Nurse Collaboration (JSAPNC). Skala ini digunakan untuk mengidentifikasi sikap perawat dan dokter terhadap kolaborasi perawat-dokter di rumah sakit. Ada empat faktor utama yang dibandingkan antara kelompok dokter dan perawat menggunakan JSAPNC yaitu: 1) Berbagi pendidikan dan kolaborasi (shared education and collaboration), 2) Merawat vs menyembuhkan (Caring vs curing), 3) Otonomi perawat (Nurse’s autonomy) dan 4) Otoritas dokter (Physician’s authority)(Ward, Schaal, Sullivan, Bowen, Erdmann, & Hajat, 2008).

Nilai yang tinggi pada faktor “berbagi pendidikan dan kolaborasi” menunjukkan sebuah orientasi yang lebih besar ke arah pendidikan interdisiplinari dan kolaborasi interprofesional. Nilai yang tinggi pada faktor “ merawat lawan


(43)

menyembuhkan/caring lawan curing” menunjukkan pandangan yang lebih positif akan kontribusi perawat terhadap aspek psikososial dan pendidikan pasien. Nilai yang tinggi pada faktor “otonomi perawat” menunjukkan persetujuan yg lebih terhadap keterlibatan perawat dalam membuat keputusan tentang perawatan pasien dan kebijakan. Nilai yang lebih tinggi pada faktor “otoritas dokter” menunjukkan penolakan terhadap peran dominasi total dokter dalam aspek pelayanan pasien (Sterchi, 2007).

2.3.2. Konsep Kepuasan Kerja Dokter

Leary, Wharton, dan Quinlan (2009) menemukan dalam penelitiannya bahwa tingkat kepuasan dokter pria lebih tinggi dari dokter wanita, sementara itu mereka yang bekerja di Poliklinik lebih puas daripada di rumah sakit. Dokter wanita lebih puas berhubungan dengan pasien dan koleganya dibandingkan dokter pria. Sebagian besar dokter tidak puas dengan administrasi dan kendala waktu.

Bertentangan dengan hubungan positif yang dilaporkan antara kepuasan kerja dokter dan tingginya kualitas perawatan interpersonal di Jepang, tidak terlihat kaitan antara kepuasan kerja dokter dan kualitas teknis perawatan. Ditemukan hubungan tidak signifikan secara statistik antara kepuasan kerja dokter dan kualitas perawatan diamati (Ozaki, Bito, Matsumura, Hayashino, Fukuhara , 2008).

Scheurer, McKean, Miller, & Wetterneck (2009) menemukan bahwa Kepuasan Dokter di Amerika Serikat adalah relatif stabil, dengan sedikit penurunan terutama antara dokter perawatan primer (PCPs). Faktor mediasi utama yang terkait kepuasan dokter di rumah sakit (hospitalists) meliputi dua


(44)

faktor. Faktor-faktor dari dokter (usia dan spesialisasi), dan faktor-faktor dari pekerjaan (tuntutan pekerjaan, control pekerjaan, dukungan kolegial, pendapatan, dan insentif), dan faktor-faktor yang tampaknya tidak memiliki efek independen pada kepuasan adalah jenis kelamin dokter, cara bayar pasien, dan karakteristik pasien.

Grembowski, Paschane, Diehr, Katon, Martin, dan Patrick (2005) melakukan penelitian untuk menentukan hubungan antara managed care, kepuasan kerja dokter, dan kualitas perawatan primer, dan untuk menentukan apakah kepuasan kerja dokter berhubungan dengan hasil perawatan primer pasien dengan gejala nyeri dan depresi. Mereka menemukan tiga temuan utama yaitu: Pertama, ditemukan bahwa kepuasan kerja dokter pada awalnya berhubungan dengan beberapa item tetapi tidak semua item ukuran kualitas perawatan primer pasien pada 6 bulan. Untuk pasien dengan rasa nyeri atau gejala depresi, kepuasan kerja dokter berkaitan dengan lebih besarnya kepercayaan pasien dan keyakinan terhadap dokter primari mereka, temuan ini menunjukkan bahwa peningkatan kepercayaan pasien dapat mengurangi ketidak puasan kerja dokter. Di temukan bahwa kepuasan kerja dokter tidak terkait dengan indeks kualitas perawatan, menunjukkan bahwa pandangan dokter tentang pekerjaan mereka tidak berkaitan dengan interaksi pasien. Temuan kedua adalah bahwa kontrol managed care tidak memperhitungkan hubungan antara kepuasan kerja dokter dan kualitas perawatan primer pasien. Penemuan besar ketiga adalah bahwa kepuasan dokter primary pada awalnya tidak berkaitan dengan hasil kesehatan. Kepuasan kerja dokter


(45)

mungkin tidak memiliki hubungan sebab-akibat secara langsung dengan hasil kesehatan.

Lichtenstein (1984) menjelaskan bahwa ada tiga faktor yang mempengaruhi kepuasan kerja dokter yaitu :1 ) tenaga perawat yang cakap dan terampil, 2) perawat harus mampu meyelesaikan tugas-tugas yang didelegasikan dokter dengan baik, 3) perawat harus mampu menyelesaikan tugas rutin klinis seperti mengukur tekanan darah, mengukur suhu, dan lain-lain. Seibolt dan Walker dalam Misener et al, ( 1996 ) mengatakan bahwa sikap perawat yang mampu dan mengerti apa yang seharusnya dikerjakan dan mengerjakannya tidak dalam keadaan terpaksa merupakan elemen kunci untuk membina hubungan dengan dokter. Jika hubungan tersebut berjalan dengan baik akan membuat pekerjaan lebih efektif dan efisien sehingga pada akhirnya akan menimbulkan kepuasan terhadap pekerjaan yang akandilakukan.

