Analisis kesesuaian dan daya dukung ekowisata bahari pulau hari kecamatan laonti kabupaten Konawe Selatan provinsi Sulawesi Tenggara

(1)

ANALISIS KESESUAIAN DAN DAYA DUKUNG EKOWISATA

BAHARI PULAU HARI KECAMATAN LAONTI KABUPATEN

KONAWE SELATAN PROVINSI SULAWESI TENGGARA

ROMY KETJULAN

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2010


(2)

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis Analisis Kesesuaian dan Daya Dukung Ekowisata Bahari Pulau Hari Kecamatan Laonti Kabupaten Konawe Selatan Provinsi Sulawesi Tenggara adalah karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Bogor, Januari 2010

Romy Ketjulan NRP. C252070031


(3)

ABSTRACT

This research study about the level of suitability and carrying capacity of Hari island waters as marine tourism object, tourism activities, especially diving and snorkling tours. The results of this study can be used as a material consideration in the context of managing the Hari island as a tourist resort. Based on research, the value of tourism suitability index Hari island waters quite suitable for the development of tourism activities diving and snorkling tours. Total of tourist area that can be used based on the interpretation SIG area is 24.65 ha. The area for diving tours and 11.82 ha can sustainably accommodate tourists for 472 persons/trip. While broad to 12.83 ha snorkling tour with carrying capacity of 513 persons/trip. Existing economic value of tourism Rp 37 772 353 per year, and the economic value of tourism carrying capacity as much as Rp 236 979 180 per year. Based on the multiatribut analysis of social support the category sufficient support the development of marine tourism activities at Hari Island. Keywords: Suitability, carrying capacity, economic value and social support.


(4)

RINGKASAN

ROMY KETJULAN. Analisis Kesesuaian dan Daya Dukung Ekowisata Bahari Pulau Hari Kecamatan Laonti Kabupaten Konawe Selatan Provinsi Sulawesi Tenggara. Dibimbing oleh Fredinan Yulianda dan Taryono.

Salah satu bentuk pemanfaatan sumberdaya pesisir dan lautan adalah melalui pengembangan kegiatan wisata bahari. Berbicara wisata bahari, berarti kita berbicara tentang potensi sumberdaya pesisir dan lautan yang memiliki nilai estetika, memberikan rasa nyaman, dan kepuasan yang tidak didapatkan di tempat asal kita. Dengan demikian, seseorang biasanya melakukan perjalanan (travel) untuk mendapat kepuasan dalam menikmati keindahan alam yang ada di wilayah pesisir dan laut. Perjalanan tersebut merupakan rangkaian bentuk kegiatan wisata dari tempat asal ke tempat tujuan wisata.

Sebagai salah satu wilayah di Kawasan Timur Indonesia (KTI), Provinsi Sulawesi Tenggara memiliki potensi yang cukup besar untuk pengembangan kegiatan wisata bahari. Potensi tersebut berupa luas laut sekitar 114.876 km2, dengan panjang garis pantai ± 1.740 km dan terdapat 124 buah pulau-pulau kecil. Diantara pulau pulau kecil tersebut, Pulau Hari merupakan salah satu obyek wisata yang banyak dikunjungi oleh masyarakat, khususnya yang datang dari Kota Kendari. Aktivitas wisata yang dilakukan pada dasarnya memberikan kontribusi terhadap pertumbuhan ekonomi. Namun demikian belum ada kajian yang menganalisis tingkat kesesuaian wisata yang dilakukan, berapa nilai ekonomi wisata yang dapat diberikan, daya dukung kawasan untuk pengembangan, maupun dukungan sosial terkait dengan kegiatan wisata bahari Pulau Hari.

Penelitian ini bertujuan untuk : 1) Mengkaji potensi sumberdaya perairan Pulau Hari khususnya komunitas terumbu karang dan ikan karang yang merupakan daya tarik wisata. 2) Mengkaji tingkat kesesuaian dan daya dukung kawasan perairan Pulau Hari sebagai obyek wisata bahari, khususnya wisata selam dan wisata snorkling. 3) Menduga nilai ekonomi kegiatan wisata bahari yang dilakukan. 4) Mengkaji tingkat dukungan sosial terhadap pengembangan kegiatan wisata bahari. 5) Menyusun alternatif pengelolaan untuk pengembangan Pulau Hari sebagai salah daerah tujuan wisata. Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan Pemerintah Daerah Kabupaten Konawe Selatan dalam rangka pengelolaan Pulau Hari sebagai kawasan wisata bahari.

Metode yang digunakan untuk menentukan kondisi komunitas karang adalah metode transek garis (line intercept transect), dengan mengidentifikasi bentuk pertumbuhan karang (lifeform) dan menghitung persentase tutupan komunitas karang. Pengambilan data ikan karang dilakukan dengan menggunakan metode sensus visual (underwater visual census). Pengamatan ini dilakukan pada transek garis transek yang digunakan untuk pengamatan komunitas karang. Data-data yang berkaitan dengan aspek sosial dilakukan dengan cara observasi lapangan. Dalam hal ini, peneliti melakukan penilaian langsung terhadap parameter yang telah ditetapkan sebagai atribut sosial. Untuk memperoleh data yang berkaitan dengan permintaan wisata dilakukan dengan cara wawancara langsung dengan responden, dengan menggunakan kuisioner sebagai


(5)

panduan dalam memperoleh informasi yang dibutuhkan. Penentuan jumlah responden berdasarkan teknik snowball sampling.

Tingkat kesesuaian wisata selam di tentukan dengan menggunakan rumus Indeks Kesesuaian Wisata (IKW). Tingkat kesesuaian tersebut dilakukan berdasarkan penilaian terhadap enam parameter tingkat kesesuaian. Parameter tersebut meliputi kecerahan perairan, tutupan komunitas karang, lifeform, jumlah jenis ikan karang, kecepatan arus dan kedalaman terumbu karang. Tingkat kesesuaian wisata snorkling dilakukan dengan mempertimbangkan tujuh parameter dengan empat klasifikasi penilaian. Parameter tersebut meliputi kecerahan perairan, tutupan komunitas karang, lifeform, jenis ikan karang, kecepatan arus, kedalaman terumbu karang, dan lebar hamparan datar karang. Untuk mengetahui jumlah maksimum wisatawan yang dapat di terima oleh kawasan wisata secara lestari digunakan rumus Daya Dukung Kawasan (DDK). Nilai ekonomi kegiatan wisata dihitung dengan menggunakan pendekatan rata-rata biaya perjalanan wisata dikali total kunjungan wisata. Tingkat dukungan sosial ditentukan berdasarkan analisis multiatribut.

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan, persentase tutupan komunitas karang di Perairan Pulau Hari dalam kondisi baik, dimana rata-rata tutupan komunitas karang diatas 50 %. Hasil analisis IKW, perairan Pulau Hari tergolong cukup sesuai untuk kegiatan wisata selam dan wisata snorkling. Luas area yang dapat digunakan untuk kedua jenis kegiatan wisata sebesar 24.65 ha, dimana untuk wisata selam luas area yang dapat digunakan sebesar 11.82 ha dan dapat menampung sejumlah wisatawan secara lestari 472 orang/trip. Untuk wisata snorkling luas area yang dapat digunakan sebesar 12.83 ha, dan dapat menampung sejumlah wisatawan sebesar 513 orang/trip. Luas area tersebut ditentukan berdasarkan analisa GIS.

Nilai ekonomi wisata existing sebesar Rp 37 772 353 per tahun. Nilai ekonomi tersebut dihitung berdasarkan rata-rata biaya perjalanan yang dikeluarkan oleh pengunjung (Rp 240 588) dikali total kunjungan wisata yang dilakukan selama satu tahun. Nilai ekonomi wisata sesuai daya dukung kawasan Pulau Hari sebesar Rp 236 979 180 per tahun. Nilai tersebut diperoleh dari rata-rata biaya perjalanan dikali dengan daya dukung kawasan (985 orang) dengan asumsi bahwa setiap wisatawan hanya melakukan satu kunjungan per tahun. Jika rata-rata pengunjung melakukan kunjungan wisata sebanyak empat trip per tahun, maka nilai ekonomi wisata mencapai Rp 947 916 720 per tahun.

Berdasarkan analis is biofisik yang dilakukan, untuk mempertahankan kelestarian ekosistem terumbu karang yang ada di perairan Pulau Hari, berbagai upaya dapat dilakukan oleh Pemerintah Daerah Kabupaten Konawe Selatan, yakni: 1) Melakukan penyadaran terhadap masyarakat sekitar untuk tidak melakukan penangkapan ikan dengan tidak ramah lingkungan. 2) Melakukan kegiatan tansplantasi karang untuk merangsang pertumbuhan komunitas karang. 3) Melakukan pengawasan terhadap jumlah wisatawan agar tidak melebihi daya daya dukung kawasan, dengan cara membatasi jumlah penjualan tiket masuk. 4) Melakukan penyadaran terhadap pengunjung wisata Pulau Hari untuk tidak melakukan kontak dengan komunitas karang, dan tidak mengambil berbagai jenis hewan yang ada.


(6)

Hasil analisis multiatribut menunjukkan bahwa tingkat dukungan sosial cukup mendukung kegiatan wisata yang dilakukan di perairan Pulau Hari. Untuk mendukung pengembangan Pulau Hari sebagai obyek wisata, maka Pemerintah Daerah Kabupaten Konawe Selatan harus menetapkan peruntukan kawasan perairan Pulau Hari untuk jenis kegiatan tertentu sehingga tidak terjadi konflik pemanfaatan. Berdasarkan persepsi wisatawan, untuk mengembangkan kegiatan wisata diperlukan penyediaan sarana dan prasarana sosial (social infrastructur) yakni : 1) Menyediakan sarana transportasi laut khusus untuk wisatawan. 2) Menyediakan sarana akomodasi dan kebutuhan air bersih. 3) Dukungan pemerintah dalam bentuk peraturan daerah.


(7)

© Hak Cipta milik IPB, tahun 2010 Hak Cipta dilindungi Undang- Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB.

Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh Karya tulis dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB


(8)

ANALISIS KESESUAIAN DAN DAYA DUKUNG EKOWISATA

BAHARI PULAU HARI KECAMATAN LAONTI KABUPATEN

KONAWE SELATAN PROVINSI SULAWESI TENGGARA

ROMY KETJULAN

Tesis

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada

Program Studi Pengelolaan Sumberdaya Pesisir dan Lautan

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2010


(9)

Judul Tesis : Analisis Kesesuaian dan Daya Dukung Ekowisata Bahari Pulau Hari Kecamatan Laonti Kabupaten Konawe Selatan Provinsi Sulawesi Tenggara

Nama : Romy Ketjulan

NRP : C252070031

Program Studi : Pengelolaan Sumberdaya Pesisir dan Lautan

Disetujui oleh: Komisi Pembimbing

Dr. Ir. Fredinan Yulianda, M.Sc Taryono, S.Pi., M.Si

Ketua Anggota

Diketahui,

Ketua Program Studi Pengelolaan Dekan Sekolah Pasacasarjana IPB Sumberdaya Pesisir dan Lautan

Prof. Dr. Ir. Mennofatria Boer, DEA Prof. Dr. Ir. Khairil Anwar Notodiputro, M.Sc


(10)

(11)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan taufiq dan hidayahnya, sehingga penyusunan tesis ini dengan judul “Analisis Kesesuaian dan Daya Dukung Ekowisata Bahari di Perairan Pulau Hari” dapat diselesaikan dengan baik. Tesis ini merupakan salah satu syarat yang harus dipenuhi untuk memperoleh gelar Magister Sains (S2) pada Program Studi Pengelolaan Sumberdaya Pesisir dan Lautan, Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor.

Pada kesempatan ini, penulis mengucapkan terima kasih kepada komisi pembimbing yaitu Dr. Ir. Fredinan Yulianda, M.Sc selaku ketua, dan Taryono, S.Pi.,M.Si selaku anggota yang telah banyak memberikan petunjuk dan saran dalam penyelesaian tesis ini.

Rektor Universitas Haluoleo dan Dekan FPIK-Unhalu yang telah memberi kesempatan kepada penulis untuk melaksanakan tugas belajar, penulis ucapkan terima kasih. Ucapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada kedua orang tua, istri tercinta” Maryana, S. P ” dan anakku “Akhmad Fajar” yang memotivasi saya untuk dapat menyelesaikan studi ini.

Selama proses penyusunan tesis ini, penulis melibatkan masukan dan saran dari Dosen dan Mahasiswa di lingkungan Program Studi Pengelolaan Sumberdaya Pesisir dan Lautan, baik pada saat diskusi selama proses perkuliahan, presentase sinopsis, kolokium maupun diskusi lain yang sifatnya non-formal. Untuk itu, penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada semua pihak yang telah memberikan masukan, demi kesempurnaan tesis ini.

