tayangan televisi dapat menjadi faktor kriminalitas dan membawa dampak kepada anak untuk melakukan kejahatan.
Media massa media elektroniktelevisi memiliki kekuatan menyebarkan pengaruh kepada khalayak terutama orang tua dan anak. Maka dari itu masyarakat
terutama orang tua harus cermat, cerdas, kritis dan selektif dalam memilih acara TV, memperkenalkan internet dan hand phone kepada anak-anak. Bagaimanapun
ujung dari pendidikan seorang anak adalah tanggung jawab orang tua. Hal inilah yang membuat penulis tertarik untuk meneliti strategi orang tua
dalam mendidik anak khususnya yang berada di kota besar sekarang ini yang semakin maju dalam informasi-informasi yang cepat.
2. Perumusan Masalah
Berdasarkan uraian di atas tampaklah bahwa masalah penelitian ini adalah cara orang tua dalam mendidik anak pada saat sekarang ini meliputi cara atau
strategi orang tua dalam menghadapi pendidikan dewasa ini karena persaingan yang sangat ketat antara orang tua dengan lembaga-lembaga pendidikan yang ada.
3. Lokasi Penelitian
Penelitian ini berlokasi di Kelurahan Helvetia Tengah kawasan Kecamatan Medan Helvetia. Alasan pemilihan lokasi penelitian adalah karena wilayah ini
merupakan kawasan yang terbuka dan dilengkapi fasilitas, serta dalam komplek perumahan ini sudah relatif berkembang dalam hal ini teknologi dengan
terdapatnya berbagai tempat-tempat bermain seperti tempat PS play station dan
Universitas Sumatera Utara
warung-warung internet warnet, sekolah-sekolah, tempat les yang banyak ditawarkan kepada orang tua, selain itu daerah ini merupakan tempat tinggal si
peneliti sehingga peneliti lebih bisa berhubungan intensif dengan masyarakat.
4. Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui cara orang tua menggunakan strategi dalam mendidik anak melalui penelitian terhadap orang-
orang tua yang memiliki anak dan remaja serta anak remaja itu sendiri yang berada di daerah Helvetia Tengah
5. Tinjauan Pustaka
Strategi adalah cara dengan diikuti tindakan-tindakan yang ditujukan
untuk mencapai tujuan tertentu, yang umumnya adalah kemenangan
1
1
. Oleh sebab itu, strategi di sini lebih mengutamakan cara orang tua untuk mendidik anak
dalam keluarga supaya anak tidak lari dari norma-norma dan nilai-nilai budaya yang dianut orang tua, yang disebabkan karena kemajuan dari sebuah teknologi
yang berkembang pesat saat ini, seperti halnya internet ataupun permainan- permainan yang berteknologi canggih yang dapat menyita banyak waktu seorang
anak yang mengakibatkan anak lupa dengan tugas di rumah maupun sekolahnnya. Adapun menurut Newman dan Logan Abin Syamsudin Makmur, 2003 4
strategi untuk mencapai tujuan yaitu:
http:makalahkumakalahmu.wordpress.com2080914pengertian-pendekatan-strategi-metode- teknik-taktik-dan-model-pembelajaran : Wikipedia
Di akses 6-09-2008.
Universitas Sumatera Utara
1. Mengidentifikasi, menetapkan spesifikasi, kualifikasi hasil out put dan
sasaran target yang harus dicapai, dengan mempertimbangkan aspirasi dan selera masyarakat yang memerlukan.
2. Mempertimbangkan dan memilih jalan pendekatan utama basic way yang
paling efektif untuk mencapai sasaran. 3.
Mempertimbangkan dan menetapkan langkah-langkah steps yang akan ditempuh sejak titik awal sampai dengan sasaran.
4. Mempertimbangkan, menetapkan tolak ukur kriteria, patokan ukuran
standard untuk mengukur dan menilai taraf keberhasilan achievement usaha.
