Ekowisata Sebagai Pariwisata Berkelanjutan

12 induk, relative peka dalam konteks ekonomi maupun lingkungan Srinivas, 1998 dalam Adrianto, 2004. Susilo 2007 menjelaskan bahwa pembangunan yang berkelanjutan dan kesejahteraan masyarakat akan sangat bergantung pada kondisi lingkungan, sistem sosial dan ekonomi yang sehat, produktif dan aman. Oleh karena itu perlu selalu dipertimbangkan sifat khas pulau kecil yang rentan terhadap dampak kegiatan manusia. Potensi gangguan manusia terhadap ekosistem PPK antara lain: 1 merubah jenis dan komposisi ekosistem; 2 merubah kekayaan jenis biota; 3 membawa hewantumbuhan introduksi yang dapat mengganggu keseimbangan ekosistem; 4 menimbulkan polusi dan kerusakan lingkungan yang dapat menurunkan daya dukung lingkungan, termasuk SDA dan jasa lingkungan; 5 merubah atau merusak habitat alamiah. Selanjutnya Debance 1999 dalam Adrianto 2004 berpendapat bahwa pembangunan fisik oleh manusia maupun perbuahan-perubahan alam seperti bencana alam menjadi salah satu penyebab utama dari turunnya kualitas lingkungan PPK. Dalam konteks faktor lingkungan Hall 1999 dalam Adrianto 2004 membagi persoalan lingkungan menjadi dua kategori yaitu 1 persoalan lingkungan secara umum yang meliputi: limbah lokal, persoalan perikanan, kehutanan, penggunaan lahan dan persoalan hak ulayat pulau: 2 persoalan lingkungan lokal yang meliputi: hilangnya tanah soil loss baik secara fisik maupun kualitas, kekurangan air water shortage, limbah padat dan bahan kimia bercun dan problem spesies langka. Karakteristik lain adalah bahwa PPK sangat rentan terhadap bencana alam seperti angin topan, gempa bumi dan banjir Briguglio, 1995; Adrianto and Matsuda, 2002 dalam Adrianto, 2004.

2.4 Ekowisata Sebagai Pariwisata Berkelanjutan

Berbicara mengenai pariwisata terutama selalu identik dengan adanya hotel- hotel berbintang di pesisir pantai yang memiliki fasilitas serba lengkap, yang dapat memanjakan pengunjungnya ketika sedang berwisata serta jumlah wisatawan yang banyak. Artinya yang berkembang selama ini adalah pariwisata dengan label industri yang memanfaatkan keberadaaan sumberdaya alam untuk 13 mendapat keuntungan sebesar – besarnya. Dampak yang muncul dari pariwisata berbasis industri tersebut adalah terjadi perubahan bentang alam, serta tekanan terhadap keberadaan ekosistem setempat. Mencermati berbagai dampak negatif terhadap lingkungan tersebut, sebagai konsekuensinya dewasa ini telah dibangun konsep pariwisata yang lembut soft tourism sebagai perlawanan terhadap pariwisata masal mass tourism. Istilah yang lain seperti suara lingkungan, perjalanan yang bertanggung jawab dan pariwisata yang berkelanjutan sustainable tourism termasuk didalamnya. Pariwisata berkelanjutan merupakan jenis pariwisata yang menyenangkan orang dan alam dalam suatu arah yang bertanggung jawab Fennel, 1999. Menurut Moscardo dan Kim 1990 dalam Yudasmara 2004, pariwisata yang berkelanjutan harus memperhatikan: 1 peningkatan kesejahteraan masyarakat lokal, 2 menjamin keadilan antar generasi dan intragenerasi, 3 melindungi keanekaragaman biologi dan mempertahankan sistem ekologi yang ada serta 4 menjamin integritas budaya. Pengelolaan pariwisata yang berkelanjutan memiliki kesamaan dengan konsep pembangunan yang berkelanjutan sustainable development, sehingga pariwisata yang berkelanjutan harus memenuhi kriteria – kriteria sebagai berikut ini Hadiyati et al., 2003: 1 Secara ekologis berkelanjutan, yaitu pembangunan pariwisata tidak menimbulkan efek negatif bagi ekosistem setempat. Konservasi pada daerah wisata harus diupayakan secara maksimal untuk melindungi sumberdaya alam dan lingkungan dari efek negatif kegiatan wisata. 2 Secara sosial dan kebudayan dapat diterima, yaitu mengacu pada kemampuan penduduk lokal menyerap usaha pariwisata tanpa menimbulkan konflik sosial dan masyarakat lokal mampu beradaptasi dengan budaya turis yang berbeda sehingga tidak merubah budaya masyarakat lokal. 3 Secara ekonomis menguntungkan, yaitu keuntungan yang diperoleh dari kegiatan wisata yang ada dapat meningkatkan kesejahteraan dan taraf hidup masyarakat setempat. Saat ini ekowisata merupakan istilah yang telah dipergunakan secara internasional untuk mempertegas konsep pariwisata yang berkelanjutan. Perlu 14 diingat bahwa ekowisata merupakan suatu konsep wisata yang menjunjung tinggi keaslian alam dan berorientasi ekologi. Ekowisata merupakan bagian integral dari pariwisata berkelanjutan artinya bahwa ekowisata tidak menggambarkan bagian lain dalam pasar wisata komersial sebagaimana yang dilakukan oleh industri pariwisata, tetapi menggambarkan suatu filosifi perjalanan yang meliputi kriteria pariwisata berkelanjutan dengan mempromosikanmemajukan perjalanan secara harmonis dan bertanggung jawab khususnya di alam. Ekowisata pertama kali diperkenalkan oleh The International Ecotourism Society TIES pada tahun 1991. TIES 1991 mendefenisikan ekowisata sebagai perjalanan bertanggungjawab ke daerah-daerah yang masih alami yang dapat mengkonservasi lingkungan dan memelihara kesejahteraan masyarakat setempat. Fennel 1999 mendefenisikan ekowisata sebagai wisata berbasis alam yang berkelanjutan dengan fokus pengalaman dan pendidikan tentang alam, dikelola dengan sistem tertentu dan memberikan dampak negatif paling rendah pada lingkungan, tidak bersifat konsumtif serta berorientasi lokal dalam hal kontrol, manfaatkeuntungan yang didapat dan skala usaha, berada dilokasi wisata alam dan berkotribusi pada konservasi dan preservasi lokasi tersebut. Menurut Bruce et al. 2002 ekowisata merupakan wisata yang berorientasi pada lingkungan untuk menjembatani kepentingan perlindungan sumberdaya alamlingkungan dan industri kepariwisataan. Ekowisata adalah wisata yang berbasis pada memperbolehkan orang untuk menikmati lingkungan alam dalam arah yang sesuai dengan prinsip pembangunan berkelanjutan. Konsep pengelolaan ekowisata tidak hanya beriorientasi pada keberlanjutan tetapi lebih dari pada itu yaitu mempertahankan nilai sumberdaya dan manusia. Agar nilai-nilai tersebut terjaga maka pengusahaan ekowisata tidak melakukan eksploitasi sumberdaya alam, tetapi hanya menggunakan jasa alam dan budaya masyarakat untuk memenuhi kebutuhan fisik, pengetahuan dan psikologis pengunjung. Dengan demikian ekowisata bukan menjual tempat destinasi atau kawasan melainkan filosofi. Hal inilah yang membuat ekowisata mempunyai nilai lestari dan tidak akan mengenal kejenuhan pasar Yulianda, 2007. 15

2.5 Prinsip Ekowisata