Ward dan Lindeman (1979) dalam Siegler dan Whitney (2000) telah mengembangkan Physician’s Perception of the Quality of Nursing Care untuk mengukur beberapa aspek kepuasan dokter sekaligus memberikan hasil menyeluruh kepuasan dokter atas pelayanan keperawatan. Kemudian mengembangkan instrument dengan tehnik quasi-Delphi terdiri dari skala yang mengukur persepsi dokter tentang lima aspek perawatan: 1) perawatan fisik, 2) perawatan emosional, 3) hubungan perawat-dokter, 4) administrasi, dan 5) pengajaran dan persiapan untuk perawatan di rumah.


(46)

2.4. Teori Keperawatan menurut Hildegard Peplau

Peplau membahas tahapan proses interpersonal, peran dalam situasi keperawatan dan metode untuk mempelajari keperawatan sebagai proses interpersonal. Menurut Peplau, bahwa keperawatan terapeutik adalah seni penyembuhan, membantu individu yang sakit atau membutuhkan perawatan kesehatan. Perawatan adalah proses interpersonal karena melibatkan interaksi antara dua atau lebih individu dengan tujuan bersama. Perawat dan pasien bekerja sama sehingga keduanya menjadi dewasa dan berpengetahuan dalam proses kerja.

Model konsep dan teori keperawatan yang dijelaskan oleh Peplau menjelaskan tentang kemampuan dalam memahami diri sendiri dan orang lain yang menggunakan dasar hubungan antar manusia yang mencakup 4 komponen sentral yaitu:1) pasien, 2) perawat, 3) masalah kecemasan yang terjadi akibat sakit, 4) proses interpersonal.

1. Pasien

Sistem dari yang berkembang terdiri dari karakteristik biokimia, fisiologis, interpersonal dan kebutuhan serta selalu berupaya memenuhi kebutuhannya dan mengintegrasikan belajar pengalaman. Pasien adalah subjek yang langsung dipengaruhi oleh adanya proses interpersonal.

2. Perawat

Perawat berperan mengatur tujuan dan proses interaksi interpersonal dengan pasien yang bersifat partisipatif, sedangkan pasien mengendalikan isi yang menjadi tujuan. Hal ini berarti dalam hubungannya dengan pasien, perawat berperan sebagai mitra kerja, pendidik, narasumber, pengasuh pengganti,


(47)

pemimpin dan konselor sesuai dengan fase proses interpersonal. Pendidikan atau pematangan tujuan yang dimaksud untuk meningkatkan gerakan yang progresif dan kepribadian seseorang dalam berkreasi, membangun, menghasilkan pribadi dan cara hidup bermasyarakat.

3. Masalah Kecemasan yang terjadi akibat sakit/ Sumber Kesulitan

Ansietas berat yang disebabkan oleh kesulitan mengintegrasikan pengalaman interpersonal yang lalu dengan yang sekarang, ansietas terjadi apabila komunikasi dengan orang lain mengancam keamanan psikologi dan biologi individu. Dalam model peplau ansietas merupakan konsep yang berperan penting karena berkaitan langsung dengan kondisi sakit. Dalam keadaan sakit biasanya tingkat ansietas meningkat. Oleh karena itu perawat pada saat ini harus mengkaji tingkat ansietas klien. Berkurangnya ansietas menunjukkan bahwa kondisi klien semakin membaik.

4. Proses Interpersonal

Proses interpersonal didefinisikan sebagai proses interaksi secara simultan dengan orang lain dan saling pengaruh-mempengaruhi satu dengan lainnya, biasanya dengan tujuan untuk membina suatu hubungan. Berkaitan dengan hal tersebut, maka proses interpersonal yang dimaksud antara perawat dan pasien ini menggambarkan metode transpormasi energi atau ansietas pasien oleh perawat yang terdiri dari 4 fase yaitu : fase orientase, fase identifikasi, fase eksplorasi, fase resolusi.


(48)

Fase orientasi

Lebih difokuskan untuk membantu pasien menyadari ketersediaan bantuan dan rasa percaya terhadap kemampuan perawat untuk berperan serta secara efektif dalam pemberian asuhan keperawatan pada pasien. Tahap ini ditandai dimana perawat melakukan kontrak awal untuk membangun kepercayaan dan terjadi pengumpulan data.

Dalam praktek kolaborasi Perawat-dokter perlu didukung adanya rasa saling percaya antara perawat dan dokter. Perawat diharapkan mempunyai kecakapan dan ketrampilan untuk mendapatkan kepercayaan dari dokter dan pasien, dengan menunjukkan kepedulian terhadap pasien, menanggapi semua keluhan pasien, melakukan komunikasi interpersonal yang baik kepada pasien dan dokter sehingga data-data pasien dapat terkumpul dengan baik dan bermanfaat bagi perawat maupun dokter dalam membuat perencanaan untuk pasien.

Fase identifikasi

Terjadi ketika perawat memfasilitasi ekspresi perilaku pasien dan memberikan asuhan keperawatan yang tanpa penolakan diri perawat memungkinkan pengalaman menderita sakit sebagai suatu kesempatan untuk mengorientasi kembali perasaan dan menguatkan bagian yang positif dan kepribadian pasien. Respon pasien pada fase identifikasi dapat berupa: 1) Partisipan mandiri dalam hubungannya dengan perawat. 2) Individu mandiri terpisah dari perawat. 3) Individu yang tak berdaya dan sangat tergantung pada perawat.


