Tugas dan Wewenang serta Kewajiban KD dan DPRD Dalam Kaitannya Dengan Pengawasan

pelaksanaan fungsi pengawasan DPRD untuk mengontrol pelaksanaan tugas penyelenggaraan pemerintahan daerah kabupatenkota oleh Kepala Daerah.

D. Tugas dan Wewenang serta Kewajiban KD dan DPRD Dalam Kaitannya Dengan Pengawasan

Legitimasi undang-undang memberikan tugas dan wewenang kepada kedua lembaga ini Pemerintah Daerah dan DPRD ditentukan dalam UUPD. Tugas dan wewenang serta kewajiban KD ditentukan dalam UUPD. Kepala Daerah KD mempunyai tugas sebagaimana ditentukan dalam Pasal 65 ayat 1 UUPD yaitu: 1. Memimpin pelaksanaan Urusan Pemerintahan yang menjadi kewenangan Daerah berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan dan kebijakan yang ditetapkan bersama DPRD; 2. Memelihara ketenteraman dan ketertiban masyarakat; 3. Menyusun dan mengajukan rancangan Perda tentang RPJPD dan rancangan Perda tentang RPJMD kepada DPRD untuk dibahas bersama DPRD, serta menyusun dan menetapkan RKPD; 4. Menyusun dan mengajukan rancangan Perda tentang APBD, rancangan Perda tentang perubahan APBD, dan rancangan Perda tentang pertanggungjawaban pelaksanaan APBD kepada DPRD untuk dibahas bersama; 5. Mewakili Daerahnya di dalam dan di luar pengadilan, dan dapat menunjuk kuasa hukum untuk mewakilinya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan; 6. Mengusulkan pengangkatan wakil kepala daerah; dan 7. Melaksanakan tugas lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- undangan. Wewenang KD ditentukan dalam Pasal 65 ayat 2 UUPD, bahwa dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud pada Pasal 65 ayat 1 UUPD, KD berwenang: 1. Mengajukan rancangan Perda; 2. Menetapkan Perda yang telah mendapat persetujuan bersama DPRD; 3. Menetapkan Perkada dan keputusan kepala daerah; Universitas Sumatera Utara 4. Mengambil tindakan tertentu dalam keadaan mendesak yang sangat dibutuhkan oleh Daerah danatau masyarakat; 5. Melaksanakan wewenang lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- undangan. KD dibantu seorang wakil dalam menjalankan tugas dan wewenangnya. Dalam melaksanakan tugas dan wewenang wakil KD menurut Pasal 66 ayat 1 UUPD, mempunyai tugas: 1. Membantu kepala daerah dalam: a. memimpin pelaksanaan Urusan Pemerintahan yang menjadi kewenangan Daerah; b. mengoordinasikan kegiatan Perangkat Daerah dan menindaklanjuti laporan danatau temuan hasil pengawasan aparat pengawasan; c. memantau dan mengevaluasi penyelenggaraan Pemerintahan Daerah yang dilaksanakan oleh Perangkat Daerah provinsi bagi wakil gubernur; dan d. memantau dan mengevaluasi penyelenggaraan pemerintahan yang dilaksanakan oleh Perangkat Daerah kabupatenkota, kelurahan, danatau Desa bagi wakil bupatiwali kota; 2. Memberikan saran dan pertimbangan kepada kepala daerah dalam pelaksanaan Pemerintahan Daerah; 3. Melaksanakan tugas dan wewenang kepala daerah apabila kepala daerah menjalani masa tahanan atau berhalangan sementara; 4. Melaksanakan tugas lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- undangan. Selain melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud Pasal 66 ayat 1 UUPD, Wakil Kepala Daerah melaksanakan tugas dan kewajiban pemerintahan lainnya yang diberikan oleh Kepala Daerah yang ditetapkan dengan keputusan Kepala Daerah. Dalam melaksanakan tugas tersebut Wakil Kepala Daerah bertanggung jawab kepada Kepala Daerah. Berdasarkan ketentuan tersebut UUPD mewajibkan kepada KD untuk memberikan laporan penyelenggaraan pemerintahan daerah kepada Pemerintah, dan memberikan laporan keterangan pertanggungjawaban kepada DPRD, serta Universitas Sumatera Utara menginformasikan laporan, penyelenggaraan pemerintahan daerah kepada masyarakat. LKPJ dari KD tersebut disampaikan kepada Presiden melalui Mendagri untuk Gubernur, dan kepada Mendagri melalui Gubernur untuk BupatiWalikota 1 satu kali dalam 1 satu tahun. Berdasarkan ketentuan Pasal 1 angka 4 UUPD, kedudukan DPRD adalah sebagai unsur penyelenggara pemerintahan daerah, ”Dewan Perwakilan Rakyat Daerah yang selanjutnya disebut DPRD adalah lembaga perwakilan rakyat daerah sebagai unsur penyelenggara pemerintahan daerah”. Pasal 1 angka 4 UUPD tersebut menunjukkan bahwa DPRD memiliki kedudukan sebagai unsur penyelenggara pemerintahan daerah. Sehinngga menurut UUPD terdapat dua lembaga sebagai penyelenggara pemerintahan tetapi di sisi lain memiliki dominasi fungsi, di mana DPRD dominannya sebagai regulator sedangkan KD dominannya sebagai pelaksanaa regulasi. Kondisi ini pada praktiknya cenderung berpotensi menimbulkan konflik kepentingan yang mempersulit posisi anggota DPRD sebagai lembaga pengawasan eksekutif. 