Akhir kata, penulis menyadari bahwa dalam penyusunan tesis ini masih banyak terdapat kekurangan, untuk itu penulis memohon masukan dari berbagai pihak demi kesempurnaan tesisi ini.

Bogor, Januari 2010


(12)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Wou Kabupaten Muna Provinsi Sulawesi Tenggara pada tanggal 15 Maret 1979 dari orang tua, ayah La Hidu (alm) dan Ibu Wandariki. Penulis merupakan anak ke empat dari enam bersaudara.

Tahun 1995 penulis lulus pada SMK Negeri I Kusambi, dan pada tahun tersebut penulis melanjutkan pendidikan pada Fakultas Pertanian Program Studi Manajemen Sumberdaya Perairan Universitas Haluoleo, dan selesai pada tahun 2003. Pada tahun 2006 penulis diterima sebagai staf pengajar pada Program Studi Manajemen Sumberdaya Perairan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Haluoleo. Selanjutnya pada tahun 2007 penulis melanjutkan pendidikan Program Magister di Institut Pertanian Bogor (IPB) , Program Studi Pengelolaan Sumberdaya Pesisir dan Lautan.


(13)

xii

Halaman

DAFTAR TABEL ... xiv

DAFTAR GAMBAR………. xv

DAFTAR LAMPIRAN... xvi

1 PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Permasalahan ... 3

1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian ... 4

1.4 Kerangka Pikir ... 4

2 TINJAUAN PUSTAKA ... 7

2.1 Konsep Ekowisata Bahari………… ... 7

2.2 Fungsi Ekowisata Bahari ... 8

2.3 Daya Dukung Ekowisata Bahari ... 11

2.4 Peranan Ekosistem Terumbu Karang……… .. 14

3 METODOLOGI PENELITIAN ... 17

3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian ... 17

3.2 Penentuan Stasiun Penelitian... 17

3.3 Metode Pengumpulan Data ... 19

3.3.1 Jenis dan sumber data ... 19

3.3.2 Metode pengambilan data sosial ekonomi ... 19

3.3.3 Metode pengambilan data terumbu karang dan ikan karang ... 20

3.4 Analisis Data ... 20

3.4.1 Analisis kondisi terumbu karang dan ikan karang ... 20

3.4.2 Analisis kesesuaian ekowisata bahari kategori wisata selam……… ... 21

3.4.3 Analisis kesesuaian ekowisata bahari kategori wisata snorkeling ... 23

3.4.4 Analisis daya dukung ekowisata bahari………. 24

3.4.5 Nilai ekonomi wisata………... 25

3.4.6 Analisis tingkat dukungan sosial………. ... 26


(14)

xiii

4 HASIL DAN PEMBAHASAN ... 30

4.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian... 30

4.2 Parameter Kualitas Perairan ……… 31

4.3 Kondisi Komunitas Karang dan Ikan Karang ... 33

4.4 Kesesuaian Wisata Selam ... 36

4.5 Kesesuaian Wisatan Snorkeling... 40

4.6 Daya Dukung Kawasan ... 43

4.7 Nilai Ekonomi Wisata ... 46

4.8 Tingkat Dukungan Sosial... 54

4.8.1 Keamanan... 56

4.8.2 Penerimaan masyarakat lokal... 56

4.8.3 Dukungan pemerintah ……….. 57

4.8.4 Ketersediaan sarana transportasi... 58

4.8.5 Ketersediaan peralatan wisata ... 58

4.8.6 Akomodasi dan ketersediaan air tawar ... 58

4.9 Persepsi Wisatawan... 59

4.9.1 Tingkat kenyamanan... 60

4.9.2 Ketersediaan sarana transportasi... 60

4.9.3 Akomodasi wisatawan……….... 61

4.9.4 Dukungan pemerintah ... 61

4.9.5 Ketersediaan air tawar... 62

4.9.6 Ketersediaan peralatan wisata ... 63

4.9.7 Keindahan alam ………... 63

4.9.8 Penerimaan masyarakat lokal…. ... 64

4.9.9 Biaya perjalanan ……….. .. 65

4.10 Keterkaitan Dimensi Ekologi, Sosial dan Ekonomi.. ... 65

4.11 Solusi Alternatif Pengelolaan……… 68

5 KESIMPULAN DAN SARAN ... 74

5.1 Kesimpulan ... 74

5.2 Saran ... 74


(15)

xiv

No Halaman

1 Jenis dan sumber data yang dibutuhkan penelitian……… 19

2 Matriks kesesuaian ekowisata bahari kategori wisata selam…………. 23

3 Matriks kesesuaian ekowisata bahari kategori wisata snorkeling……. 24

4 Persentase tutupan komunitas karang ……… 33

5 Jumlah lifeform karang disetiap stasiun penelitian….………. 35

6 Jumlah jenis ikan disetiap Stasiun Penelitian……… 36

7 Tingkat dukungan sosial kegiatan wisata bahari……… 55


(16)

xv

No Halaman

1 Kerangka pikir penelitian………... 6

2 Peta lokasi penelitian ………. 18

3 Obyek wisata Pulau Hari……… 30

4 Komunitas karang perairan Pulau Hari………. 36

5 Peta kesesuaian wisata selam………. 38

6 Peta kesesuaian wisata snorkeling……….. 42

7 Peta kesesuaian wisata bahari………. 45

8 Persentase jumlah pengunjung berdasarkan jenis pekerjaan…………. 48

9 Tingkat kunjungan berdasarkan pekerjaan utama………. 48

10 Rata-rata pendapatan responden ……… 49

11 Sebaran umur pengunjung……….. 50

12 Persentase kunjungan berdasarkan kelompok umur……….. 50

13 Rata-rata umur responden berdasarkan pekerjaan utama……….. 51

14 Jumlah pengunjung berdasarkan tingkat pendidikan………. 52

15 Persentase pengunjung berdasarkan jenis kelamin………. 53

16 Persentase jumlah pengunjung berdasarkan status pernikahan……….. 54

17 Kondisi sosial masyarakat sekitar Pulau Hari……… 56

18 Kondisi Sarana Infrastruktur Wisata Pulau Hari……… 57

19 Sumber air tawar di daerah mainland………..………. 59

20 Persepsi Responden Terhadap Tingkat Kenyamanan……… 60

21 Persepsi responden terhadap ketersediaan sarana tranportasi laut……. 61

22 Persepsi responden terhadap dukungan pemerintah……….. 62

23 Persepsi responden terhadap ketersediaan air tawar……….. 62

24 Persepsi responden terhadap ketersediaan peralatan wisata………….. 63

25 Persepsi responden terhadap keindahan alam Pulau Hari……….. 64

26 Persepsi responden terhadap penerimaan masyarakat lokal…………... 64


(17)

xvi

No Halaman

1 Persentase tutupan komunitas karang.………... 80

2 Jumlah dan jenis ikan karang………. 82

3 Indeks kesesuaian wisata snorkeling……….. 86

4 Indeks kesesuaian wisata selam……..………... 88

5 Kecepatan arus lokasi penelitian………..……….. 90

6 Lebar hamaran datar komunitas karang ……… 90

7 Matriks tingkat dukungan sosial ……….. 91

8 Indikator pemberian skor ……….. 92

9 Daftar pertanyaan terhadap pengunjung wisata Pulau Hari………….. 94

10 Potensi ekologis pengunjung……….. 96


(18)

1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Salah satu bentuk pemanfaatan sumberdaya pesisir dan lautan adalah melalui pengembangan kegiatan wisata bahari. Berbicara wisata bahari, berarti kita berbicara tentang potensi sumberdaya pesisir yang memiliki nilai estetika, memberikan rasa nyaman, dan kepuasan yang tidak didapatkan di tempat asal kita. Dengan demikian, seseorang biasanya melakukan perjalanan (travel) untuk mendapat kepuasan dalam menikmati keindahan alam yang ada di wilayah pesisir dan laut. Perjalanan tersebut merupakan rangkaian bentuk kegiatan wisata dari tempat asal ke tempat tujuan wisata. Menurut Yulianda (2007) wisata merupakan suatu bentuk pemanfaatan sumberdaya alam yang mengandalkan jasa alam untuk kepuasan manusia.

Keberadaan sumberdaya alam merupakan salah satu faktor pendorong dalam melakukan perjalanan wisata, baik wisata secara domestik maupun wisata Internasional. Karena keberadaan sumberdaya sangat penting dalam pengembangan kegiatan wisata, maka dapat dipastikan Indonesia merupakan salah satu negara tujuan wisata Internasional karena memiliki keanekaragaman hayati laut yang tinggi, ditambah lagi dengan adanya warisan budaya yang beranekaragam. Keanekaragaman sumberdaya alam yang dimiliki negara kita ditunjang oleh kondisi iklim tropis yang relatif stabil sepanjang tahun, yang menyediakan media tumbuh yang baik bagi ekosistem pesisir, khususnya ekosistem terumbu karang (Dahuri, 2003).

Salah satu sumberdaya pesisir dan lautan yang populer dikalangan wisatawan adalah terumbu karang. Terumbu karang dan segala kehidupan yang ada di dalamnya merupakan kekayaan alam yang tak ternilai harganya. Selain menyediakan habitat berbagai jenis organisme laut yang digunakan untuk kebutuhan pangan, obat-obatan dan bahan baku kosmetik, terumbu karang juga menyediakan panorama bawah laut yang dapat menarik minat wisatawan. Kekayaan sumberdaya alam tersebut, tersebar mulai dari bagian barat, sampai pada kawasan timur Indonesia.


(19)

Sebagai salah satu wilayah di Kawasan Timur Indonesia (KTI), Provinsi Sulawesi Tenggara memiliki potensi yang cukup besar untuk pengembangan kegiatan wisata bahari. Potensi tersebut berupa luas laut sekitar 114.876 km2, dengan panjang garis pantai ± 1.740 km dan terdapat 124 buah pulau-pulau kecil. Saat ini jumlah obyek wisata bahari di Provinsi Sulawesi Tenggara diperkirakan mencapai ± 21 obyek wisata yang tersebar di sepuluh Kabupaten dan Kota. Salah satu obyek wisata tersebut adalah obyek wisata Pulau Hari (Dinas Perikanan dan Kelautan Provinsi Sultra, 2003).

Kegiatan wisata bahari merupakan salah satu aktivitas ekonomi yang memanfaatkan sumberdaya alam dan jasa lingkungan pesisir. Pada tahun 2007, sektor pariwisata Indonesia menyumbangkan devisa sebesar 81 triliun rupiah dengan jumlah wisatawan sekitar 4,54 juta wisatawan (http://www.mediaindonesia.com). Tingginya jumlah wisatawan tersebut tentunya memberikan kontribusi terhadap pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan masyarakat pada umumnya.

Untuk mengantisipasi terjadinya degradasi lingkungan akibat kegiatan wisata bahari, diperlukan konsep pengelolaan wisata secara terpadu dan berkelanjutan yang melibatkan semua unsur terkait. Menurut Dahuri (2004), pengelolaan secara terpadu merupakan bentuk pengelolaan yang melibatkan dua atau lebih ekosistem, sumberdaya dan kegiatan pemanfaatan, guna mencapai pembangunan berkelanjutan. Lebih lanjut dikatakan bahwa, pengelolaan secara terpadu, tetap memperhatikan aspek kesesuaian dan daya dukung lingkungan. Daya dukung lingkungan menggambarkan kemampuan secara fisik suatu kawasan terhadap kegiatan pemanfaatan. Sementara itu Clark (1996) menyatakan bahwa daya dukung (carrying capacity) adalah suatu cara untuk menyatakan batas-batas penggunaan terhadap sumberdaya. Analisis daya dukung merupakan salah satu pendekatan bahwa alam mempunyai batas maksimum untuk menerima aktivitas yang dilakukan oleh manusia dalam kurun waktu tertentu.

Ekowisata bahari merupakan konsep kegiatan wisata yang dapat diterapkan untuk menjaga keseimbangan pemanfaatan dan pelestarian sumberdaya pesisir dan laut. Kegiatan ekowisata tidak hanya mengedepankan pengembangan suatu kegiatan wisata, tetapi disisi lain harus memberikan kontribusi yang posisitf


(20)

terhadap kelestarian lingkungan. Menurut Yulianda (2007) bahwa ekowisata bahari merupakan kegiatan wisata pesisir yang dikembangkan dengan pendekatan konservasi laut. Dengan pendekatan konservasi, diharapkan pengembangan ekowisata bahari memenuhi kaidah-kaidah alam, dengan melaksanakan program pembangunan dan pelestarian secara terpadu antara upaya konservasi, dengan melaksanakan program pembangunan yang memperhatikan aspek daya dukung lingkungan (carrying capacity). Selanjutnya Bjork (2000), menyatakan bahwa ekowisata adalah suatu aktivitas, dimana manusia (tourist) melakukan kunjungan ke daerah daerah yang masih bersifat alami dengan mempelajari karakteristik dan menikmati keindahan alam dengan cara tidak memanfaatkan (mengambil) sumberdaya yang ada, tetapi justru memberikan kontribusi terhadap kelestarian lingkungan dan sumberdaya.

