Kendala-Kendala Bagi DPRD Dalam Pelaksanaan Fungsi Pengawasan Terhadap Kinerja Pemerintah Daerah

Pelaksanaan fungsi pengawasan baru dapat dikatakan memerikan manfaat jika rekomendasi terebut ditindaklanjuti oleh pihak-pihak yang terkait. Rekomendasi tidak akan berarti jika tidak dipantau DPRD atau dilaksanakan oleh KD. Pantauan dan tindak lanjut KD atas rekomendasi DPRD tersebut dilakukan secara berkala seiring dengan pelaksanaan pengawasan melalui aktivitas monitoring secara berkelanjutan, melalui rapat dengar pendapat dengan satuan kerja terkait atau melakukan peninjauan ke lapangan jika dipandang perlu. 166

B. Kendala-Kendala Bagi DPRD Dalam Pelaksanaan Fungsi Pengawasan Terhadap Kinerja Pemerintah Daerah

Kota Medan Sebelum dibahas tindakan-tindakan apa saja yang dilakukan oleh anggota DPRD, terlebih dhaulu dijelaskan hal-hal yang menjadi kendala-kendala dalam pelaksanaan pengawasan DPRD terhadap kinerja KD. Pengawasan oleh anggota DPRD sudah pasti membawa kendala-kendala. Salah satu alasannya adalah karena anggota legislatif bukanlah pejabat publik melainkan sebagai pejabat politik. Paulus Sinulingga mengatakan tanggung jawab dalam pengawasan DPRD macam ”ompong” di mana rekomendasi tidak ditindaklanjuti dalam hal ini tampaknya eksekutif tidak menghargai anggota DPRD. 167 166 Wawancara dengan Porman Naibaho Ketua Komisi A anggota DPRD Kota Medan pada Tanggal 23 Mei 2013. Sebagai pejabat politik tentu bersifat sporadis sebahagian dan tidak menyeluruh menjalankan tugas pengawasannya disebabkan 167 Wawancara dengan Paulus Sinulingga anggota DPRD Komisi B Kota Medan pada Tanggal 23-24 Mei 2013. Universitas Sumatera Utara masing-masing dari kelompok partai yang sama saling menutupi kesalahan kader partainya. 168 Menurut Porman Naibaho, anggota DPRD tidak ”bertaring” cenderung ”aji mumpung” saja, terima gaji, dan hanya bisa menyurati memberi saran-saran bagi KD saja. Beliau juga mengakui bahwa secara sendirian tidak bisa menyelesaikan kondisi ini disebabkan banyaknya anggota DPRD yang tidak sepaham, hal ini dimungkinkan karena latar bekalang dari partai politik yang sama dengan KD. 169 Konfigurasi politik dan produk hukum merupakan dua mata uang yang tidak pernah bertemu. DPRD sebagai pejabat politik pada satu sisi menjalankan politik demokratis tetapi di sisi lain DPRD melaksanakan perintah undang-undang UUPD dan UUMD3 untuk melaksanakan fungsi pengawasan. Kedudukan DPRD terkadang tidak disadari mana kapasitasnya sebagai pejabat politik mana kapasitasnya sebagai pelaksana undang-undang karena mengawasi kinerja KD merupakan perintah undang-undang kepada DPRD. 170 Alasan ini dapat diterima karena KD yang diawasi itu sendiri berasal dari partai politik yang mengusungnya. Sedangkan di sisi lain terdapat anggota DPRD yang memiliki partai politik yang sama dengan KD. Sehingga kondisi ini mempersulit pelaksanaan pengawasan kinerja KD yang berakibat pada tidak 168 Philipus M. Hadjon, R. Sri Soemantri Martosoewignjo, Sjachran Basah, Bagir Manan, HM. Laica Marzuki, JBJM. Ten Berge, PJJ. Van Buuren, dan FAM. Stroink, Pengantar Huku.....Op. cit, hal. 212. 169 Wawancara dengan Porman Naibaho sebagai Ketua Komisi A Anggota DPRD Kota Medan pada tanggal 22 Mei 2013. 170 Mahfud MD., Politik Hukum di Indonesia, Jakarta: RajaGrafindo Persada, 2009, hal. 23- 26. Universitas Sumatera Utara evektifnya pengawasan dilaksanakan. Sikap kritis yang terukur dapat meningkatkan citra DPRD baik di mata Pemda maupun di mata masyarakat. Oleh sebabnya, pandangan kritis DPRD terhadap kinerja KD harus disampaikan dengan disertai bukti dan fakta bukan sangkaan. 