Lahirnya Undang-Undang No. 9 Tahun 2009 tentang Badan Hukum Pendidikan

peran serta partisipasi masyarakat dalam bidang pendidikan terutama dalam pemenuhan atas pembiayaan pendidikan.

2.3 Lahirnya Undang-Undang No. 9 Tahun 2009 tentang Badan Hukum Pendidikan

Badan Hukum Pendidikan merupakan suatu wacana dalam masyarakat maupun dalam dunia akademis. Sejak RUU BHP diperkenalkan di DPR, telah timbul pro-kontra didalam masyarakat mengenai fungsi dan peranan BHP dalam manajemen pendidikan nasional. Telah banyak sorotan dari masyarakat maupun dari dunia akademik mengenai Badan Hukum Pendidikan dilihat dari segi hukum, perundang-undangan, politik, demokrasi maupun tinjauan historis dari yayasan-yayasan penyelenggara pendidikan yang menganggap BHP telah merampas hak yayasan pendidikan. Dalam Undang-Undang No. 9 tahun 2009 tentang Badan Hukum Pendidikan menyatakan bahwa Badan Hukum Pendidikan adalah unit organisasi yang menjalankan fungsi Badan Hukum Pendidikan, baik secara sendiri maupun secara bersama-sama, sesuai dengan tujuan Badan Hukum Pendidikan. Jadi dapat dikatakan bahwa, di dalam Badan Hukum Pendidikan tersebut terdapat juga unit-unit pelaksana seperti yayasan pendidikan yang menjalankan fungsi Badan Hukum Pendidikan untuk melaksanakan kegiatan pendidikan formal, baik itu pemimpin organ pengelola pendidikan maupun pimpinan organ pengelola. Kelahiran Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2009 tentang Badan Hukum Pendidikan UU BHP merupakan perintahamanat dari Pasal 53 ayat 1 dan 4 Undang- Undang Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional UU Sisdiknas yang menyebutkan bahwa : 1. Penyelenggaraan danatau satuan pendidikan formal yang didirikan oleh Pemerintah atau masyarakat berbentuk badan hukum pendidikan. 2. Ketentuan tentang badan hukum pendidikan diatur dengan undang-undang tersendiri. Pasal 53 UU Sisdiknas mewajibkan penyelenggara danatau satuan pendidikan formal yang didirikan Pemerintah atau masyarakat berbentuk Badan Hukum Pendidikan BHP. BHP berfungsi memberikan pelayanan kepada peserta didik yang bersifat nirlaba Universitas Sumatera Utara dan dapat mengelola dana secara mandiri untuk memajukan satuan pendidikan. 53 Pasal 1 ayat 1 UU BHP menyebutkan Badan Hukum Pendidikan adalah badan hukum yang menyelenggarakan pendidikan formal. Kemudian dalam Pasal 1 angka 9 diberikan batasan bahwa pendidikan formal adalah jalur pendidikan terstruktur dan berjenjang yang meliputi pendidikan dasar, pendidikan menengah, dan pendidikan tinggi. UU Sisdiknas mengamanatkan perlunya pelaksanaan manajemen pendidikan berbasis sekolahmadrasah pada jenjang pendidikan dasar dan menengah, serta otonomi perguruan tinggi pada jenjang pendidikan tinggi. Selain itu, dalam Pasal 53 UU Sisdiknas juga diperintahkan bahwa BHP harus diatur dengan undang-undang. Sehubungan dengan hal tersebut, telah diundangkan Undang- Undang Nomor 9 Tahun 2009 tentang Badan Hukum Pendidikan UU BHP yang mengatur tentang BHP dalam bentuk undang-undang. Selanjutnya, sesuai ketentuan Pasal 5 UU BHP, maka BHP terdiri dari ada 2 dua jenis, yaitu: 1. BHP Penyelenggara BHP Penyelenggara adalah Yayasan, Perkumpulan, atau badan hukum lain sejenis yang telah menyelenggarakan pendidikan formal dan diakui sebagai badan hukum pendidikan, yang menyelenggarakan 1 satu atau lebih satuan pendidikan formal. 2. BHP Satuan Pendidikan. BHP Satuan Pendidikan merupakan jenis badan hukum pada satuan pendidikan formal. Sesuai dengan Pasal 6 dan Pasal 7 UU BHP, ada 3 tiga bentuk BHP Satuan Pendidikan yaitu: 1. Badan Hukum Pendidikan Pemerintah BHPP adalah badan hukum pendidikan yang didirikan Pemerintah dengan peraturan Pemerintah atas usul Menteri. 2. Badan Hukum Pendidikan Pemerintah Daerah BHPPD adalah badan hukum pendidikan yang didirikan Pemerintah Daerah dengan Peraturan Gubernur atau Peraturan BupatiWalikota. 