Prosiding Seminar Nasional Penelitian, Pendidikan dan Penerapan MIPA, Fakultas MIPA, Universitas Negeri Yogyakarta, 2 Juni 2012
M-161
berperadaban tinggi. Belajar dari keberhasilan Rasulullah SAW tersebut dapat disimpulkan bahwa untuk mendidik karakter manusia, terutama yang mengaku Islam sebagai agamanya, mesti berdasarkan
kepada al-Qur’an. Pada perkembangan pendidikan, pendidikan karakter menjadi tema hangat untuk diterapkan
melalui lembaga pendidikan formal. Bahkan Kementerian Pendidikan Nasional melalui Badan Penelitian dan Pengembangan Pusat Kurikulum telah merumuskan program “Pendidikan Budaya dan
Karakter Bangsa” atau disingkat dengan PBKB, sejak tahun 2010 lalu. Dalam proses PBKB, secara aktif peserta didik mengembangkan potensi dirinya, melakukan proses internalisasi, dan penghayatan
nilai-nilai menjadi kepribadian mereka dalam bergaul di masyarakat, mengembangkan kehidupan masyarakat yang lebih sejahtera, serta mengembangkan kehidupan bangsa yang bermartabat. Dalam
program tersebut, terdapat 18 nilai yang dikembangkan, yaitu: religius, jujur, toleransi, disiplin, kerja keras, kreatif, mandiri, demokratis, rasa ingin tahu, semangat kebangsaan, cinta tanah air, menghargai
prestasi, bersahabatkomuniktif, cinta damai, gemar membaca, peduli lingkungan, peduli sosial, dan tanggung-jawab. Program ini patut direspon oleh masyarakat, terutama praktisi pendidikan dan
stakeholder yang terkait. Namun, konsep PBKB masih bersifat umum sehingga masih membutuhkan ide-ide kreatif dalam pengembangannya. Di era otonomi ini, pemerintah daerah, termasuk sekolah,
sesungguhnya memperoleh peluang yang besar untuk mengembangkan berbagai program yang sesuai dengan kebutuhannya, termasuk mengembangkan konsep pelaksanaan pendidikan karakter tersebut.
Sebagai umat Islam yang meyakini al-Qur’an sebagai pedoman hidupnya, dan sebagai guru matematika, seharusnyalah kita dapat memanfaatkan peluang ini. Sebagai guru matematika,
seyogyanya kita dapat merumuskan konsep pendidikan karakter berbasis Al-Qur’an. Hal ini disebabkan secara teologis, mustahil seorang muslim yang mengabaikan Al-Qur’an memiliki karakter
atau akhlakul karimah sebagaimana yang diinginkan dalam ajaran Islam itu sendiri.
Hakikat pendidikan karakter itu sendiri adalah penanaman nilai, membutuhkan keteladanan dan harus dibiasaan, bukan diajarkan. Jika dalam konsep PBKB yang disusun oleh Puskur
terdapat 18 nilai, maka dalam perspektif Al-Qur’an jauh melebihi angka tersebut. Namun untuk memudahkan penanaman nilai tersebut, perlu dirumuskan secara sederhana sesuai dengan
tingkat pendidikan itu sendiri. Paling tidak nilai-nilai itu bisa dikelompokkan dalam empat hal, yaitu:
1. nilai yang terkait dengan hablun minallah hubungan seorang hamba kepada Allah, seperti
ketaatan, keikhlasan, syukur, sabar, tawakal, mahabbah, dan sebagainya.
2. nilai yang terkait dengan hablun minannas, yaitu nilai-nilai yang harus dikembangkan
seseorang dalam hubungannya dengan sesama manusia, seperti tolong-menolong, empaty, kasih-sayang, kerjasama, saling mendoakan dan memaafkan, hormat-menghormati, dan
sebagainya.
3. nilai yang berhubungan dengan hablun minannafsi diri sendiri, seperti: kejujuran,
disiplin, amanah, mandiri, istiqamah, keteladanan, kewibawaan, optimis, tawadhu’, dan sebagainya.
4. nilai yang berhubungan dengan hablun minal-‘alam hubungan dengan alam sekitar,
seperti: keseimbangan, kepekaan, kepeduliaan, kelestarian, kebersihan, keindahan, dan sebagainya.