171 Terdapat beberapa kecenderungan kelemahan anggota DPRD dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya di bidang pengawasan, antara lain: 172 1. Membahas APBD dalam keterputusan dengan APBD. DPRD cenderung lupa bahwa objek kajian dan pendalaman tidak terletak di dalam LKPJ, melainkan di dalam APBD, karena itu pembahasan LKPJ sama dengan pembahasan pelaksanaan APBD. 2. Agenda pembahasan. DPRD belum memiliki agenda pembahasan yang terfokus sehingga objek bahasan cenderung melebar sehingga kurang mendalam. 3. Aura kekuasaan. DPRD sering merasa inferior berhadapan dengan eksekutif sehingga ragu dalam menyampaikan catatan dan rekomendasi yang tidak kritis. 4. Jebakan pengawasan teknis. DPRD cenderung terjebak dalam pengawasan teknis bukan pengawasan politis, karena berusaha memeriksa kinerja keuangan, bukan kinerja pelaksanaan tugas KD. Dalam menjalankan fungsi pengawasan DPRD seharusnya memiliki rencana atau agenda pengawasan yang meliputi apa, siapa, dan bagaimana pengawasan dilakukan, mengapa harus diawasi serta kapan dan bagaimana pengawasan tersebut dilakukan. Para wakil rakyat belum memandang pengawasan sebagai proses manajerial dan politik yang memerlukan langkah-langkah perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan dan pengendalian. 171 Sahat Marulita, Materi Kajian Substansi, Proses, Mekanisme dan Norma Penyusunan dan Penyampaian LKPJ BupatiWalikota, Cibubur: Widya Parlemen, Pusat Studi dan Pengembangan Kaspasitas Legislatif, 2009, hal. 10. 172 Ibid., hal. 11. Universitas Sumatera Utara Akmal Budianto, mengatakan, apa yang normatif terkadang jarang dapat diterapkan secara sempurna. Hal ini sehubungan dengan pelaksanaan fungsi pengawasan DPRD sebenarnya masih banyak kendala yang dihadapi oleh DPRD itu sendiri. 173 Secara normatif pembentukan Perda dilakukan secara bekerjasama antara DPRD dan KD, namun pada praktiknya terdapat suatu kejanggalan bahwa pembentukan Perda khususnya tentang APBD menjadi hak monopoli KD dan memposisikan DPRD hanya sekedar sebagai korektor dan bukan inisiator. 174 Padahal DPRD memiliki hak inisiatif untuk itu sebagai konsekuensi logis dari asas demokrasi dalam penyelenggaraan otonomi daerah. 175 Pengawasan oleh DPRD yang tidak sesuai dengan ranah pengawasan DPRD yakni ranah kebijakan dan politik serta tidak terprogram akan membawa dampak pada munculnya hal-hal berikut ini: 1. Ruang lingkup pengawasan DPRD terabaikan; 2. Duplikasi pengawasan dengan lembaga pengawasan lainnya; 3. Kurangnya kualitas pengawasan; 4. Pengawasan tidak akan evektif; dan lain-lain. Berdasarkan hasil studi Komisi Pemberantasan Korupsi KPK yang dilakukan terhadap 13 tiga belas DPRD provinsi, kabupaten, dan kota, ditemukan bahwa tidak ada satupun lembaga DPRD yang telah menyusun agenda 173 Akmal Boedianto, Op. cit., hal. 181-182. 174 Ibid., hal. 218. 175 Ibid., hal. 261. Universitas Sumatera Utara pengawasannya secara terencana. 176 Pengawasan yang dilakukan oleh DPRD Kota Medan terbagi dalam 3 tiga teknis. Metode monitoring dilakukan DPRD kususnya Komisi A bidang pemerintahan dengan cara: Agenda pengawasan dimaksud mulai dari penentuan agenda pengawasan, merumuskan metodologi pengawasan apakah metode monitoring atau pengawasan triwulan, menjalin kerjasama antar lintas instansi dan aliansi strategis, pelaksanaan, penyusunan laporan, hingga pada tindakan menindaklanjuti hasil pengawasan. 