Berdasarkan uraian tersebut, maka untuk mengembangkan kegiatan wisata bahari saat ini dalam rangka menunjang program pembangunan sektor pariwisata harus dilakukan berdasarkan aspek kesesuaian dan dukungan sumberdaya yang ada. Untuk mendukung hal tersebut diperlukan suatu konsep pengembangan wisata bahari yang dapat menjaga keseimbangan program pembangunan dan kelestarian sumberdaya alam atau kegiatan wisata bahari yang ramah lingkungan.

1.2 Permasalahan

Perairan Pulau Hari merupakan salah satu tujuan wisata bagi masyarakat Kota Kendari dan sekitarnya. Jenis kegiatan wisata yang dilakukan adalah wisata selam (diving) dan wisata snorkling. Kegiatan tersebut telah berlangsung secara terus menerus dan tidak terkontrol, sehingga diduga akan memberikan dampak negatif terhadap kelestarian ekosistem terumbu karang jika tidak dikelola dengan baik.

Sebelum dikeluarkannya undang-undang tentang Pemerintahan Daerah, perairan Pulau Hari ditetapkan sebagai kawasan wisata bahari oleh Pemerintah Propinsi Sulawesi Tenggara. Akan tetapi dengan masuknya era otonomi daerah pengelolaan wisata Pulau Hari diserahkan ke Pemerintah Daerah Kabupaten Konawe yang memiliki kewenangan, dan sampai saat ini pengelolaan obyek wisata tersebut tidak dilakukan lagi. Aktivitas wisata yang dilakukan tersebut pada


(21)

dasarnya memberikan kontribusi terhadap pertumbuhan ekonomi. Namun demikian, sampai saat ini belum ada kajian yang menganalisis tingkat kesesuaian wisata yang dilakukan, nilai ekonomi wisata yang dapat diberikan, daya dukung kawasan untuk pengembangan wisata, maupun dukungan sosial terkait dengan kegiatan wisata bahari Pulau Hari. Kajian tersebut sangat penting dilakukan sebagai dasar pertimbangan dalam pengelolaan sumberdaya pesisir dikawasan tersebut, khususnya pengembangan obyek wisata Pulau Hari.

1.3 Tujuan dan Kegunaan

Penelitian ini bertujuan untuk :

1. Mengkaji potensi sumberdaya perairan Pulau Hari khususnya komunitas terumbu karang dan ikan karang yang merupakan daya tarik wisata.

2. Mengkaji tingkat kesesuaian dan daya dukung kawasan perairan Pulau Hari sebagai obyek wisata bahari, khususnya wisata selam dan wisata snorkling. 3. Menduga nilai ekonomi kegiatan wisata bahari yang dilakukan.

4. Mengkaji tingkat dukungan sosial terhadap pengembangan kegiatan wisata bahari.

5. Menyusun alternatif pengelolaan untuk pengembangan Pulau Hari sebagai salah daerah tujuan wisata.

Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan Pemerintah Daerah Kabupaten Konawe Selatan atau Pemerintah Provinsi Sulawesi Tenggara dalam rangka pengelolaan Pulau Hari sebagai kawasan wisata bahari.

1.4 Kerangka Pikir

Berdasarkan undang-undang No. 27 tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil bahwa wilayah pesisir adalah daerah peralihan antara ekosistem darat dan laut yang dipengaruhi oleh perubahan di darat dan laut. Wilayah pesisir merupakan daerah yang subur sehingga pembangunan secara fisik banyak dikembangkan di wilayah ini. Aktivitas pembangunan di wilayah pesisir tentunya memberikan tekanan terhadap ekosistem pesisir. Tekanan tersebut merupakan beban masukan antropogenik terhadap kawasan perairan pesisir. Beban masukan antropogenik memberikan


(22)

dampak terhadap kondisi hidrooseanografi, kualitas air dan ekosisitem pesisir. Untuk menghindari kegiatan yang tumpang tindih (incompatibility) seperti yang telah diuraikan, tentunya diperlukan suatu penataan ruang pesisir agar tercipta pembangunan yang berkelanjutan.

Penataan ruang wilayah di Indonesia saat ini telah diperkuat dengan dikeluarkannya undang-undang No. 26 tahun 2007 tentang penataan ruang. Undang-undang tersebut bertujuan untuk mewujudkan ruang wilayah yang aman, nyaman, produktif dan berkelanjutan. Konsep penataan ruang wilayah pada dasarnya akan melahirkan suatu kebijakan pemanfaatan ruang, yang secara garis besar memuat pembagian wilayah, yakni sebagai kawasan lindung dan kawasan pengembangan. Kawasan lindung atau konservasi merupakan kawasan dengan pemanfaatan terbatas dengan sistem zonasi yang terdiri dari zona inti, zona penyangga dan zona pemanfaatan. Sedangkan kawasan pengembangan merupakan kawasan yang dapat dimanfaatkan untuk berbagai kegiatan pembangunan.

Pengembangan kegiatan wisata bahari dapat dilakukan di kedua kawasan tersebut, baik dikawasan konservasi maupun dikawasan pengembangan. Khusus dikawasan lindung kegiatan wisata bahari menurut Peraturan Pemerintah No 18 tahun 1994 dapat dilakukan sebesar 10 % dari luas zona pemanfaatan dan harus memenuhi beberapa persyaratan yang telah ditetapkan. Dalam konsep pembangunan yang berkelanjutan, pengembangan suatu kegiatan selayaknya mempertimbangkan banyak hal termasuk kesesuaian dan kemampuan daya dukung (carriying capacity) lingkungan dan sumberdaya alam. Daya dukung lingkungan dapat diartikan sebagai kemampuan alam untuk mendukung kegiatan di atasnya secara berkelanjutan.

Selain daya dukung lingkungan, dukungan sosial juga akan memberikan kontribusi yang positif terhadap pengembangan kegiatan di wilayah pesisir. Dukungan sosial yang dimaksud adalah keterterimaan sosial terhadap kegiatan yang dilakukan. Dalam konteks pengembangan kegiatan wisata bahari, peran serta masyarakat lokal dapat berupa penyediaan jasa pelayanan seperti jasa transportasi, akomodasi dan kebutuhan konsumsi.


(23)

Gambar 1 Kerangka pikir analisis kesesuaian dan daya dukung ekowisata bahari Pulau Hari.

Beban masukan Antropogenik

Jasa Pelayanan

- Transportasi

- Prasarana

- Kebutuhan konsumsi

Geofisik

- Hydrooseanografi

- Kualitas air

- Ekosistem coral

(penutupan,biodiversity, fishing community)

Wisatawan

Kawasan Konservasi

Non-Kawasan Konservasi - (Hamparan ekosistem

coral, stabilitas, diversity, produktifitas)

Kelayakan

Kesiapan untuk Wisata

S1,S2,S3 N

Analisa Daya dukung

Optimalisasi

Sasaran target jumlah wisatawan Pola

Ruang

Sosial ekonomi Masyarakat

Nilai Ekonomi Dukungan


(24)

2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep Ekowisata Bahari

Wisata bahari merupakan kegiatan wisata yang mengandalkan daya tarik alami lingkungan pesisir dan lautan, baik secara langsung maupun tidak langsung. Kegiatan wisata bahari secara langsung berupa kegiatan diving, snorkling, berenang, berperahu dan lain sebagainya. Sedangkan wisata bahari secara tidak langsung seperti kegiatan olah raga pantai dan piknik menikmati atmosfir laut (Nurisyah, 1998). Kegiatan wisata bahari pada dasarnya dilakukan berdasarkan keunikan alam, karakteriktik ekosistem, kekhasan seni budaya dan karakteristik masyarakat sebagai kekuatan dasar yang dimiliki oleh masing-masing daerah.

Dewasa ini pengembangan wisata bahari diarahkan pada kegiatan wisata yang berwawasan kelestarian sumberdaya dan lingkungan atau lebih dikenal dengan istilah ekowisata bahari (marine ecotourism). Ekowisata bahari merupakan konsep pemanfaatan daya tarik (estetika) sumberdaya hayati pesisir dan pulau-pulau kecil yang berwawasan lingkungan. Menurut The International Ecotourism Society atau TIES (1991) ekowisata adalah perjalanan wisata ke wilayah-wilayah alami dalam rangka mengkonservasi atau menyelamatkan lingkungan dan memberi penghidupan penduduk lokal. Berdasarkan definisi tersebut, mengindikasikan bahwa kegiatan ekowisata bahari dilakukan dengan memenuhi kaidah-kaidah pelestarian lingkungan.

Konsep ekowisata menghargai potensi sumberdaya lokal dan mencegah terjadinya perubahan kepemilikan lahan, tatanan sosial dan budaya masyarakat karena masyarakat berperan sebagai pelaku dan penerima manfaat utama, disamping itu ekowisata juga mendukung upaya pengembangan ekonomi yang berkelanjutan karena memberikan kesempatan kerja dan menjadi salah satu sumber penghasilan masyarakat untuk meningkatkan kesejahteraannya. Western (1995) ekowisata adalah perjalanan wisata ke wilayah-wilayah yang lingkungan alamnya masih asli, dengan menghargai warisan budaya dan alamnya, mendukung upaya-upaya konservasi, tidak menghasilkan dampak negatif, dan memberikan keuntungan sosial ekonomi serta menghargai partisipasi penduduk lokal.


(25)

Saat ini timbul kekhawatiran baru ketika istilah ekowisata digunakan hanya sebagai label dalam memasarkan produk wisata yang berbasis alam untuk memanfaatkan peluang emas dan kecenderungan pasar yang ada. Dalam hal ini tidak saja terjadi kesalahpahaman tentang istilah ekowisata, tetapi lebih dalam lagi telah terjadi "pemanfaatan" istilah tersebut. Istilah ekowisata bahari berbeda dengan istilah wisata bahari. Wisata bahari dapat diartikan sebagai bentuk kegiatan wisata, misalnya wisata selam (diving), wisata snorkling, wisata pantai, wisata mancing, dan beberapa kegiatan lain yang berhubungan dengan pemanfaatan sumberdaya kelautan. Diantara jenis kegiatan wisata tersebut, kegiatan diving merupakan salah satu olah raga yang mengalami pertumbuhan yang cepat (Dignam, 1990)

Fandeli dan Mukhlison (2000) menyatakan bahwa ekowisata mempunyai dua pengertian, yakni sebagai perilaku dan industri. Sebagai perilaku, pengertian ekowisata dapat diartikan sebagai kunjungan kedaerah-daerah yang masih bersifat alami dimana kegiatan wisata bahari yang dilakukan mengahargai potensi sumberdaya dan budaya masyarakat lokal. Pengertian ini menumbuhkan istilah ekowisata yang sering kita dengar yaitu wisata alam. Pengertian ekowisata sebagai suatu industri telah mengembangkan pemahaman bahwa kegiatan-kegiatan wisata diwilayah yang masih alami harus dilakukan dengan membangun kerjasama antara seluruh pelakunya, pemerintah, swasta dan masyarakat dan manfaat yang diperoleh selayaknya kembali tidak hanya kepada para pelakunya namun terutama kepada usaha-usaha untuk melestarikan wilayah tersebut dan mensejahterakan masyarakatnya.

2.2 Fungsi Ekowisata Bahari

Secara ekonomi kegiatan wisata bahari memberikan kontribusi yang signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi suatu negara. Lundberg et all, (1997) mengemukakan bahwa sektor pariwisata menurut beberapa perkiraan telah menjadi kegiatan usaha terbesar di dunia. Lebih lanjut dikatakan bahwa ekowisata menyumbangkan peran ekonomi secara mikro maupun makro. Secara mikro kegiatan ekowisata menghasilkan kajian produk-produk wisata, kemasan, kualitas dan kuantitas, pelaku dan harga. Sedangkan pada sisi makro, sektor ekowisata


(26)

membahas tentang share ekonomi, pendapatan dan tenaga kerja, maupun keterkaitan ekonomi.