(49)

Dalam praktek kolaborasi perawat-dokter, perawat menyampaikan kepada dokter semua ekspresi prilaku pasien, bagian – bagian positif dari perasaan dan kepribadian yang ditunjukkan oleh pasien.

Fase eksplorasi

Memungkinkan suatu situasi dimana pasien dapat merasakan nilai hubungan sesuai pandangan/ persepsinya terhadap situasi. Fase ini merupakan inti hubungan dalam proses interpersonal. Dalam fase ini perawat membantu pasien dalam memberikan gambaran kondisi pasien dan seluruh aspek yang terlibat didalamnya.

Perawat berkolaborasi dengan dokter untuk membantu pasien dengan menjelaskan dan menggambarkan kondisi pasien, masalah-masalah yang dialami pasien.

Fase resolusi

Secara bertahap pasien melepaskan diri dari perawat. Resolusi ini memungkinkan penguatan kemampuan untuk memenuhi kebutuhannya sendiri dan menyalurkan energi kearah realisasi potensi.

Perawat berkolaborasi dengan dokter untuk membantu pasien secara bertahap untuk memenuhi kebutuhannya sendiri dan membantu pasien untuk dapat terlepas dari bantuan perawat.


(50)

2.5. Peran Perawat

Menurut Peplau, perawat mempunyai 6 peran yaitu: mitra kerja, narasumber (resources person), pendidik (teacher), kepemimpinan (leadership), pengasuh pengganti (surrogate), konselor (consellor).

1. Mitra kerja

Perawat menghadapi pasien seperti tamu yang dikenalkan pada situasi baru. Sebagai mitra kerja, Hubungan P-K merupakan hubungan yang memerlukan kerja sama yang harmonis atas dasar kemitraan sehingga perlu dibina rasa saling percaya, saling mengasihi dan menghargai.

2. Nara sumber (resources person)

Memberikan jawaban yang spesifik terhadap pertanyaan tentang masalah yang lebih luas dan selanjutnya mengarah pada area permasalahan yang memerlukan bantuan. perawat mampu memberikan informasi yang akurat, jelas dan rasional kepada pasien dalam suasana bersahabat dan akrab.

3. Pendidik (teacher)

Merupakan kombinasi dari semua peran yang lain. Perawat harus berupaya memberikan pendidikan, pelatihan, dan bimbingan pada pasien/ keluarga terutama dalam megatasi masalah kesehatan.

4. Kepemimpinan (leadership)

Mengembangkan hubungan yang demokratis sehingga merangsang individu untuk berperan. Perawat harus mampu memimpin pasien/keluarga untuk memecahkan masalah kesehatan melalui proses kerja sama dan partisipasi aktif pasien.


(51)

5. Pengasuh pengganti (surrogate)

Membantu individu belajar tentang keunikan tiap manusia sehingga dapat mengatasi konflik interpersonal. Perawat merupakan individu yang dipercaya pasien untuk berperan sebagai orang tua, tokoh masyarakat atau rohaniawan guna membantu memenuhi kebutuhannya.

6. Konselor (consellor)

Meningkatkan pengalaman individu menuju keadaan sehat yaitu kehidupan yang kreatif, konstruktif dan produktif. Perawat harus dapat memberikan bimbingan terhadap masalah pasien sehingga pemecahan masalah akan mudah dilakukan.

2.6. Desain Deskriptif Korelasi

Penelitian deskriptif korelasi adalah untuk menggambarkan hubungan antara variabel, selanjutnya menyimpulkan hubungan sebab dan akibat (Polit dan Beck, 2008).

2.7. Kerangka Konsep

Peneliti ingin meneliti sikap ners dan dokter spesialis tentang kolaborasi perawat-dokter dan meneliti hubungan antara sikap dokter spesialis tentang kolaborasi perawat-dokter dengan kepuasan kerja dokter spesialis. Berdasarkan tinjauan kepustakaan maka kerangka konsep dalam penelitian ini dapat digambarkan sebagai berikut:


(52)

KERANGKA KONSEP

Variabel bebas Variabel terikat

Sikap Dokter Spesialis tentang Kolaborasi

Perawat-Dokter

1. Berbagi pendidikan dan Kolaborasi

2. Merawat VS menyembuhkan 3. Autonomi Perawat

4. Autoriti dokter

(Hojat, et al, 1999)

Kepuasan Kerja Dokter Spesialis

1. Kecakapan & ketrampilan Perawat

2. Mampu menyelesaikan tugas yg didelegasikan

3. Mampu menyelesaikan tugas rutin klinis

4. Kepribadian & keramahan perawat

5. Kemampuan pearawat dalam berkomunikasi

(Lictenstein, 1984, Seibolt & Walker, 1996)

Sikap Ners tentang Kolaborasi Perawat-Dokter

1. Berbagi pendidikan dan Kolaborasi

2. Merawat VS menyembuhkan 3. Autonomi Perawat

4. Autoriti dokter


(53)

BAB 3

METODE PENELITIAN

Pada bab ini dijelaskan jenis penelitian, lokasi dan waktu penelitian, populasi dan sampel, pengumpulan data, variabel dan definisi operasional, metode analisis data, dan pertimbangan etik penelitian.

3.1. Jenis Penelitian

Penelitian ini menggunakan metode penelitian kuantitatif dengan desain penelitian deskriptif korelasi. Penelitian deskriptif korelasi ini bertujuan untuk mengidentifikasi hubungan antara sikap ners dan dokter spesialis terhadap kolaborasi perawat-dokter dan kepuasan kerja dokter spesialis, selanjutnya menyimpulkan hubungan sebab dan akibat.