3. Badan Hukum Pendidikan Masyarakat BHPM adalah badan hukum pendidikan yang didirikan masyarakat dengan Akta Notaris yang disahkan oleh Menteri. Ketiga bentuk BHP tersebut di atas hanya mengelola 1 satu satuan pendidikan formal Pasal 6 ayat 2. Dengan demikian UU BHP menegaskan bahwa pendiri badan hukum pendidikan adalah pemerintah, pemerintah daerah, atau masyarakat. Di mana 53 Anwar Arifin, op.cit., hal 134. Universitas Sumatera Utara pendiri dapat orang perseorangan, kelompok orang, atau badan hukum seperti Yayasan, Perkumpulan, atau badan hukum lain sejenis. Sehingga setelah berlakunya UU BHP tidak ada lagi penyelenggara pendidikan selain dalam bentuk Badan Hukum Pendidikan BHP. Undang-Undang Badan Hukum Pendidikan merupakan eksekusi terhadap Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional Tahun 2003 yang mengamanatkan otonomisasi perguruan tinggi. Berdasarkan Pasal 53 Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional yang menyatakan bahwa: 1. Penyelenggara danatau satuan pendidikan formal yang didirikan pemerintah atau masyarakat berbentuk Badan Hukum Pendidikan. 2. Badan Hukum Pendidikan pada ayat 1 berfungsi memberikan pelayanan pendidikan kepada peserta didik. 3. Badan Hukum Pendidikan pada ayat 1 berprinsip Nirlaba dan dapat mengelola dana secara mandiri untuk memajukan satuan pendidikan. 4. Ketentuan Badan Hukum Pendidikan diatur dengan undang-undang tersendiri. Lahirnya Undang-Undang Badan Hukum Pendidikan menimbulkan pro dan kontra di dalam masyarakat. Sehingga beberapa kelompok masyarakat mengajukan judicial review Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional dan Undang-Undang Badan Hukum Pendidikan karena telah terlanggar hak konstitusionalnya. Dengan putusan nomor 11-14-21-126-136PUU-VII2009 permohonan Aep Saepudin menyampaikan kepada Mahkamah Konstitusi maka muncul dampak negatif yang berpotensi menciptakan pendidikan yang tidak ilmiah antara lain : 54 1. Negara melepas tanggung jawab untuk mencerdaskan kehidupan bangsa yang merata bagi masyarakat. 2. Masyarakat menanggung dan akan menanggung beban sebagai penanggung jawab keberlangsungan pendidikan. 3. Masyarakat diharuskan mengeluarkan biaya pendidikan dan menjadi sumber pendanaan pendidikan untuk setiap jenjang pendidikan. 4. Kerugian bagi setiap orang yang telah melebihi usia 15 tahun tidak dapat mengenyam pendidikan dasar karena adanya pembatasan usia dan pendidikan dasar dibatasi hingga 9 tahun. 5. Menurunkan kualitas pengelolaan institusi pendidikan oleh karena adanya kegiatan diluar peningkatan keilmuan. 54 Putusan Perkara nomor 11-14-21-126-136PUU-VII2009 halaman 15. Universitas Sumatera Utara 6. Nasionalisme akan terkikis oleh karena pendidikan dilepas ke pasar, dimana negara hanya menjadi pemegang saham dalam Badan Hukum Pendidikan. 7. Berpotensi terjadi disintegrasi bangsa karena adanya diskriminasi sosial dalam kebijakan pendidikan nasional. Hak Uji Materiil Atas Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional dan Undang- Undang Badan Hukum Pendidikan antara lain adalah : 55 1. Filosofi pendidikan dalam cita-cita Negara Kesatuan Republik Indonesia akan terpenuhi sebagaimana tertuang dalam Undang-Undang Dasar 1945, terutama berhubungan dengan tanggung jawab penuh negara atas pendidikan. 2. Tanggung jawab pendidikan sepenuhnya berada pada pemerintah sehingga setiap warga negara akan mengikuti jenjang pendidikan dengan sungguhsungguh tanpa ada beban. 3. Pengawasan kualitas, pembiayaan dan pendanaan pendidikan sepenuhnya berada dan bersumber dari pemerintah dan pemerintah daerah. 4. Hilangnya diskriminasi kelas sosial dalam sistem pendidikan nasional. 5. Institusi pendidikan akan senantiasa fokus dalam pengelolaan pendidikan di bidang peningkatan ilmu pengetahuan bukan kegatan usaha lainnya. 6. Penyelarasan seluruh peraturan dibawah Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional dan Undang-Undang Badan Hukum Pendidikan. Sistem Pendidikan Nasional yang didasarkan pada Badan Hukum Pendidikan bertentangan dengan paradigma pendidikan menurut Undang- Undang Dasar yang dapat menyebabkan komersialisasi, melepaskan tanggung jawab negara dan berpotensi adanya diskriminasi sosial di bidang pendidikan. Akhirnya pada 31 Maret 2010 Mahkamah Konstitusi telah membatalkan semua pasal dalam Undang-Undang Badan Hukum Pendidikan. Mahkamah Konstitusi juga membatalkan beberapa isi Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional. Putusan Mahkamah Konstitusi tersebut antara lain menyatakan bahwa: 56 1. Menyatakan Pasal 6 ayat 2 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tetang sistem pendidikan nasional Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 78, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 78, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Republik Indonesia Nomor 4301 sepanjang frasa,”... bertanggung jawab” adalah konstitusional sepanjang 55 Putusan Perkara nomor 11-14-21-126-136PUU-VII2009 halaman 15-16. 