Disisi lain kegiatan ekowisata juga memberikan kontribusi terhadap kelestarian sumberdaya dan lingkungan. Konsep ekowisata juga dapat melindungi keanekaragaman hayati dan fungsi ekosistem, dan juga mendukung upaya konservasi keanekaragaman hayati (Bookbinder et all, 1998; Gossling et all, 1999; Dinerstein et all., 1998). Ekowisata bahari merupakan konsep wisata bahari yang ramah lingkungan, atau kegiatan wisata yang berorientasi pada kelestarian lingkungan untuk menjembatani kepentingan perlindungan sumberdaya alam dan industri kepar iwisataan (META, 2002). Allcock et all (1993) mendefinisikan ekowisata sebagai salah satu kegiatan wisata yang berasis sumberdaya alam termasuk didalamnya pendidikan dan pengelolaan berkelanjutan.

Kegiatan ekowisata menghargai potensi sumberdaya lokal dan mencegah terjadinya perubahan kepemilikan lahan, tatanan sosial dan budaya masyarakat karena masyarakat berperan sebagai pelaku dan penerima manfaat utama, disamping itu ekowisata juga mendukung upaya pengembangan ekonomi yang berkelanjutan karena memberikan kesempatan kerja dan menjadi salah satu sumber penghasilan masyarakat untuk meningkatkan kesejahteraannya.

Ditinjau dari aspek konservasi, ekowisata bahari merupakan bagian dari kegiatan untuk melestarikan sumberdaya pesisir dan laut, karena pengembangan ekowisata didasarkan pada kerusakan ekosistem atau sumberdaya akibat kegiatan wisata atau kegiatan lain yang memberikan dampak negatif. Dengan mengkonservasi ekosistem yang rusak, maka akan mengembalikan fungsi ekosistem tersebut sebagai sistem penyangga kehidupan dan akan menghasilkan keuntungan ekonomi secara langsung dalam bentuk pemasukan dari pariwisata dan perikanan yang lebih produktif.

Ekowisata bahari merupakan salah satu bentuk pemanfaatan sumberdaya pesisir dan laut yang memperhatikan aspek keseimbangan antara pemanfaatan dan kelestarian sumberdaya yang menjadi obyek kegiatan wisata. Kegiatan wisata bahari dapat menimbulkan turunnya kualitas sumberdaya sehingga diperlukan upaya pengelolaan secara berkelanjutan. Ekowisata bahari merupakan fungsi dari pengembangan kegiatan wisata yang menjaga keseimbangan pemanfaatan dan


(27)

kelestarian sumberdaya pesisir dan laut tetap terjaga.

Dari berbagai definisi mengenai ekowisata, terdapat beberapa prinsip yang dapat membedakan kegiatan ekowisata dan wisata alam. Fandeli dan Mukhlison (2000) menyatakan bahwa ekowisata mempunyai 4 prinsip, yaitu :

1. Konservasi : kegiatan wisata tersebut membantu usaha pelestarian alam setempat dengan dampak negatif semaksimal mungkin.

2. Pendidikan : wisatawan yang mengikuti kegiatan tersebut akan mendapatkan ilmu pengetahuan mengenai keunikan biologis, ekosistem dan kehidupan sosial masyarakat dikawasan yang dikunjungi.

3. Sosial : masyarakat mendapat kesempatan untuk menjalankan kegiatan tersebut.

4. Ekonomi : kegiatan wisata ini dapat meningkatan ekonomi masyarakat disekitar kawasan wisata tersebut.

United Nations Enviromental Program (UNEP) tahun 2001 mensyaratkan kegiatan ekowisata harus mengandung beberapa komponen sebagai berikut:

1. Mampu memberikan kontribusi terhadap konservasi alam dan keanekaragaman hayati.

2. Mampu meningkatkan taraf kesejahteraan masyarakat lokal.

3. Mengikutsertakan pengalaman dan pembelajaran kepada wisatawan. 4. Menekankan partisipasi masyarakat lokal dalam kepemilikan dan aktivitas

pariwisata yang dikembangkan.

Menyadari bahwa kegiatan wisata bahari menimbulkan dampak negatif terhadap kelestarian sumberdaya alam dan lingkungan, dan pada akhirnya membunuh sumber daya yang melahirkan pariwisata itu sendiri, maka pengembangan ekowisata bahari harus dilakukan secara berkelanjutan. Pengelolaan berkelanjutan yang dimaksud adalah pengelolaan yang memperhatikan kelestarian lingkungan, masyarakat dan pergerakan perekonomian yang terjadi sebelum dan selama ekowisata dijalankan. Pengembangan Ekowisata bahari juga memberikan kontribusi secara langsung terhadap kelestarian sumberdaya, melalui konservasi, yang artinya:

1. Mendapatkan dana untuk menyokong kegiatan konservasi dan pengelolaan lingkungan,termasuk didalamnya penelitian untuk pengembangan.


(28)

2. Wisatawan membantu dalam usaha perlindungan dengan memberikan informasi atas kegiatan ilegal.

Sedangkan kontribusi ekowisata secara tidak langsung melalui konservasi adalah : 1. Meningkatnya kesadaran publik terhadap konservasi pada tingkat lokal,

nasional bahkan internasional.

2. Pendidikan konservasi selama berwisata menjadi bagian pengalaman yang terbentuk selama wisatawan berwisata, yaitu dengan melibatkan wisatawan secara langsung terhadap kegiatan pelestarian (sekaligus meningkatkan kualitas produk ekowisat ayang ditawarkan).

Fannel (1999) menyatakan bahwa, terdapat enam prinsip dasar ekowisata untuk membedakan kegiatan ekowisata dan wisata alam, yakni :

a. Memberikan dampak negatif yang paling minimum bagi lingkungan dan masyarakat lokal.

b. Menigkatkan kesadaran dan pengetahuan, baik pada pengunjung maupun penduduk lokal.

c. Berfungsi sebagai bahan untuk pendidikan dan penelitian, baik untuk penduduk lokal maupun pengunjung (wisatawan, peneliti, akademisi). d. Semua elemen yang berkaitan dengan ekowisata harus memberikan

dampak positif berupa kontribusi langsung untuk kegiatan konservasi yang melibatkan semua aktor yang terlibat dalam kegiatan ekowisata. e. Memaksimumkan partisipasi masyarakat lokal dalam proses pengambilan

keputusan berkaitan dengan pengelolaan kawasan ekowisata

f. Memberikan manfaat ekonomi bagi penduduk lokal berupa kegiatan ekonomi yang bersifat komplemen terhadap kegiatan ekonomi tradisional.

2.3 Daya Dukung Ekowisata Bahari

Dalam menetapkan suatu kawasan sebagai kawasan ekowisata, langkah awal yang harus dilakukan adalah menganalisis kesesuaian dan daya dukung kawasan tersebut. Analisis kesesuaian didasarkan pada potensi sumberdaya yang ada dan parameter kesesuaian untuk setiap kegiatan wisata. Kesesuaian ekowisata bahari diartikan sebagai ketepatan atau kecocokan penggunaan sumberdaya kelautan terhadap suatu kegiatan. Setiap kegiatan wisata bahari mempunyai


(29)

persyaratan sumberdaya dan lingkungan yang sesuai dengan obyek wisata yang akan dikembangkan.

Kawasan yang dikembangkan kegiatan wisata bahari dengan konsep ekowisata sangat tergantung dari aspek kesesuaian dan daya dukung, utamanya daya dukung ekologi yang berkaitan erat dengan kondisi sumberdaya yang menjadi obyek wisata. Aspek kesesuaian akan menentukan jenis kegiatan wisata yang akan dikembangkan, termasuk layak atau tidaknya suatu kawasan untuk dijadikan obyek wisata, atau justru sebaliknya dilakukan konservasi. Yulianda (2007) menyatakan bahwa penentuan kesesuaian suatu kawasan untuk dikembangkan sebagai obyek wisata berdasarkan skor dan bobot yang diperoleh dari setiap parameter kesesuaian. Paramater kesesuaian untuk masing-masing jenis kegiatan tesebut berbeda-beda antara satu kegiatan dengan kegiatan lainnya. Setelah melakukan analisis terhadap kesesuaian kegiatan wisata bahari, maka langkah selanjutnya adalah menghitung kemampuan daya dukung lingkungan untuk masing-masing kegiatan yang dikembangkan.

Daya dukung lingkungan (carrying capacity) secara umum dapat diartikan sebagai kemampuan lingkungan untuk mendukung kehidupan manusia atau benda hidup lainnya. De Santo (1978) memberi definisi yang lebih luas bahwa daya dukung adalah jumlah binatang, manusia atau industri yang dapat didukung secara terus menerus pada sumberdaya yang tersedia. Daya dukung juga dapat didefinisikan sebagai intensitas penggunaan suatu sumberdaya secara maksimum dan berlangsung secara terus menerus dengan memperhatikan aspek keseimbangan sumberdaya tersebut. Clark (1996) menyatakan bahwa daya dukung adalah suatu cara untuk menyatakan batas-batas penggunaan sumberdaya. Analisis daya dukung merupakan salah satu pendekatan bahwa alam mempunyai batas maksimum untuk menerima aktivitas yang dilakaukan oleh manusia dalam kurun waktu yang cukup lama. Lebih lanjut Bengen dan Retraubun (2006) mendefinisikan daya dukung sebagai tingkat pemanfaatan sumberdaya alam dan lingkungan. Daya dukung dapat diartikan sebagai kondisi maksimum suatu ekosistem untuk menampung komponen biotik yang terkandung di dalamnya, dengan memperhitungkan faktor lingkungan dan faktor lainnya yang berperan di alam.


(30)

Mengingat pengembangan wisata bahari tidak bersifat mass tourism, mudah rusak dan ruang untuk pengunjung sangat terbatas, maka perlu penentuan daya dukung suatu kawasan wisata. Konsep daya dukung telah mendapat perhatian yang serius dengan pertimbangan terus meningkatnya kerusakan lingkungan akibat tekanan manusia. Yulianda (2007) menyatakan bahwa konsep daya dukung ekowisata mempertimbangkan dua hal, yaitu (1) kemampuan alam untuk mentolerir gangguan atau tekanan dari manusia dan (2) standar keaslian sumberdaya alam. Daya dukung ekowisata dapat diartikan sebagai tingkat pemanfaatan sumberdaya pesisir dan laut untuk dikembangkan kegiatan wisata bahari yang berwawasan kelestarian sumberdaya dan ekosistem yang menjadi komponen dari kegiatan wisata bahari.

Kegiatan wisata bahari secara umum berdampak pada tiga aspek, yakni aspek ekologi, ekonomi dan aspek sosial (Harriott, 1995). Daya dukung secara ekologi secara sederhana merupakan ukuran atau batas (threshold) kemampuan suatu ekosistem menerima tekanan atau menahan kerusakan/gangguan. Konsep daya dukung wisata didasarkan pada semua kegiatan pembangunan, dimana secara alami dapat ditelorir oleh lingkungan, atau kemampuan suatu ekosistem untuk menerima tekanan yang ditimbulkan kegiatan tertentu baik dari dalam ekosistem maupun diluar ekosistem. Daya dukung suatu ekosistem juga dapat diartikan sebagai tingkat pemanfaatan sumberdaya alam atau ekosistem secara berkesinambungan tanpa menimbulkan kerusakan sumberdaya dan lingkungan yang permanen. Pengukuran daya dukung lingkungan didasarkan pada pemikiran bahwa lingkungan memiliki kapasitas maksimum untuk mendukung suatu pertumbuhan organisme (Busby et all, 1996).

Daya dukung sosial pada suatu kawasan merupakan gambaran dari persepsi seseorang dalam menggunakan ruang pada waktu yang bersamaan, atau persepsi pemakai kawasan terhadap kehadiran orang lain secara bersama dalam memanfaatkan area tertentu. Daya dukung sosial berkenaan dengan tingkat kenyamanan dan apresiasi pemakai kawasan. Daya dukung sosial suatu kawasan dinyatakan sebagai batas masksimum dalam jumlah dan tingkat penggunaan suatu kawasan, dimana akan menimbulkan penurunan kepuasan pengguna terhadap suatu kawasan yang diakibatkan adanya kegiatan yang telah melampaui batas


(31)

daya dukung dimaksud. Mc Leod and Cooper (2005) menyatakan bahwa daya dukung sosial di bidang pariwisata dipengaruhi oleh keberadaan infrastruktur, wisatawan dan norma-norma yang berlaku dalam masyarakat suatu kawasan.

Sedangkan daya dukung secara ekonomi adalah tingkat skala usaha yang masih memberikan keuntungan. Lundberg, et all (1997) mengemukakan bahwa sektor pariwisata menurut beberapa perkiraan telah menjadi kegiatan usaha terbesar di dunia. Ekowisata menyumbangkan peran ekonomi secara mikro maupun makro. Umumnya produk wisata memiliki karakteristik yang sama dengan barang konsumsi. Manfaat ekonomi lainnya adalah dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat lokal sekitar kawasan wisata. Sebagian pendapatan penduduk lokal diperoleh melalui jasa pemandu wisata, penginapan, penjualan cindera mata atau jasa lainnya. Kondisi yang demikian merupakan wujud kontribusi pengembangan kegiatan wisata bahari, yang mana salah satu prinsipnya adalah Memberikan manfaat ekonomi bagi penduduk lokal berupa kegiatan ekonomi yang bersifat komplemen terhadap kegiatan ekonomi tradisional.

