Hutan Otonomi Daerah TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Hutan

Menurut Undang – Undang no 41 tahun 1999 hutan adalah suatu kesatuan ekosistem berupa hamparan lahan berisi sumber daya alam hayati yang didominasi pepohonan dalam persekutuan alam lingkungannya,yang satu dengan yang lainnya tidak dapat dipisahkan. Sedang ayat 3 berbunyi kawasan hutan adalah wilayah tertentu yang ditunjuk dan atau ditetapkan oleh pemerintah untuk dipertahankan keberadaannya sebagai hutan tetap . Berdasarkan status kepemilikannya, hutan terbagi dua yaitu hutan negara dan hutan rakyat . Hutan Negara adalah hutan yang berada pada tanah yang tidak dibebani hak atas tanah UUPK No 41 tahun 1999 pasal 1 ayat 4. Hutan rakyat adalah hutan buatan yang terletak di luar kawasan hutan Negara, dalam suatu hamparan dan seringkali disebut hutan milik. Hutan milik adalah hutan yang tumbuh di atas lahan yang dibebani hak milik, jadi hutan rakyat adalah hutan yang dimiliki oleh rakyat UUPK No 41 tahun 1999 pasal 1 ayat 5. Hutan adat adalah hutan yang berada dalam wilayah masyarakat hukum adat Undang - undang no 41 tahun 1999 pasal 1 ayat 6. Hutan adat diakui keberadaannya sepanjang menurut kenyataannya masyarakat hokum adat yang bersangkutan masih ada dan diakui keberadaannya dengan status sebagai hutan Negara, tetapi apabila dalam perkembangannya masyarakat hokum adat yang bersangkutan tidak ada lagi maka hak pengelolaan hutan adat kembali kepada pemerintah.