89 Kesulitan DPRD dapat dilihat dari perspektif pengaturan kewenangannya dalam UUPD antara lain DPRD tidak berwenang memberhentikan KD jika KD melakukan perbuatan yang tidak sesuai dengan rencana strategis pembangunan daerah atau KD melanggar hukum. DPRD hanya berwenang memberikan sebatas pernyataan pendapat melalui hak interpelasi dan hak angketnya yang selanjutnya 89 Sadu Wasistiono dan Yonatan Wiyoso, Op. cit., hal. 43. Universitas Sumatera Utara untuk menyatakan KD bersalah atau tidak di bawah kewenangan Mendagri cq Presiden sebagai jalur struktural pemerintahan secara vertikal. Tugas dan wewenang DPRD KabupatenKota menurut UUPD, ditegaskan dalam Pasal 154 ayat 1 UUPD sebagai berikut: 1. Membentuk Perda KabupatenKota bersama bupatiwali kota; 2. Membahas dan memberikan persetujuan rancangan Perda mengenai APBD kabupatenkota yang diajukan oleh bupatiwali kota; 3. Melaksanakan pengawasan terhadap pelaksanaan Perda dan APBD kabupatenkota; 4. Memilih bupatiwali kota; 5. Mengusulkan pengangkatan dan pemberhentian bupatiwali kota kepada Menteri melalui gubernur sebagai wakil Pemerintah Pusat untuk mendapatkan pengesahan pengangkatan dan pemberhentian. 6. Memberikan pendapat dan pertimbangan kepada Pemerintah Daerah kabupatenkota terhadap rencana perjanjian international di Daerah; 7. Memberikan persetujuan terhadap rencana kerja sama internasional yang dilakukan oleh Pemerintah Daerah kabupatenkota; 8. Meminta laporan keterangan pertanggungjawaban bupatiwali kota dalam penyelenggaraan Pemerintahan Daerah kabupatenkota; 9. Memberikan persetujuan terhadap rencana kerja sama dengan Daerah lain atau dengan pihak ketiga yang membebani masyarakat dan Daerah; 10. Melaksanakan tugas dan wewenang lain yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan. Sedangkan fungsi DPRD KabupatenKota diatur dalam Pasal 149 sd Pasal 153 UUPD adalah memiliki fungsi legislasi, anggaran, dan pengawasan. Sementara Hak dan kewajiban DPRD KabupatenKota diatur dalam Pasal 159 UUPD, Pasal 160 UUPD. Hak anggota DPRD dalam Pasal 159 ayat 1 UUPD adalah memiliki hak interpelasi, hak angket, dan hak menyatakan pendapat. Hak anggota DPRD dalam Pasal 160 adalah mengajukan rancangan Perda; mengajukan pertanyaan; menyampaikan usul dan pendapat; memilih dan dipilih; membela diri; imunitas; protokoler; dan hak keuangan dan administratif. Universitas Sumatera Utara Kewajiban anggota DPRD sebagaimana diatur dalam Pasal 161 UUPD antara lain: 1. Mengamalkan Pancasila, melaksanakan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, dan menaati segala peraturan perundang- undangan; 2. Melaksanakan kehidupan demokrasi dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah; 3. Mempertahankan dan memelihara kerukunan nasional serta keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia; 4. Memperjuangkan peningkatan kesejahteraan rakyat di daerah; 5. Menyerap, menampung, menghimpun, dan menindaklanjuti aspirasi masyarakat; 6. Mendahulukan kepentingan negara di atas kepentingan pribadi, kelompok, dan golongan; 7. Memberikan pertanggungjawaban atas tugas dan kinerjanya selaku anggota DPRD sebagai wujud tanggung jawab moral dan politis terhadap daerah pemilihannya; 8. Menaati Peraturan Tata Tertib, Kode Etik, dan sumpahjanji anggota DPRD; 9. Menjaga norma dan etika dalam hubungan kerja dengan lembaga yang terkait. Dalam norma pengaturan kewajiban bagi anggota DPRD sebagaimana di atas terkandung suatu pendelegasian hak rakyat kepada DPRD sehingga menjadi suatu kewajiban bagi anggota DPRD untuk menyampaikan hak-hak masyarakat tersebut kepada Pemerintah. 90 90 M. Abari, Lengkap Lembaga Tinggi Negara Indonesia Pasca Amandemen UUD 1945, Jakarta: Penerbit Limas, 2011, hal. 79. Pendelegasian hak rakyat tersebut melalui dewan legislatif merupakan ciri penting dalam negara demokrasi dalam penyelenggaran pemerintahan negara. Inilah konsekuensi dari demokrasi langsung melahirkan demokrasi perwakilan yang diwujudkan dengan adanya pembentukan lembaga DPRD sebagai Universitas Sumatera Utara tempat untuk menyuarakan berbagai kepentingan dan kehendak masyarakat di daerah. 