Rancangan penelitian yang dilakukan yaitu mengambil sampel dari populasi yang ada, kemudian dilakukan pengumpulan data dengan menggunakan instrumen sebagai alat bantu. Selanjutnya dilakukan pengolahan data dan menyimpulkan hasil penelitian.

3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian dilakukan di RSUP H.Adam Malik Medan. Lokasi ini dipilih dengan pertimbangan bahwa RSUP H. Adam Malik Medan merupakan rumah sakit pemerintah tipe A dan sekaligus sebagai rumah sakit pendidikan. Selain itu RSUP H. Adam Malik Medan merupakan pusat rujukan kesehatan regional untuk wilayah Sumatera bagian utara dan bagian tengah yang meliputi Propinsi Nangroe


(54)

Aceh Darussalam, Propinsi Sumatera Utara, Propinsi Riau, dan Propinsi Sumatera Barat. RSUP H. Adam Malik Medan juga tempat praktek bagi dokter spesialis dari semua devisi yang bekerja sama dengan banyak perawat dengan latar belakang pendidikan ners.

Waktu untuk pengambilan data dilakukan pada bulan Mei sampai awal Juni 2013.

3.3. Populasi dan Sampel

Populasi penelitian ini adalah dokter spesialis dan ners yang bekerja sama di RSUP H. Adam Malik Medan. Jumlah populasi sebanyak 452 orang dengan rincian 290 orang dokter spesialis dan 162 orang perawat dengan pendidikan S1 (Ners) dengan jabatan fungsional dan bertugas merawat pasien secara langsung.

Berdasarkan hasil perhitungan maka jumlah sampel yang diambil dari populasi dokter spesialis adalah 165 orang dan dihitung dengan menggunakan rumus yang dikenalkan oleh Krejcie dan Morgan, (1970). Jumlah sampel ners menggunakan total sampling yang berarti semua populasi ners menjadi sampel yaitu 162 orang, hal ini untuk mengimbangi besar sampel dokter spesialis.

Menurut Steidl and Thomas ,(2001 dalam Lewis, 2006) secara statistik ada 4 (empat) dasar yang perlu diperhatikan yaitu power (sampel), sample size

(ukuran sampel), α (alfa), dan effect size (efek). Steidl et al (1997 dalam Lewis, 2006) mengatakan bahwa effect size adalah derajat perubahan dalam ketertarikan parameter yang disebabkan oleh partikular tindakan. Komponen-komponen ini saling terkait satu sama lain, karena effect size, sample size dan peningkatan α,


(55)

begitu juga dengan power dari sebuah studi. Menurut Krejcie dan Morgan (1970) dalam artikel nya tentang “Small Sample Techniques” yang merupakan divisi penelitian dari National Education Association (Asosiasi Nasional Pendidikan) yang sudah dipublikasikan sebagai formula dalam menentukan sampel menuliskan bahwa Seiring dengan peningkatan penelitian telah menciptakan suatu kebutuhan metode yang efesien dalam menentukan ukuran/jumlah sampel yang dibutuhkan yang bisa menjadi representatif yang diberikan dari populasi yang ada. Adapun formula dari penentuan sampel tersebut adalah ..

Tabel 3.1. Distribusi penentuan sampel berdasarkan populasi menurut Krejcie dan Morgan (1970)

Rumus yang digunakan oleh Krejcie dan Morgan (1970), yang menjadi ketetapan tersebut adalah :

s = X2NP(1P) ÷ d 2 (N −1) + X 2

Ket :

P(1P).

s = required sample size.

X2 = the table value of chi-square for 1 degree of freedom at the desired confidence level (3.841).

N = the population size.

Populasi Sampel ...

270 280

290

300 …

… 159 162

165

169 …


(56)

P = the population proportion (assumed to be .50 since this would provide the maximum sample size).

d = the degree of accuracy expressed as a proportion (.05).

Jika diketahui populasi dokter spesialis 290 orang maka besar sampel adalah: SIZE =

( 0.05)

3.84x290x0.5 (1-0.5)

2

(290-1)+ 3.84x0.5 (1-0.5) =

1,6825 278,4

= 165,468

Pengambilan sampel dengan mengunakan teknik simple randomsampling

dimana sampel dipilih acak dan sesuai dengan kriteria. Adapun kriteria inklusi sampel dalam penelitian ini adalah dokter spesialis dan ners yang praktek dan bekerja sama di RSUP H. Adam Malik Medan dan bersedia menjadi responden. Kriteria eksklusi sampel ini adalah ners yang bertugas di bagian struktural.

Agar seluruh dokter spesialis terwakili maka peneliti menstratifikasi populasi berdasarkan departemen, terdapat 12 departemen. Selanjutnya peneliti mendapat jumlah responden dengan tehnik proporsi untuk masing-masing departemen. Sebuah sampling frame disiapkan berdasarkan urutan yang dibuat peneliti. Peneliti memasukkan semua nama dokter spesialis yang termasuk dalam populasi kedalam sebuah kotak undi, selanjutnya nama-nama tersebut diambil sesuai dengan jumlah sampel yang diinginkan.

Departemen anestesi sebanyak 10 dokter, bedah (bedah digestif, bedah onkologi, bedah orthopedi, bedah plastik, bedah syaraf, bedah thorak kv, bedah urologi, bedah mulut) sebanyak 30 orang, kedokteran jiwa sebanyak 4 dokter,


(57)

kesehatan anak sebanyak 20 orang, kulit & kelamin sebanyak 13 orang, mata sebanyak 10 orang, obstetri & genekologi sebanyak 23 orang, penyakit dalam sebanyak 19 orang, penyakit jantung sebanyak 9 orang, penyakit paru sebanyak 8 orang, penyakit syaraf sebanyak 6 orang, THT sebanyak 13 orang.