Menurut Marheni, 1996
2
Dalam kaitannya komunikasi orang tua dan anak mempunyai persepsi dan kemampuan menampilkan diri sebagai orang tua yang baik, seorang anak
beranggapan bahwa orang tua adalah sosok yang pelindung bagi seorang anak, baik, ramah, menyayangi dan sebagainya. Hal lain di luar pembentukan persepsi
yang menentukan keberhasilan komunikasi anak kepada orang tua adalah dalam penerapan strategi orang tua juga harus
bisa untuk dapat saling berinteraksi ataupun berkomunikasi terhadap si anak, Hubungan antar anggota keluarga ini terbentuk karena sebuah komunikasi,
komunikasi dalam keluarga dipengaruhi oleh pola hubungan antar peran orang tua. Hal ini disebabkan masing-masing peran yang ada dalam keluarga
dilaksanakan melalui komunikasi. Dengan cara berkomunikasi orang tua dapat mengetahui kebutuhan ataupun keinginan seorang anak
2
http:sbektiistiyanto.files.wordpress.com200802jurnal-kom-gender.doc : Marheni Di akses 6-09-2008
Universitas Sumatera Utara
keberhasilan melakukan proses komunikasi antar orang tua dan anaknya, ini ditandai beberapa ciri :
1. Kebutuhan anak untuk dicinta, mencerminkan adanya keinginan yang
kuat untuk mendapatkan cinta dimana semua anak akan mempunyai perilaku yang sama dalam menarik perhatian orang tua untuk dicintai,
begitu pula orang tua akan berperilaku yang sama dalam memberikan cinta perhatian kepada anaknya.
2. Kebutuhan berinteraksi, mencerminkan keinginan untuk bertemanbergaul
dengan orang lain. Setiap orang membutuhkan orang lain dalam kehidupannya, demikian juga anak membutuhkan teman.
3. Kebutuhan untuk dikontrol, mencerminkan keinginan untuk dapat meraih
keberhasilan, misalnya dengan memberikan tanggung jawab kepada anak sehingga bisa dikontrol keberhasilannya sampai ke masa depan.
Oleh karena itu kaitannya dengan komunikasi orang tua dan anak, penekanan di sini bukan kepada keadilan, tetapi didasarkan pada sikap orang tua yang
memperlakukan anak tidak saja sebagai seseorang yang harus selalu patuh, tetapi sudah dianggap sebagai teman dalam berkomunikasi sehingga antara orang tua
dan anak dapat terjalin komunikasi yang baik dan akrab. Inilah salah satu strategi yang diambil oleh orang tua untuk mengatasi hal-hal yang dapat membuat si anak
melakukan tindakan-tindakan di luar dari norma sosial.
3
3
norma sosial adalah kaidah dan peraturan yang diterapkan melalui lingkungan sosialnya. Sanksi yang diterapkan oleh norma ini membedakan norma dengan produk sosial lainnya seperti
budaya
Universitas Sumatera Utara
Sosialisasi terbagi dalam dua bagian yaitu: sosialisasi primer sebagai sosialisasi awal yang dialami oleh individu pada masa kecil dalam keluarga
hingga menjadi anggota masyarakat; sosialisasi sekunder merupakan sosialisasi lanjutan setelah sosialisasi primer yang dimasuki individu dalam dunia
masyarakat yang lebih luas seperti sekolah, teman sebaya dan lingkungan sosial. Menurut George Herbert Mead dalam teorinya yang digunakan buku Mind, self
and society 1972, Mead menguraikan tahap-tahap pengembangan diri self manusia. Manusia yang baru lahir belum mempunyai diri. Diri manusia
berkembang secara bertahap melalui interaksi dengan anggota masyarakat lain. Menurut Mead pengembangan diri manusia berlangsung melalui beberapa tahap
yaitu tahap play stage, game stage dan tahap generalized other Kamanto, 1993 ; 28.
Mead menelusuri asal – usul diri melalui ketiga tahap tersebut yaitu : 1.
Pada tahap pertama yaitu play stage bermain : Belajar mengambil sikap orang-orang lain tertentu untuk diri mereka. Hal ini
terbatas karena hanya sanggup memainkan peranan orang lain dan berbeda tanpa memiliki pengertian yang lebih umum dan lebih terorganisir terhadap
diri mereka sendiri. Di sini individu belajar menjadi subjek dan sekaligus objek dan mulai memiliki kemampuan membangun diri.