91 Dalam Pasal 154 ayat 1 huruf h UUPD, diatur bahwa DPRD KabupatenKota mempunyai tugas dan wewenang meminta LKPJ Kepala Daerah dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah KabupatenKota. Dalam hal meminta LKPJ dari KD dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah bukan suatu kewajiban DPRD melainkan menjadi tugas dan wewenangnya selaku wakil rakyat. Artinya walaupun bukan kewajiban bagi DPRD tetapi DPRD tetap wajib meminta LKPJ pemerintah daerah sebagai wujud representasi rakyat karena hal itu sudah menjadi tugas dan wewenangnya. Dalam posisi DPRD sebagai representasi rakyat secara bersamaan juga sebagai unsur penyelenggara pemerintahan daerah, memiliki peran untuk membuat kebijakan berupa pengaturan dalam bentuk peraturan daerah atau yang disebut dengan fungsi legislasi atau fungsi pengaturan, fungsi anggaran, dan fungsi pengawasan. 92 Prinsip yang paling penting dalam hubungan kerja antara pemerintah daerah dan DPRD adalah saling berkoordinasi. Artinya segala kebijakan atas pelaksanaan Dalam hal ini DPRD sebagai wakil rakyat representatif rakyat berfungsi mewakili kepentingan rakyat jika berhadapan dengan pihak eksekutif serta sebagai fungsi advokasi yakni DPRD melakukan fungsi penyaluran aspirasi rakyat. 91 http:ejournal.unsrat.ac.idindex.phpgovernancearticleview1119, diakses tanggal 05 Mei 2013. Artikel ditulis oleh: Herman Bonai, dengan judul: “Pentingnya Fungsi Pengawasan Dprd Terhadap Kebijakan Pemerintah Daerah Menyangkut Pembagian Dana Pemberdayaan Kampung Di Distrik Angkaisera Kampung Menawi Kabupaten Kepulauan Yapen”. 92 Sarman dan Muhammad Taufik Makarao, Op. cit., hal. 123-124. Universitas Sumatera Utara peraturan perundang-undangan yang dilakukan oleh KD baik mengenai kebijakan daerah, penyusunan APBD, kebijakan strategis kepegawaian, kebijakan strategis pengelolaan barang, LKPJ, kebijakan pengawasan pelaksanaan peraturan perundang- undangan, anggaran alokasi uang daerah, tata ruang, dan lain-lain harus dibicarakan bersama antara KD dan DPRD. 93 Tugas dan kewenang KD secara normatif diatur dalam perundang-undangan yang diperuntukkan untuk itu. Pelaksanaan tugas dan wewenang demikian berada pada porsi strategis dan berdampak luas bagi masyarakat karena tugas dan tanggung jawab KD bersentuhan dengan hak-hak yang semestinya harus diberikan kepada masyarakat melalui pembangunan berbagai sektor di daerah. Masyarakat cenderung akan menganggap jika suatu kebijakan yang tidak berpihak kepada kepentingannya berkesimpulan bahwa undang-undang tidak sama menguntungkan bagi semua golongan. 94 Pandangan demikian ini sebagai konsekuensi dari prinsip negara yang berdemokrasi di mana pengakuan terhadap hak- hak asasi manusia di dalam konsep negara hukum. 95 Pengaturan tugas dan wewenang KD dalam UUPD pada porsi demikian sebagai konsekuensi pada sistim otonomi seluas-luasnya, nyata dan bertanggung jawab. Otonomi daerah yang berlaku penting dilakukan pengawasan terhadap pelaksana undang-undang dan peraturan lainnya yaitu KD. Ketika suatu 93 Sadu Wasistiono dan Yonatan Wiyoso, Op. cit., hal. 46. 94 Jasper Pasaribu dan Majda El Muhtaf, Ilmu Negara, Medan: Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri Medan, 2008, hal. 151. 95 http:www.jimly.compemikiranview11, diakses tanggal 02 Mei 2013. Artikel ditulis oleh Jimly Asshiddiqie, dengan judul “Prinsip Pokok Negara Hukum”. Universitas Sumatera Utara pembangunan diwujudkan baik karena kebijakan KD atau sudah ditentukan dalam undang-undang dinilai masyarakat tidak berpihak pada kepentingan masyarakat itu sendiri, maka reaksi masyarakat selalu berusaha sekuat mungkin melakukan protes terhadap kebijakan publik itu. 96 E. Pengaturan Fungsi Pengawasan Anggota DPRD Menurut Perundang- Undangan di Bidang Pemerintahan Daerah Pengaturan fungsi pengawasan anggota DPRD dalam rangka untuk mengembangkan kehidupan demokrasi, menjamin keterwakilan rakyat dan daerah dalam melaksanakan tugas dan kewenangannya serta mengembangkan mekanisme check and balances antara lembaga legislatif daerah DPRD dan eksekutif daerah pemerintah daerahKD demi mewujudkan keadilan dan kesejahteraan rakyat dalam kaitannya dengan asas trias politika yang bermakna pembagian kekuasaan secara horizontal. 