56 Lihat Putusan Mahkamah Konstitusi nomor 11-14-21-126-136PUU-VII2009. Universitas Sumatera Utara dimaknai”...ikut bertanggung jawab”, sehingga pasal tersebut selengkapnya menjadi ” Setiap warga negara ikut bertanggung jawab terhadap keberlangsungan penyelenggaraan pendidikan”. 2. Menyatakan Pasal 12 ayat 1 huruf c Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 78, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4301, sepanjang frasa,”....yang orang tuanya tidak mampu membiayai pendidikannya”, bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, sehingga Pasal 12 ayat 1 huruf c Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional menjadi,”Mendapatkan beasiswa bagi yang berprestasi”. 3. Menyatakan Pasal 53 ayat 1 Undang-Undang nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional Lembaran Negara Republik Indonesia tahun 2003, nomor 78,Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia nomor 4301 Konstitusional sepanjang frasa ”Badan Hukum Pendidikan” di maknai sebagai sebutan fungsi penyelenggaraan pendidikan dan bukan bentuk badan hukum tertentu. 4. Menyatakan Penjelasan Pasal 53 ayat 1 Undang-Undang nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional Lembaran Negara Republik Indonesia tahun 2003, nomor 78,Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia nomor 4301 bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. 5. Menyatakan Pasal 6 ayat 2 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 78, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4301 sepanjang frasa ”...bertanggung jawab” tidak mempunyai kekuataan hukum mengikat kecuali dimaknai ”....ikut bertanggung jawab”. 6. Menyatakan Pasal 12 ayat 1 huruf c Undang-Undang Noor 20 Tahun 003 tentang Sistem Pendidikan Nasional Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 78, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia nomor 4301 , sepanjang frasa,”...yang orang tuanya tidak mampu membiayai pendidikannya”, tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat. 7. Menyatakan Penjelasan Pasal 53 ayat 1 Undang-Undang nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional Lembaran Negara Republik Indonesia tahun Universitas Sumatera Utara 2003, nomor 78, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia nomor 4301 tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat. 8. Menyatakan Undang-Undang nomor 9 tahun 2009 tentang Badan Hukum Pendidikan Lembaran Negara Republik Indonesia tahun 2009, nomor 10, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia nomor 4965 bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945. 9. Menyatakan Undang-Undang nomor 9 tahun 2009 tentang Badan Hukum Pendidikan Lembaran Negara Republik Indonesia tahun 2009, nomor 10, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia nomor 4965 tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat. Putusan Mahkamah Kostitusi dengan jelas menyatakan bahwa Undang-Undang Badan Hukum Pendidikan merupakan produk hukum yang inkonstitusional sehingga perlu di batalkan karena tidak sesuai dengan konstitusi yang ada di Indonesia. Pasca pembatalan Undang-Undang Badan Hukum Pendidikan oleh Mahkamah Konstitusi menutup eksistensi atau riwayat segala hal mengenai badan hukum pendidikan sebagai Badan Hukum Pendidikan yang dikonstruksikan sebagai lembaga penyelenggara pendidikan formal. Menteri Pendidikan Nasional menjelaskan, solusi untuk mengusulkan undang- undang baru sebagai pengganti undang-undang Badan Hukum Pendidikan bisa saja dilakukan, namun untuk jangka pendek pihaknya akan mencari payung hukum dalam menyelenggarakan pendidikan. Membuat undang-undang baru cukup lama, sekarang yang dipikirkan adalah penyelenggaraan pendidikan memiliki payung hukum yang jelas. Kepastian payung hukum itu harus cepat sehingga ada kejelasan status hukum bagi perguruan tinggi negeri yang menurut Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional harus berjalan. Sebagai akibat kebijakan sentralistis dalam beberapa dekade penyelenggaraan pendidikan tinggi, dampaknya tidak saja melahirkan sifat-sifat ambivalen, afirmatif, arogan dan sebagainya, tetapi juga kesulitan dalam pengembangan dan peningkatan kualitasnya sehingga sulit bersaing dengan perguruan-perguruan tinggi yang ada di luar negeri. 