Dapat disimpulkan bahwa sampel yang diambil dalam penelitian ini berjumlah 165 (seratus enam puluh lima) dokter spesialis dan 162 (seratus enam

17 dokter

14 dokter 23 dokter 35 dokter 7 dokter 52 dokter

17 dokter 41 dokter 34 dokter 17 dokter 11 dokter 22 dokter Anestesi Bedah Kulit&Kelamin Ilmu kesehatan jiwa

10 dokter

Kesehatan Anak

30 dokter

Mata 10 dokter

13 dokter 4 dokter 20 dokter 23 dokter 19 dokter 9 dokter Penyakit Jantung Penyakit Dalam Obstetri&Genekologi Penyakit Paru

Penyakit syaraf 6 dokter

8 dokter

13 dokter Penyakit THT


(58)

puluh dua) ners dengan standar error 0.05 (α = 0.05). Ketika penelitian ini dilakukan responden yang ikut terlibat dalam penelitian sebanyak 140 dokter spesialis dan 127 ners. Hal ini disebabkan beberapa hal yaitu: dokter spesialis sulit dijumpai, sedang tugas keluar kota, cuti partus, cuti urusan penting, tugas belajar, dan responden menghilangkan kuesioner.

3.4. Pengumpulan Data

Ada dua aspek dalam pengumpulan data yaitu:alat pengumpulan data dan metode pengumpulan data.

3.4.1. Alat Pengumpulan Data

Semua data dikumpulkan dengan menggunakan alat yang sudah disediakan yaitu kuesioner. Kuesioner penelitian terdiri dari tiga bagian yaitu data demografi, kolaborasi perawat-dokter, dan kepuasan kerja dokter spesialis.

Kuisioner sikap ners dan dokter spesialis tentang kolaborasi perawat-dokter menggunakan skala:The Jefferson Scale of Atitudes toward Physician-Nurse Collaboration (JSAPNC) yang dikembangkan oleh Thomas Jefferson University Philadelphia, Pennsylavia, USA (Ward, Schaal, Sullivan, Bowen, Erdmann, dan Hojat, 2008) yang sudah di back translate oleh peneliti sebelumnya Setiawan, (2012). Kuesioner terdiri dari 15 pernyataan dengan rentang nilai 15 – 60 dan pernyataan berupa pernyataan negatif dan positif.

Kuisioner kepuasan kerja dokter spesialis dikembangkan berdasarkan ide Lichtenstein (1984) tentang faktor pelayanan keperawatan yang berhubungan dengan kepuasan kerja dokter spesialis dan Seibolt dan Walker (1996)


(59)

mengatakan bahwa sikap perawat yang mampu dan mengerti apa yang seharusnya dikerjakan dan mengerjakannya tidak dalam keadaan terpaksa merupakan elemen kunci untuk membina hubungan dengan dokter. Kuesioner terdiri dari 30 pernyataan dengan rentang nilai 30 – 150 dan pernyataan berupa pernyataan negatif dan positif.

3.4.2. Metode Pengumpulan Data

Metode yang digunakan dalam pengumpulan data adalah metode berupa

self report yaitu kuesioner dibagikan kepada responden kemudian responden mengisi kuesioner sesuai dengan apa yang mereka ketahui dan rasakan.

Prosedur pengumpulan data dilakukan setelah mendapatkan izin pelaksanaan penelitian dari bagian pendidikan Program Studi Magister Ilmu Keperawatan dan mendapat izin penelitian dari RSUP H.Adam Malik Medan. Setelah mendapatkan izin tersebut, terlebih dahulu akan dijelaskan kepada calon responden tentang prosedur, manfaat penelitian dan cara pengisian kuesioner dan memperoleh persetujuan dari responden. Kuesioner menunjukkan hasil dari data demografi, sikap ners dan dokter spesialis tentang kolaborasi perawat-dokter, dan kepuasan kerja dokter spesialis dalam kinerja perawat.

3.5. Variabel dan Defenisi Operasional

Variabel yang digunakan oleh peneliti ada dua kategori, yaitu variabel bebas (independent variable) adalah sikap ners dan dokter spesialis tentang


(60)

kolaborasi dan variabel terikat (dependent variable) adalah kepuasan kerja dokter spesialis.

Sikap adalah pemahaman berdasarkan pada pendirian atau keyakinan. Sikap ners tentang kolaborasi perawat-dokter adalah pemahaman ners berdasarkan pada pendirian atau keyakinannya terhadap hubungan timbal balik antara perawat-dokter, bertanggung jawab bersama dalam manajemen perawatan pasien, dengan proses pembuatan keputusan bilateral didasarkan pada masing-masing pendidikan dan kemampuan praktisi, merencanakan dan praktek bersama sebagai kolega, bekerja saling ketergantungan dalam batasan-batasan lingkup prektek dengan berbagai nilai-nilai dan saling mengakui dan menghargai kontribusi untuk merawat individu, keluarga dan masyarakat.

Sikap dokter spesialis tentang kolaborasi perawat-dokter adalah pemahaman dokter spesialis berdasarkan pada pendirian atau keyakinannya terhadap hubungan timbal balik antara perawat-dokter, bertanggung jawab bersama dalam manajemen perawatan pasien, dengan proses pembuatan keputusan bilateral didasarkan pada masing-masing pendidikan dan kemampuan praktisi, merencanakan dan praktek bersama sebagai kolega, bekerja saling ketergantungan dalam batasan-batasan lingkup prektek dengan berbagai nilai-nilai dan saling mengakui dan menghargai kontribusi untuk merawat individu, keluarga dan masyarakat.