97 Paradigma check and balances bagi Indonesia dapat diterjemahkan dengan keseimbangan, keselarasan, keserasian, dan semangat saling mengawasi antar sesama umat dan warga negara. Secara filosofis prinsipnya adalah bahwa keseimbangan antara beberapa kepentingan yang ada mutlak diperhatikan yaitu keseimbangan antara kepentingan individu, masyarakat, dan kepentingan bangsa. 98 96 Jasper Pasaribu dan Majda El Muhtaf, Loc. cit. 97 Mirza Nasution, Op. cit., hal. 169. 98 Ibid., hal. 171. Universitas Sumatera Utara Prinsip penting perlunya dilakukan pengawasan bagi anggota DPRD terhadap kinerja eksekutif KD adalah prinsip otonomi daerah seluas-luasnya di mana kewenangan daerah mengurus dan mengatur semua urusan pemerintahan di luar yang menjadi urusan pemerintah pusat. Selanjutnya, prinsip nyata, yaitu urusan pemerintahan dilaksanakan berdasarkan tugas, wewenang, dan kewajiban yang senyatanya ada dan berpotensi untuk hidup dan berkembang sesuai dengan potensi dan kekhasan daerah. Prinsip tanggung jawab di mana penyelenggaraan otonomi daerah harus sejalan dengan maksud pemberian otonomi yang pada dasarnya untuk memberdayakan. 99 Oleh karena prinsip tujuan otonomi daerah seluas-luasnya membawa konsekuensi pada pentingnya pelaksanaan tugas, wewenang, dan kewajiban KD untuk selalu diawasi oleh DPRD sebagai wujud representasi wakil rakyat. Prinsip- prinsip ini sekaligus menjadi dasar pemberlakuan sistim pengawasan dari pihak legislatif terhadap eksekutif. Sekalipun undang-undang menentukan kedudukan DPRD dan KD layaknya sebagai mitra atau dalam kapasitasnya sebagai penyelenggara negara tetapi dalam pelaksanaan tugas dan kewajiban KD perlu dikontrol oleh rakyat melalui DPRD. Dasar hukum pengawasan DPRD diatur dalam UUPD. Berangkat dari ketentuan Pasal 154 ayat 1 huruf c UUPD dan Pasal 366 ayat 1 huruf c UUMD3 sebagaimana tersebut di atas, maka ruang lingkup pengawasan DPRD meliputi 3 tiga hal yaitu: 99 Ibid., hal. 115-116. Universitas Sumatera Utara 1. Pengawasan terhadap pelaksanaan peraturan daerah dan peraturan perundang- undangan lainnya Peraturan Daerah, Peraturan Kepala Daerah, Keputusan Kepala Daerah, dan lain-lain. 2. Pengawasan terhadap pelaksanaan Anggaran Pendapatan Belanja Daerah APBD. 3. Pengawasan terhadap perjanjian kerjasama dengan pihak ketiga. Dalam hal pengawasan terhadap pelaksanaan peraturan daerah dan peraturan perundang-undangan lainnya meliputi pengawasan terhadap pencapaian tujuan awal ketika ditetapkannya Peraturan Daerah Perda. Demikian pula pengawasan terhadap pelaksanaan APBD merupakan pengawasan terhadap pencapaian tujuan awal ketika ditetapkannya APBD. Pengawasan terhadap perjanjian kerjasama dengan pihak ketiga meliputi pengawasan terhadap kerjasama daerah oleh pemerintah daerah dengan pihak ketiga baik lokal maupun internasional meliputi: bidang yang dikerjasamakan, jangka waktu kerjasama, manfaat bagi daerah, sumber pembiayaan, dan lain-lain. Fungsi pengawasan tidak kalah substansial dengan fungsi legislasif dan anggaran dan anggaran, karena fungsi pengawasan mengandung ruang lingkup yang lebih luas dibandingkan dengan evaluasi terhadap kinerja pemerintah daerah dalam implementasi berbagai kebijakan KD yang bersifat publik. Fungsi pengawasan DPRD lebih luas sehingga lebih tepat disebut controlling dalam pengertian manajemen. Fungsi pengawasan tidak hanya menyangkut bidang keuangan APBD tetapi Universitas Sumatera Utara menyeluruh terhadap aspek kinerja pemerintah daerah dalam mengimplementasikan berbagai kebijakan publik. Kedudukan DPRD dapat dipahami sebagai lembaga yang menjalankan kekuasaan legislatif, dan karena itu biasa disebut dengan lembaga legislatif di daerah. Akan tetapi, sebenarnya fungsi legislatif di daerah, tidaklah sepenuhnya berada di tangan DPRD seperti fungsi DPR-RI. Oleh karena itu, sesungguhnya DPRD lebih berfungsi sebagai lembaga pengontrol terhadap kekuasaan pemerintah daerah daripada sebagai lembaga legislatif dalam arti yang sebenarnya walaupun dalam kenyataan sehari-hari, lembaga DPRD biasa disebut sebagai lembaga legislatif. 100 Dalam melaksanakan fungsi pengawasan DPRD ternyata tidak ditemukan dalam UUPD suatu ketentuan kewenangan DPRD untuk membatalkan sebuah peraturan Kepala Daerah ketika peraturan Kepala Daerah tersebut tidak sejalan dengan peraturan daerah. 