1. Kunjungan kerja ke SKPD terkait sesuai dengan agenda yang telah dijadwalkan Komisi A setiap bulannya; 2. Melakukan insfeksi mendadak sidak ke SKPD yang diduga kuat ada indikasi penyimpangan; 3. Melakukan monitoring tidak terjadwal sesuai dengan kebutuhan yang berkembang dan masalah-masalah yang terjadi di masyarakat. Anggota DPRD Kota Medan melaksanakan program pengawasan dengan metode monitoring tidak terjadwal sesuai dengan kebutuhan yang berkembang dan masalah-masalah yang terjadi di masyarakat. Melakukan kunjungan atau meninjau langsung ke lapangan di mana masalah itu ditemukan, selanjutnya anggota DPRD melakukan pemanggilan kepada pihak-pihak dalam rangka Rapat Dengar Pendapat RDP. Dalam Tata Tertib DPRD tidak ada aturan secara tertulis untuk menjalin kerja 176 Penelitian KPK Tahun 2005 dalam Sadu Wasistiono dan Yonatan Wiyoso, Op. cit., hal. 157. Universitas Sumatera Utara sama dengan pihak lain tetapi secara teknis di lapangan DPRD menjalin kerjasama dengan LSM atau instansi lain untuk mendapatkan informasi yang akurat. Setelah diadakan RDP tersebut, anggota DPRD memberikan arahan-arahan dan saran-saran jika ternyata benar ditemukan adanya penyimpangan kinerja dari SKPD-SKPD kemudian direkomendasi kepada KD melalui pimpinan DPRD Kota Medan. Jika ternyata tidak ada realisasi atau tindak lanjut dari KD dan SKPD-SKPD yang melakukan penyimpangan, maka upaya yang terakhir dilakukan DPRD adalah menggunakan hak interpelasi yaitu meminta keterangan KD, atau menggunakan hak angket yaitu melakukan penyelidikan, hingga upaya terakhir adalah menyatakan pendapat, bersalah atau tidak terhadap KD tersebut. Metode monitoring tersebut di atas cenderung dilakukan oleh Komisi A khusus untuk mengawasi bidang pemerintahan yang terdiri dari: dinas pendududkan dan catatan sipil, dinas komunikasi dan informatika, Bappeda, Badan Penelitian dan Pengembangan, Badan Kesbang Linmas, Badan Ketahanan Pangan, Badan Kepegawaian Daerah, Badan Pelayanan Perizinan Terpadu, Kantor Arsip, Kantor Pendidikan dan Pelatihan, Kecamatan, Kelurahan, Komisi Pemilihan Umum Daerah KPUD, Pertanahan, Kehakiman, Kejaksaan, TNI, Kepolisian, Hankam, Maritim, Organisasi Masyarakat, imigrasi atau lembaga lainnya. 177 Pelaksanaan pengawasan DPRD masih dirasakan sebagai suatu pengawasan yang relatif dan sporadis, tanpa terencana dan tersistematis dalam pelaksanaannya. 177 Tatib Pasal 50 ayat 3 huruf a Pasal 50 ayat 2 Peraturan Dewan Perwakilan Rakyat Kota Medan Nomor: 1717940Kep-DPRD2010 tentang Tata Tertib Dewan Perwakilan Rakyat Daerah. Universitas Sumatera Utara Selain itu, standar pengawasan, sistim dan prosedur serta administrasi pengawasan belum disususn secara baik. Akibatnya pengawasan menjadi tidak terarah, sporadis dan hanya mengikuti perkembangan permasalahan di masyarakat, serta produk yang dihasilkannya pun belum dapat dijamin kualitas hasilnya. 178 Solly mengatakan bahwa kewenangan DPRD dalam UUPD sebenarnya sudah kuat dan sangat kuat karena KD bertanggung jawab kepada DPRD. Sehingga KD menjadi sangat lemah di hadapan DPRD. Hal ini disebutnya dari executive heavy bergeser menjadi DPRD heavy. 179 Namun pada faktanya DPRD sering merasa inferior berhadapan dengan eksekutif sehingga ragu dalam menyampaikan catatan dan rekomendasi yang tidak kritis. 