Berdasarkan pernyataan tersebut, selanjutnya perhitungan biomassa menggunakan persamaan alometrik.
5.2 Nilai
Resolusi 50 Meter dan 12,5 Meter
Pada pengolahan data citra dilakukan terlebih dahulu pada
masingBmasing citra yang digunakan, yaitu citra ALOS PALSAR resolusi 50 meter dan citra ALOS PALSAR resolusi 12,5 meter. Selanjutnya dilakukan
pencarian dari hasil perolehan
. Berikut hasil perhitungan nilai
yang ditunjukkan pada Tabel 3. Tabel 3 Hasil nilai
resolusi 50 m dan 12,5 m
Resolusi citra Polarisasi
RataBrata HH RataBrata HV
50 meter B5.76
B11.72 12,5 meter
B7.84 B13.56
Dari hasil perolehan nilai pada Tabel 3 diketahui resolusi 50
meter dan 12,5 meter memiliki nilai yang berbeda. Perbedaan nilai
tersebut dipengaruhi oleh tingkat perbedaan resolusi yang digunakan. Untuk menegaskan pernyataan tersebut dilakukan uji tB
berpasangan pada Tabel 4.
Tabel 4 Uji tB berpasangan
HH dan HV resolusi 50 m dan 12,5 m
Resolusi citra 12,5 m dan 50 m t
hitung
t
α2
Sig HH
3,609 2,026
0,001 HV
2,433 2,026
0,020
Berdasarkan hasil uji tB berpasangan pada Tabel 4 diperoleh nilai
t
hitung
lebih besar dibandingkan t
α2
untuk polarisasi HH dan HV
resolusi 50 m dan 12,5 m pada taraf nyata 5. Sehingga dapat diketahui bahwa nilai
resolusi 50 m dan 12,5 m berbeda nyata. Hal tersebut menjelaskan bahwa perbedaan resolusi yang digunakan dapat berpengaruh
terhadap besar kecilnya nilai hamburan balik yang diperoleh.
5.3 Hubungan Antara Peubah Biomassa dan Peubah Lain
Sebelum pemilihan model terbaik dilakukan pendugaan korelasi dan multikolinearitas pada masingBmasing peubah yang digunakan guna melihat
hubungan antar variabel yang nantinya akan digunakan pada pembuatan model. Berikut merupakan korelasi antara peubah biomassa dan peubah lain yang
ditunjukkan pada Tabel 5. Tabel 5 Korelasi antara peubah biomassa,
, umur, dan tinggi
Peubah bebas Biomassa
50 m HH
50 m HV
12,5 m HH
12,5 m HH
Umur 50 m HH
0,235 50 m HV
0,479 0,895
12,5 m HH 0,375
0,332 0,461
12,5 m HV 0,496
0,117 0,346
0,868 Umur
0,746 0,231
0,490 0,395
0,550 Tinggi
0,782 0,186
0,486 0,642
0,781 0,870
Berdasarkan Tabel 5 dapat diperoleh informasi bahwa peubah ,
umur, dan tinggi memiliki korelasi positif dengan biomassa. Peubah 12,5 meter menunjukkan hubungan yang lebih erat dengan biomassa
dibandingkan nilai pada resolusi 50 meter.
Korelasi yang erat dapat dilihat pada peubah HH 12,5 meter
dengan HV 12,5 meter dan peubah
HH 50 meter dengan HV 50 meter serta pada peubah tinggi dengan umur. Korelasi yang
erat ini mengindikasikan adanya multikolinearitas. Multikolinearitas merupakan adanya hubungan yang sangat erat antara satu
peubah bebas dengan peubah bebas lainnya dalam satu model regresi. Hal tersebut dapat menyebabkan koefisien regresi tidak stabil Irawan 2007. Dalam
mengetahui adanya multikolinearitas pada suatu persamaan dapat dilihat dari nilai VIF
+ Factor dari peubah yang digunaksn. Nilai VIF yang
sangat besar atau VIF 5 mempunyai arti bahwa model tersebut mengandung multikolinearitas. Berikut Tabel 6 menunjukkan nilai VIF dari masingBmasing
peubah bebas yang digunakan.
