Radar Pendugaan Biomassa Tegakan Pinus Menggunakan Backscatter ALOS Palsar, Umur, dan Tinggi Tegakan: Kasus di KPH Banyumas Barat, Jawa Tengah

Gambar 1 Wahana Penginderaan Jauh Penginderaan jauh yang menggunakan tenaga alamiah berupa tenaga matahari disebut penginderaan jauh pasif dan hanya dapat beroperasi pada siang hari saat cuaca cerah, sedangkan penginderaan jauh aktif menggunakan sumber tenaga buatan yang dibuat dan dipancarkan dari sensor kemudian dipantulkan kembali ke sensor untuk direkam. Umumnya menggunakan gelombang mikro yang dipancarkan, namun dapat pula menggunakan spektrum tampak dengan sumber tenaga buatan berupa laser Lindgren 1985. Komponen dasar pengambilan data penginderaan jauh sistem pasif meliputi sumber tenaga, atmosfer, interaksi tenaga dengan objek di permukaan bumi, sensor, sistem pengolahan data, dan berbagai penggunaan data. Pada penginderaan jauh sistem aktif menggunakan tenaga elektromagnetik yang dibangkitkan oleh sensor Radar Purwadhi 2011.

2.2 Radar

Radar merupakan singkatan dari . Radar memiliki sumber energi sendiri sehingga dapat beroperasi siang dan malam serta mempunyai kemampuan menembus awan. Oleh karena itu, sistem radar ini disebut dengan penginderaan jauh aktif. Radar memiliki tiga fungsi, yaitu 1. Sensor yang memancarkan gelombang radio ke bidang permukaan tertentu; 2. Sensor tersebut menerima beberapa bagian dari energi yang dipancarkan balik oleh permukaan; dan 3. Sensor ini dapat menangkap kekuatan amplitudo dan perbedaan waktu dari pancar balik gelombang energi JICA dan Fakultas Kehutanan IPB 2010. Pencitraan radar telah berkembang sejak tahun 1978 ketika satelit SEASAT SAR diluncurkan guna memperoleh resolusi spatial yang tinggi dan juga dapat diletakkan pada wahana satelit. SAR dapat bersifat kompetitif dan komplementatif terhadap radiometer sebagai instrumen penginderaan jauh. Dimulai dengan satelit SEASAT yang bekerja pada band LBHH pada tahun 1978, kemudian NASA meluncurkan SIRBA dan SIRBB pada tahun 1980 – 1990an, lalu ERS 1,3 pada tahun 1992 dan 1995, kemudian JERSB1 pada tahun 1992, dan RADARSATB1 pada tahun 1995. Perkembangan terkini beberapa satelit dengan polarimetrik HH, HV, VV, dan VH dan interferometrik atau dikenal sebagai Pol_inSAR penuh telah diluncurkan, seperti ALOS PALSAR tahun 2006 dengan band L, TERRA SARBX dengan band X, dan RadarsarB2 dengan band C. Penggunaan band yang berbeda dari ketiga satelit tersebut diharapkan dapat menyajikan data penginderaan jauh untuk memberikan informasi keadaan lingkungan bumi JICA dan Fakultas Kehutanan IPB 2010. Dalam sistem radar, ukuran resolusi spasial pada sebagian besar penginderaan jauh sistem radar dipengaruhi oleh ukuran antena. Pemasangan antena pada sistem radar yang berwahana di udara umumnya terdapat pada bagian bawah pesawat dan diarahkan ke samping yang disebut dengan SLAR atau SLR . Dengan sistem SLAR menghasilkan jalur citra berkesinambungan yang menggambarkan daerah medan luas dan berdekatan dengan jalur terbang Lillesand dan Kiefer 1990. Penginderaan jauh sistem radar menggunakan tenaga elektromagnetik berupa pulsa berenergi tinggi yang dibangkitkan pada sensor. Tenaga ini yang dipancarkan dalam waktu yang sangat pendek, yaitu sekitar 10 B6 detik. Pancaran gelombang ini diarahkan mengenai objek dan dipantulkan kembali ke sensor radar. Selanjutnya sensor merekam waktu pancaran gelombang ditransmisikan dan kembali ke sensor serta intensitas balik panjang gelombang tersebut. Hasil intensitas balik dikonversikan menjadi data dijital dan dikirim ke perekaman data sehingga menjadi citra Purwadhi 2011. Dalam sistem radar ini, sinyal ditransmisikan secara tegak vertikal V dan mendatar horisontal H dan diterima kembali secara horisontal atau vertikal. Terdapat empat kemungkinan polarisasi sinyal yang ditransmisikan kemudian diterima kembali oleh sensor, yaitu transmisi H terima H HH, transmisi H terima V HV, transmisi V terima V VV, dan transmisi V terima H VH. Berbagai objek mempengaruhi tingkat polarisasi sinyal sehingga polarisasi sinyal yang dihasilkan mempengaruhi dalam menampilkan kenampakkan suatu objek Lillesand dan Kiefer 1990. Besaran dipengaruhi oleh sensor dan objek yang menjadi target. FaktorBfaktor yang mempengaruhi besaran pada sensor, yaitu: 1. Panjang gelombang yang digunakan band X, C, S, L, dan P, 2. Polarisasi, 3. Sudut pandang dan orientasi, dan 4. Resolusi yang dihasilkan. Pada objek yang menjadi target, dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu: 1. Konstanta dielektrik berupa kelembapan atau kandungan air, 2. Kekasaran, ukuran, dan orientasi objek termasuk biomassa di dalamnya, dan 3. Sudut kemiringan dan orientasinya sudut pandang lokal JICA dan Fakultas Kehutanan IPB 2010. Adanya pengaruh topografi terhadap geometri berhubungan dengan unsur spasial citra itu sendiri, sedangkan pengaruh terhadap radiometrik lebih terkait kepada atau sehingga dapat mempengaruhi tingkat kecerahan citra. Salah satu metode yang dapat digunakan untuk mengurangi pengaruh topografi terhadap radar adalah atau dikenal dengan . Metode ini dilakukan guna mengoreksi radiometrik pikselBpiksel yang terpengaruh oleh variasi topografi, terutama pada lereng yang menghadap sensor JICA dan Fakultas Kehutanan 2011.