Empat faktor utama yang dibandingkan antara kelompok dokter dan ners tentang kolaborasi perawat-dokter yaitu: 1) Berbagi pendidikan dan kolaborasi (shared education and collaboration), 2) Merawat melawan menyembuhkan


(61)

(Caring vs curing), 3) Otonomi perawat (Nurse’s autonomy) dan 4) Otoritas dokter (Physician’s authority)

Berbagi pendidikan dan kolaborasi (Shared education and collaboration)

adalah menunjukkan sebuah orientasi yang lebih besar ke arah pendidikan interdisiplin dan kolaborasi interprofesional. Merawat lawan menyembuhkan/ caring lawan curing (Caring vs curing) adalah menunjukkan pandangan yang lebih positif akan kontribusi perawat terhadap aspek psikososial dan pendidikan pasien. Otonomi perawat (Nurse’s autonomy ) adalah menunjukkan persetujuan yang lebih besar terhadap keterlibatan perawat dalam membuat keputusan tentang perawatan pasien dan kebijakan. Otoritas dokter (Physician’s autority) adalah menunjukkan adanya penolakan terhadap peran dominasi total dokter dalam aspek pelayanan pasien

Kepuasan Kerja dokter spesialis adalah pernyataan perasaan dokter spesialis atas hasil kerja yang dilakukannya dalam kinerja perawat saat memberikan pelayanan kesehatan di RSUP H. Adam Malik Medan sehingga berdampak pada kepuasan kerja dokter spesialis.

Lima faktor yang mempengaruhi kepuasan kerja dokter spesialis dalam kinerja perawat yaitu 1) kecakapan dan ketrampilan perawat yang pernah bekerja sama dengannya, 2) kemampuan melaksanakan tugas rutin klinis, 4) kepribadian dan keramahan perawat yang pernah bekerja sama dengannya, dan 5) kemampuan perawat dalam berkomunikasi.

Kecakapan dan ketrampilan perawat yang dimaksud adalah bahwa perawat mempunyai pengetahuan dan memahami penyakit yang diderita pasien, mampu


(62)

melakukan tindakan yang tepat, terampil dalam menghadapi keluhan pasien, tanggap dan peduli, mampu melakukan komunikasi interpersonal dan melengkapi kebutuhan dokter saat melakukan visite.

Kemampuan perawat dalam melaksanakan tugas delegasi dokter adalah perawat terampil melakukan tindakan invasif, mampu mengelola sampai tuntas pemeriksaan laboratorium, pemeriksaan radiologi dan pemeriksaan diagnostik, mampu mengganti balutan sesuai standar, dan mampu melakukan pemberian obat yang telah ditentukan.

Kemampuan perawat dalam melaksanakan tugas rutin klinis adalah perawat mampu mengumpulkan data tentang status kesehatan pasien, mampu mengukur tanda-tanda vital, mampu menginformasikan rencana tindakan keperawatan, mampu melaksanakan tindakan keperawatan, mampu mengevaluasi, dan mampu mendokumentasikan dokumen asuhan keperawatan.

Kepribadian dan keramahan perawat yang diharapkan adalah bahwa perawat menyambut pertemuan dengan senyum, salam dan sapaan, mendampingi dokter saat visite, menambahkan informasi yang berarti dan dibutuhkan saat visite bersama, mampu menyampaikan maksud dokter kepada pasien, serta menghargai dokter sebagai kolega.

Kemampuan perawat dalam berkomunikasi dimaksudkan bahwa perawat menghubungi dokter apabila terjadi kegawatan, mengkomunikasikan hasil pantauan secara sistematis, mampu melakukan konsultasi tentang perawatan pasien, dapat diajak berdiskusi tentang kondisi pasien, mampu mengendalikan diri serta mampu berkomunikasi dengan pasien.


(63)

N o.

Variabel Defenisi Operasional Alat Ukur Hasil Ukur Skala

1. Sikap ners

tentang kolaborasi perawat-dokter pemahaman ners berdasarkan pada pendirian atau keyakinannya terhadap

hubungan timbal balik antara perawat-dokter,

bertanggung jawab

bersama dalam manajemen perawatan pasien, dengan proses pembuatan keputusan bilateral didasarkan pada masing-masing

pendidikan dan kemampuan praktisi, merencanakan dan praktek bersama sebagai kolega, bekerja saling ketergantungan dalam batasan-batasan lingkup prektek dengan berbagai nilai-nilai dan saling

mengakui dan menghargai kontribusi untuk merawat individu, keluarga dan masyarakat.

Lembar kuesioner

Rentang nilai 15 – 60. Seorang responden harus menjawab sedikitnya 12 item ( 80 % ) dari 15 item pertanyaan; sebaliknya, akan dianggap sebagai tidak lengkap dan dikecualikan dari analisis data. Pada responden dengan 3 atau kurang item yang tidak terjawab, nilai-nilai yang hilang harus diganti dengan rata-rata skor dihitung dari item pertanyaan yang selesai dikerjakan oleh responden. Untuk penilaian kuesioner pertanyaan nomor 8 dan 10 dinilai secara berkebalikan (1 = sangat setuju, 2 = cenderung setuju, 3 = cenderung tidak setuju, 4 = Sangat tidak setuju). Item lainnya langsung dinilai berdasarkan pada bobot Likert (4 = sangat setuju, 3 = cenderung setuju, 2 = cenderung tidak setuju, 1 = Sangat tidak setuju).

• Skala nominal.

• Mean total skor adalah jumlah total score sikap ners tentang kolaborasi perawat-dokter dibagi jumlah keseluruhan ners.

• Semakin tinggi skor, semakin positif sikap ners terhadap kolaborasi perawat-dokter.