Tabel 6 Nilai VIF dari peubah bebas yang digunakan pada resolusi 50 meter
+ -
VIF Peubah
HH HV
Umur Tinggi
X
1
, X
2
, X
3
, X
4
8,5 10,8
4,2 5,1
X
1
, X
3
, X
4
1,1 4,2
4,1 X
2
, X
3
, X
4
1,3 4,2
4,2 X
1
, X
3
1,1 1,1
X
2
, X
3
1,3 1,3
X
1
,X
4
1 1
X
2
, X
4
1,3 1,3
Keterangan : X
1
= polarisasi HH, X
2
= polarisasi HV, X
3
= umur, dan X
4
= tinggi
Tabel 7 Nilai VIF dari peubah bebas yang digunakan pada resolusi 12,5 meter
+ -
VIF Peubah
HH HV
Umur Tinggi
X
1
, X
2
, X
3
, X
4
4,3 6,3
5,2 9
X
1
, X
3
, X
4
1,5 4,2
4,4 X
2
, X
3
, X
4
2,3 4,2
5 X
1
, X
3
1,2 1,2
X
2
, X
3
1,4 1,4
X
1
,X
4
1,7 1,7
X
2
, X
4
2,6 2,6
Keterangan : X
1
= polarisasi HH, X
2
= polarisasi HV, X
3
= umur, dan X
4
= tinggi
Berdasarkan data Tabel 6 dan Tabel 7 di atas menunjukkan adanya multikolinearitas pada peubah bebas resolusi 50 meter dan 12,5 meter.
Multikolinearitas terdapat pada persamaan yang menggunakan peubah polarisasi HH, polarisasi HV, umur, dan tinggi, baik pada resolusi 50 meter maupun resolusi
12,5 meter berdasarkan nilai VIF 5. Dari informasi nilai VIF di atas dapat diketahui bahwa adanya peubah HH dan HV atau polarisasi gabungan pada satu
persamaan menyebabkan
terjadi multikolinearitas.
Berdasarkan uji
multikolinearitas tersebut, maka salah satu peubah dari polarisasi HH atau HV harus dibuat dalam dua persamaan polarisasi yang berbeda guna menghasilkan
koefisien regresi yang stabil.
5.3.1 Analisis Regresi Pada Resolusi 50 Meter
Berikut merupakan hasil regresi pendugaan biomassa pada citra resolusi 50 meter yang ditampilkan pada Tabel 8.
Tabel 8 Hasil regresi pada resolusi 50 meter menggunakan peubah
Polarisasi Model
R²
adj
RMSE HH
Y = 263,057 + 13,071X ₁
2,91 117,39
Y = 228,24 – 1,075X ₁²
3,10 117,28
Y = EXP5,617 + 0,068X ₁
2,70 117,52
HV Y = 456,818 + 22,949X
₁ 20,80
106,02 Y = 318,267 – 0,917X
₁² 21,18
105,77 Y = EXP6,466 + 0,107X
₁ 17,64
108,12 Keterangan : Y = biomassa, X
1
=
Pemilihan model terbaik berdasarkan nilai R
2
terbesar dan nilai RMSE paling kecil. R
2
merupakan nilai koefisien determinasi terkoreksi dan RMSE merupakan nilai bias
rataBrata dari suatu persamaan. Berdasarkan hasil analisis diperoleh permodelan terbaik pada polarisasi HV dengan model kuadratik
dengan nilai koefisien determinasi terkoreksi sebesar 21,18 dan RMSE sebesar
105,77. Dari hasil permodelan menggunakan resolusi 50 meter,
polarisasi HV merupakan nilai polarisasi terbaik sehingga untuk penyusunan model berikutnya hanya menggunakan polarisasi terbaik saja. Selanjutnya
ditambahkan peubah umur pada resolusi 50 meter yang ditampilkan pada Tabel 9 berikut.
Tabel 9 Hasil regresi pada resolusi 50 meter menggunakan peubah dan umur
Polarisasi Model
R²
adj
RMSE HV
Y = 131 + 7,15X ₁ + 7,8X₂
54,89 80,02
Y = 186 – 0,469X ₁² + 0,161X₂²
46,94 86,78
Y = EXP5,145 + 0,048X ₁ + 0,032X₂
47,13 86,63
Keterangan : Y = biomassa, X
1
= , dan X
2
= umur
Berdasarkan Tabel 9 regresi terbaik dengan menggunakan peubah dan umur pada citra resolusi 50 meter, yaitu Y = 131 + 7,15X
₁ + 7,8X
₂ dengan koefisien determinasi terkoreksi sebesar 54,89 dan RMSE sebesar 80,02.