Nilai-nilai tersebut mesti dikembangkan lebih lanjut dengan merujuk pada ayat-ayat al-Qur’an. Nilai-nilai yang terkandung dalam al-Qur’an itu sesungguhnya memiliki makna yang lebih luas,
kompleks dan aplikatif jika dibandingkan dengan nilai-nilai yang muncul dari hasil pikiran manusia. Misalnya, nilai istiqamah jauh lebih luas dari nilai komitmen dan konsisten. Begitu pula makna ikhlas
jauh lebih mendalam dibandingkan dengan makna rela berkorban. Bahkan istilah akhlak pun jauh lebih kompleks dibanding dengan istilah moral, etika, atau karakter.
Pada kegiatan intrakurikuler, nilai-nilai tersebut harus dirumuskan dalam bentuk “Indikator Penanaman Nilai” oleh guru dalam rencana pembelajarannya untuk diintegrasikan dengan materi tiap
SuparniPengembangan Karakter Bangsa
M-162
mata pelajaran. Dengan begitu tak satu pun materi yang bebas dari nilai. Selain itu, proses pembelajarannya pun sebaiknya diintegrasikan dengan ayat-ayat al-Qur’an. Dalam hal ini, ayat-ayat
al-Qur’an akan menjadi basis terhadap suatu ilmu sehingga siswa tidak saja memperoleh pengetahuan, tetapi diharapkan memperoleh keberkahan dari ilmu itu sendiri.
Penanaman nilai pada budaya sekolah harus dirumuskan dalam bentuk beberapa aturan sehingga terjadi proses pembiasaan dan pembudayaan. Seperti tadarus di awal pembelajaran, setiap
guru membuka pelajaran dengan membaca surat-surat pendek, membudayakan ucapan salam, mengedepankan keteladanan, malu melanggar peraturan, menjalin interaksi dengan kasih sayang,
menjaga kebersihan dan sebagainya. Dalam hal ini, pemberian reward penghargaan lebih dikedepankan dari pada punishment hukuman.
Pembelajaran matematika tidak terlepas dari ilmu-ilmu yang lain. Pembelajaran matematika juga dapat diintegrasikan dengan pendidikan agama, khususnya agama Islam. Pembelajaran
matematika berbasiskan ke-Islam-an dapat digunakan untuk memperkuat karakter bangsa. PENUTUP
Kesimpulan
Berdasarkan kajian tersebut di atas dapat disimpulkan bahwa pengembangan karakter bangsa dapat dilakukan dengan mengintegrasikan nilai keislaman dalam pembelajaran matematika yaitu:
a. nilai yang terkait dengan hablun minallah hubungan seorang hamba kepada Allah
b. nilai yang terkait dengan hablun minannas, hubungan seseorang dengan sesama manusia
c. nilai yang berhubungan dengan hablun minannafsi diri sendiri,
d. nilai hablun minal-‘alam hubungan dengan alam sekitar.
Saran
Berdasarkan kesimpulan di atas, dapat disarankan sebagai berikut: a.
perlu ditingkatkan profesionalitas guru matematika agar dapat mengembangkan karakter siswa b.
perlu dibina keteladanan pada guru matematika sesuai dengan keislaman untuk mengembangkan karakter siswa
DAFTAR PUSTAKA Bell, Frederick H. 1981. Teaching and Learning mathematics in Secondary Schools. Wm. C. Brown
Company. Dubuque. Iowa Soedjadi, R. 1995. Matematika Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama sebagai wahana pendidikan dan
pembudayaan penalaran. Surabaya __________. 2003. UU no 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Deprtemen Pendidikan
. Jakarta __________. 2006. Kerangka Dasar Keilmuan dan Pengembangan Kerikulum UIN Sunan Kalijaga
Yogyakarta. Pokja Akademik. __________. 2006. Kurikulum KTSP. Departemen Pendidikan Nasional. Jakarta
__________. 2009. Al Qur’an. Departemen Agama RI _____________. Pengembangan Pendidikan Budaya dan Karakter Bangsa. Balitbang Kemendiknas.
2010.
Jakarta.
