dana pinjaman digunakan dalam perusahaan. Kedua mengukur resiko utang dari laporan laba rugi, yaitu seberapa banyak beban tetap utang bisa ditutup oleh laba
perusahaan. Kedua kelompok rasio ini bersifat saling melengkapi dan umumnya para analisis menggunakan keduanya.
Para kreditur lebih menyenangi rasio utang yang rendah, karena semakin rendah rasio utang semakin besar pula perlindungan yang diperoleh para kreditur
dalam keadaan likuidasi. Sebaliknya perusahaan lebih menyukai rasio yang tinggi dengan pertimbangan dapat memperbesar tingkat keuntungan Barlian dan
Sundjaja, 2001: 83. Jumlah Hutang
Rasio Leverage = × 100
Total Aktiva
2.6. Net Profit
Margin
Net Profit Margin adalah margin laba atas penjualan yang dihitung dari perbandingan antara laba bersih setelah pajak dengan penjualan bersih Barlin dan
Sundjaja, 2001: 86. Net profit margin menunjukkan setiap rupiah penjualan menghasilhan laba bersih earning after tax. Rasio ini bermanfaat untuk
menunjukkan seberapa besar kemampuan manajemen dalam menghasilkan pendapatan untuk mengendalikan kegiatan operasi dan pinjaman perusahaan.
Profit margin yang tinggi menandakan kemampuan perusahaan menghasilkan laba yang tinggi pada tingkat penjualan tertentu. Profit margin
yang rendah menandakan penjualan yang terlalu rendah untuk tingkat biaya tertentu, atau biaya yang terlalu tinggi untuk tingkat penjualan tertentu, atau
kombinasi kedua hal tersebut atau secara umum bisa menunjukkan ketidakkonsistenan manajemen.
Adapun rasio yang digunakan untuk mengukur profitabilitas suatu perusahaan menurut Barlin dan Sundjaja 2001: 86:
Net Operating after Taxes Net Profit Margin =
x 100 Total Penjualan
2.7. Pengertian
Laba
Secara teknis akuntansi, laba adalah selisih bersih antara pendapatan ditambah utang dan biaya ditambah rugi. Dengan kata lain, laba adalah selisih
bersih penghasilan dikurangi biaya dan rugi. Laba sebenarnya mengandung makna bersih atau netto yaitu sebagai net income atau penghasilan bersih untuk
suatu periode. Laba yang diakumulasi selama beberapa periode disebut dengan earnings yang menggambarkan kemampuan menghasilkan laba penghasilan
bersih dalam beberapa periode jangka panjang. Oleh karena itu, earnings untuk satu periode disebut juga laba. Suwardjono, 2002: 74.
Definisi laba atau profit dalam akuntansi konvensional oleh para akuntan merupakan kelebihan pendapatan surplus dari kegiatan usaha, yang dihasilkan
dengan mengaitkan matching antara pendapatan revenue dengan beban terkait dalam suatu periode yang bersangkutan biasanya dalam waktu tahunan.
2.7.1. Perencanaan Laba
Dalam perencanaan laba, kita harus menetapkan strategi, yaitu salah satu dari berbagai cara untuk mencapai sasaran, namun kita juga harus menentukan
tujuan, yaitu target yang dapat dikuantifikasi dan dikembangkan dari analisa terhadap situasi sekarang dan yang akan datang. Laba dapat ditingkatkan dengan
meningkatkan pendapatan harga jual atau volume penjualan dan mengurangi biaya, menghilangkan pengulangan pekerjaan serta ketidakkonsistenan. Shim,
2001: 40.
2.7.2. Target Laba
Perencanaan laba menetapkan target laba yang juga mempertimbangkan penjualan dan biaya yang diharapkan untuk tahun ke depan dan periode yang
lebih lama manager harus memonitor secara teratur kemajuan dalam memenuhi rencana laba, sehingga bila ada penyesuaian yang harus dilakukan dalam usaha
penjualan atau biaya dapat segera dilakukan. Shim, 2002: 43.
Tujuan dalam rencana laba harus jelas, dapat dikuantifikasi, sesuai, praktis, kuat, realistis, dan dapat dicapai disamping juga harus tertulis selain itu
tujuan yang sering diubah tidak hanya artinya dan tidak boleh saling berlawanan.
2.8. Perataan Laba
Perataan laba dapat didefinisikan sebagai cara yang digunakan oleh manajemen untuk mengurangi fluktuasi laba yang dilaporkan agar sesuai dengan
target yang diinginkan baik secara artifisial melalui metode akuntansi, maupun secara riil melalui transaksi Koch, 1981 dalam Suwito dan Herawaty 2005.