Pada tahap bermain anak-anak mampu berorganisasi sosial, mereka dapat terlibat dalam bentuk-bentuk bermain. Seorang anak kecil mulai belajar
dan adat. Ada atau tidaknya norma diperkirakan mempunyai dampak dan pengaruh atas bagaimana seseorang berperilaku.
Universitas Sumatera Utara
mengambil peranan orang-orang yang berada disekitarnya. Ia mulai menirukan peranan yang dijalankan oleh orang tuanya, peranan orang dewasa
lain dengan siapa ia sering berinteraksi.dengan demikian kita sering melihat anak kecil dikala mereka bermain meniru peran yang dijalankan oleh orang-
orang yang ada disekitarnya misalnya peranan ayah, ibu, kakak, kakek, nenek dan yang lainnya. Perilaku anak mulai mencontoh peran-peran orang yang
terdekatnya. Agen sosialisasi yang ada disekitar anak biasanya berasal dari lingkungan yang paling dekat dengannya yaitu keluarga, walupun ada juga
agen-agen sosialisasi lain yaitu: teman bermain lembaga sekolah maupun media massa akan tetapi pusat perhatian yang lebih terfokus adalah keluarga
tempat anak-anak mendapatkan segala-galanya. 2.
Pada tahap game stage pertandingan tahap ini muncul sebgai langkah dalam perkembangan konsep diri. Seorang
anak tidak hanya mengetahui peranan yang harus dijalankan tetapi tetapi harus mengetahui peranan yang harus dijalankan oleh orang lain dengan siapa ia
berinteraksi. Pada tahap awal sosialisasi-interaksi seorang anak biasanya terbatas pada sejumlah kecil orang lain, biasanya keluarga terutama kedua
orang tuanya. Oleh Mead orang-orang yang penting dalam sosialisasi ini dinamakan significan other.
3. Pada tahap ketiga sosialisasi sesorang dianggap telah mampu mengambil peranan generalized other, anak mampu berinteraksi dengan orang lain dalam
masyarakat karena telah memahami peranannya sendiri serta peranan orang – orang lain dengan siapa anak berinteraksi. Agen utama pada tahap ini bukan
Universitas Sumatera Utara
lagi terdapat dalam keluarga seperti halnya pada tahap play stage akan tetapi ada beberapa agen sosialisasi lain yang dapat mempengaruhi anak, misalnya
teman bermain, sekolah dan juga media massa yang turut pila mempengaruhi perkembangan diri seorang anak.
Menurut Danandjaja 1989 : 497 cara pengasuhan anak adalah sebagian dari proses sosialisasi yang dialami oleh seorang anak di rumahnya yang
memfokuskan pada sepuluh “sistem” tingkah laku yaitu : 1.
Sifat selalu minta dilayani atau succorance 2.
Sifat suka mengungkapkan perasaan atau expressiveness 3.
Sifat bergantung pada kemampuan diri sendiri atau self reliance 4.
Sifat mempunyai rasa kepertanggungjawaban atau responsibility 5.
Sifat kepatuhan atau obedience 6.
Sifat keramahan di dalam pergaulan atau sociability 7.
Sifat gemar menolong orang yang lebih muda dan sedang berada dalam kesukaran atau nurture
8. Sifat ingin menguasai orang lain atau dominance
9. Sifat suka menyerang atau agression baik yang bersifat sebagai akibat
ancaman dari luar maupun menurut kesempatan. 10.
Tingkah laku yang bersifat ingin mencapai sesuatu yang lebih baik atau achievement-oriented behavior
Keluarga adalah unit terkecil dari masyarakat yang terdiri atas kepala keluarga dan beberapa orang yang terkumpul dan tinggal di suatu tempat di bawah
suatu atap dalam keadaan saling ketergantungan Departemen Kesehatan RI
Universitas Sumatera Utara
1998. Peranan keluarga menggambarkan seperangkat perilaku, sifat, kegiatan, yang berhubungan dengan individu dalam posisi dan situasi tertentu. Peranan
individu dalam keluarga didasari oleh pola perilaku, dari keluarga, kelompok dan masyarakat.