180 Pemerintah pusat memiliki kewajiban untuk menyusun pedoman pelaksanaan pengawasan oleh DPRD sehingga keiinginan untuk menciptakan tata kepemerintahan yang baik dapat terwujud dengan lebih tepat dan terarah. Pemerintah pusat dimaksud di sini adalah Presiden RI bekerjasama dengan DPR RI untuk membuat pedoman baku pengawasan DPRD sehingga selain mempedomani kode etik juga berpedoman pada ketentuan baku yang memiliki sistim dan prosedural. Pelaksanaan pengawasan oleh DPRD tanpa disertai sistim dan prosedur yang baku serta belum ada standarisasinya, tentu akan berpotensi menimbulkan kerentanan terhadap kasus politik uang money politic dalam pelaksanaannya. Fakta di lapangan 178 Sahat Marulita, Op. cit, hal. 10. 179 M. Solly Lubis, Op. cit, hal. 92. 180 Sahat Marulita, Op. cit., hal. 11. Universitas Sumatera Utara cenderung berujung pada politik uang daripada pembenahan secara kebijakan maupun manajerial. Puncaknya adalah di mana pengawasan DPRD dalam proses penyampaian evaluasi laporan pertanggungjawaban Kepala Daerah KD, baik yang bersifat rutin setiap bulannya atau setiap tahun pada akhir masa jabatan, lebih menonjol pada bentuk pengawasan untuk menjatuhkan lawan politik. Politik uang daripada penilaian kinerja KD dalam melaksanakan pembangunan daerah biasanya menjadi pilihan praktis pada lembaga pengawas. Anggota DPRD khususnya Komisi A tidak memiliki pedoman baku yang khusus untuk melakukan pengawasan di bidang pemerintahan, melainkan pengawasan dilaksanakan ada yang terjadwal dan ada yang tidak terjadwal sesuai dengan yang dijadwalkan oleh Ketua Komisi A yang membidangi pengawasan terhadap pemeritahan. Pengawasan terjadwal dilakukan setiap bulannya sedangkan pengawasan tidak terjadwal dilakuka sesuai dengan kebutuhan yang berkembang dan masalah-masalah yang terjadi di masyarakat. Harapan dari pengawasan DPRD untuk dapat mendorong pihak Pemda agar Perda yang sudah ada dapat diimplementasikan secara konsisten dan berkelanjutan supaya tercipta tertib hukum dan kepastian hukum sehingga dapat memberikan manfaat bagi masyarakat. Tetapi di sisi lain, pemilik kedaulatan itu pada hakikatnya adalah masyarakat atau publik, oleh karena itu, masyarakat memiliki hak untuk melakukan pengawasan terhadap penyelenggaraan pemerintahan. Universitas Sumatera Utara Optimalisasi pengawasan dari masyarakat, selain melalui wakilnya yakni DPRD, mesti ada upaya tindakan langsung atau peran aktif dari masyarakat untuk memberikan masukan, pendapat serta pemikiran-pemikirannya, melalui media cetak dan elektronik, kotak pos, pesan singkat, Lembaga Swadaya Masyarakat LSM dan lain-lain. Misalnya dengan melibatkan masyarakat, wartawan, dan media serta LSM pada pelaksanaan pengawasan dan pada saat LKPJ. 181 Kondisi ini diperparah karena DPRD Kota Medan hingga saat ini belum memiliki situs resmi sebagaimana situs-situs yang telah ada pada DPRD KabupatenKota lain di Indonesia. oleh karena DPRD Kota Medan tidak memiliki situs resmi tersebut, tentu saja jika ada saran-saran dari masyarakat kepada wakilnya DPRD kurang efektif untuk dapat disampaikan kepad DPRD secara langsung ke kantor DPRD. Sehingga dengan adanya situs resmi online, masyarakat dapat langsung memberi masukan-masukan melalui situs tersebut. Perlu dilakukan transparansi DPRD Kota Medan melalui pemberitaan melalui situs resmi terkait dengan sejauhmana fungsi pengawasannya telah dilaksanakan. Dengan demikian, rekomendasi DPRD tidak hanya sebagai wujud rekomendasi belaka, tetapi menjadi catatan penting bagi masyarakat tentang apa dan bagaimana selanjutnya rekomendasi itu dilaksanakan KD. 182 181 Akmal Boedianto, Op. cit., hal. 233. 