Prosiding Seminar Nasional Penelitian, Pendidikan dan Penerapan MIPA, Fakultas MIPA, Universitas Negeri Yogyakarta, 2 Juni 2012
M-163 MENINGKATKAN KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS DAN KREATIF
MATEMATIK SISWA SMA MELALUI PEMBELAJARAN KOOPERATIF THINK- TALK-WRITE TTW
Wahyu Hidayat
Dosen Tetap STKIP Siliwangi Bandung manual_emotionalyahoo.com
Abstrak
Penelitian ini merupakan kuasi eksperimen berbentuk kelompok kontrol pretes- postes, dengan perlakuan pendekatan pembelajaran kooperatif Think-Talk-Write TTW dan
pembelajaran konvensional. Berdasarkan hasil analisis data, diperoleh kesimpulan bahwa: 1 Peningkatan kemampuan berpikir kritis dan kreatif matematik siswa yang memperoleh
pembelajaran dengan kooperatif Think-Talk-Write TTW lebih baik daripada siswa yang memperoleh pembelajaran dengan cara konvensional berdasarkan tingkat kemampuan siswa
tinggi, sedang, dan kurang
= 5; 2 Tidak terdapat efek interaksi antara pendekatan pembelajaran dan TKAS dalam menghasilkan kemampuan berpikir kritis dan kreatif
matematik siswa; 3 Faktor Pendekatan Pembelajaran memiliki peran yang lebih besar dalam pencapaian kemampuan berpikir kritis dan kreatif matematik siswa dibanding faktor
Tingkat Kemampuan Awal Siswa TKAS; 4 Terdapat asosiasi yang signifikan antara kualifikasi kemampuan berpikir kritis dan kreatif matematik siswa pada taraf signifikansi
5 dan asosiasinya termasuk kategori cukup. Kata Kunci : berpikir kritis matematik, berpikir kreatif matematik, Think-Talk-Write TTW
PENDAHULUAN
Kemampuan berpikir kritis dan kreatif merupakan suatu hal yang amat penting dalam masyarakat modern, karena dapat membuat manusia menjadi lebih fleksibel secara mental, terbuka dan mudah
menyesuaikan dengan berbagai situasi dan permasalahan. Hassoubah 2004:13 menyatakan bahwa dengan berpikir kritis dan kreatif masyarakat dapat mengembangkan diri mereka dalam membuat
keputusan, penilaian, serta menyelesaikan masalah.
Johnson 2006 mengemukakan bahwa berpikir kritis dan kreatif memungkinkan siswa untuk mempelajari masalah secara sistematis, menghadapi berjuta tantangan dengan cara terorganisasi,
merumuskan pertanyaan inovatif, dan merancang permasalahan yang dipandang relatif baru. Sedangkan Hendriana 2009:15 mengatakan bahwa siswa hanya mencontoh dan mencatat bagaimana
cara menyelesaikan soal yang telah dikerjakan oleh gurunya. Jika mereka diberikan soal yang berbeda dengan soal latihan, maka mereka bingung karena tidak tahu harus mulai dari mana mereka bekerja.
Hal ini sejalan dengan pendapat Rif’at 2001 : 25 bahwa kegiatan belajar seperti ini membuat siswa cenderung belajar mengingat atau menghafal dan tanpa memahami atau tanpa mengerti apa yang
diajarkan oleh gurunya.
Kenyataan di lapangan menurut Crockcroft Hendriana, 2009:3, Mathematics is a difficult both teach and learn atau matematika merupakan pelajaran yang sulit untuk diajarkan dan dipelajari.
Kesulitan ini terjadi karena matematika merupakan pelajaran yang berstruktur vertikal dimana terdapat suatu runtutan untuk mempelajari materi matematika. Hal tersebut sejalan dengan pendapat Rohaeti
2008:2 yang mengatakan bahwa para siswa cenderung hanya menghapalkan sejumlah rumus, perhitungan dan langkah-langkah penyelesaian soal yang telah dikerjakan guru atau yang ada dalam
Wahyu HMeningkatkan Kemampuan Berpikir
M-164
buku teks. Hal ini menyebabkan kemampuan berpikir kritis dan kreatif siswa tidak berkembang secara optimal. Oleh karena itu, pada pembelajaran matematika di sekolah hendaknya siswa dilatih untuk
memiliki keterampilan berpikir kritis dan kreatif dalam memperoleh, memilih, dan mengolah informasi agar dapat bertahan dalam keadaan yang selalu berubah dan kompetitif.
Hasil studi awal di Kota Cimahi terhadap siswa SMA, kecenderungan mereka menganggap bahwa matematika adalah pelajaran yang sulit untuk dipelajari dan jika diperbolehkan mereka berusaha
menghindar dari bidang studi matematika. Kecenderungan ini berakibat pada motivasi siswa untuk belajar matematika sangat rendah. Ini juga berakibat pada tingkat Kemampuan Awal Siswa terhadap
matematika TKAS yang rendah. Tingkat Kemampuan Awal Siswa terhadap Matematika TKAS memberi pengaruh langsung atau tidak terhadap kemampuan matematika selanjutnya. Karena orang
yang belajar matematika harus memiliki pengetahuan matematika sebelumnya Sumarmo, 2002. Ada kemungkinan kemampuan siswa baik, sedang ataupun kurang berpengaruh terhadap kemampuan
berpikir kritis dan kreatif matematik siswa.