Menurut Salvicion dan Ara Celis 1989 berbagai peranan yang terdapat di dalam keluarga adalah sebagai berikut
Ayah sebagai suami dari istri dan anak-anak, berperan sebagai pencari nafkah, pendidik, pelindung, dan pemberi rasa aman, sebagai kepala keluarga, sebagai
anggota dari kelompok sosialnya serta sebagai anggota masyarakat dari lingkungannya.
Ibu sebagai istri dan ibu dari anak-anaknya, ibu mempunyai peranan untuk mengurus rumah tangga, sebagai pengasuh dan pendidik anak-anaknya,
pelindung, dan sebagai salah satu kelompok dari peranan sosialnya serta sebagai anggota masyarakat dari lingkungannya, di samping itu juga ibu dapat berperan
sebagai pencari nafkah tambahan dalam keluarganya. Anak sebagai pelaksana peranan sesuai dengan tingkat perkembangannya baik
fisik, mental, sosial, dan spiritual. Dari berbagai peranan di atas ada tiga fungsi orang tua terhadap keluarga yaitu :
Asih adalah memberikan kasih sayang, perhatian, rasa aman, kehangatan
pada anak sehingga memungkinkan mereka tumbuh dan berkembang sesuai usia dan kebutuhannya.
Universitas Sumatera Utara
Asuh adalah menuju kebutuhan pemeliharaan dan perawatan anak agar
kesehatannya selalu terpelihara sehingga memungkinkan menjadi anak- anak sehat baik fisik, mental, sosial, dan spiritual.
Asah adalah memenuhi kebutuhan pendidikan anak, sehingga siap menjadi
manusia dewasa yang mandiri dalam mempersiapkan masa depannya
4
Selain fungsi dari keluarga orang tua juga mempunyai tipe-tipe pola asuh terhadap anak yaitu:
1. Pola Asuh Permisif Pola asuh permisif adalah jenis pola mengasuh anak yang cuek terhadap
anak. Jadi apa pun yang mau dilakukan anak diperbolehkan seperti tidak sekolah, bandel, melakukan banyak kegiatan maksiat, pergaulan bebas negatif, matrialistis,
dan sebagainya. Biasanya pola pengasuhan anak oleh orang tua semacam ini diakibatkan oleh orang tua yang terlalu sibuk dengan pekerjaan, kesibukan atau
urusan lain yang akhirnya lupa untuk mendidik dan mengasuh anak dengan baik. Dengan begitu anak hanya diberi materi atau harta saja dan terserah anak itu mau
tumbuh dan berkembang menjadi apa. Anak yang diasuh orangtuanya dengan metode semacam ini nantinya bisa berkembang menjadi anak yang kurang
perhatian, merasa tidak berarti, rendah diri, nakal, memiliki kemampuan sosialisasi yang buruk, kontrol diri buruk, salah bergaul, kurang menghargai orang
lain, dan lain sebagainya baik ketika kecil maupun sudah dewasa. .
4
http:ginomariam.blogspot.com200908keluarga.html: Salvicion dan Ara celis Di akses 6-092008
Universitas Sumatera Utara
2. Pola Asuh Otoriter Pola asuh otoriter adalah pola pengasuhan anak yang bersifat pemaksaan,
keras dan kaku dimana orangtua akan membuat berbagai aturan yang harus dipatuhi oleh anak-anaknya tanpa mau tahu perasaan sang anak. Orang tua akan
emosi dan marah jika anak melakukan hal yang tidak sesuai dengan yang diinginkan oleh orang tuanya. Hukuman mental dan fisik akan sering diterima
oleh anak-anak dengan alasan agar anak terus tetap patuh dan disiplin serta menghormati orang-tua yang telah membesarkannya. Anak yang besar dengan
teknik asuhan anak seperti ini biasanya tidak bahagia, paranoid atau selalu berada dalam ketakutan, mudah sedih dan tertekan, senang berada di luar rumah, benci
orangtua, dan lain-lain. Namun di balik itu biasanya anak hasil didikan orang tua otoriter lebih bisa mandiri, bisa menjadi orang sesuai keinginan orang tua, lebih
disiplin dan lebih bertanggungjawab dalam menjalani hidup.