2.4 Peranan Ekosistem Terumbu Karang

Ekosistem terumbu karang secara ekologis mempunyai fungsi sebagai daerah mencari makanan (Feeding ground), daerah asuhan (Nursery ground) dan daerah pemijahan (Spawning ground) bagi organisme pendukung yang ada di ekosistem tersebut. Secara umum, manfaat terumbu karang adalah sebagai berikut:

1. Pelindung pantai dari angin, pasang surut, arus dan badai

2. Sumber plasma nuftah dan keanekaragaman hayati yang diperlukan bagi industri pangan, bioteknologi, dan kesehatan.

3. Tempat hidup ikan-ikan, baik ikan hias maupun ikan target, yatu ikan-ikan yang tinggal di terumbu karang.

4. Tempat perlindungan bagi bagi organisme laut.

5. Penghasil bahan-bahan organik sehingga memiliki produktifitas organik yang sangat tinggi dan tempat mencari makan, tempat tinggal dan penyamaran bagi komunitas ikan.


(32)

6. Bahan konstrusi jalan dan bangunan, bahan baku industri dan perhiasan, sebagai contoh karang batu.

7. Merupakan daerah perikanan tangkap dan wisata karang, yang secara soasial ekonomis memiliki potensi yang tinggi.

Perlindungan pantai terhadap erosi/abrasi gelombang, karena dengan adanya terumbu karang, gelombang terpecahkan (terbiaskan) sebelum mencapai pantai, sehingga pantai terlindung dari energi yang merusak. Kerusakan ekosistem terumbu karang secara umum disebabkan oleh faktor alam dan faktor manusia. Salah satu yang menjadi issu yang banyak dibicarakan adalah mengenai pemutihan karang (bleanching). (Brown 1997 ; Dunne and Brown, 2001) menjelaskan bahwa hampir semua kejadian natural coral bleaching dijelaskan dengan elevasi temperatur laut. Namun demikian sebagian kecil juga mempertimbangkan kondisi lingkungan berengaruh pada proses bleaching. Pemutihan dapat menjadi sesuatu hal yang biasa dibeberapa daerah. Selama peristiwa pemutihan, karang kehilangan 60–90% dari jumlah zooxanthellae-nya dan zooxanthellae yang masih tersisa dapat kehilangan 50–80% dari pigmen fotosintesinya. (Glynn, 1996 dalam Westmacott et all, 2000). Ketika penyebab masalah itu disingkirkan, karang yang terinfeksi dapat pulih kembali, tetapi jumlah zooxanthellae kembali normal, tetapi hal ini tergantung dari durasi dan tingkatgangguan lingkungan (Hoegh-Guldberg,1999 dalam Westmacott et all, 2000). Gangguan yang berkepanjangan dapat membuat kematian sebagian atau keseluruhan tidak hanya kepada individu koloni tetapi juga terumbu karang secara luas.

Pengaruh manusia terhadap terumbu karang bersifat langsung ataupun tidak langsung. Pengaruh langsung adalah perusakan yang langsung mematikan biota karang, seperti pengambilan karang terumbu, penggunaan bahan peledak ataupun bahan racun yang dapat mengakibatkan penurunan kualitas air, seperti kekeruhan atau sedimentasi, salinitas dan suhu perairan. Kerusakan karang juga dapat disebabkan oleh aktivitas wisatawan. (Zakai et all, 2002 ; Rouphael and Inglis et all, 1997; Baker and Robert, 2004) menyatakan bahwa kegiatan rekreasi diving yang secara intensif pada daerah karang memberikan dampak langsung terhadap kerusakan terumbu karang. Kegiatan snorkling pun juga


(33)

menimbulkan dampak kerusakan terhadap terumbu karang (Allison, 1996). Faktor lain yang paling berpengaruh terhadap penurunan terumbu karang adalah laju sedimentasi yang terjadi di perairan, hal ini tampak sekali ketika musim hujan banyak karang yang mengalami bleaching walaupun beberapa hari kemudian mereka tampak hijau atau zooxanthellae tumbuh kembali, tapi apabila lama-kalamaan sedimentasi terus terjadi maka alga zooxanthellae akan tidak mampu lagi mempertahankan dirinya sehingga akan mengalami kematian.

Kerusakan terumbu karang yang disebabkan oleh faktor alam antara diantaranya oleh predator karang, energi pasut dan badai. Predator karang yang sering dikenal adalah sejenis bintang laut Acanthaster planci. Kerusakan akibat predator ini membutuhkan waktu yang lama untuk pemulihan (dapat mencapai 3 – 10 tahun). Selain itu gangguan lainnya ada yang berasal dari eksposure oleh udara dan sinar matahari akibat surut air laut yang relatif cukup lama yang biasanya terjadi pada puncak terumbu. Adanya badai juga mempengaruhi kehidupan karang karena badai mampu memecahkan terumbu serta megakibatkan terjadinya sedimentasi dalam skala yang luas (Barnes and Hughes, 1990).


(34)

3.

METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di perairan Pulau Hari Kecamatan Laonti Kabupaten Konawe Selatan Provinsi Sulawesi Tenggara. Lokasi penelitian ditentukan dengan alasan bahwa perairan Pulau Hari memiliki hamparan ekosistem terumbu karang, dan telah dijadikan sebagai obyek wisata oleh masyarakat Kota Kendari. Penelitian ini berlangsung pada bulan Maret – Juni 2009.

3.2 Penentuan Stasiun Penelitian

Penentuan stasiun penelitian didasarkan pada pengamatan kualitatif observasi lapangan yang dilakukan berdasarkan hasil klasifikasi data citra satelit. Dari hasil pengolahan data citra satelit yang dilakukan, akan diperoleh gambaran tentang kondisi dan penyebaran komunitas karang secara umum, luas hamparan komunitas karang, serta kondisi biofisik daratan, sehingga dapat ditentukan sites yang tepat untuk dilakukan pengambilan data biofisk. Titik pengambilan data komunitas karang dan ikan karang ditentukan secara purposif sebanyak 7 titik, yang kemudian koordinat titik tersebut ditetapkan dengan bantuan GPS (global position system). Sebelum menentukan titik sampling, dilakukan survei manta tow untuk melihat gambaran secara umum kondisi komunitas karang. Penentuan titik sampling dilakukan dengan mempertimbangkan beberapa faktor, antara lain luas hamparan terumbu karang, keragaman lifeform, dan kondisi baik buruknya komunitas terumbu. Kombinasi tersebut dimaksudkan agar penentuan stasiun dan jumlah titik menjadi lebih representatif.

Penilaian persepsi pengunjung dilakukan dengan cara interview atau wawancara dengan beberapa responden/wisatawan. Wawancara yang dilakukan dipusatkan pada masyarakat Kota Kendari yang pernah melakukan kunjungan wisata ke Pulau Hari. Interview yang dilakukan bertujuan untuk mengetahui persepsi mereka (wisatawan) terhadap kegiatan wisata bahari Pulau Hari.


(35)

Gambar 2 Peta lokasi penelitian perairan Pulau Hari Kecamatan Laonti Kabupaten Konawe Selatan Prov. Sulawesi Tenggara

Lokasi Penelitian

Sosek

•ST II

•ST VII

•ST I

•ST VI

•ST III

•ST V


(36)

3.3 Metode Pengambilan Data 3.3.1 Jenis dan sumber data

Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan data sekunder. Data primer merupakan data yang diperoleh secara langsung di lapangan dengan cara pemantauan langsung kondisi komunitas karang yang terdapat dilokasi wisata bahari. Jenis data yang dibutuhkan dan peralatan yang digunakan selama proses penelitian disajikan pada Tabel berikut.

Tabel 1 Jenis data yang dibutuhkan, metode pengumpulan, peralatan yang digunakan dan sumber data dalam penelitian.

Komponen Data Metode Pengumpulan Data

Sumber Data Alat/bahan yang digunakan

1 2 3 4

A.Komponen Biofisik

1. Tutupan komunitas karang

2. Jenis pertumbuhan terumbu karang (life

form)

3. Jenis ikan karang

4. Kedalaman perairan

5. Kecepatan arus 6. Kecerahan perairan

B. Sosial Ekonomi

1. Analisis permintaan wisata.

2. Persepsi masyarakat dan pengunjung

Pengukuran di lapangan, interpretasi citra

Pengukuran di lapangan

Visual Sensus

Pengukuran di Lapangan

Pengukuran di lapangan Pengukuran di lapangan

Wawancara dan data sekunder Wawancara dan data sekunder Insitu Citra Landsat Insitu Insitu Insitu Insitu Insitu Insitu, BPS Insitu, BPS Fins, Masker, Snorkel, GPS sda sda Meteran, GPS Current meter Meteran, GPS Sechhi disk Kuesioner Kuesioner

C. Peta Pendukung

1. Citra Satelit Landsat 7 ETM+ 2005

Biotrop Daftar Isian

3.3.2 Metode pengambilan data sosial ekonomi

Data-data yang berkaitan dengan dukungan sosial dilakukan dengan cara observasi lapangan. Dalam hal ini, peneliti melakukan penilaian langsung terhadap parameter yang telah ditetapkan sebagai atribut sosial. Untuk memperoleh data yang berkaitan dengan permintaan wisata dilakukan dengan cara wawancara langsung dengan wisatawan/responden, dengan menggunakan kuisioner sebagai panduan dalam memperoleh informasi yang dibutuhkan.


(37)

Penentuan jumlah responden berdasarkan teknik snowball sampling, yakni teknik sampling yang semula berjumlah kecil kemudian anggota sampel (responden) mengajak sahabatnya untuk dijadikan sampel dan seterusnya sehingga jumlah sampel semakin banyak. Perkiraan jumlah responden yang dibutuhkan sebanyak 30 responden. Metode tersebut dilakukan mengingat jumlah wisatawan yang berkunjung di perairan Pulau Hari tidak diketahui secara pasti dan belum ada pencatatan yang dilakukan sebelumnya.

3.3.3 Metode pengambilan data terumbu karang dan ikan karang

Metode yang digunakan untuk penentuan kondisi komunitas karang adalah metode transek garis (line intercept transect), dengan mengidentifikasi bentuk pertumbuhan karang (lifeform) dan menghitung persentase tutupan komunitas karang. Panjang transek yang digunakan adalah 50 meter (English et all, 1994). Pengambilan data kondisi terumbu karang dan ikan karang dilakukan pada kedalaman 3 meter dan 10 meter. Dua kedalaman tersebut dianggap mewakili kondisi terumbu karang karena biasanya karang tumbuh dengan baik dan keragaman jenis karang tinggi pada kedalaman tersebut (Soekarno, 1994).

Pengambilan data ikan karang dilakukan dengan menggunakan metode sensus visual (underwater visual census). Pengamatan ini dilakukan pada transek garis transek yang digunakan untuk pengamatan komunitas karang. Setelah rol meter dibentangkan, stasiun pengamatan dibiarkan kembali selama beberapa menit sampai kondisi perairan menjadi seperti semula. Pencatatan ikan karang dilakukan di atas transek garis sepanjang 50 m dan mencatat seluruh spesies ikan dan jumlah individu yang ditemukan sejauh 2.5 m sisi kiri dan 2.5 m sisi kanan sepanjang transek garis (English et all, 1994).

3.4 Analisis Data

3.4.1 Analisis kondisi terumbu karang dan ikan karang

Untuk mengetahui kondisi tutupan komunitas karang pada lokasi penelitian, data hasil pengamatan dianalisis dengan cara menghitung persentase penutapan komunitas karang hidup (biotik). Rumus yang digunakan untuk


(38)

menghitung persentase tutupan komunitas karang adalah sebagai berikut (English, et al. 1994):

? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ?

? ? ? ? ? ? ? ? ? ?? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ?? ? ? ????????

? ? ? ? ?