101 Kritik terhadap kelemahan UUPD dalam hal pemerintahan dan otonomi daerah, Solly Lubis mengatakan mengatakan UUPD sebagai hasil dari semangat reformasi dan eforia di tahun 1998 dan 1999 yang hingga pada gilirannya Dalam UUPD juga tidak ditemukan kewenangan DPRD dapat memberhentikan Kepala Daerah KD jika implementasi kebijakannya ternyata bertentangan dengan peraturan daerah atau KD melakukan perbuatan melawan hukum seperti korupsi dan lain-lain. 100 http:pekikdaerah.wordpress.comartikel-makalahoptimalisasi-fungsi-dprd-dalam- pengawasan-pemerintah-daerah, diakses tanggal 05 Mei 2013. Artikel ditulis oleh: Wahyu Priyono, dengan judul: “Optimalisasi Fungsi Dprd Dalam Pengawasan Pemerintah Daerah”. 101 Sadu Wasistiono dan Yonatan Wiyoso, Op. cit., hal. 149. Universitas Sumatera Utara diundangkan UUPD ini diperlukan penyempurnaan. Beliau mengatakan istilah ini dengan “ketidak-teraturan-perundang” sekaligus “ketidakpastian hukum” otonomi daerah. 102 Kendatipun UU Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah telah diganti dengan UU Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, namun tidak menunjukkan perubahan yang signifikan terkait dengan penggunaan hak interpelasi, hak angkat, dan hak menyatakan pendapat DPRD untuk dapat memberhentikan KD. Hal itu masih tetap diatur di dalam Pasal 154 ayat 1 huruf e UUPD yaitu mengusulkan pemberhentian BupatiWali Kota kepada Menteri melalui gubernur sebagai wakil Pemerintah Pusat. Penggantian undang-undang ini tetap menunjukkan kewenangan DPRD hanya sebatas memberikan usulan atau mengusulkan pemberhentian KD melalui rapat peripurna DPRD, hanya banyak diganti adalah ketentuan mengenai pemilukada. Tidak ada satupun ketentuan dalam perundang-undangan yang mengatur kewenangan bahwa DPRD KabupatenKota bisa secara serta merta memberhentikan KD. Sehingga dapat dikatakan bahwa kewenangan pengawasan DPRD terhadap produk hukum di daerah tidak disertai dengan kekuasaan penegakan hukum law inforcement 103 102 M. Solly Lubis, Serba-Serbi Politik Hukum, Edisi 2, Jakarta: Sofmedia, 2011, hal. 188. misalnya melakukan pembatalan terhadap Peraturan Kepala Daerah. Satu-satunya kekuatan melekat pada DPRD dalam hal ini adalah hanya meminta pertanggungjawaban KD. Hal inilah dinilai akan membuat fungsi pengawasan DPRD 103 Sadu Wasistiono dan Yonatan Wiyoso, Loc. cit. Universitas Sumatera Utara sebagai representatif hak-hak rakyat terhadap keberlakuan produk hukum KD dan kebijakan KD menjadi kurang efektif. Selain meminta pertanggungjawaban KD, fungsi pengawasan dapat dilakukan oleh DPRD berujung pada penggunaan hak interpelasi, hak angket, dan hak menyatakan pendapat sebagaimana diatur dalam Pasal 43 UUPD. 104 Hak interpelasi adalah hak anggota dewan legislatif untuk meminta keterangan kepada pemerintah mengenai kebijakan strategis yang berdampak luas pada masyarakat, bangsa, dan negara. sedangkan hak angket hak untuk melakukan penyelidikan terhadap pemerintah atas indikasi terjadinya penyimpangan pelaksanaan perundang-undangan. Hak menyatakan pendapat adalah hak atas kebijakan pemerintah mengenai kejadian luar biasa baik di dalam maupun di luar negeri, tindak Ketiga-tiga hak legislatif ini dapat dipergunakan sebagai upaya terakhir dalam hal pelaksanaan ketentuan perundang-undangan atau kebijakan pemerintah yang tidak sesuai dengan rencana atau terjadinya indikasi pelanggaran hukum atau mengenai peristiwa kebijakan dalam dan luar negeri. 104 Penjelasan Pasal 159 ayat 2, 3, dan 4 UUPD menjelaskan bahwa yang dimaksud dengan: a. Hak Interpelasi adalah hak DPRD untuk meminta keterangan kepada kepala daerah mengenai kebijakan pemerintah daerah yang penting dan strategis yang berdampak luas pada kehidupan masyarakat, daerah dan negara. b. Hak Angket adalah pelaksanaan fungsi pengawasan DPRD untuk melakukan penyelidikan terhadap suatu kebijakan tertentu kepala daerah yang penting dan strategis serta berdampak luas pada kehidupan masyarakat, daerah dan negara yang diduga bertentangan dengan peraturan perundang-undangan. c. Hak menyatakan pendapat adalah hak DPRD untuk menyatakan pendapat terhadap kebijakan kepala daerah atau mengenai kejadian luar biasa yang terjadi di daerah disertai dengan rekomendasi penyelesaiannya atau sebagai tindak lanjut pelaksanaan hak interpelasi dan hak angket. Universitas Sumatera Utara lanjut dari hak interpelasi, dan diduga pemerintah melakukan perbuatan melanggar hukum. 