3. Pola Asuh Otoritatif Pola asuh otoritatif adalah pola asuh orang tua pada anak yang memberi
kebebasan pada anak untuk berkreasi dan mengeksplorasi berbagai hal sesuai dengan kemampuan anak dengan sensor batasan dan pengawasan yang baik dari
orang tua. Pola asuh ini adalah pola asuh yang cocok dan baik untuk diterapkan para orangtua kepada anak-anaknya. Anak yang diasuh dengan tehnik asuhan
otoritatif akan hidup ceria, menyenangkan, kreatif, cerdas, percaya diri, terbuka pada orang tua, menghargai dan menghormati orang tua, tidak mudah stres dan
depresi, berprestasi baik, disukai lingkungan dan masyarakat dan lain-lain.
Universitas Sumatera Utara
Setiap keluarga terdiri atas beberapa anggota keluarga. Masing-masing anggota keluarga memiliki peranannya sendiri-sendiri, sesuai dengan
kedudukannya dalam keluarga yang bersangkutan. Pelaksanaan masing-masing peranan sebagaimana mestinya membantu mengukuhkan dan menambah
keharmonisan kehidupan keluarga yang bersangkutan dan membantu anggota- anggota keluarga yang lainnya serta unit keluarga sebagai suatu kesatuan dalam
melaksanakan peranannya masing-masing. Pelaksanaan peran istri misalnya, apabila dilaksanakan benar-benar sebagai mitra atau patner suami yang serasi
dalam mengeolah rumah tangga, niscaya akan membantu dan memperkukuh kedudukan dan peranan suami, dan begitu juga sebaliknya, apabila suami
melaksanakan peranannya dengan baik akan mendukung kedudukan dan peranan istri. Demikian pula pelaksanaan peranan mereka dalam hubungan mereka dengan
anak-anaknya, dan masyarakat lainnya. Hubungan antar generasi kemudian terjadi dalam bentuk yang lebih
terbuka dan lepas yang menjadi dasar bagi pembentukan karakter seorang anak. Lemahnya otoritas orang tua dan hilangnya fungsi tradisional keluarga
mendapatkan dukungan pada saat teknologi menjadi semakin penting dari waktu ke waktu yang cara kerjanya dan nilai-nilai yang melekat sangat mempengaruhi
kehidupan dan norma-norma yang terbentuk. Proses ini menentukan bagaimana struktur hubungan antar orang tua dan anak, seperti halnya, kehadiran handphone
dapat menggantikan kehadiran orang tua dalam proses pembentukan seorang anak, dan telah mengurangi hubungan orang tua dan anak Abdullah, 2006: 159.
Universitas Sumatera Utara
Oleh karena itu barang dalam konsumsi perkotaan telah berfungsi sebagai alat komunikasi, karena ia mewakili individu dalam menegaskan serangkaian nilai
yang melekat pada orang kota. Di sini jelas bahwa proses konsumsi teknologi telah membentuk suatu kesatuan kehidupan dengan basis-basis material yang
dapat menghilangkan nilai-nilai subjektif dalam pertukaran sosial Simmel dikutip dari Abdullah 2006 : 37.
Revolusi teknologi elektronik dan teknologi komunikasi merupakan jembatan yang menghubungkan berbagai tempat dengan berbagai belahan dunia
lainnya. Hal yang mencolok terjadi dalam kecenderungan ini adalah tumbuhnya consumer cultur budaya mengaskes informasi di kota-kota Featherstone dalam
Abdullah 2006 : 28 -29 . Untuk itu para pakar anak berpendapat bahwa cara-cara serta adat istiadat pengasuhan anak pada usia dini mempunyai dampak besar
terhadap pembentukan sistem nilai budaya dan sikap mental serta kepribadian anak yang bersangkutan dikemudian hari.
Berkenaan dengan pendapat para ahli di atas, maka akan diteliti dan dideskripsikan bagaimana strategi orang tua dalam mendidik anak di daerah
kawasan Helvetia Tengah, Kodya Madya Medan.
Universitas Sumatera Utara
6. Metode Penelitian