Dengan demikian, dapat diketahui tingkat kerusakan berdasarkan persentase penutupan komunitas karang hidup. Kriteria persentase tutupan komunitas karang yang digunakan, berdasarkan Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup No. 4 Tahun 2001 tentang kriteria baku kerusakan terumbu karang dengan kategori sebagai berikut:

1. persentase penutupan : 0 – 24.9 % (kategori rusak) 2. persentase penutupan : 25 – 49.9 % (kategori sedang) 3. persentase penutupan : 50 – 74.9 % (kategori baik) 4. persentase penutupan : 75 – 100 % (kategori baik sekali)

3.4.2 Analisis kesesuaian ekowisata bahari kategori wisata selam

Setiap kegiatan wisata mempunyai persyaratan sumberdaya dan lingkungan yang sesuai dengan obyek wisata yang akan dikembangkan. Masing-masing jenis kegiatan wisata memiliki parameter kesesuaian yang berbeda-beda antara jenis kegiatan yang satu dengan kegiatan wisata lainnya. Parameter kesesuaian tersebut disusun kedalam kelas kesesuaian untuk masing-masing jenis kegiatan wisata. Rumus yang digunakan untuk menghitung indeks kesesuaian kegiatan wisata adalah sebagai berikut (Yulianda, 2007):

IKW = ? [Ni/Nmaks] x 100 %

dimana :

IKW = indeks kesesuaian wisata

Ni = nilai parameter ke-i (bobot x skor)

Nmaks = nilai maksimum dari suatu kategori wisata

Dalam penelitian ini, kelas kesesuaian ekowisata bahari dibagi dalam 4 (empat) kelas kesesuaian, yakni : sangat sesuai (S1), sesuai (S2), sesuai bersyarat (S3) dan tidak sesuai (TS). Defenisi masing-masing kelas kesesuaian tersebut adalah sebagai berikut:


(39)

1. Kategori S1: kelas ini tergolong sangat sesuai (highly suitable), tidak mempunyai faktor pembatas yang berat untuk suatu penggunaan tertentu secara lestari, atau hanya mempunyai pembatas yang kurang berarti dan tidak berpengaruh secara nyata.

2. Kategori S2: cukup sesuai (quite suitable), pada kelas kesesuaian ini mempunyai faktor pembatas yang agak berat untuk suatu penggunaan kegiatan tertentu secara lestari. Faktor pembatas tersebut akan mengurangi produktivitas lahan dan keuntungan yang diperoleh serta meningkatkan input untuk mengusahakan lahan tersebut.

3. Kategori S3: sesuai bersyarat, pada kelas kesesuaian ini mempunyai faktor pembatas yang lebih banyak untuk dipenuhi. Faktor pembatas tersebut akan mengurangi produktivitas sehingga untuk melakukan kegiatan wisata, faktor pembatas tersebut harus benar-benar lebih diperhatikan sehingga stabilitas ekosistem dapat dipertahankan.

4. Kategori TS: tidak sesuai (not suitable), yakni mempunyai faktor pembatas berat/parmanen, sehingga tidak memungkinkan untuk mengembangkan jenis kegiatan wisata secara lestari.

Kelas kesesuaian wisata diperoleh dari perkalian antara bobot dan skor dari masing-masing parameter. Kesesuaian wisata selam mempertimbangkan 6 parameter dengan empat klasifikasi penilaian. Parameter kesesuaian tersebut meliputi kecerahan perairan, tutupan komunitas karang, lifeform, jumlah jenis ikan karang, kecepatan arus dan kedalaman terumbu karang.

Pemberian bobot berdasarkan tingkat kepentingan suatu parameter, sedangkan pemberian skor berdasarkan kualitas setiap parameter kesesuaian. Setelah menentukan bobot dan skor, maka nilai indeks kesesuaian wisata (IKW) dihitung berdasarkan total perkalian bobot dan skor semua parameter. Untuk wisata selam, kategori sangat sesuai berada pada kisaran nilai 44.82 – 54. Kategori cukup sesuai berada pada kisaran nilai 27 – < 44.82, kategori sesuai bersyarat berada pada kisaran nilai 9.18 – < 27 , dan kisaran nilai kurang dari 9.18 merupakan kategori tidak sesuai. Berikut ini akan disajikan matriks kesesuaian ekowisata bahari kategori wisata selam.


(40)

Tabel 2 Matriks kesesuaian ekowisata bahari kategori wisata selam No Parameter Bobot Kategori

S1 Kategori S2 Kategori S3 Kategori

TS Keterangan

1. Kecerahan perairan

(%) 5 > 80 60 – 80 30 - < 60 < 30 Nilai Skor:

Kategori S1 = 3 Kategori S2 = 2 Kategori S3 = 1 Kategori TS = 0

Nilai Maksimum bobot x skor = 54 2. Tutupan komunitas

karang (%) 5 > 75 50 – 75 25 – 50 < 25

3. Jenis life form

karang 3 > 12 7 – 12 4 – 7 < 4

4. Jumlah jenis ikan

karang 3 > 100 50 – 100 20 - < 50 < 20

5. Kecepatan arus

(cm/dtk) 1 0 – 15 > 15 – 30 > 30 – 50 > 50

6. Kedalaman terumbu

karang (m) 1 6 – 15

> 15 – 20

3 – 6 > 20 – 30 > 30

< 3

Sumber : Yulianda, 2007

Keterangan :

Nilai maksimum = 54

S1 = sangat sesuai, dengan nilai 83 – 100 % S2 = cukup sesuai, dengan nilai 50 – < 83 % S3 = sesuai bersyarat, dengan nilai 17 - < 50 % TS = tidak sesuai, dengan nilai < 17 %

3.4.3 Analisis kesesuaian ekowisata bahari kategori wisata snorkling

Kesesuaian wisata bahari kategori wisata snorkling mempertimbangkan tujuh parameter dengan empat klasifikasi penilaian. Parameter tersebut meliputi kecerahan perairan, tutupan komunitas karang, lifeform, jenis ikan karang, kecepatan arus, kedalaman terumbu karang, dan lebar hamparan datar karang.

Sama halnya dengan penentuan tingkat kesesuaian wisata selam, bobot dan skor untuk setiap parameter diperkalikan sehingga diperoleh total nilai kesesuaian. Kesesuaian wisata snorkling, kategori sangat sesuai berada pada kisaran nilai 47.31 – 57. Kategori cukup sesuai berada pada kisaran nilai 28.5 – < 47.31, kategori sesuai bersyarat berada pada kisaran nilai 9.69 – < 28.5, dan kisaran nilai kurang dari 9.69 merupakan kategori tidak sesuai. Bobot dan kategori masing-masing kelas kesesuaian disajikan pada Tabel 3 sebagai berikut.


(41)

Tabel 3 Matriks kesesuaian ekowisata bahari kategori wisata snorkling No Parameter Bobot Kategori

S1 Kategori S2 Kategori S3 Kategori

TS Keterangan

1. Kecerahan perairan

(%) 5 100 80 – <100 60 - < 80 < 20 Nilai Skor:

Kategori S1 = 3 Kategori S2 = 2 Kategori S3 = 1 Kategori TS = 0

Nilai Maksimum bobot x skor = 57 2. Tutupan komunitas

karang (%) 5 > 75 > 50 – 75 25 – 50 < 25

3. Jenis life form

karang 3 > 12 < 7 – 12 4 – 7 < 4

4. Jumlah jenis ikan

karang 3 > 50 30 – 50 10 - < 30 < 10

5. Kecepatan arus

(cm/dtk) 1 0 – 15 > 15 – 30 > 30 – 50 > 50

6. Kedalaman terumbu

karang (m) 1 1 – 3 > 3 – 6 > 6 – 10

> 10 < 1 7. Lebar hamparan

datar karang (m) 1 > 500 >100 – 500 20 – 100 < 20

Sumber : Yulianda, 2007 Keterangan :

Nilai maksimum = 57

S1 = sangat sesuai, dengan nilai 83 – 100% S2 = cukup sesuai, dengan nilai 50 – < 83 % S3 = sesuai bersyarat, dengan nilai 17 - < 50 % TS = tidak sesuai, dengan nilai < 17 %

3.4.4 Analisis daya dukung ekowisata bahari

Mengingat pengembangan wisata bahari tidak bersifat mass tourism, mudah rusak dan ruang untuk pengunjung sangat terbatas, maka perlu menentukan daya dukung kawasan. Metode yang diperkenalkan untuk menghitung daya dukung pengembangan ekowisata, menggunakan konsep Daya Dukung Kawasan (DDK). Daya Dukung Kawasan adalah jumlah maksimum pengunjung yang secara fisik dapat ditampung di kawasan yang disediakan pada waktu tertentu tanpa menimbulkan gangguan pada alam dan manusia. Daya Dukung Kawasan dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut (Yulianda, 2007) :

? ? ? ? ? ? ? ??? ? ? ? ? ? ??

dimana : DDK = daya dukung kawasan


(42)

Lp = luas area atau panjang area yang dapat dimanfaatkan Lt = unit area untuk kategori tertentu

Wt = waktu yang disediakan oleh kawasan untuk kegiatan wisata dalam satu hari

Wp = waktu yang dihabiskan oleh pengunjung untuk setiap kegiatan tertentu

Luas suatu area yang dapat digunakan untuk kegiatan wisata, mempertimbangkan kemampuan alam mentolerir pengunjung, sehingga sumberdaya tetap terjaga. Potensi ekologis pengunjung masing-masing kegiatan wisata dan waktu yang dibutuhakan setiap jenis kegiatan wisata selengkapnya disajikan pada Lampiran 10 dan Lampiran 11.

3.4.5 Nilai ekonomi wisata

Aktivitas wisata pada dasarnya memberikan kontribusi terhadap pertumbuhan ekonomi. Nilai ekonomi kegiatan wisata dapat diduga dengan pedekatan permintaan wisata. Dalam menentukan fungsi permintaan terhadap kunjungan ke tempat wisata, umumnya dapat dilakukan dengan pendekatan metode biaya perjalanan (Travel Cost Method – TCM). Metode TCM merupakan metode yang pertama kali digunakan untuk menduga nilai ekonomi sebuah komoditi yang tidak memiliki nilai pasar (non-market goods) (Adrianto, 2006; Fauzi, 2006). Pendekatan TCM dilakukan dengan menggunakan teknik ekonometrik seperti regresi sederhana. Dengan teknik tersebut pendugaan surplus konsumen dapat dilakukan, melalui identifikasi hubungan antara jumlah kunjungan dengan biaya perjalanan dan faktor-faktor penunjang lainnya. Asumsinya adalah semakin besar biaya perjalanan, semakin sedikit tingkat kunjugan, atau sebaliknya semakin besar income semakin besar tingkat kunjungan yang dilakukan. Asumsi tersebut berdasarkan teori permintaan, bahwa semakin tinggi harga suatu komoditi, maka permintaan komoditi tersebut akan semakin menurun.

Setelah dilakukan analisis dengan menggunakan teknik ekonometrika, diperoleh nilai koefisien ß1 (faktor biaya perjalanan) yang diharapkan bertanda


(43)

menduga nilai ekonomi wisata dengan teknik ekonometrika. Dengan demikian, maka untuk menduga nilai ekonomi wisata Pulau Hari dilakukan dengan cara rata-rata biaya perjalanan yang keluarkan oleh responden dikali total kunjungan wisata (Barton, 1994). Kelebihan metode ini adalah dapat menduga nilai ekonomi wisata, yang tidak dapat dianalisis dengan teknik ekonometrika, yang umumnya digunakan untuk dalam pendekatan TCM. Metode ini menghitung rata-rata biaya perjalanan yang dikeluarkan oleh wisatawan dengan total kunjungan yang dilakukan. Kelemahan dari metode ini adalah tidak menggambarkan trend kunjungan wisata yang dilakukan.

Untuk mengetahui ada tidaknya hubungan antara jumlah kunjungan wisata (variabel y) dengan variabel-variabel peubah (variabel x), seperti biaya perjalanan wisata, pendapatan responden, jenis pekerjaan dan tingkat pendidikan digunakan uji Chi-Square, dengan rumus sebagai berikut:

? ? s ?s ?

? ?? ? ????

??

dimana : Oij = frekuensi observasi pada baris i kolom j

Eij = frekuensi harapan pada baris i kolom j

Eij = (S bi) (S ki)/n

Derajad bebas = (k–1)(b-1) Hipotesis untuk kasus ini adalah sebagai berikut:

H0 = tidak ada hubungan antara variabel y dengan variabel x

H1 = ada hubungan antara antara variabel y dengan variabel x

3.4.6 Analisis tingkat dukungan sosial

Pengembangan kegiatan wisata bahari dapat dilakukan secara berkelanjutan apabila mendapat dukungan secara sosial. Dukung sosial dapat diartikan sebagai keterterimaan sosial terhadap pengembangan kegiatan wisata. Teknik yang digunakan untuk menentukan tingkat dukungan sosial adalah dengan menggunakan metode analisis multiatribut. Atribut sosial dimaksud meliputi tingkat keamanan, penerimaan masyarakat lokal, dukungan pemerintah, sarana transportasi laut, peruntukan kawasan, ketersediaan peralatan wisata, akomodasi dan ketersediaan air tawar.


