Daya Dukung Kawasan Ekowisata

22

2.9.2 Daya Dukung Kawasan Ekowisata

Sesuai konsep pembangunan berkelanjutan, maka pengembangan PPK sebagai kawasan ekowisata harus memperhitungkan daya dukung kawasan tersebut. Daya dukung wisata merupakan tipe spesifik dari daya dukung lingkungan dan mengarah kepada daya dukung dari lingkungan biofisik dan sosial sehubungan dengan aktifitas wisatawan. McNeely et al. 1992 menyatakan bahwa daya dukung wisata merupakan tingkat pengunjung yang memanfaatkan suatu kawsan wisata dengan perolehan tingkat kepuasan yang optimal dengan dampak terhadap sumberdaya yang minimal. Konsep ini meliputi dua faktor yang utama yang membatasi perilaku pengunjung berkaitan dengan daya dukung, yaitu : 1 kondisi lingkungan dan 2 kondisi sosial budaya masyarakat. Daya dukung wisata menunjukan tingkat maksimum pengunjung yang menggunakan dan berhubungan dengan infrastruktur yang dapat ditampung suatu wilayah. Jika daya dukung melampaui, akan mengakibatkan kemerosotan sumberdaya di wilayah, mengurangi kepuasan pengunjung dan atau berdampak merugikan pada aspek sosial, ekonomi. Pengertian daya dukung wisata saat ini meliputi empat komponen dasar yaitu biofisik, sosial budaya, psikologi dan manajerial Angamanna, 2005. Menurut Yulianda 2007 konsep daya dukung ekowisata mempertimbangkan dua hal, yaitu 1 kemampuan alam untuk mentolerir gangguan atau tekanan dari manusia dan 2 standar keaslian sumberdaya alam. 2.10 Ecological Footprint Analisis EFA Ecological Footprint adalah suatu indikator yang digunakan untuk melukiskan jumlah daratan dan kawasan perairan untuk suatu populasi manusia atau suatu indikator lingkungan yang digunakan untuk mengetahui seberapa besar ruang yang diperlukan untuk menampung aktivitas manusia. Ini berarti bahwa yang menjadi fokus dalam pendekatan Ecological Footprint adalah daya dukung agar pemanfaatan sumberdaya alam menjadi optimal terhadap kondisi populasi dan kegiatan terkini actual di suatu kawasan. 23 Konsep Ecological Footprint ekologi footprinttapak ekologis pertama kali dikembangkan oleh Willian Rees dan Mathias Wackernagel tahun 1995. Konsep asli Ecological Footprint didefenisikan sebagai area lahan yang dibutuhkan untuk mencukupi konsumsi dari suatu populasi dan untuk menyerap seluruh limbah yang dihasilkan Wackernagel and Rees 1995 dalam Lensen and Murray, 2003 Wilson dan Anielski 2005 memodifikasi konsep asli tersebut dan mendefenisikan Ecological Footprint sebagai ukuran permintaan masyarakat terhadap barang dan jasa alam – jumlah area dan badan air laut, danau dan sungai yang dikonsumsi untuk memenuhi kebutuhan – relatif terhadap produksi area lahan dan laut secara biologi yang menyediakan barang dan jasa alam. Hal ini dilakukan dengan menghitung dan membandingkan konsumsi manusia secara langsung terhadap produktivitas yang terbatas dari alam. Ecological footprint bertujuan menggambarkan penyediaan lahan produktif secara biologi oleh individu atau negara dengan menggunakan kesamaan ruang space equivalents. Ide konsep ini adalah untuk membandingkan area yang dibutuhkan untuk mendukung gaya hidup tertentu dengan area yang ada, sehingga menghasilkan suatu instrument untuk mengkaji konsumsi yang secara ekologi berkelanjutan Wackernagel and Rees, 1996; Chambers et al., 2000 dalam Gossling et al., 2002. Adrianto 2004 dalam kajiannya tentang pendekatan ecological footprint untuk menilai keberlanjutan sumberdaya perikanan berpendapat bahwa analisis ecological footprint dapat membantu kita mengetahui total area yang dibutuhkan untuk mendukukung populasi dalam mengonsumsi ikan sesuai standard hidup saat ini. Jika total area yang tempati oleh populasi lebih kecil dari total area ecological footprint maka area aktul yang tersedia tidak cukup untuk mendukung populasi. Gossling et al. 2002 telah menggunakan EFA untuk mengkaji keberlanjutan ekowisata di Seychelles dan berpendapat bahwa ekowisata dapat berkelanjutan pada tingkat lokal dalam pengertian menurunkan ancaman minimum terhadap ekosistem lokal melalui konversi lahan, tetapi dalam bayak kasus tidak berkelanjutan dari sudut pandang global. Untuk menerangkan hal ini, maka EFA merupakan suatu konsep untuk mengkaji keberlanjutan dalam 24 pariwisata sekaligus menguji hipotesis bahwa ekowisata merupakan suatu bentuk pariwisata yang berkelanjutan.

2.11 Persepsi Masyarakat