105 Dalam hal pembentukan panitia angket dibentuk jika diduga terjadi indikasi pelanggaran KD dalam mengeluarkan kebijakannya atau pelaksanaan Perda. Hak ini dapat dilaksanakan untuk meminta keterangan KD terkait dengan kebijakan KD yang penting dan strategis serta berdampak luas terhadap kehidupan masyarakat, daerah, dan negara. 106 Setelah ketiga hak ini misalnya dilakukan oleh DPRD terhadap kinerja eksekutif yang tidak sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku, namun DPRD sekalipun juga tidak berwenang memberhentikan KD, melainkan kewenangan itu hanya sebatas mengusulkan pemberhentian KD sebagaimana ditentukan kewenangan DPRD pada Pasal 78 ayat 2 huruf d UUPD, “Kepala Daerah danatau wakil Kepala Daerah dapat diberhentikan karena tidak melaksanakan kewajiban Kepala Daerah danatau wakil Kepala Daerah. Ketentuan mengenai pemberhentian Kepala Daerah KabupatenKota menurut Pasal 78 ayat 1 UUPD karena: a meninggal dunia, b permintaan sendiri, atau c diberhentikan. Sesuai Pasal 78 ayat 1 huruf c Kepala Daerah KabupatenKota diberhentikan disebabkan karena: 1. Berakhir masa jabatannya; 2. Tidak dapat melaksanakan tugas secara berkelanjutan atau berhalangan tetap secara berturut-turut selama 6 enam bulan; 105 M. Abari, Op. Cit., hal. 77-78. 106 Sarman dan Muhammad Taufik Makarao, Op. cit., hal. 127. Universitas Sumatera Utara 3. Dinyatakan melanggar sumpahjanji jabatan kepala daerahwakil kepala daerah; 4. Tidak melaksanakan kewajiban kepala daerah dan wakil kepala daerah sebagaimana dimaksud dalam pasal 67 huruf b; 5. Melanggar larangan bagi kepala daerah dan wakil kepala daerah sebagaimana dimaksud dalam pasal 76 ayat 1, kecuali huruf c, huruf i, dan huruf j; 6. Melakukan perbuatan tercela; 7. Diberi tugas dalam jabatan tertentu oleh presiden yang dilarang untuk dirangkap oleh ketentuan peraturan perundang-undangan; 8. Menggunakan dokumen danatau keterangan palsu sebagai persyaratan pada saat pencalonan kepala daerahwakil kepala daerah berdasarkan pembuktian dari lembaga yang berwenang menerbitkan dokumen; danatau 9. Mendapatkan sanksi pemberhentian. Bila Kepala Daerah KabupatenKota diberhentikan, fungsi DPRD hanya bersifat memberikan usulan atau pendapat hak angket, kecuali jika Kepala Daerah KabupatenKota melakukan tindak pidana Pasal 83 ayat 4 UUPD. Demikian pula bila Kepala Daerah mengalami krisis kepercayaan publik, DPRD juga tidak boleh memberhentikan langsung Kepala Daerah tersebut, melainkan DPRD KabupatenKota hanya boleh menggunakan hak interpelasi dan hak angket untuk mengaggapinya, yang boleh memberhentikan Kepala Daerah KabupatenKota tersebut adalah Menteri Dalam Negeri setelah mendengar pendapat DPRD KabupatenKota. Berpedoman pada UUPD kewenangan untuk memberhentikan KD oleh DPRD hanya sebatas bersifat usulan melalui rapat paripurna DPRD. Jika KD terbukti melakukan suatu tindak pidana sebagaimana ditentukan dalam Pasal 85 ayat 4 UUPD, DPRD menyerahkan proses hukum kepada aparat penegak hukum, kemudian pada ayat 4 pasa ini, berdasarkan putusan pengadilan yang belum memperoleh Universitas Sumatera Utara kekuatan hukum tetap, DPRD mengusulkan pemberhentian sementara dengan keputusan DPRD. Kewenangan untuk memberhentikan KD tidak lain daripada hanya bersifat usulan, tidak ada ketentuan yang mengatur kewenangan mutlak bagi DPRD untuk memberhentikan KD sehingga konsekuensinya adalah bahwa kontrol atau pengawasan dari DPRD terhadap KD nampaknya kurang dapat dijalankan atau evektif dipatuhi oleh KD. Pasal 154 ayat 1 huruf e UUPD, menentukan tugas dan wewenang DPRD yaitu, “Mengusulkan pengangkatan dan pemberhentian BupatiWali Kota kepada Menteri Dalam Negeri melalui gubernur sebagai wakil Pemerintah Pusat untuk mendapatkan pengesahan pengangkatan dan pemberhentian”. Jelas disebutkan dalam ketentuan ini usulan pemberhentian KD di tingkat KabupatenKota kepada Mendagri. Desain UUPD lebih mengutamakan dan memberdayakan masyarakat di daerah-daerah dan legislatif daerah, tetapi yang lebih penting adalah model dan pola pertanggungjawaban KD juga harus turut berubah. 