Tabel 10 berikut merupakan tabel hasil permodelan dengan menggunakan peubah
dan tinggi pohon. Tabel 10 Hasil regresi pada resolusi 50 meter menggunakan peubah
dan tinggi pohon
Polarisasi Model
R²
adj
RMSE HV
Y = 44,241 + 6,189X ₁ + 11,842X₂
60,33 75,03
Y = 97,926 – 0,333X ₁² + 0,358X₂²
59,30 76,00
Y = EXP4,332 + 0,044X ₁ + 0,071X₂
58,11 77,12
Keterangan : Y = biomassa, X
1
= , dan X
3
= tinggi
Berdasarkan Tabel 10 hasil regresi terbaik citra resolusi 50 meter dengan menggunakan peubah
dan tinggi menggunakan persamaan linier dengan koefisien determinasi terkoreksi 60,33 dan nilai RMSE sebesar 75,03.
Kemudian dilakukan analisis regresi terbaik menggunakan peubah ,
nilai dan umur untuk pendugaan biomassa yang ditampilkan pada Tabel 11 berikut.
Tabel 11 Hasil regresi pada resolusi 50 meter menggunakan peubah ,
umur dan tinggi
Polarisasi Model
R²
adj
RMSE HV
Y = 41,7 + 5,18X ₁ + 2,77X₂ + 8,59X₃
60,64 74,75
Y = 98,7 – 0,318X ₁² + 0.03X₂² + 0,317X₃²
59,73 75,60
Y = EXP 4,306 – 0,039X ₁ + 0,005X₂ + 0,064X₃
58,37 76,86
Keterangan :Y = biomassa, X
1
= , X
2
= umur, dan X
3
= tinggi
Berdasarkan hasil regresi pada Tabel 11, dapat diketahui bahwa model terbaik untuk menduga biomassa resolusi 50 meter menggunakan persamaan
linier dengan koefisien determinasi terkoreksi sebesar 60,64 dan RMSE 74,75 yang berarti bahwa model regresi linier berganda menggunakan peubah
, umur, dan tinggi mampu menjelaskan biomassa atas permukaan dengan alometrik sekitar 60,64.
Penambahan peubah umur dan tinggi dalam persamaan memberikan penambahan nilai koefisien determinasi terkoreksi pada model yang digunakan.
Hal tersebut menandakan bahwa penambahan umur dan tinggi pada permodelan yang dibuat mampu memberikan pendugaan biomassa lebih baik dibandingkan
hanya menggunakan peubah . Pernyataan tersebut dapat dilihat dari
penambahan nilai koefisien determinasi terkoreksi dan perubahan nilai RMSE
yang semakin kecil. 5.3.2 Analisis Regresi Pada Resolusi 12,5 Meter
Berikut hasil permodelan dalam pendugaan biomassa pada citra resolusi 12,5 meter menggunakan peubah
. Tabel 12 Hasil regresi pada resolusi 12,5 meter menggunakan peubah
Polarisasi Model
R²
adj
RMSE HH
Y = 469,955 + 40,526X ₁
11,70 111,95
Y = 324,398 – 2,751X ₁²
13,98 110,49
Y = EXP6,462 + 0,178X ₁
7,88 114,35
HV Y = 598,796 + 32,313X
₁ 22,50
104,92 Y = 376,226 – 1,142X
₁² 23,36
104,29 Y = EXP7,546 + 0,185X
₁ 18,77
107,38 Keterangan : Y = biomassa dan X
1
=
Berdasarkan Tabel 12, hasil regresi terbaik menggunakan peubah , yaitu persamaan kuadratik pada polarisasi HV dengan nilai koefisien
determinasi terkoreksi sebesar 23,36 dan RMSE sebesar 104,29. Polarisasi terbaik pada permodelan di atas menggunakan polarisasi HV sehingga untuk
penambahan peubah pada permodelan selanjutnya menggunakan polarisasi HV saja. Pada Tabel 13 berikut merupakan hasil permodelan dengan menggunakan
peubah dan umur.
Tabel 13 Hasil regresi pada resolusi 12,5 meter menggunakan peubah dan umur
Polarisasi Model
R²
adj
RMSE HV
Y = 341 + 18,6X ₁ + 5,49X₂
62,36 73,09
Y = 263 – 0,672X ₁² + 0,123X₂²
57,38 77,78
Y = EXP7,729 + 0,181X ₁ + 0,016X₂
62,07 73,38
Keterangan : Y = biomassa, X
1
= , dan X
2
= umur
Berdasarkan hasil regresi menggunakan peubah dan umur pada
Tabel 13, model terbaik yang dapat digunakan adalah model regresi linier dengan koefisien determinasi terkoreksi sebesar 62,36 dan RMSE sebesar 73,09.