182 Sepanjang penelitian ini terhadap situs-situs remis lembaga lebislatif di setiap daerah kabupatenkota di Indonesia, ternyata belum ada ditemukan situs resmi yang dimiliki oleh Dewan Perwakilan rakyat Daerah Kota Medan DPRD Kota Medan hingga saat ini. Universitas Sumatera Utara Hal ini dapat menghambat pelaksanaan pembangunan di daerah Kota Medan karena kurangnya akses masyarakat secara tidak langsung terhadap pelaksanaan fungsi pengawasan para wakilnya di DPRD, oleh karena itu pengawasan langsung merupakan pilihan kedua dimana masyarakat melalui wakil-wakilnya selain DPRD juga harus diikutsertakan dalam rapat-rapat di DPRD khususnya dalam hal mempertanggungjawabkan LKPJ dari KD. Fakta menunjukkan bahwa penyaluran pengawasan masyarakat secara langsung pun sampai saat ini belum terlaksana dengan optimal. Saluran melalui peran wakilnya selain DPRD atau perwakilan langsung masyarakat belum mampu masuk dan menembus gedung DPRD. Walaupun wakilnya dapat masuk ke dalam gedung DPRD tetapi kenyataannya hanya bersifat mendengar saja dan menyaksikan LKPJ dari KD, belum ada pelibatan langsung dari masyarakat dalam agenda tersebut. 183 Hal demikian disebabkan karena perintah UUPD hanya mengatur laporan pertanggungjawaban di hadapan DPRD bukan kepada masyarakat secara langsung tetapi melalui perwakilannya saja. Sehingga berdasarkan ketentuan perundang- undangan yang berlaku tidak ada jaminan terhadap penyaluran aspirasi dan partisipasi pengawasan masyarakat secara langsung bahkan di lapangan sekalipun tidak ada mekanisme penyampaian informasi dan partisipasi serta prosedur tindak lanjut yang baku mengenai pengawasan langusng oleh masyarakat terhadap kinerja KD. 184 183 Sadu Wasistiono dan Yonatan Wiyoso, Op. cit., hal. 158. 184 Ibid. Universitas Sumatera Utara Hak masyarakat secara langsung untuk mengawasi belum sepenuhnya diberikan dalam UUPD dan pada kenyataannya. Sementara DPRD sebagai wakil rakyat belum optimal mengkoordinasikan serta menyalurkan hak-hak pengawasan masyarakat. Ada beberapa asalan mendasar mengapa partisipasi pengawasan masyarakat secara langsung perlu diadakan untuk mendukung fungsi pengawasan, yaitu: 185 1. Karena pemilik kedaulatan adalah rakyat, jadi rakyat punya hak untuk dilibatkan. Di satu sisi rakyat adalah penerima manfaat utama penyelenggaraan pemerintahan di daerah dan di sisi lain rakyat juga yang merasakan dampak negatif dari kebijakan pemerintah itu sendiri. 2. arena fungsi pengawasan yang dilakukan oleh DPRD mungkin secara substansial dan administratif lengkap, tetapi dengan melibatkan masyarakat, pengawasan akan memiliki dimensi sosial dan budaya yang lebih lengkap. Dengan arti lain, efektivitas kegiatan pengawasan tidak hanya ditentukan oleh kebenaran secara yuridis, melainkan juga tingkat penerimaan masyarakat. Oleh karena pertimbangan tersebut di atas, sangat logis jika pengawasan masyarakat dilibatkan secara langsung dalam pengawasan terhadap kinerja KD. Kondisi yang dapat diketahui adalah hingga saat ini masyarakat diperlakukan sebagai objek dalam pembangunan bukan sebagai subjek pembangunan. Tidak mengherankan jika ketidakpuasan masyarakat cenderung berujung pada aksi demonstrasi atau tindak kekerasan yang cenderung anarkis dan tidak menyelesaikan masalah. Tindakan ini sebagai wujud dari kekesalan dan ketidakpuasan masyarakat atas pengawasan wakilnya DPRD terhadap kinerja KD. 186 185 Ibid., 159. 