107 107 Mirza Nasution, Op. Cit., hal. 166. Pandangan ini sesungguhnya perlu dipertimbangkan agar sedapat mungkin sistim pengawasan DPRD diikutkan dalam kerangka penegakan hukum law inforcement untuk memberhentikan KD yang tidak menjalankan program pembangunan daerah sesuai dengan ketentuan. Tujuannya agar KD lebih berhati-hati dan seksama dalam mewujudkan pembangunan di daerah. Universitas Sumatera Utara Dalam praktik pelaksanaan tugas dan tanggung jawab KD, kebiasaan KD di tingkat KabupatenKota lebih cenderung berhubungan langsung dengan Pemerintah Pusat dalam hal ini Mendagri bahkan terkadang kebijakan KD di tingkat KabupatenKota tidak diberitahukan kepada KD Provinsi gubernur. Prinsip kontrol dalam hal ini seakan-akan mulai diabaikan KD dalam konsep otonomi daerah. KD lebih mendahulukan sikap dan keputusan dari Mendagri daripada kontrol dari Pemerintah Provinsi dan DPRD KabupatenKota. 108 Selain itu, DPRD berhak meminta pejabat negara, pejabat pemerintah, atau warga masyarakat untuk memberikan keterangan tentang suatu hal yang perlu ditangani demi kepentingan daerah, pemerintahan, dan pembangunan daerah. Pejabat negara, pejabat pemerintah atau warga masyarakat yang menolak permintaan untuk memberikan keterangan dapat dipanggil secara paksa karena merendahkan martabat dan kehormatan DPRD. 109 Ketentuan hak DPRD KabupatenKota ditentukan dalam Pasal 371 ayat 1 UUMD3 yang terdiri dari hak interpelasi, hak angket, dan hak menyatakan pendapat. Hak interpelasi bagi anggota DPRD KabupatenKota menurut Pasal 371 ayat 2 UUMD3 adalah hak interpelasi untuk meminta keterangan kepada BupatiWalikota mengenai kebijakan pemerintah KabupatenKota yang penting dan strategis serta berdampak luas pada kehidupan bermasyarakat dan bernegara. 108 M. Solly Lubis, Serba-Serbi.....Op. cit., hal. 189-191. 109 Sarman dan Muhammad Taufik Makarao, Loc. cit. Universitas Sumatera Utara Hak angket anggota DPRD menurut Pasal 371 ayat 3 UUMD3 adalah hak DPRD KabupatenKota untuk melakukan penyelidikan terhadap kebijakan Pemerintah KabupatenKota yang penting dan strategis serta berdampak luas pada kehidupan masyarakat, daerah, dan negara yang diduga bertentangan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Hak menyatakan pendapat bagi anggota DPRD menurut Pasal 371 ayat 4 UUMD3 adalah hak DPRD kabupatenkota untuk menyatakan pendapat terhadap kebijakan bupatiwalikota atau mengenai kejadian luar biasa yang terjadi di daerah disertai dengan rekomendasi penyelesaiannya atau sebagai tindak lanjut pelaksanaan hak interpelasi dan hak angket. Ketentuan Pasal 371 UUMD3 yang mengatur ketiga hak anggota DPRD KabupatenKota meminta pejabat negara, pejabat pemerintah, badan hukum, dan masyarakat untuk memberikan keterangan di hadapan DPRD. Pasal 371 UUMD3 ini memberikan dasar hak dan wewenang atau kekuasaan yang cukup kuat kepada DPRD KabupatenKota untuk meminta keterangan dengan pihak-pihak lain yang sekiranya dapat memberikan masukan dalam rangka pelaksanaan fungsi pengawasan DPRD terhadap ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Kendatipun kewenangan fungsi pengawasan DPRD terhadap pelaksanaan produk hukum oleh KD tidak disertai dengan kekuasaan penegakan hukum, oleh karena itu setidaknya dengan pertanggungjawaban KD di hadapan masyarakat dan media KD harus berpedoman pada prinsip-prinsip pelaksanaan pemerintahan yang Universitas Sumatera Utara baik. Dengan demikian pemerintahan tersebut akan semakin berwibawa dan berarti bagi masyarakat. Kegagalan KD melaksanakan program pembangunan di daerah perlu dikaji kembali dan didudukkan bersama untuk mengkaji ulang kebijakan pemerintah daerah. Kajian ulang mesti difokuskan pada istilah yang digunakan M. Solly Lubis yaitu “machinery of governance and government”, sebagai upaya reformasi, retooling, dan redisciplinary aparat birokrasi. 110 Memperbaiki kinerja pemerintah melalui penegasan Perda menyangkut pelaksanaan tugas-tugas KD. Memperbaiki disiplin kerja birokrasi pemerintahan yang curat marut dengan menerapkan pola pemerintahan yang baik dan berwibawa, melaksanakan kebijakan, kebijaksanaan yang fundamental berdasarkan paradigma pembangunan. Sehingga dengan demikian masyarakat di daerah dapat merasakan eksistensi KD pelaksanaan pembangunan benar-benar berprinsip pada otonomi. 110 M. Solly Lubis, Manajemen Strategis Pembangunan Hukum, Bandung: Mandar Maju, 2011, hal. 96. Universitas Sumatera Utara