57 Perguruan Tinggi Badan Hukum Milik Negara PT BHMN awalnya dibentuk untuk mengakomodasi kebutuhan khusus dalam rangka privatisasi lembaga pendidikan yang memiliki karakteristik tersendiri, khususnya sifat nonprofit meski berstatus sebagai badan usaha. Penetapan sebuah Universitas menjadi berstatus BHMN ditetapkan melalui 57 Hasbullah. 2010. Otonomi Pendidikan, Kebijakan Otonomi Daerah dan implikasinya terhadap Penyelenggaraan Pendidikan. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada. hal 129. Universitas Sumatera Utara Peraturan Pemerintah. 58 Dalam perjalanannya, kehadiran PT BHMN tidak terlepas dari pro dan kontra berbagai kalangan. Mulai mahasiswa, dosen, maupun masyarakat luas, acap kali melakukan kritik tajam terhadap pelaksanaan BHMN. Utamanya menyangkut penerimaan mahasiswa melalui jalur khusus yang mengeruk dana sampai ratusan juta rupiah. Selain itu, aset-aset PT BHMN dikomersialisasikan untuk menutup kebutuhannya. Ada 7 tujuh Universitas yang berstatus BHMN yaitu: Universitas Indonesia UI, Universitas Gajah Mada UGM, Institut Teknologi Bandung ITB, Institut Pertanian Bogor IPB, Universitas Sumatera Utara USU, Universitas Pendidikan Indonesia UPI dan Universitas Airlangga UNAIR. Peristiwa itu terjadi bahkan jauh setelah terbitnya PP Nomor 66 Tahun 2010 tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 17 Tahun 2010 tentang Pengelolaan dan Penyelenggaraan Pendidikan pada akhir September 2010. Bisa dibayangkan persoalan operasional lain seperti status hukum para dosen maupun tenaga kependidikan dan tata cara pengelolaan keuangan di PT BHMN masih belum jelas. Dengan terbitnya PP Nomor 66 Tahun 2010 paling tidak memberikan sedikit ruang kejelasan status hukum kepegawaian dosen dan tenaga kependidikan eks Perguruan Tinggi BHMN. Berdasarkan Pasal 220A ayat 3, pemerintah mengatur adanya pengalihan status dosen dan tenaga kependidikan yang berstatus pegawai BHMN menurut peraturan perundang-undangan Pada penjelasan Pasal 220B ayat 3 PP No. 66 Tahun 2010 disebutkan bahwa Universitas Indonesia UI, Universitas Gajah Mada UGM, Institut Teknologi Bandung ITB, Institut Pertanian Bogor IPB, Universitas Sumatera Utara USU, Universitas Pendidikan Indonesia UPI, dan Universitas Airlangga UNAIR memenuhi kewajiban sebagai institusi Pemerintah yang menerapkan Pola Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum BLU sesuai dengan yang diatur dalam Peraturan Pemerintah mengenai Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum. Prosedur pengelolaan keuangan Perguruan Tinggi BHMN yaitu semua penerimaan yang bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara APBN disimpan atau disetorkan ke kas Negara KPPN, sedangkan penerimaan yang bersumber dari APBD Pemerintah Provinsi dan APBD Pemerintah KabupatenKota, Dana Masyarakat bersumber dari SPP mahasiswa dan lain-lain, serta usahapenjualan jasa universitas dan lain-lain disetorkan ke Rekening Universitas, dan dimanfaatkan menurut keperluannya 58 Deddi Nordiawan. 2011. Akuntansi Sektor Publik. Jakarta: Selemba Empat. hal 13. Universitas Sumatera Utara dengan mengacu kepada anggaran yang telah disahkan. Pimpinan Universitas menetapkan alokasi, batas alokasi anggaran misalnya bagian pembiayaan honorarium, kegiatan administrasi pemeliharaan, pengembangan staf dan lain-lain. Dengan demikian perguruan tinggi memiliki wewenang dan tanggung jawab penuh di dalam mengelola keuangannya, baik pemasukan dan pengeluaran yang dikeluarkan sesuai dengan kebutuhan yang ada. Sehingga sumber keuangan tidak hanya didasarkan kepada anggaran pendidikan dari pemerintah. Dengan kata lain, diperbolehkan berusaha secara mandiri untuk mencari biaya operasional agar proses belajar mengajar di kampus tersebut dapat terus berlangsung.

2.4 Otonomi Pendidikan Tinggi dalam Undang-Undang No.12 Tahun 2012 Tentang Pendidikan Tinggi