Selanjutnya dilakukan penyusunan model dengan menggunakan peubah
backscatter dan tinggi pada model regresi resolusi 12,5 meter dengan hasil regresi ditunjukkan pada Tabel 14 berikut.
Tabel 14 Hasil regresi pada resolusi 12,5 meter menggunakan peubah dan tinggi
Polarisasi Model
R²
adj
RMSE HV
Y = 219,492 – 14,483X ₁ + 9,025X₂
63,60 71,89
Y = 159,557 – 0,451X ₁² + 0,297X₂²
63,45 71,33
Y = EXP6,139 + 0,136X ₁ + 0,044X₂
65,29 70,18
Keterangan : Y = biomassa, X
1
= , dan X
2
= tinggi
Berdasarkan Tabel 14 hasil analisis regresi menggunakan peubah dan tinggi diperoleh model terbaik, yaitu model regresi eksponensial
dengan nilai koefisien determinasi terkoreksi sebesar 65,29 dan RMSE sebesar 70,18. Kemudian dilakukan analisis regresi menggunakan peubah
, umur dan tinggi dengan hasil regresi ditunjukkan pada Tabel 15 berikut.
Tabel 15 Hasil regresi pada resolusi 12,5 meter menggunakan peubah , umur, dan tinggi
Polarisasi Model
R²
adj
RMSE HV
Y = 219 + 13,8X ₁ + 2,72X₂ + 5,84X₃
63,96 71,52
Y = 164 – 0,45X ₁² + 0,0378X₂² + 0,0243X₃²
63,07 72,40
Y = EXP 3,01 – 0,055X ₁ + 0,006X₂ + 0,073X₃
57,48 77,68
Keterangan : y = biomassa, X
1
= , X
2
= umur, dan X
3
= tinggi
Pada Tabel 15 diketahui hasil permodelan pendugaan biomassa terbaik dengan peubah
, umur, dan tinggi menggunakan persamaan linier dengan nilai koefisien determinasi terkoreksi sebesar 63,96 dan nilai RMSE
sebesar 71,52. Berdasarkan hasil permodelan tersebut menunjukkan bahwa penambahan peubah umur dan tinggi mempengaruhi pendugaan biomassa dalam
permodelan dibandingkan hanya menggunakan peubah saja. Namun
data tinggi pohon yang tersedia pada penelitian ini hanya terdapat pada plotBplot pengamatan saja sehingga tidak dapat memberikan informasi keseluruhan data
tinggi di wilayah yang diamati. Selain itu, tinggi pohon saat ini hanya dapat dipetakan menggunakan LIDAR
sehingga pemilihan model pendugaan biomassa terbaik untuk pemetaan sebaran biomassa
pada penelitian ini menggunakan peubah dengan umur.
5.4 Pemetaan Biomassa dan Analisis Akurasi
Pemetaan dilakukan dengan menggunakan model terpilih. Sebelum dilakukan pemetaan terlebih dahulu dilakukan pembagian kelas untuk memperoleh dugaan
terbaik dari pembagian kelas yang dilakukan. Berikut grafik pembagian kelas biomassa berdasarkan sebaran plot.
Gambar 5 Grafik distribusi kelas biomassa Dari grafik distribusi kelas biomassa di atas dapat diketahui bahwa selang
nilai biomassa pada kelas 1 antara 2,7 tonha – 129 tonha, kelas 2 antara 130 tonha – 238 tonha, dan selang nilai biomassa pada kelas 3 antara 239 tonha –
506,4 tonha. Selanjutnya dilakukan akurasi dari peta sebaran biomassa berdasarkan pemilihan model terbaik. Berikut hasil akurasi pendugaan biomassa
pada resolusi 50 meter dan 12,5 meter yang ditunjukkan pada Tabel 16 dan Tabel 17.