BAB III PELAKSANAAN FUNGSI PENGAWASAN ANGGOTA DPRD KOTA

MEDAN TERHADAP KINERJA EKSEKUTIF DI KOTA MEDAN TAHUN 2011

A. Temuan-Temuan Anggota DPRD Dalam Melaksanakan Pengawasan Kinerja Pemerintah

Kota Medan di Tahun 2011 DPRD Kota Medan dalam melaksanakan fungsi pengawasannya terhadap kinerja Pemerintah Daerah Kota Medan pada tahun 2011 menemukan beberapa program pemerintah daerah yang belum terlaksana atau belum memenuhi target sasaran sesuai dengan rencana pada tahun sebelumnya. Hal ini dibuktikan dengan banyaknya temuan-temuan DPRD atas pelaksanaan kinerja KD di tahun 2011. Beberapa masalah-masalah tersebut sekaligus menjadi catatan bagi anggota DPRD Kota Medan di tahun 2011, antara lain: 1. Muatan informasi LKPJ akhir tahun anggaran 2011. 2. Rencana Strategis Satuan Kerja Perangkat Daerah Renstra SKPD. 3. Statistik dan data perencanaan daerah. 4. Tumpang tindih kegiatan antar SKPD. 5. Penguatan fungsi kecamatan. 6. Potensi pendapatan asli daerah. 7. Penataan fungsional atas ruang dan bangunan. 8. Urusan kependudukan dan catatan sipil. 9. Urusan kesehatan. 10. Urusan Badan Kepegawaian Daerah. Universitas Sumatera Utara

Dokumen yang terkait

Kinerja Anggota Dewan Perwakilan Rakyat (Suatu Studi terhadap Kinerja Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Simalungun Periode 2009-2014)

0 56 76

Persepsi Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kota Medan Tentang Kebijakan Kawasan Tanpa Rokok di Kota Medan Tahun 2013

5 57 111

Kinerja Anggota Dewan Perwakilan Rakyat (Suatu Studi Terhadap Kinerja Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten Simalungun Periode 2009-2014)

0 22 77

Hubungan Wakil dengan yang Diwakili (Studi Perbandingan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Sumatera Utara Periode 1999-2004 dengan Periode 2004-2009)

1 45 101

Hak Recall Partai Politik Terhadap Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia Dalam Korelasinya Dengan Pelaksanaan Teori Kedaulatan Rakyat.

8 114 110

FUNGSI PENGAWASAN DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH TERHADAP KINERJA PEMERINTAH DAERAH SEBAGAI LEMBAGA EKSEKUTIF DI DAERAH

0 9 15

NASKAH PUBLIKASI PERAN FUNGSI PENGAWASAN DEWAN PERWAKILAN RAKYAT Pereduksian Peran Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (Peranan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Dalam Pelaksanaan Fungsi Pengawasan Terhadap Pemerintah Daerah Menurut Undang-Undang N

0 1 19

BAB II PENGATURAN FUNGSI PENGAWASAN ANGGOTA DPRD MENURUT PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN DI BIDANG PEMERINTAHAN DAERAH A. Sistim Pemerintahan Daerah - Pelaksanaan Fungsi Pengawasan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Terhadap Kinerja Eksekutif di Kota Medan

0 0 40

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang - Pelaksanaan Fungsi Pengawasan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Terhadap Kinerja Eksekutif di Kota Medan

0 0 34

Pelaksanaan Fungsi Pengawasan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Terhadap Kinerja Eksekutif di Kota Medan

0 1 13