8
3. Manfaat bagi Penelitian Selanjutnya
Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai dasar untuk pengabdian ataupun penelitian yang berupaya untuk peningkatan status gizi anak usia
sekolah.
H. STUDI PUSTAKA
1. Kondisi Status Gizi Anak di Indonesia
Masalah kesehatan masyarakat dibidang gizi dianggap serius bila prevalensi gizi buruk-kurang antara 20,0-29,0
, dan dianggap prevalensi sangat tinggi bila ≥30 WHO, 2010. Pada tahun 2013, secara nasional prevalensi gizi buruk-kurang
pada anak balita sebesar 19,6 , yang berarti masalah gizi berat-kurang di Indonesia masih merupakan masalah kesehatan masyarakat mendekati prevalensi
tinggi. Diantara 33 provinsi di Indonesia, 18 provinsi memiliki prevalensi gizi buruk-kurang di atas angka prevalensi nasional yaitu berkisar antara 21,2
sampai dengan 33,1. Riskesdas, 2013. Diantara 18 provinsi, terdapat tiga provinsi termasuk kategori prevalensi sangat tinggi, yaitu Sulawesi Barat, Papua
Barat dan Nusa Tenggara Timur Riskesdas, 2013.
Sumber: Riskesdas, 2013 Gambar 1. Kecenderungan prevalensi gizi kurang, pendek, kurus dan
gemuk pada balita, Indonesia 2007, 2010 dan 2013 Gambar 1. menyajikan kecenderungan prevalensi status gizi anak balita menurut
ketiga indeks BBU, TBU dan BBTB. Terlihat prevalensi gizi buruk dan gizi
9
kurang meningkat dari tahun 2007 ke tahun 2013. Prevalensi sangat pendek turun 0,8 persen dari tahun 2007, tetapi prevalensi pendek naik 1,2 persen dari tahun
2007. Prevalensi sangat kurus turun 0,9 persen tahun 2007. Prevalensi kurus turun 0,6 persen dari tahun 2007. Prevalensi gemuk turun 2,1 persen dari tahun 2010
dan turun 0,3 persen dari tahun 2007. Masalah gizi di Indonesia masih didominasi masalah kekurangan vitamin A,
kekurangan kalori energy protein KEP, kurang garam beryodium, anemia defisiensi besi dan masalah gizi mikro lainnya seperti kekurangan zink
Supariasa, 2002. Masalah kurang gizi yang terjadi pada saat bayi dan balita, cenderung menetap untuk terjadi pada usia anak sekolah. Kelompok anak sekolah
6-13 tahun cenderung menjadi rentan terkena masalah gizi bila ketahanan pangan di masyarakatnya kurang. Ditambah pula pada masa sekolah ini mereka
lebih aktif dan berkembang secara fisik, sehingga memerlukan asupan gizi yang memadai Soediautama 2004.
Sumber : Riskesdas 2010 Gambar 2. Prevalensi Kependekan, Kekurusan dan Kegemukan Pada
Anggota Keluarga Umur 6-12 Tahun.
10
Status gizi anak umur 6-12 tahun menurut Riskesdas 2010, menunjukkan bahwa prevalensi kependekan pa da anak laki-laki lebih tinggi 36,5 daripada anak
perempuan yaitu 34,5. Prevalensi anak pendek di perkotaan sebesar 29,3 lebih rendah dari anak pedesaan yaitu 41,5. Prevalensi kependekan terlihat
lebih rendah pada rumah tangga dengan kepala rumah tangga yang bekerja sebagai pegawai 23,2, dan tertinggi pada kepala rumah tangga yang sekolah
yaitu 48,0. Prevalensi kependekan terlihat semakin menurun dengan meningkatnya status ekonomi rumah tangga. Prevalensi tertinggi 45,6 terlihat
pada keadaan ekonomi rumah tangga yang terendah kuintil 1 dan prevalensi terendah 21,7 pada keadaan ekonomi rumah tangga yang tinggi kuintil 5.
Prevalensi kekurusan terlihat pada anak laki-laki lebih tinggi yaitu 13,2 daripada anak perempuan yaitu 11,2. Prevalensi kekurusan di perkotaan sedikit
lebih rendah dari anak di pedesaan yaitu 11,9 dan 12,5. Prevalensi kekurusan berhubungan terbalik dengan pendidikan kepala keluarga yaitu semakin tinggu
pendidikan kepala rumah tangga, semakin rendah prevalensi kekurusan. Prevalensi kekurusan terlihat paling rendah pada rumah tangga yang kepala
rumah tangganya berpendidikan tamat Diploma 1 keatas yaitu 8,9. Menurut jenis pekerjaan rumah tangga terlihat paling tinggi pada jenis pekerjaan
berpenghasilan tidak tetap petaninelayanburuh yaitu sebesar 12,8 dan paling rendah pada rumah tangga dengan kepala rumah tangga yang sekolah yaitu 4.
Prevalensi kekurusan juga berhubungan terbalik dengan keadaan ekonomi rumah tangga, semakin baik keadaan ekonomi rumah tangga makan semakin rendah
prevalensi kekurusannya. Pada keadaan ekonomi rumah tangga terendah terlihat prevalensi kekurusan 13,2 dan pada keadaan ekonomi rumah tangga yang
tertinggi prevalensinya 9,2 Riskesdas, 2010. Menurut Riskesdas 2010, prevalensi kegemukan pada anak laki-laki umur 6-12
tahun lebih tinggi dari prevalensi anak perempuan yaitu 10,7 dan 7,7. Prevalensi kegemukan lebih tinggi terjadi diperkotaan 10,4 dibanding
pedesaan 8,1.
Prevalensi kegemukan
semakin meningkat
dengan meningkatnya pendidikan kepala rumah tangga . Pada pendidikan kepala rumah
tangga SD dan tidak sekolah , prevalensi kegemukan pada anak 6-12 tahun sekitar
11
7,6 sampai 8,3. Pada pendidikan kepala keluarga setingkat SLTP keatas, prevalensi kegemukan sekitar 9,5-14,2. Semakin meningkat keadaan ekonomi
kepala rumah tangganya sebagai pegawai berpenghasilan tetap, prevalensi kegemukan semakin tinggi 11,3, dan prevalensinya rendah pada kepala
keluarganya yang sedang sekolah 6,8
2. Kondisi Status Gizi Anak di Dusun Muntigunung, Kabupaten