186 Wawancara dengan Paulus Naibaho anggota DPRD Komisi B Kota Medan pada Tanggal 24 Mei 2013. Universitas Sumatera Utara Aksi demonstrasi terkadang dapat memberikan dampak baik bagi masyarakat akan realisasi dari tuntutannya tetapi dapat pula berdampk buruk bagi masyarakat itu sendiri di mana ada oknum tertentu yang memanfaatkan sutuasi dan kondisi sehingga menjadi anarkis. Tindakan anarkis ini tentu tidak membawa hasil yang positif, justru membawa masalah baru dan berdmapak buruk pada masyarakat. Sehingga tindakan anarkis sebagai salah satu cara bagi pemerintah untuk mengubah atau mengalihkan isu penting sehingga isu itu lebih diarahkan pada tindakan masyarakat yang anarkis tersebut. Tidak adanya mekanisme dan prosedur tindak lanjut yang baku mengakibatkan minimnya informasi dan aspirasi masyarakat yang diterima dan benar-benar bisa dijadikan sarana untuk membantu DPRD dalam melaksanakan fungsi pengawasannya. Di sisi lain juga dipandang kurangnya minat masyarakat untuk menyampaikan informasi penting mengenai ketidakbenaran kinerja KD kepada DPRD. Sehubungan dengan itu, tidak ada pula jaminan bagi masyarakat jika menyampaikan aspirasinya kepada DPRD akan ditelaah benar-benar dan serius. Hal ini pada akhirnya akan menimbulkan semakin menurunnya minat rakyat untuk turut berpartisipasi dalam fungsi pengawasan DPRD. Kedudukan masyarakat sesungguhnya telah tergambar dalam konsep partisipasi masyarakat public participation. 187 187 Akmal Boedianto, Op. cit., hal. 37. Masyarakat harus diberikan peluang besar untuk terlibat dalam pembentukan peraturan daerah hingga pelaksanaannya tetap menjadi pantauan masyarakat karena hukum dan kedaulatan itu sesungguhnya Universitas Sumatera Utara milik masyarakat. Hukum dalam hal ini dimaksud adalah perundang-undangan di bidang otonomi daerah harus bersentuhan pada aspek masyarakat. 188 Dalam pembahasan LKPJ selama satu bulan di DPRD, masyarakat secara langsung tidak dilibatkan. Padahal masyarakat sebagai pihak independen memiliki hak untuk menyampaikan pendapat atau memberikan masukan-masukan pada saat pembahasan LPKJ tersebut. Menurut Hadjon dkk., mengatakan bahwa salah satu karakteristik pelaksanaan good governance dalam hukum administrasi adalah participation yaitu partisipasi masyarakat. Setiap warga negara memiliki suara dalam pembuatan keputusan, baik secara langsung maupun melalui intermediasi institusi legitimasi yang mewakili kepentingannya. 189 Oleh karena itu, peran masyarakat dalam pembahasan LKPJ seharusnya diikutsertakan baik langsung maupun melalui DPRD sebagai wujud representasi rakyat. Tetapi dalam pembahasan LKPJ tahun 2011, perana masyarakat tidak ikut serta dilibatkan dalam pembasahan LKPJ tersebut karena tidak diundang atau disebabkan karena masyarakat sama sekali tidak tahu akan haknya menyampaikan masukan-masukan yang dianggap perlu. Peran serta masyarakat dalam pembahasan LKPJ selama satu bulan di DPRD tidak efektif karena melibatkan masyarakat secara langsung. 188 Satjipto Rahardjo, Sosiologi Hukum: Perkembangan Metode dan Pilihan Masalah, Surakarta: Universitas Muhammadiyah, 2002, hal. 59 dan hal. 378. 189 Philipus M. Hadjon, Paulus Efendi Lotulung, HM. Laica Marzuki, Tatiek Sri Djatmiati, dan I Gusti Ngurah Wairocana, Hukum Administrasi dan Good Governance, Jakarta: Universitas Trisakti, 2012, hal. 37. Universitas Sumatera Utara