2. Sikap dokter spesialis tentang kolaborasi

perawat-pemahaman dokter

spesialis berdasarkan pada pendirian atau keyakinannya terhadap hubungan timbal balik

Lembar kuesioner

Rentang nilai 15 – 60. Seorang responden harus menjawab sedikitnya 12 item ( 80 % ) dari 15 item pertanyaan; sebaliknya,

• Skala nominal.

• Mean total skor adalah jumlah total score sikap dokter spesialis


(64)

dokter antara perawat-dokter, bertanggung jawab

bersama dalam manajemen perawatan pasien, dengan proses pembuatan keputusan bilateral didasarkan pada masing-masing

pendidikan dan kemampuan praktisi, merencanakan dan praktek bersama sebagai kolega, bekerja saling ketergantungan dalam batasan-batasan lingkup prektek dengan berbagai nilai-nilai dan saling

mengakui dan menghargai kontribusi untuk merawat individu, keluarga dan masyarakat.

akan dianggap sebagai tidak lengkap dan dikecualikan dari analisis data. Pada responden dengan 3 atau kurang item yang tidak terjawab, nilai-nilai yang hilang harus diganti dengan rata-rata skor dihitung dari item pertanyaan yang selesai dikerjakan oleh responden. Untuk penilaian kuesioner pertanyaan nomor 8 dan 10 dinilai secara berkebalikan (1 = sangat setuju, 2 = cenderung setuju, 3 = cenderung tidak setuju, 4 = Sangat tidak setuju). Item lainnya langsung dinilai berdasarkan pada bobot Likert (4 = sangat setuju, 3 = cenderung setuju, 2 = cenderung tidak setuju, 1 = Sangat tidak setuju).

tentang kolaborasi perawat-dokter dibagi jumlah keseluruhan dokter spesialis.

• Semakin tinggi skor, semakin positif sikap dokter spesialis terhadap kolaborasi perawat-dokter.

3. Kepuasan kerja dokter spesialis

pernyataan perasaan dokter spesialis atas hasil kerja yang dilakukannya dalam kinerja perawat saat memberikan pelayanan kes di RSUP H. Adam Malik Medan sehingga berdampak pada kepuasan kerja dokter spesialis.

Lembar kuesioner

Rentang nilai 30 – 150 Jawaban responden thdp pernyataan kuesioner dgn menggunakan skala Likert 1 sampai 5.

Standart nilai :

• Sangat sesuai = 5,

• Sesuai = 4,

• Kurang sesuai = 3,

• Tidak sesuai = 2,

• Sangat tdk sesuai = 1.


(65)

3.6. Metode Pengukuran

1) Sikap ners dan dokter spesialis tentang kolaborasi perawat-dokter.

Pengukuran menggunakan algoritme penilaian JSAPNC sebagai berikut: Seorang responden harus menjawab sedikitnya 12 item ( 80 % ) dari 15 item pertanyaan; sebaliknya, akan dianggap sebagai tidak lengkap dan dikecualikan dari analisis data. Pada responden dengan 3 atau kurang item yang tidak terjawab, nilai-nilai yang hilang harus diganti dengan rata-rata skor dihitung dari item pertanyaan yang selesai dikerjakan oleh responden. Untuk penilaian kuesioner pertanyaan nomor 8 dan 10 dinilai secara berkebalikan (1 = sangat setuju, 2 = cenderung setuju, 3 = cenderung tidak setuju, 4 = Sangat tidak setuju). Item lainnya langsung dinilai berdasarkan pada bobot Likert (4 = sangat setuju, 3 = cenderung setuju, 2 = cenderung tidak setuju, 1 = Sangat tidak setuju).

Total skor adalah jumlah dari semua nilai item pertanyaan. Semakin tinggi skor, semakin positif sikap terhadap kolaborasi perawat-dokter. Item pertanyaan pada masing-masing dari empat faktor kolaborasi perawat-dokter adalah sebagai berikut:

a) Berbagi pendidikan & kolaborasi : 1, 3, 6, 9, 12, 14, 15. b) Merawat vs menyembuhkan : 2,4,7.

c) Otonomi perawat : 5,11,13.

d) Otoritas Dokter : 8,10.

2) Kepuasan Kerja Dokter.

Jawaban responden terhadap pernyataan kuesioner dengan menggunakan skala Likert 1 sampai 5. Standart nilai : Sangat sesuai = 5, Sesuai = 4, Kurang


(66)

sesuai = 3, Tidak sesuai = 2, Sangat tidak sesuai = 1. Skor maximal : 150, skor minimal : 30. Jawaban atas pernyataan yang terpisah dalam suatu variable dijumlahkan dalam skor komposit. Kepuasan responden diketahui berdasarkan atas semua pernyataan dalam setiap variabel. Pengukuran data dilakukan berdasarkan jumlah total skor yang diperoleh masing-masing responden perkelompok variabel penelitian.