(44)

Dari delapan atribut sosial yang tetapkan, faktor tingkat keamanan dan penerimaan masyarakat lokal merupakan key atribute, artinya apabila salah satu atribut tersebut memperoleh skor nol (0), secara otomatis dinyatakan bahwa kegiatan wisata bahari tidak mendapat dukungan secara sosial. Setiap atribut memiliki bobot dan skor, dimana pemberian bobot berdasarkan tingkat kepentingan suatu parameter terhadap pengembangan kegiatan wisata. Bobot yang diberikan adalah 1, 3 dan 5. Kriteria pemberian bobot setiap atribut adalah sebagai berikut:

1. Bobot 5 adalah parameter yang sangat penting dan merupakan parameter kunci (key atribute) yakni parameter tingkat keamanan dan penerimaan masyarakat lokal. Faktor keamanan sangat penting dalam pengembangan wisata karena meskipun suatu daerah/negara mempunyai keindahan alam yang sangat menawan dan keanekaragaman budaya yang sangat unik, wisatawan tidak akan berani berkunjung ke daerah/negara itu bila mereka menganggap daerah/negara tersebut tidak aman bagi dirinya (Richter, 1992). Sementara itu penerimaan masyarakat lokal juga merupakan atribut yang sangat penting dalam penembangan wisata, hal ini disebabkan karena apabila masyarakat lokal tidak menerima wisatawan yang datang, maka akan menimbulkan konflik antara pengunjung dan masyarakat lokal. 2. Bobot 3 adalah parameter yang tergolong cukup penting, yakni parameter dukungan pemerintah, sarana transportasi dan parameter peruntukan kawasan. Pengembangan wisata bahari, dimana terjadi pemanfaatan sumberdaya dan kawasan memerlukan kebijakan dan dukungan pemerintah. Tanpa dukungan pemerintah, pengembangan suatu kawasan wisata tidak memiliki kekuatan hukum.

3. Bobot 1 adalah parameter yang tidak penting, artinya tanpa parameter ini kegiatan wisata masih bisa dilakukan. Parameter tersebut adalah ketersediaan peralatan wisata, akomodasi dan ketersediaan air tawar. Semakin penting suatu parameter, bobot yang diberikan juga semakin besar. Matriks analisis multiatribut disajikan pada Lampian 7. Pemberian skor setiap atribut berdasarkan hasil penilaian secara langsung dilapangan dan melakukan kajian terhadap dokumen perencanaan yang ada. Setelah menentukan


(45)

bobot dan skor, maka tingkat dukungan sosial dihitung berdasarkan total perkalian bobot dan skor semua parameter. Definisi masing-masing atribut adalah sebagai berikut:

1. Tingkat keamanan adalah kondisi dimana tidak terjadi gejolak sosial yang dapat mengganggu keamanan atau mengancam jiwa seseorang. Tingkat keamanan memiliki bobot yang besar karena faktor keamanan memegang peranan yang sangat penting dalam pengembangan wisata.

2. Penerimaan masyarakat lokal adalah sikap masyarakat lokal terhadap wisatwan atau pengunjung yang melakukan kunjungan wisata.

3. Dukungan pemerintah adalah tingkat partisipasi pemerintah terhadap pengembangan kegiatan wisata bahari. Dukungan tersebut dapat berupa bangunan fisik seperti kebijakan, pembangunan dermaga, jasa telekomunikasi dan akomodasi, maupun kebijakan seperti RTRW dan/atau RENSTRA yang menetapkan kawasan tersebut sebagai obyek wisata. 4. Sarana transportasi laut adalah kendaraan laut yang digunakan wisatawan

untuk dipakai dalam perjalanan wisata, mulai dari dermaga atau pelabuhan sampai ke obyek wisata yang menjadi tujuan.

5. Peruntukan kawasan adalah peruntukan jenis kegiatan pemanfaatan yang terdapat dikawasan wisata. Peruntukan kawasan dimaksudkan untuk mengetahui jenis kegiatan pemanfaatan yang dapat dilakukan di suatu kawasan, apakah sebagai kawasan konservasi, kawasan pengembangan perikanan, atau sebagai kawasan pengembangan wisata.

6. Peralatan wisata adalah peralatan yang digunakan untuk melakukan kegiatan wisata, utamanya yang berkaitan dengan wisata selam dan wisata snorkling.

7. Akomodasi adalah tempat untuk peristirahatan atau penginapan bagi wisatawan yang melakukan kunjungan. Tempat peristirahatan yang dimaksud dapat berupa wisma, cottage, dan rumah penduduk.

8. Ketersediaan air tawar adalah keberadaan sumber air tawar yang digunakan oleh wisatawan setelah melakukan kegiatan selam dan snorkling.


(46)

dan peneliti hanya melakukan penilaian terhadap parameter-parameter yang telah ditetapkan terkait dengan kegiatan wisata bahari, khususnya wisata selam dan wisata snorkling. Namun demikian kelemahan dari metode ini adalah penilaian yang dilakukan dapat saja bersifat subyektif, karena nilai masing-masing parameter sangat ditentukan oleh peneliti. Indikator dalam memberikan nilai skor masing-masing atribut dapat disajikan pada Lampiran 8.

3.4.7 Analisis persepsi wisatawan

Analisis persepsi wisatawan dilakukan untuk mengetahui persepsi mereka terhadap variabel-veriabel pendukung yang terkait dengan kegiatan wisata selam dan wisata snorkling di peraiaran Pulau Hari. Analisis persepsi ini menggunakan skala pengukuran (skala likert). Variabel-variabel yang terkait dengan kegiatan wisata adalah tingkat kenyamanan, ketersediaan sarana transportasi laut, akomodasi, ketersediaan air tawar, ketersediaan peralatan wisata, keindahan alam, dukungan pemerintah, penerimaan masyarakat lokal, dan biaya perjalanan. Variabel-variabel tersebut diformulasikan dalam bentuk pertanyaan yang disusun menjadi sebuah kuisioner. Selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 9.

Setiap veriabel memiliki skor, dimana skor terkecil adalah 1 (satu) dan skor terbesar adalah 5 (lima). Pemberian skor tersebut berdasarkan persepsi wisatawan terhadap setiap variabel. Jika jumlah responden (n) = 30 orang, maka jumlah skor tertinggi 5 x 30 = 150 dan jumlah skor terrendah 1 x 30 = 30. Kriteria interpretasi skor sebagai berikut:

Skor : 30 – 53 = tidak mendukung 54 – 77 = kurang mendukung 78 – 101 = cukup mendukung 102 – 125 = mendukung 126 – 150 = sangat mendukung


(47)

4

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian

Pulau Hari merupakan salah satu pulau kecil yang terletak di Provinsi Sulawesi Tenggara. Secara administratif pulau ini termasuk dalam wilayah Kecamatan Laonti Kabupaten Konawe Selatan, tepatnya pada posisi 04002’18,8” lintang selatan dan 122046’38,1’’ bujur timur. Pulau Hari memiliki luas daratan ± 5,9 ha dan merupakan pulau berbatu yang tidak berpenghuni. Walaupun tidak berpenghuni, pulau ini banyak dikunjungi oleh masyarakat sekitar, khususnya masyarakat Kota Kendari yang datang untuk berlibur dan menikmati keindahan alamnya.

Gambar 3 Obyek wisata Pulau Hari

Hamparan ekosistem terumbu karang yang terdapat di perairan Pulau Hari lebih luas dibandingkan dengan luas daratan pulaunya, dan diperkirakan sangat sesuai untuk kegiatan wisata selam maupun wisata snorkling. Dahulu perairan Pulau Hari ditetapkan sebagai kawasan wisata oleh Dinas Pariwisata Propinsi Sulawesi Tenggara, namun seiring dengan masuknya otonomi daerah, pengelolaan wisata Pulau Hari diserahkan ke Pemerintah Kabupaten Konawe. Saat ini kondisi bangunan fisik yang pernah dibangun oleh Pemerintah Provinsi Sulawesi Tenggara dalam kondisi rusak dan tidak dapat digunakan lagi.


(48)

Sebagian kalangan menilai bahwa perairan Pulau Hari sangat sesuai untuk pengembangan kegiatan wisata bahari, khususnya wisata selam dan wisata snorkling. Hal ini di tandai dengan banyaknya jumlah wisatawan yang datang berkunjung. Umumnya wisatawan yang berkunjung ke pulau ini adalah wisatawan lokal yang berasal dari Kota Kendari, karena secara geografis Pulau hari lebih dekat dengan Kota Kendari dibanding ibu kota Kabupaten Konawe Selatan.

Untuk mencapai lokasi tersebut, dapat ditempuh dengan perjalanan laut dengan menggunakan perahu motor milik nelayan. Perjalanan dimulai dari pelabuhan Kota Kendari dan diperkirakan lama perjalanan ± 1.5 – 2 jam.

4.2 Parameter Kualitas Perairan

Kualitas perairan merupakan parameter yang dipertimbangkan dalam pengembangan kegiatan wisata bahari. Dalam menentukan tingkat kesesuaian wisata selam maupun wisata snorkling, parameter kualitas perairan yang perlu dipertimbangkan adalah kecerahan perairan, kecepatan arus, kedalaman keberadaan komunitas karang, dan lebar hamparan datar karang.

Kecerahan perairan merupakan ukuran daya tembus cahaya matahari yang masuk ke dalam kolom air, atau ukuran transparansi perairan yang ditentukan secara visual dengan menggunakan secchi disk. Kecerahan perairan menggambarkan kondisi sedimentasi yang terjadi di sekitar kawasan. Dalam pengembangan kegiatan wisata selam dan wisata snorklig, semakin tinggi tingkat kecerahan perairan, semakin baik kegiatan wisata untuk dilakukan. Berdasarkan hasil pengukuran kecerahan perairan di setiap stasiun penelitian, tingkat kecerahan perairan mencapai 100%. Artinya, daya tembus sinar matahari mencapai dasar perairan, baik pada kedalaman 3 meter maupun pada kedalaman 10 meter dibawah permukaan laut, bahkan melebihi kedalaman keberadaan terumbu karang yang dipersyaratkan untuk kedua jenis kegiatan wisata. Tingginya tingkat kecerahan perairan tersebut menggambarkan rendahnya sedimentasi yang terjadi di kawasan Pulau Hari. Hal ini diduga karena Pulau Hari merupakan pulau kecil yang tidak berpenghuni dan relatif cukup jauh dengan aktivitas pertanian atau kegiatan lainnya yang ada di daerah mainland. Selain itu kawasan hutan sekitar daerah mainland merupakan kawasan Suaka Margasatwa


(49)

Tanjung Peropa dan Tanjung Amolengo, yang relatif terjaga dari aktivitas perambaan hutan untuk kegiatan pertanian atau jenis kegiatan lainnya. Tingginya tingkat kecerahan perairan Pulau Hari tergolong sangat sesuai untuk kedua jenis kegiatan wisata.

Selain kecerahan perairan, kecepatan arus juga merupakan parameter yang dipersyaratkan dalam kegiatan wisata selam dan wisata snorkelig. Kecepatan arus mempengaruhi aktivitas wisata yang dilakukan. Kecepatan arus yang mencapai 50 cm/dtk tidak dapat direkomendasikan untuk kegiatan wisata selam maupun wisata snorkling. Berdasarkan hasil pengukuran kecepatan arus di perairan Pulau Hari, semua stasiun penelitian tergolong sangat sesuai untuk wisata selam maupun wisata snorkling. Nilai kecepatan arus dilokasi tersebut berkisar antara 5.84 sampai 10.67 cm/dtk dengan kecepatan rata-rata 7.3 cm/dtk. Data kecepatan arus perairan setiap stasiun penelitian dapat dilihat pada Lampiran 5.

Kedalaman keberadaan komunitas terumbu karang perairan Pulau Hari tergolong sangat sesuai untuk pengembangan kegiatan wisata selam maupun wisata snorkling. Berdasarkan hasil penelitian, keberadaan terumbu karang perairan Pulau Hari dapat ditemukan pada kedalaman satu meter hingga kedalaman diatas 10 meter. Berdasarkan kriteria penilaian tingkat kesesuaian keberadaan komunitas karang pada kedalaman 1 – 3 meter termasuk dalam kategori yang sangat sesuai untuk wisata snorkling. Sedangkan untuk wisata selam, kategori sangat sesuai apabila komunitas karang ditemukan pada kedalaman 6 meter sampai 15 meter.