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

Dokumen yang terkait

Kinerja Anggota Dewan Perwakilan Rakyat (Suatu Studi terhadap Kinerja Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Simalungun Periode 2009-2014)

0 56 76

Persepsi Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kota Medan Tentang Kebijakan Kawasan Tanpa Rokok di Kota Medan Tahun 2013

5 57 111

Kinerja Anggota Dewan Perwakilan Rakyat (Suatu Studi Terhadap Kinerja Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten Simalungun Periode 2009-2014)

0 22 77

Hubungan Wakil dengan yang Diwakili (Studi Perbandingan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Sumatera Utara Periode 1999-2004 dengan Periode 2004-2009)

1 45 101

Hak Recall Partai Politik Terhadap Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia Dalam Korelasinya Dengan Pelaksanaan Teori Kedaulatan Rakyat.

8 114 110

FUNGSI PENGAWASAN DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH TERHADAP KINERJA PEMERINTAH DAERAH SEBAGAI LEMBAGA EKSEKUTIF DI DAERAH

0 9 15

NASKAH PUBLIKASI PERAN FUNGSI PENGAWASAN DEWAN PERWAKILAN RAKYAT Pereduksian Peran Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (Peranan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Dalam Pelaksanaan Fungsi Pengawasan Terhadap Pemerintah Daerah Menurut Undang-Undang N

0 1 19

BAB II PENGATURAN FUNGSI PENGAWASAN ANGGOTA DPRD MENURUT PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN DI BIDANG PEMERINTAHAN DAERAH A. Sistim Pemerintahan Daerah - Pelaksanaan Fungsi Pengawasan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Terhadap Kinerja Eksekutif di Kota Medan

0 0 40

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang - Pelaksanaan Fungsi Pengawasan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Terhadap Kinerja Eksekutif di Kota Medan

0 0 34

Pelaksanaan Fungsi Pengawasan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Terhadap Kinerja Eksekutif di Kota Medan

0 1 13