47
membuat perbedaan sikap  emosi,  moral dan sosial  yang  mempengaruhi remaja untuk melakukan problem focused coping.
Sekolah merupakan lingkungan pendidikan sekunder bagi remaja yang  diharapkan  mampu  memberi  pengaruh  positif  terhadap
perkembangan emosi, moral dan sosial remaja. Sekolah juga merupakan lembaga  pendidikan  yang  mengajarkan  nilai-nilai  dan  norma-norma
yang berlaku dimasyarakat serta mengajarkan berbagai keterampilan dan ilmu.  Sebagaimana  halnya  dengan  keluarga  dan  masyarakat  di
sekitarnya. Dengan demikian sekolah dan segala kelengkapannya bukan satu-satunya  lingkungan  yang  memberikan  pengaruh  terhadap  emosi,
moral dan sosial remaja seperti halnya yang diungkapkan oleh Sarwono 2011:150:
“Sekolah  berikut  dengan  segala  kelengkapannya  tidak  lagi merupakan  satu-satunya  lingkungan  setelah  lingkungan  keluarga
sebagaimana yang pernah berlaku di masa lalu.” Maka  dari  itu,  sekolah  dan  keluarga  diharapkan  mampu
memberikan  pengaruh  yang  baik  kepada  remaja,  hal  ini  bertujuan  agar remaja dapat melakukan problem focused coping dengan baik.
D. Kerangka Berfikir
Problem  focused  coping  adalah  cara  yang  dipilih  oleh  individu  untuk mengurangi  tuntutan-tuntutan  yang  menekan  dengan  mengembangkan
kemampuan  kognitif  untuk  mengatasi  masalah  yang  dihadapi.  Baik  siswa akselerasi  maupun  siswa  reguler  menghadapi  berbagai  stressor,  antara  lain;
48
tekanan  akademis  dan  kompetensi,  tujuan  karir  dan  pendidikan  yang  lebih tinggi,  tekanan  dari  teman  sebaya,  harapan  dari  orang  tua  dan  konflik  antara
orang tua dan anak. Salah satu cara yang dapat ditempuh seorang siswa untuk menangani stres yang dihadapinya adalah melakukan problem focused coping.
Individu  yang  melakukan  problem  focused  coping  akan  menggunakan  cara- cara  dan  kemampuan  untuk  mengurangi  tuntutan  dari  situasi  yang  menekan
dan mengatasi tuntutan tersebut.
Strategi  penanganan  stres  yang  dimiliki  oleh  individu  yang  satu berbeda  dengan  individu  yang  lain.  Dalam  perkembangan  kemampuan
melakukan  problem  focused  coping  terdapat  beberapa  aspek  diantaranya; aktivasi  diri
,  p
erencanaan
,
pembatasan
,
kesabaran
,  dan  d
ukungan  sosial. Beberapa aspek yang terdapat pada problem focused coping, jika diperhatikan
akan  membantu  individu  dalam  melakukan  problem  focused  coping.  Di  sisi lain,  kemampuan  individu  untuk  melakukan  problem  focused  coping
dipengaruhi  oleh  beberapa  faktor  diantaranya  adalah  faktor  internal,  yaitu kesehatan dan energi, keyakinan positif, kecapakan memecahkan masalah dan
kecapakan sosial, dan faktor eksternal, yaitu dukungan sosial dan sumber daya
materi.
Siswa program akselerasi dapat dikategorikan sebagai siswa berbakat. Pembelajaran  untuk  kelas  akselerasi  diiringi  dengan  kecepatan  dan  tingkat
kompleksitas  yang  lebih  sesuai dengan tingkat kemampuan  yang  lebih tinggi dari  siswa  reguler  membentuk  situasi  belajar  yang  kompetitif.  Program
akselerasi memberikan keuntungan bagi anak berbakat akademik, namun juga
49
beberapa  kelemahan  yang  perlu  diantisipasi  dan  dipikirkan  dengan  baik, seperti:  bosan,  fobia  sekolah,  mengalami  ketegangan,  terlihat  kurang
komunikasidan kekurangan hubungan teman sebaya.
Siswa  progam  reguler  merupakan  siswa  yang  dituntut  untuk menyelesaikan  studinya  sesuai  dengan  peraturan  yang  telah  ditetapkan,  akan
tetapi  pada  situasi  belajar  pada  siswa  reguler  terbentuk  situasi  belajar  yang kooperatif.  Situasi  belajar  yang  kooperatif  membentuk  siswa  untuk  dapat
saling  memahami  dan  mengerti  satu  sama  lainnya  sehingga  terwujud  situasi
saling kerjasama dalam belajar dan saling mendukung satu sama lain.
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa ada perbedaan proses dan situasi  belajar  yang  dialami  siswa  akselerasi  dan  siswa  reguler.  Hal  tersebut
memungkinkan  berpengaruh  pada  perbedaan  kemampuan  problem  focused coping antara siswa akselerasi dan siswa reguler.
E. Hipotesis