Untuk analisis selanjutnya digolongkan subyek kedalam 2 kategori, berdasarkan gambaran univariatnya menjadi variabel skala nominal dengan cara: a. Apabila distribusi data normal menggunakan mean (rata-rata). Berdasarkan

titik nilai tersebut, maka dikelompokkan menggunakan kategori : Puas : skor ≥ rata-rata

Kurang puas : skor < rata-rata

b. Apabila distribusi data tidak normal menggunakan titik median. Berdasarkan titik nilai tersebut ,maka dikelompokan menggunakan kategori :

Puas : total skor ≥ Median Kurang puas : total skor < Median

3.7. Metode Analisa Data

Sebelum analisis data dilakukan, terlebih dahulu untuk mengetahui apakah data penelitian terdistribusi normal atau tidak dengan menggunakan parameter koefisien varians, rasio skewness, rasio kurtosis dan kolmogorav-smimov. Untuk variabel sikap dokter spesialis tentang kolaborasi, dilihat berdasarkan parameter koefisien varians didapat nilai 10% (< 30%), rasio skewness didapat nilai 0.82 (-2


(67)

s/d 2), rasio kurtosis didapat nilai -1.59 (-2 s/d 2), dan kolmogorov-smimov didapat nilai p = 0.000 ( p > 0.05) berarti data berdistribusi secara normal. Untuk variabel kepuasan dokter spesialis dalam kinerja perawat, dilihat berdasarkan parameter koefisien varians didapat nilai 13,93% (< 30%), rasio skewness didapat nilai -3,20 (-2 s/d 2), rasio kurtosis didapat nilai 1,68 (-2 s/d 2), dan kolmogorov-smimov didapat nilai 0.2 (p > 0.05) berarti data berdistribusi secara normal.

Peneliti melakukan analisis univariat yaitu analisa yang digunakan untuk menjelaskan karakteristik dari variabel yang diteliti dengan cara mendeskripsikan nilai atau angka karakterisktik responden dan tahap selanjutnya peneliti melakukan analisis bivariat menggunakan tehnik uji korelasi pearson product moment, mencari hubungan antara sikap dokter spesialis tentang kolaborasi perawat-dokter dengan kepuasan kerja dokter spesialis.

Kekuatan hubungan dua variabel secara kualitatif dapat dibagi dalam empat area, yaitu: korelasi (r) 0.00 – 0.25 berarti tidak ada hubungan/ hubungan lemah, 0.26 – 0.50 berarti hubungan sedang, 0.51 – 0.75 berarti hubungan kuat, dan 0.76 – 1 berarti hubungan sangat kuat/ sempurna.

3.8. Uji Validitas dan Reliabilitas

Menurut Krejcie and Morgan (1970), Instrumen dikatakan valid berarti menunjukkan alat ukur yang dipergunakan untuk mendapatkan data itu valid atau dapat digunakan untuk mengukur apa yang seharusnya di ukur. Jenis validitas yang digunakan pada kuesioner kepuasan kerja dokter spesialis adalah validitas isi (Content validity). Menurut Krejcie and Morgan (1970), hasil uji validitas isi


(68)

dikatakan valid apabila memiliki nilai > 0.7 dan setelah dilakukan uji validitas oleh 5 orang ahli sesuai dengan bidangnya; dokter spesialis jantung, dokter spesialis paru, dokter spesialis anestesi dan magister keperawatan, maka CVI yang didapat adalah 0.94 (lihat lampiran). Sehingga kuesioner yang diberikan kepada responden dinyatakan valid secara isi.

Uji reliabilitas berguna untuk menetapkan apakah instrumen yang dalam hal ini kuesioner dapat digunakan lebih dari satu kali, paling tidak oleh responden yang sama akan menghasilkan data yang konsisten. Dengan kata lain, reliabilitas instrumen mencirikan tingkat konsistensi. Reliabilitas adalah ukuran yang menujukkan bahwa alat ukur yang digunakan dalam penelitian keperilakukan mempunyai keandalan sebagai alat ukur, diantaranya di ukur melalui konsistensi hasil pengukuran dari waktu ke waktu jika fenomena yang diukur tidak berubah.

Uji reliabilitas kuesioner kepuasan kerja dokter spesialis menggunakan 30 responden, didapat hasil reliabilitas Cronbach’s Alpha 0.951 (hasil reliabilitas terlampir) artinya kuesioner mempunyai nilai koefisien reliabilitas yang baik. Nilai Cronbach’s Alpha sesuai dengan kriteria nilai menurut Sunyoto (2011) menyatakan bahwa koefisien reliabilitas yang baik adalah diatas 0,7 (cukup baik), di atas 0,8 (baik).

Uji reliabilitas kuesioner kolaborasi perawat-dokter dengan skala jefferson oleh Jones dan Fitzpatrick, (2009) menemukan nilai cronbach koefisien alpha (α) adalah 0,91. Taylor, (2009) dalam studinya mendapatkan nilai cronbach koefisien alpha (α) adalah 0,89. Ward, Schaal, Sullivan, Bowen, Erdmann, dan Hojat, (2008) menemukan koefisien reliabilitas untuk skala Jefferson adalah 0,85.


(69)

3.9. Pertimbangan Etik

Peneliti dalam melakukan penelitian dengan memperhatikan pertimbangan-pertimbangan etika penelitian, antara lain; 1) Ethical clearen oleh komisi etik penelitian, 2) pelaksanaan penelitian dilakukan oleh peneliti setelah mendapatkan izin dan rekomendasi dari Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara dan izin dari rumah sakit H. Adam Malik Medan. 3) seluruh responden diberi lembar persetujuan yang ditandatangani sebagai bukti kesediaannya menjadi responden (informed consent), 4) sebelum menyerahkan lembar persetujuan, peneliti terlebih dahulu menjelaskan tujuan penelitian kepada calon responden. 5) anonymity, peneliti tidak mencantumkan nama pada lembar kuesioner dan hanya memberikan inisial atau kode saja. 6) confidentiality, semua informasi yang diberikan oleh responden dijamin kerahasiaannya oleh peneliti, data-data yang tidak terpakai disimpan oleh peneliti. 7) untuk mengurangi beban responden dalam mengisi kuesioner maka peneliti memberikan kuesioner disaat responden istirahat dan membolehkan kuesioner untuk dibawa pulang oleh responden kerumah.


(1)

(2)

(3)

(4)

LAMPIRAN 4


(5)

(6)