Tabel 16 Hasil perhitungan dan
resolusi 50 meter
Anak Petak -
1x1 3x3
5x5 OA
KA OA
KA OA
KA OA KA
34,21 3,94
42,11 14,87
42,11 14,87
42,11 14,95
50 100
150 200
250 300
350 400
450 500
550
B iom
as sa
ton ha
Kelas 1 Kelas 2
Kelas 3
Tabel 17 Hasil perhitungan dan
resolusi 12,5 meter
Anak Petak -
3x3 5x5
7x7 OA
KA OA
KA OA
KA OA KA
63,16 35,59
60,53 41,36
65,79 49,54
71,05 56,95
Berdasarkan hasil akurasi pada Tabel 16 dan Tabel 17 diketahui bahwa pemetaan menggunakan basis piksel, baik pada resolusi 50 meter maupun resolusi
12,5 meter, menghasilkan nilai akurasi yang lebih baik dibandingkan pemetaan menggunakan anak petak. Nilai
KA terbaik untuk resolusi 50 meter, yaitu pada
5x5 sebesar 14,95, sedangkan untuk resolusi 12,5 meter pada
7x7 sebesar 56,95. Sebagian besar kesalahan saat pengakurasian, yaitu menduga biomassa di plot merupakan kelas 1, namun di
lapangan masuk ke dalam kelas 2. Pada hasil penelitian Riska 2011 dalam pendugaan biomassa di KPH Banyumas Barat dengan peubah
, hasil uji akurasi biomassa menggunakan KA pada pemetaan terbaik sebesar 54,32
lebih kecil dibandingkan nilai KA dengan penambahan peubah umur pada penelitian ini, yaitu sebesar 56,95. Berdasarkan uji akurasi tersebut diketahui
bahwa penambahan umur pada penelitian ini dapat meningkatkan nilai akurasi dalam pemetaan biomassa.
Berdasarkan hasil uji akurasi pada Tabel 16 dan Tabel 17 menjelaskan bahwa tingkat resolusi citra mempengaruhi nilai akurasi pemetaan terhadap
biomassa. Semakin tinggi resolusi yang digunakan, semakin besar pengaruhnya terhadap tingkat ketelitian akurasi serta besar nilai pendugaan biomassa. Peta
sebaran biomassa resolusi 50 meter hasil akurasi menggunakan anak petak dan dapat dilihat pada Gambar 6 dan Gambar 7 berikut.
Gambar 6 Peta sebaran biomassa di KPH Banyumas Barat resolusi 50 meter berdasarkan anak petak
Gambar 7 Peta sebaran biomassa di KPH Banyumas Barat resolusi 50 meter
5x5
Dari hasil distribusi biomassa pada Gambar 6 dan Gambar 7 menunjukkan bahwa citra resolusi 50 meter didominasi oleh kelas biomassa tiga, baik pada peta
sebaran biomassa menggunakan anak petak maupun peta sebaran biomassa menggunakan basis piksel. Hal tersebut menerangkan bahwa kedua jenis peta di
atas memiliki sebaran kelas biomassa serupa yang didominasi oleh kelas tiga dan secara umum memiliki sebaran kelas biomassa yang kurang lebih sama.
Pada Gambar 6, penampakkan citra sebaran biomassa masih banyak generalisasi dibandingkan citra sebaran biomassa menggunakan basis piksel pada
gambar 7. Hal tersebut disebabkan luasan rataBrata untuk pemetaan menggunakan anak petak lebih besar dibandingkan pemetaan menggunakan basis piksel. Luasan
rataBrata anak petak sekitar 36,7 ha atau 367.000 m
2
, sedangkan pada pemetaan basis piksel terbaik resolusi 50 meter dengan
5×5 sekitar 6,25 ha atau 62.500 m
2
. Perbedaan luasan rataBrata kedua metode sebaran biomassa tersebut yang menimbulkan perbedaan citra yang ditampilkan dari masingBmasing
metode pemetaan. Selanjutnya hasil pemetaan sebaran biomassa resolusi 12,5 meter dengan menggunakan basis anak petak dan basis piksel yang ditunjukkan
pada Gambar 8 dan Gambar 9.
Gambar 8 Peta sebaran biomassa di KPH Banyumas Barat resolusi 12,5 meter
berdasarkan anak petak
Gambar 9 Peta resolusi sebaran biomassa di KPH Banyumas Barat 12,5 meter 7x7
Berdasarkan hasil peta sebaran biomassa pada Gambar 8 dan Gambar 9 dapat dilihat bahwa resolusi 12,5 meter didominasi oleh biomassa kelas tiga.
Pemetaan pada resolusi 12,5 meter, baik menggunakan anak petak maupun basis piksel, memiliki distribusi kelas biomassa yang serupa, yaitu didominasi oleh
kelas biomassa tiga. Peta sebaran biomassa menggunakan anak petak pada Gambar 8 lebih general dengan luasan rataBrata sekitar 36,7 ha atau 367.000m
2
, sedangkan sebaran biomassa menggunakan basis piksel terbaik dengan
7×7 memiliki luasan rataBrata sekitar 0,7 ha atau 7.00 m
2
. Oleh karena itu, pemetaan dengan menggunakan basis piksel lebih detail karena ukuran luasan
yang lebih kecil sehingga lebih akurat dalam memetakan biomassa. Selanjutnya dibuat matriks konfusi antara model pemetaan terbaik resolusi
50 meter dengan model pemetaan terbaik resolusi 12,5 meter untuk melihat seberapa besar perbedaan kedua citra resolusi tersebut. Berikut hasil matriks
konfusi kedua citra resolusi yang ditunjukkan pada Tabel 18.