Lebar hamparan datar komunitas karang adalah salah satu parameter yang dipersyarakan untuk pengembangan kegiatan wisata snorkling. Wisata snorkling membutuhkan kontur yang cenderung lebih landai dibanding wisata selam. Berdasarkan interpretasi data citra satelit, lebar hamparan datar komunitas karang disetiap stasiun penelitian termasuk kategori cukup sesuai dan sesuai bersyarat untuk pengembangan wisata selam dan snorkling. Hasil interpretasi tersebut menujukkan bahwa berdasarkan parameter lebar hampara datar komunitas karang di lokasi penelitian stasiun I, II dan sataiun VI termasuk kategori cukup sesuai untuk kegiatan wisata snorkling, sedangkan stasiun III, IV, V dan stasiun VII


(1)

Lampiran 4 (lanjutan)mpiran 4.

No. Parameter Bobot Skor Nilai Keterangan

Stasiun V

1 Kecerahan perairan (%) 5 3 15

2 Tutupan komunitas karang (%) 5 1 5 Kategori S1 = 3

3 Jenis life form karang 3 3 9 Kategori S2 = 2

4 Jumlah jenis ikan karang 3 1 3 Kategori S3 = 1

5 Kecepatan arus (cm/dtk) 1 3 3 Kategori N = 0

6 Kedalaman terumbu karang (m) 1 3 3 Nilai Maksimum = 54

Total Nilai 38 70,37%

Stasiun VI

1 Kecerahan perairan (%) 5 3 15

2 Tutupan komunitas karang (%) 5 1 5 Kategori S1 = 3

3 Jenis life form karang 3 3 9 Kategori S2 = 2

4 Jumlah jenis ikan karang 3 0 0 Kategori S3 = 1

5 Kecepatan arus (cm/dtk) 1 3 3 Kategori N = 0

6 Kedalaman terumbu karang (m) 1 3 3 Nilai Maksimum = 54

Total Nilai 35 64,81 %

Stasiun VII

1 Kecerahan perairan (%) 5 3 15

2 Tutupan komunitas karang (%) 5 3 15 Kategori S1 = 3

3 Jenis life form karang 3 2 6 Kategori S2 = 2

4 Jumlah jenis ikan karang 3 1 3 Kategori S3 = 1

5 Kecepatan arus (cm/dtk) 1 3 3 Kategori N = 0

6 Kedalaman terumbu karang (m) 1 3 3 Nilai Maksimum = 54


(2)

Lampiran 5 Kecepatan arus pada lokasi penelitian

No. Posisi Kec. Arus (cm/dtk)

1. S : 04

0

01’54,3” E : 122046’37,0”

7.62

2. S : 04

0

01’56,7” E : 122046’42,4” 5.84

3. S : 04

0

02’18,1” E : 122046’48,0” 8.79

4. S : 04

002’19,9” E : 122046’40,8”

6.06

5. S : 04

002’18,8” E : 122046’38,1”

5.97

6. S : 04

0

02’10,2” E : 122046’32,4”

10.67

7. S : 04

0

02’07,6” E : 122046’38,8” 6.20

Lampiran 6 Lebar hamparan datar komunitas karang pada lokasi penelitian

No. Posisi Lebar Hamparan (m)

1. S : 04001’54,3” E : 122046’37,0” ± 172,75 2. S : 04001’56,7” E : 122046’42,4” ± 183,30 3. S : 04002’18,1” E : 122046’48,0” ± 99,44 4. S : 04002’19,9” E : 122046’40,8” ± 31,80 5. S : 04002’18,8” E : 122046’38,1” ± 43,35 6. S : 04002’10,2” E : 122046’32,4” ± 164,90 7. S : 04002’07,6” E : 122046’38,8” ± 96,25


(3)

Lampiran 7 Matriks analisis multiatribu tingkat dukungan sosial kegiatan wisata bahari

No Atribut Bobot Skor Kriteria pemberian skor 1. Tingkat keamanan 5 0-2 aman (2), tidak aman karena

perompak atau pemalakan (1), tidak aman karena kerusuhan sosial (0). 2. Penerimaan masyarakat

lokal

5 0-2 Menerima dengan sangat senang (2), menerima dengan cukup senang (1), tidak menerima (0).

3. Dukungan pemerintah 3 0-2 Pemerintah pusat dan daerah (2), pemerintah pusat atau daerah (1) tidak ada dukungan pemerintah(0) 4. Sarana transportasi laut:

1. alat transportasi umum reguler

2. alat transportasi non-reguler

3. alat transportasi sistem carter

3 0-2 semua komponen (2), jika hanya poin 2 dan 3(1), tidak tersedia alat transportasi (0)

5. Peruntukan kawasan: 3 0-2 Pemanfaatan untuk wisata (2), kegiatan konservasi (1), kegiatan penangkapan (0)

6. Ketersediaan peralatan wisata

1 0-2 disediakan resort wisata (2), terdapat di instansi tertentu (1), peralatan tidak tersedia (0)

7. Akomodasi 1 0-2 menginap di wisma atau cotage (2),

menginap di rumah penduduk (1), tidak ada penginapan (0)

8. Ketersediaan air tawar: 1 0-2 tersedia secara alami (2), disediakan oleh masyarakat (1), tidak tersedia (0).

Keterangan : Nilai maksimum yang diperoleh sebesar 44 dan nilai minimum 0, dengan kriteria interpretasi skor sebagai berikut:

Skor : 30 – 44 = sangat mendukung 15 – 29 = cukup mendukung 0 – 14 = tidak mendukung


(4)

Lampiran 8 Indikator pemberian skor masing-masing atribut

No. Atribut Skor Indikator

1 Tingkat keamanan 2 - Apabila dilokasi wisata atau dalam perjalanan tidak terjadi kerusuhan sosial yang bernuansa SARA atau tindak kejahatan lain, seperti perampokan.

1 - Terjadi pemalakan, perompakan atau kejadian lain yang mengancam keselamatan wisatawan.

0 - Terjadi kerusuhan sosial sehingga obyek wisata tersebut sama sekali tidak dapat dikunjungi.

2 Penerimaan masyarakat lokal

2 - Masyarakat tidak melarang wisatawan untuk berwisata di daerah mereka, bahkan memberikan fasilitas yang dimilikinya untuk digunakan para wisatawan.

- Masyaraka menyambut wisatawan dengan menampilkan kesenian budaya lokal

1 - Masyarakat tidak terpengaruh dengan kedatangan wisatawan di daerah mereka, dan masyarakat merasa tidak dirugikan 0 - Masyarakat melarang wisatawan untuk

berwisata di daerah mereka 3. Dukungan

pemerintah

2 - Apabila Pemerintah Pusat atau Pemerintah Daerah menyediakan seluruh fasilitas dan infrastruktur wisata, seperti : penginapan, pelabuhan, jaringan telekomunikasi, air bersih, promosi maupun kebijakan seperti RTRW dan RENSTRA yang menetapkan kawasan tersebut sebagai obyek wisata 1 - Apabila Pemerintah Pusat atau Pemerintah

Daerah tidak menyediakan secara keseluruhan fasilitas wisata maupun kebijakan seperti RTRW dan RENSTRA 0 - Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah

tidak menyediakan fasilitas seperti penginapan, pelabuhan, jaringan telekomunikasi, air bersih, promosi maupun kebijakan seperti RTRW dan RENSTRA yang menetapkan kawasan tersebut sebagai obyek wisata.


(5)

4. Sarana transportasi laut

2 - Tersedia sarana transportasi umum reguluer, non-reguler maupun sarana transportasi dengan sistem sewa

1 - Jika hanya tersedia sarana transportasi non-reguler dan sarana transportasi sistem sewa 0 - Tidak tersedia sarana transportasi

5. Peruntukan kawasan

2 - Jika dalam RENSTRA daerah atau RTRW pemanfaatan ditujukan untuk pengembangan kegiatan wisata bahari 1 - Jika dalam RENSTRA daerah atau RTRW

maupun data dan informasi dari sumber lain ditujukan untuk kawasan konservasi laut

0 - Jika dalam RENSTRA atau RTRW

pemanfaatan tidak ditujukan untuk pengembangan wisata bahari atau kawasan konservasi

6. Ketersediaan peralatan wisata

2 - Jika peralatan wisata yang digunakan untuk diving dan snorkling disediakan oleh resort wisata

1 - Peralatan wisata tidak tersedia dilokasi wisata, tetapi tersedia di instansi pemerintah maupun swasta di daerah setempat

0 - Peralatan wisata yang digunakan untuk diving maupun snorkelig sama sekali tidak tersedia di daerah setempat

7. Akomodasi 2 - Tersedia penginapan berupa wisma,

cottage, dan rumah penduduk di lokasi wisata

1 - Tidak tersedia penginapan di lokasi wisata, tetapi wisatawan menggunakan rumah-rumah penduduk di daerah mainland untuk tempat penginapan

0 - Sama sekali tidak tersedia penginapan, baik wisma, cottage, maupun rumah penduduk 8. Ketersediaan air

tawar

2 - Di lokasi wisata tersedia air tawar yang bersumber dari air PDAM, sumur, sungai, atau mata air yang tersedia secara alami 1 - Pengunjung memperoleh air tawar dengan

cara membeli kepada masyarakat di daerah mainland atau pengunjung yang mengambil sendiri air tawar di daerah mainland

0 - Wisatawan sama sekali tidak mempunyai akses terhadap air tawar


(6)

Lampiran 10 Potensi ekologis pengunjung (K) dan luas area kegiatan (Lt)

Jenis Kegiatan (? Pengunjung) K Unit Area

(Lt) Keterangan

Selam 2 2000 m2 setiap 2 orang dalam 200 m x 10 m

Snorkling 1 500 m2 setiap 1 orang dalam 100 m x 5 m

Wisata Lamun 1 500 m2 setiap 1 orang dalam 100 m x 5 m

Wisata Mangrove

1 50 m dihitung panjang track, setiap 1

orang sepanjang 50 m Rekreasi

Pantai

1 50 m 1 orang setiap 50 m panjang pantai

Wisata Olah Raga

1 50 m 1 orang setiap 50 m panjang pantai

Sumber : Yulianda, 2007

Lampiran 11 Waktu yang dibutuhkan untuk setiap kegiatan wisata

No Kegiatan Waktu yang dibutuhkan Wp-(jam)

Total waktu 1 hari Wt-(jam)

1. Selam 2 8

2. Snorkling 3 6

3. Berjemur 2 4

4. Rekreasi pantai 3 6

5. Wisata mangrove 2 8

6. Wisata lamun 2 4

7. Memancing 3 6


Dokumen yang terkait

Kajian Kesesuaian dan Daya Dukung Ekosistem Mangrove untuk Pengembangam Ekowisata di Gugus Pulau Tanakeke Kabupaten Takalar, Sulawesi Selatan

0 9 183

Kajian model kesesuaian pemanfaatan sumberdaya pulau pulau kecil berbasis kerentanan dan daya dukung di Kecamatan Liukang Tupabbiring, Kabupaten Pangkajene Kepulauan, Provinsi Sulawesi Selatan

6 118 231

Pengelolaan Sumberdaya Pulau Kecil Untuk Ekowisata Bahari Berbasis Kesesuaian Dan Daya Dukung. (Studi Kasus Pulau Matakus, Kabupaten Maluku Tenggara Barat, Provinsi Maluku)

0 21 328

Kajian model kesesuaian pemanfaatan sumberdaya pulau-pulau kecil berbasis kerentanan dan daya dukung di Kecamatan Liukang Tupabbiring, Kabupaten Pangkajene Kepulauan, Provinsi Sulawesi Selatan

1 26 436

Pengelolaan Sumberdaya Pulau Kecil Untuk Ekowisata Bahari Berbasis Kesesuaian Dan Daya Dukung. (Studi Kasus Pulau Matakus, Kabupaten Maluku Tenggara Barat, Provinsi Maluku)

2 11 159

Kajian Kesesuaian dan Daya Dukung Ekosistem Mangrove untuk Pengembangam Ekowisata di Gugus Pulau Tanakeke Kabupaten Takalar, Sulawesi Selatan

2 6 173

Analisis Kesesuaian dan Daya Dukung Ekowisata Pantai, Selam dan Snorkeling di Pulau Berhala Kabupaten Serdang Bedagai Provinsi Sumatera Utara

0 0 10

Analisis Kesesuaian dan Daya Dukung Ekowisata Pantai, Selam dan Snorkeling di Pulau Berhala Kabupaten Serdang Bedagai Provinsi Sumatera Utara

0 0 2

Analisis Kesesuaian dan Daya Dukung Ekowisata Pantai, Selam dan Snorkeling di Pulau Berhala Kabupaten Serdang Bedagai Provinsi Sumatera Utara

0 0 5

ANALISA KESESUAIAN KAWASAN DAN DAYA DUKUNG UNTUK PENGEMBANGAN EKOWISATA BAHARI DI PULAU PASUMPAHAN KOTA PADANG ARTIKEL

0 0 17