Salah satu solusi dari permasalahan-permasalahan di atas adalah pembelajaran matematika di sekolah dengan menggunakan pembelajaran kooperatif Think-Talk-Write TTW yang diupayakan
dapat membuat siswa lebih aktif terlibat dalam proses pembelajaran matematika di kelas. Keaktifan siswa tersebut dapat terwujud dengan mengikuti setiap proses pembelajaran matematika berupa
interaksi dalam kegiatan proses pembelajaran dan mengajukan cara-cara penyelesaian dari suatu masalah matematika yang diberikan. Melalui keterlibatan siswa secara aktif dalam proses pembelajaran
matematika tersebut, maka diharapkan kemampuan berpikir kritis dan kreatif matematik siswa akan dapat terlatih dengan baik. Pembelajaran Kooperatif TTW diharapkan dapat memicu keaktifan siswa di
dalam kelas yang sasarannya dapat meningkatkan kemampuan berpikir kritis dan kreatif matematik siswa.
RUMUSAN DAN BATASAN MASALAH
Berdasarkan latar belakang masalah di atas, rumusan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Apakah peningkatan kemampuan berpikir kritis dan kreatif matematik siswa yang memperoleh
pembelajaran dengan kooperatif Think-Talk-Write TTW lebih baik daripada siswa yang memperoleh pembelajaran dengan cara biasa berdasarkan tingkat kemampuan siswa tinggi,
sedang, dan kurang?
2. Apakah terdapat efek interaksi antara pendekatan pembelajaran dan Tingkat Kemampuan Awal
Siswa TKAS dalam menghasilkan kemampuan berpikir kritis dan kreatif matematik siswa? 3.
Mana di antara pendekatan pembelajaran dan Tingkat Kemampuan Awal Siswa TKAS yang lebih berperan dalam menghasilkan kemampuan berpikir kritis dan kreatif matematik siswa?
4. Apakah terdapat asosiasi antara kemampuan berpikir kritis dan kreatif matematik siswa?
TUJUAN PENELITIAN
Berdasarkan permasalahan, penelitian ini bertujuan untuk: 1.
Mengetahui apakah peningkatan kemampuan berpikir kritis dan kreatif matematik siswa yang memperoleh pembelajaran dengan kooperatif Think-Talk-Write TTW lebih baik daripada siswa
yang memperoleh pembelajaran dengan cara biasa berdasarkan tingkat kemampuan siswa tinggi, sedang, dan kurang.
2. Mengetahui apakah terdapat efek interaksi antara pendekatan pembelajaran dan Tingkat
Kemampuan Awal Siswa TKAS dalam menghasilkan kemampuan berpikir kritis serta kemampuan berpikir kreatif matematik siswa.
Prosiding Seminar Nasional Penelitian, Pendidikan dan Penerapan MIPA, Fakultas MIPA, Universitas Negeri Yogyakarta, 2 Juni 2012
M-165
3. Mengetahui mana di antara pendekatan pembelajaran dan Tingkat Kemampuan Awal Siswa
TKAS yang lebih berperan dalam menghasilkan kemampuan berpikir kritis dan kreatif matematik siswa.
4. Mengetahui apakah terdapat asosiasi antara kemampuan berpikir kritis dan kreatif matematik
siswa.
MANFAAT PENELITIAN
Dengan diadakannya penelitian ini, diharapkan dapat bermanfaat : 1.
Bagi siswa, penerapan pembelajaran dengan Kooperatif Think-Talk-Write TTW sebagai salah satu sarana untuk melibatkan aktivitas siswa secara optimal dalam memahami konsep matematika
sehingga konsep yang semula abstrak akan lebih cepat dipahami secara terintegrasi. 2.
Bagi peneliti, merupakan pengalaman yang berharga sehingga dapat dijadikan bahan pertimbangan untuk mengembangkan kemampuan berpikir kritis matematik pada berbagai jenjang
pendidikan.
BERPIKIR KRITIS MATEMATIK, BERPIKIR KREATIF MATEMATIK, DAN THINK-TALK- WRITE
1. Berpikir Kritis Matematik