PEMBAHASAN Survey Status Gizi dan Deteksi Faktor Risiko Gizi Kurang Pada Anak Sekolah Dasar di Dusun Muntigunung, Kabupaten Karangasem, Bali 2015.

25 Sd 6 Tianyar Hasil analisa hubungan antara variable-variabel independen dengan status gizi kurang pada anak SD di Tianyar Barat diperoleh bahwa hasil uji statistiknya hanya jenis kelamin siswa P=0.05; OR=2,95 dan daerah geografis P=0.03; OR=3,5 yang signifikan menjadi factor risiko yang berhubungan dengan kejadian gizi kurang pada anak sekolah dasar di Tianyar Barat dengan nilai p 0.05, Dalam hal ini siswa laki-laki lebih berisiko dibandingkan siswa perempuan. Pada bab sebelumnya juga telah dijelaskan bahwa dari 40 siswa yang tergolong kurus, 75 nya adalah laki-laki. Sedangkan variable lainnya seperti variable pekerjaan ayah P=0.6; OR=0.6, pekerjaan ibu P=0.8; OR=1,2, pendidikan ayah P=0.4; OR=0.6, pendidikan ibu P=0.7; OR=0.8, jumlah keluarga P=1; OR=1,1, variasi makanan P=0.7; OR=0.8, kebiasaan sarapan P=0.7; OR=1,2, kebiasaan jajan P=1; OR=0.6, aktifitas fisik berjalan kaki P=0.3; OR=0.7 , kegiatan les P=0.6; OR=0.7, kegiatan ekstrakulikuler P=1; OR=1 tidak ada yang berhubungan dengan gizi kurang pada anak sekolah dasar di Tianyar Barat. Untuk mengetahui seberapa besar siswa lali-laki memberikan peran dalam meningkatkan risiko gizi kurang, dapat kita lihat pada nilai Odd Ratio OR yaitu 2,95; yang artinya jenis kelamin memberikan factor risiko sebesar 2,95 kali lebih besar dibanding perempuan untuk kejadian gizi kurang di SD 3 dan SD 6 Tianyar Barat. Begitu juga dengan lokasi geografis, anak-anak yang berada di daerah tinggi lebih banyak terkena risiko gizi kurang sebesar 3.5 kali dibandingkan dengan anak-anak di daerah rendah.

K. PEMBAHASAN

Berdasarkan hasil survei status gizi anak sekolah dasar di SD 3 dan SD 6 Tianyar Barat, didapatkan bahwa ada sebanyak 14,2 siswa tergolong kurus, 84,0 tergolong normal dan 1,8 tergolong gemuk. Dari Angka 14,2 anak kurus di SD 3 dan 6 Tianyar Barat, 75 adalah anak laki-laki dan 25 anak perempuan. 26 Hasil ini tidak jauh berbeda dengan Prevalensi anak kurus usia 6-14 tahun di Kabupaten Karangasem menurut data Riskesdas Bali tahun 2007, yaitu 12,6 pada anak laki-laki dan 11,1 pada anak perempuan. Begitu juga apabila dilihat menurut jenis kelamin, anak laki-laki 75 di wilayah ini lebih banyak yang kurus dibanding anak perempuannya 25. Bila ditinjau dari penelitian Muliawan dkk 2009, Status gizi kurang pada balita di Dusun Muntigunung, Karangasem, berdasarkan BBU 47,5 dan berdasarkan TBU 37,1, maka status gizi kurang pada anak sekolah sebesar 14,2 tampak menunjukkan adanya perbaikan status gizi pada anak-anak balita sebelumnya. Namun, hal ini memerlukan penelitian lebih lanjut. Hal tersebut sangat penting karena bila status gizi dari balita tidak segera diperbaiki maka akan memberikan dampak pada usia sekolah. Menurut Sihad, dkk 2001, anak balita gizi buruk jika tidak segera mendapat penanganan yang serius akan memberikan dampak yang cukup fatal. Hasil penelitian pada awal usia 6 9 tahun yang sewaktu balita menderita gizi buruk memiliki rata-rata IQ yang lebih rendah 13,7 poin dibandingkan dengan anak yang tidak pernah mengalami gangguan gizi. Anak sekolah dasar kelas 1-3 lebih banyak yang kurus dibandingkan anak kelas 4-6. Pada hasil survei di wilayah Muntigunung ini, nak kelas 3 SD lebih banyak yang masuk dalam kategori kurus yaitu 32.5 13 orang, disusul oleh anak kelas 2 27,5, anak kelas 1 15, anak kelas 4 dan 5 masing-masing 10 dan anak kelas 6 5. Tampak bahwa aktifitas fisik tambahan berupa les dan ekstrakulikuler yang lebih banyak dilakukan anak kelas 4-6 tidak memberikan pengaruh besar pada kejadian gizi kurang di Muntigunung. Dari hasil survei juga menunjukkan hubungan yang tidak signifikan antara status gizi siswa dengan ketiga aktifitas tersebut. Bila dilihat dari sekolahnya, SD 3 Tianyar Barat memiliki 80 32 orang anak dengan kategori kurus, dan SD 6 Tianyar Barat memiliki 20 8 orang. Perlu kita ketahui bahwa SD 3 Tianyar Barat berada pada daerah yang lebih tinggi dan sulit aksesnya dibanding SD 6 Tianyar Barat. Dapat disimpulkan bahwa anak- anak di SD 3 Tianyar Barat , tempat tinggalnya tidak akan jauh juga dari sekolah, yang mana lokasinya ada di ketinggian. Hal ini tentunya memberikan pengaruh secara tidak langsung kepada masyarakat sekitarnya berupa akses yang sulit 27 untuk ketersediaan pangan. Apabila akses terhadap pangan kurang memadai, maka masyarakat di suatu daerah terpencil cenderung hanya menggunakan sumber pangan seadanya, sehingga mutu status gizi di daerah tersebut juga kurang. Hasil penelitian ini juga menunjukan hubungan yang signifikan antara lokasi geografis anak-anak sekolah berada, dimana anak-anak yang berada pada lokasi geografis tinggi lebih berisiko 3.5 kali lebih tinggi dibanding lokasi geografis rendah. Karakteristik ayah dan ibu responden, yaitu tingkat pendidikan dan pekerjaan mereka, dalam penelitian ini tidak ada hubungannya dengan kejadian gizi kurang pada anak sekolah di SD 3 dan 6 Tianyar Barat. Berbeda dengan penelitian yang dilakukan oleh Sulastri, dkk 2014, Aramico 2011 dan Kusuma 2011 yang menyatakan bahwa tingkat pendidikan ibu memiliki hubungan bermakna pada status gizi anak baru masuk sekolah.

L. KESIMPULAN