2.2. Otonomi Daerah

Otonomi daerah merupakan alternatif pemecahan masalah kesenjangan pembangunan, terutama dalam konteks pemberdayaan pemerintah daerah yang selama ini dipandang hanya sebagai perpanjangan tangan pemerintah pusat. Padahal konsep otonomi daerah sudah muncul pada saat pemerintahan orde lama yaitu melelui UU No 1 tahun 1945 tentang pemerintahan daerah. Pemerintah Pusat,1999. Tabel 1 Peraturan Perundang-Undangan Tentang Pemerintah Daerah Sejak Tahun 1945-1999 Tahun Perundang-Undangan Subjek 1945 UU Nomor 1 Pemerintah Daerah 1948 UU Nomor 22 Pemerintah Daerah 1950 UU Nomor 44 Pemerintah Daerah 1956 UU Nomor 32 Hub.Keuangan Pusat dan Daerah 1957 UU Nomor 1 Pemerintah Daerah 1959 UU Nomor 6 Pemerintah Daerah 1960 UU Nomor 5 Pemerintah Daerah 1965 UU Nomor 18 Pemerintah Daerah 1974 UU Nomor 5 Pemerintah Daerah 1999 UU Nomor 22 Pemerintah Daerah 1999 UU Nomor 25 Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah Sumber : Saragih, 2003. Otonomi daerah adalah hak, kewenangan dan kewajiban daerah otonom untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat sesuai dengan peraturan perundang undangan UU Otonomi Daerah No 22 Tahun 1999 Bab 1 Pasal 1 Ayat 5. Daerah otonom yang selanjutnya disebut daerah adalah kesatuan masyarakat hukum yang mempunyai batas daerah tertentu berwenang mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat menurut prakasa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat dalam ikatan Negara Kesatuan Republik Indonesia UU Otonomi Daerah No 22 Tahun 1999 Bab 1 Pasal 1 Ayat 6 Kaho 1998 menyatakan bahwa prinsip prinsip dasar dalam melaksanakan otonomi daerah ini adalah otonomi yang nyata, dinamis dan bertanggung jawab. Nyata berarti bahwa pemberian otonomi kepada daerah otonom harus didasarkan pada faktor, perhitungan, tindakan dan kebijaksanaan yang benar benar menjamin wilayah bersangkutan secara nyata mampu mengurus rumah tangga sendiri. Dinamis berarti bahwa otonomi daerah tidak bersifat statis tetapi dapat dikembangkan atau dimekarkan karena keadaan yang terus berkembang di masyarakat. Penyerahan isi otonomi atau jumlah dan jenis urusan dapat bertambah atau berkurang sesuai dengan kondisi yang terus berkembang di daerah otonom. Bertanggung jawab berarti bahwa pemberian otonomi daerah harus benar benar sejalan dengan tujuannya yaitu melancarkan kegiatan pembangunan dan memperkokoh persatuan dan kesatuan untuk masyarakat. Atas dasar pemikiran dan prinsip prinsip pemberian otonomi daerah yang dijadikan pedoman oleh UU No 22 tahun 1999 adalah sebagai berikut : a. Penyelenggaraan otonomi daerah dilaksanakan dengan memperhatikan aspek demokrasi, keadilan, pemerataan serta potensi dan keanekaragaman daerah. b. Pelaksanaan otonomi daerah didasarkan pada otonomi yang luas, nyata dan bertanggung jawab. c. Pelaksanaan otonomi daerah yang luas dan utuh diletakan pada kabupaten dan daerah, sedang otonomi daerah provinsi merupakan otonomi yang terbatas d. Pelaksanaan otonomi daerah harus sesuai dengan kontitusi Negara sehingga tetap terjamin hubungan yang serasi antara pusat dan daerah serta antar daerah e. Pelaksanaan otonomi daerah harus lebih meningkatkan kemandirian daerah otonom dank arena dalam daerah kabupaten dan daerah kota tidak ada lagi daerah administrasi f. Pelaksanaan otonomi daerah harus lebih meningkatkan peranan dan fungsi badan legeslatif daerah baik sebagai fungsi legislasi, fungsi pengawas maupun fungsi anggaran atas penyelenggaraan pemerintah daerah. g. Pelaksanaan azas dekonsentrasi diletakkan pada daerah provinsi dalam kedudukan sebagai wilayah administrasi untuk melaksanakan kewenangan pemerintah tertentu yang dilimpahkan kepada gubernur sebagai wakil pemerintah. Menurut peraturan pemerintah Republik Indonesia No 25 Tahun 2000 tentang pemerintah dan kewenangan provinsi sebagai daerah otonom maka selanjutnya kewenangan sebagaimana yang dimaksud pada pasal III ayat 2 dikelompokan dalam berbagai bidang dalam bidang kehutanan dan perkebunan meliputi : a. Pedoman penyelenggaraan inventarisasi dan pemetaan hutan kebun b. Penyelenggaraan penunjukan dan pengamanan batas hutan produksi dan hutan lindung c. Pedoman penyelenggaraan tata batas hutan, rekontruksi dan penataan batas kawasan hutan produksi dan hutan lindung d. Penyelenggaraan pembentukan dan perwilayahan areal perkebunan lintas kabupaten kota e. Pedoman penyelenggaraan pembentukan wilayah dan penyediaan dukungan pengelolaan taman hutan raya f. Penyusunan perwilayahan, desain, pengendalian lahan, dan industri primer bidang perkebunan lintas kabupaten kota g. Penyusunan renncana makro kehutanan dan perkebunan lintas kabupaten kota h. Pedoman penyelenggaraan pengurusan erosi, sedimentasi, produktivitas lahan pada daerah aliran sungai lintas kabupaten kota i. Pedoman penyelenggaraan rehabilitasi dan relamasi hutan produksi dan hutan lindung j. Penyelenggaraan perizinan lintas kabupaten kota meliputi pemanfaatan hasil hutan kayu, pemanfaatan flora dan fauna yang tidak dilindungi, usaha perkebunan dan pengolahan hasil hutan k. Pengawasan perbenihan, pupuk, pestisida, alat dan mesin di bidang kehutanan dan perkebunan l. Pelaksanaan pengamatan, peramalan organism tumbuhan penggangu dan pengendalian hama terpadu tanaman kehutanan dan perkebunan m. Penyelengaraan dan pengawasan atas rehabilitasi, reklamasi, system silvikultur, budidaya dan pengolahan n. Penyelengaraan pengelolaan taman hutan raya lintas kabupaten kota o. Penetapan pedoman untuk penentuan tarif pungutan hasil hutan bukan kayu lintas kabupaten kota p. Turut serta secara aktif bersama pemerintah dalam menetapkan kawasan serta perubahan fungsi dan status hutan dalam rangka perencanaan tata ruang provinsi berdasarkan kesepakatan antara provinsi dan kabupaten kota q. Perlindungan dan pengamanan hutan pada kawasan lintas kabupaten kota r. Penyediaan dukungan penyelengaraan pendidikan dan pelatihan teknis, penelitian dan pengembangan terapan bidang kehutanan Pasal 66 ayat 1 UU No 41 tahun 1999 tentang kehutanan menjelaskan bahwa dalam rangka penyelenggaraan kehutanan, pemerintah menyerahkan sebagian kewenangan kepada pemerintah daerah. Selanjutnya pasal 66 ayat 2 UU No 41 tahun 1999 tentang kehutanan dikatakan bahwa pelaksanaan penyerahan sebagaimana dimaksud pada ayat 1 bertujuan untuk meningkatkan efektifitas pengurusan hutan.

2.3 Pendapatan Daerah