Tabel 18 Matriks konfusi resolusi 50 meter dan 12,5 meter
Bentuk 12,5 meter
Kelas1 Kelas 2
Kelas 3 Total
50 meter Kelas1
1.105 2.635
529 Kelas 2
1.428 1.182
1.553 Kelas 3
1.121 6.449
1.805 Total
17.807
Berdasarkan Tabel 18 resolusi 12,5 meter diasumsikan lebih teliti pendugaannya sehingga dianggap sebagai
6 PA dan resolusi
50 meter sebagai 6
UA. Matriks konfusi ini dapat mengetahui besar ketelitian akurasi antara citra resolusi 50 meter terhadap citra resolusi 12,5
meter. Berdasarkan data matriks konfusi Tabel 18 diketahui bahwa biomassa kelas 1 memiliki 1.105 piksel yang sama antara resolusi 50 meter dan 12,5 meter
dari 3.654 jumlah piksel yang dikelaskan sebagai kelas 1 atau sekitar 30,24 jumlah piksel yang benar untuk PA kelas 1. Pada biomassa kelas 2 terdapat 1.182
piksel yang sama dari 10.266 piksel yang dikelaskan sebagai biomassa kelas 2 atau sekitar 11,51 jumlah piksel yang benar untuk PA kelas 2. Kemudian untuk
biomassa kelas 3 terdapat 529 piksel yang sama dari 1.805 jumlah piksel yang dikelaskan sebagai kelas 3 atau sekitar 46,43 jumlah piksel yang benar untuk
PA kelas 3. Dari penjelasan tersebut dapat diketahui bahwa kesalahan pengkelasan biomassa paling banyak antara resolusi 50 meter dan 12,5 meter,
yaitu pada kelas biomassa 2. Banyaknya piksel yang sama dari masingBmasing kelas biomassa
selanjutnya dijumlahkan dan diperoleh jumlah piksel yang benar sebanyak 4.092 piksel antara resolusi 50 meter dengan resolusi 12,5 meter atau sekitar 22,98. Ini
berarti citra resolusi 50 meter mampu menjelaskan citra resolusi 12,5 meter sebesar 22,98 berdasarkan OA. Pada Gambar 10 berikut menampilkan secara
visual perbedaan spasial antara resolusi 50 meter dan 12,5 meter.
Keterangan : Kelas 3
: Kelas 2
Gambar 10 Sebaran kelas biomassa antara a resolusi 50 meter dan b resolusi12,5 meter
Berdasarkan Gambar 10 di atas terlihat adanya perbedaan antara sebaran kelas biomassa pada resolusi 50 meter dan 12,5 meter. Wilayah yang dianggap
kelas dua pada resolusi 50 meter ternyata merupakan kelas tiga pada resolusi 12,5 meter. Hal tersebut menunjukkan bahwa perbedaaan resolusi akan mempengaruhi
keakuratan pendugaan biomassa. Semakin tinggi resolusi yang digunakan, maka seharusnya akan menghasilkan tingkat ketelitian yang lebih baik dibandingkan
resolusi di bawahnya.
a b
BAB IV KONDISI UMUM LOKASI
Perhutani KPH Banyumas Barat merupakan salah satu dari 20 KPH yang ada di Jawa Tengah. KPH Banyumas Barat mengelola hutan di wilayah
administratif Kabupaten Banyumas dan Kabupaten Cilacap dengan luas areal kerja sebesar 55.546,2 Ha yang terdiri atas 5 Bagian Hutan BH, yaitu BH
Dayeuluhur, BH Majenang, BH Lumbir, BH Sidareja, dan BH Cilacap. Bagian Hutan ini kemudian dibagi menjadi 8 BKPH Bagian Kesatuan Pemangkuan
Hutan yaitu BKPH Lumbir, BKPH Majenang, BKPH Sidareja, BKPH Wanareja, BKPH Bokol, BKPH Kawunganten, BKPH Rawa Timur dan BKPH Rawa Barat.
4.1 Letak Administratif