Tindakan perataan laba yang sengaja dilakukan oleh perusahaan dalam batasan Generally Accepted Accounting Principle, mengarah pada suatu tingkatan yang
diinginkan atas laba yang dilaporkan. Menurut Atmini 2000 dalam Suwito dan Herawaty 2005 tindakan
perataan laba mempunyai dua tipe yaitu perataan laba yang dilakukan secara sengaja oleh manajemen dan perataan laba yang terjadi secara alami. Perataan
laba secara alami terjadi sebagai akibat dari proses menghasilkan suatu aliran laba yang merata, sementara perataan laba yang disengaja dapat terjadi akibat teknik
perataan laba riil atau teknik perataan laba artifisial. Perataan laba riil adalah perataan laba yang terjadi apabila manajemen
mengambil tindakan untuk menyusun kejadian-kejadian ekonomi sehingga menghasilkan aliran laba yang rata. Perataan laba artifisial adalah perataan laba
yang terjadi apabila manajemen memanipulasi saat pencatatan akuntansi untuk menghasilkan aliran laba yang rata, menurut Atmini 2000 dalam Suwito dan
Herawaty 2005. Menurut Ronen dan Sadan 1981 dan Barnea dalam Belkoui 1993
dalam Suwito dan Herawaty 2005 perataan laba dapat dilakukan dengan tiga cara, yaitu:
1. Manajemen dapat menetapkan waktu terjadinya peristiwa tertentu
untuk mengurangi perbedaan laba yang dilaporkan. 2.
Manajemen dapat mengalokasikan pendapatan dan beban tertentu pada periode akuntansi yang berbeda.
3. Manajemen dengan kebijaksanaannya mengelompokkan item laba
tertentu ke dalam kategori yang berbeda. Brayshaw dan Eldin 1989 dalam Suwito dan Herawaty 2005
mengungkapkan bahwa manjemen perusahaan diuntungkan dengan praktek perataan laba. Mulyani dan Carmel 2003 menyatakan bahwa motivasi perataan
laba lebih banyak menguntungkan pemegang saham dan pengguna eksternal utamanya serta manajer itu sendiri. Heyworth dalam Belkoui 1993 dalam
Suwito dan Herawaty 2005 memberikan penjelasan bahwa motivasi perataan laba adalah untuk memperbaiki hubungan anatara manajemen perusahaan dengan
para kreditur, investor, dan pekerja. Dipandang dari sisi manajemen, Heyworth 1953 yang didukung Ashari et al. 1994 dan Zuhroh 1996 dalam Suwito dan
Herawaty 2005 mengungkapkan bahwa manajer yang termotivasi untuk melakukan praktek perataan laba pada dasarnya ingin mendapat berbagai
keuntungan ekonomi dan psikologis. Sedangkan Dye 1988 dalam Suwito dan Herawaty 2005 menyatakan
bahwa perataan laba karena adanya motivasi internal dan motivasi eksternal, dengan tujuan:
1. Menjelaskan kondisi yang diperlukan untuk melakukan manajemen laba.
2. Mengidentifikasikan pengaruh atas permintaan internal dan eksternal atas
manajemen l;aba pada kebijakan pengumuman laba perusahaan yang optimal. 3.
Menjelaskan manfaat dan kerugian bagi pemegang saham akibat dilakukannya manipulasi laba.
Adapun tujuan perataan laba menurut Foster 1986 adalah sebagai berikut: 1.
Memperbaiki citra perusahaan di mata pihak luar, bahwa perusahaan tersebut memiliki resiko yang rendah.
2. Memberikan informasi yang relevan dalam melakukan prediksi terhadap laba
di masa mendatang. 3.
Meningkatkan kepuasan relasi bisnis. 4.
Meningkatkan persepsi pihak eksternal terhadap kemampuan manajemen. 5.
Meningkatkan kompensasi bagi pihak manajemen.
2.8.1.
Pengukuran Perataan Laba
Tindakan Perataan Laba diuji dengan Indeks Eckel 1981. Eckel menggunakan Coefficient Variantion CV variabel penghasilan dan variabel
penjualan bersih. Indeks Perataan Laba dihitung sebagai berikut Eckel, 1981 dalam Suwito dan Herawaty 2005:
CV ∆ I
Indeks Perataan Laba = CV
∆ S
Notasi: ∆S = Perubahan penjualan dalam satu periode
∆I = Perubahan penghasilan bersih laba dalam satu periode CV = Koefisien variasi dari variabel, yakni standar deviasi dibagi dengan
nilai yang diharapkan. CV
∆I
= Koefisien variasi untuk perubahan laba CV
∆S
= Koefisien variasi untuk perubahan penjualan Dimana CV
∆S
dan CV
∆I
dapat dihitung sebagai berikut:
CV
∆S
atau CV
∆I
=
lue Expectedva
Variance
CV
∆S
atau CV
∆I
=
x n
x x
: 1
2
Notasi: ∆X = Perubahan penghasilan bersih laba I atau penjualan S tahun n
dengan n – 1
∆
x
= Rata – rata perubahan penghasilan bersih atau laba I atau penjualan S antara tahun n dengan n – 1
n = Banyaknya tahun yang diamati
Berdasarkan rumus Indeks Eckel dapat disimpulkan bahwa IC 1 atau CV
∆S
CV
∆I
berarti perusahaan tersebut telah melakukan praktik perataan laba, sebaliknya perusahaan dengan IC 1 atau CV
∆S
CV
∆I
berarti perusahaan tersebut tidak melakukan praktik perataan laba Juniarti dan Corolina, 2005,
maka kode dari variabel perataan laba adalah sebagai berikut: Tabel
2.1: Kode dari Variabel Perataan Laba Y Variabel Perataan Laba Y
Kode Perusahaan melakukan praktik perataan laba
IC 1 1
Perusahaan tidak melakukan praktik perataan laba IC 1
2.9. Pengaruh Ukuran Perusahaan Terhadap Perataan Laba.