2.3 ALOS PALSAR

Dokumen yang terkait

Estimasi Biomassa Tegakan Jati (Teclona Grandi, Lf.) Menggunakan Data Digital Landsat ETM+ di KPH Cepu Jawa Tengah

0 18 63

Pendugaan biomassa atas permukaan pada tegakan pinus (Pinus merkusii Jungh et de Vriese) menggunakan citra alos palsar resolusi spasial 50 M dan 12,5 M (studi kasus di KPH Banyumas Barat)

0 3 69

Pendugaan Potensi Simpanan Karbon Pada Tegakan Pinus (Pinus merkusii Jungh. Et de Vriese) di KPH Cianjur Perum Perhutani Unit III Jawa Barat dan Banten (Journal)

0 31 5

Study on Backscatter Characteristic of ALOS PALSAR Imagery Within Tropical Rain Forest

1 10 152

Penyusunan model pendugaan dan pemetaan biomassa permukaan pada tegakan jati (Tectona grandis Linn F) menggunakan citra alos palsar resolusi 50 M dan 12,5 M (Studi kasus: KPH Kebonharjo perhutani unit 1 Jawa Tengah)

1 8 165

Pendugaan Biomasa Tegakan Menggunakan Citra ALOS PALSAR (Studi Kasus di Kabupaten Simalungun, Sumatera Utara)

0 11 129

Pendugaan potensi serapan karbon pada tegakan pinus di KPH Cianjur Perum Perhutani Unit III Jawa Barat dan Banten

0 5 42

Pendugaan potensi simpanan karbon pada tegakan Pinus (Pinus merkusii Jungh. et de Vriese) di KPH Cianjur, Perum Perhutani Unit III Jawa Barat dan Banten

0 2 147

Pendugaan biomassa tegakan jati menggunakan citra ALOS PALSAR resolusi 12,5 M dan 50 M dengan peubah backscatter, umur, dan tinggi pohon (Kasus KPH Kebonharjo PERUM PERHUTANI UNIT I Jawa Tengah

0 2 128

Model Spasial Pendugaan dan Pemetaan Biomassa di Atas Permukaan Tanah Menggunakan Citra ALOS PALSAR Resolusi 12.5 M.

4 19 51