Pengaruh peningkatan suhu perairan terhadap H. malu

peningkatan I, dan II diantara kontrol dan perlakuan, namun berdasarkan perubahan kondisi yang menjadi lebih baik pada masa peningkatan II dapat terlihat bahwa anemon dapat menyesuaikan diri terhadap kenaikan suhu lingkungan.

4.2.2. Pengaruh peningkatan suhu perairan terhadap H. malu

Berdasarkan hasil yang diperoleh, peningkatan suhu secara keseluruhan mempengaruhi kondisi H. malu. Kondisi anemon yang diberikan perlakuan peningkatan suhu cenderung lebih buruk dibandingkan kontrol. Kondisi tersebut diperlihatkan oleh nilai beberapa parameter amatan yaitu densitas, mitotik indeks, dan luasan sel zooxanthellae juga rasio ketebalan endoderm dan ektoderm. Pada pengamatan densitas zooxanthellae baik hasil pengamatan pada preparat segar maupun histologis, pemberian perlakuan cenderung menurunkan nilai densitas zooxanthellae pada H. malu. Menurunnya nilai densitas zooxanthellae akibat kenaikan suhu air lingkungan, dapat disebabkan karena meningkatnya tingkat kerusakan sel zooxanthellae hingga lebih dari empat kali lipat yang kemudian dikeluarkan dari jaringan endoderm. Hal tersebut dapat terjadi karena, anemon sebagai inang mengalami stress akibat kondisi lingkungan yang tidak mendukung pada penelitian ini berupa kenaikan suhu sehingga anemon hanya menyediakan sedikit nutrisi zat hara untuk zooxanthellae sehingga tingkat kerusakan sel zooxanthellae betrambah Ainsworth dan Hoegh-Gulsberg, 2008 dan Titlyanov et al., 1996 in Rachmawati, 2008. Menurunnya nilai densitas juga dapat disebabkan oleh keluarnya zooxanthellae akibat rusaknya sel jaringan anemon karena senyawa oksigen yang bersifat toksik yang dikeluarkan oleh zooxanthellae Rachmawati, 2008. Zooxanthellae akan mengeluarkan senyawa oksigen yang bersifat toksik, ketika zooxanthellae mengalami stress akibat kekurangan nutrisizat hara. Namun jika hewan karang ataupun anemon mempunyai antioksidan dari senyawa toksik tersebut, maka anemon ataupun hewan karang dapat mempertahankan zooxanthellae tetap pada jaringan endoderm. Hal tersebut yang kemungkinan menjadi penyebab tejadinya peningkatan nilai densitas pada data yang didapat. Tidak berbeda dengan hasil pengamatan densitas, pada pengamatan mitotik indeks MI pemberian perlakuan juga cenderung menurunkan nilai MI zooxanthellae pada H. malu. Selain nilai yang cenderung menurun, perlakuan peningkatan suhu juga menyebabkan nilai yang lebih berfluktuatif dari pada kontrol. Hal tersebut dapat terjadi karena MI dari zooxanthellae menjadi indikator yang lebih sensitif terhadap stress lingkungan dari pada respon bleaching kehilangan zooxanthellae dan atau pigment Zamani, 1995. Penurunan nilai MI zooxanthellae akibat adanya kenaikan suhu lingkungan, juga ditunjukan oleh hasil penelitian Zamani, 1995 yang menyatakan jumlah pembelahan zooxanthellae berkurang seiring dengan bertambahnya suhu lingkungan. Hal tersebut dikarenakan oleh berkurangnya kemampuan fotosintesis akibat tingginya suhu perairan diatas normal Jokiel dan Coles, 1990 in Zamani, 1995. Fotosistesis menjadi faktor penting dalam mendukung kehidupan alga dan pertumbuhan jaringan tentunya. Terganggunya proses fotosintesis tentu saja dapat mempengaruhi tingkat pembelahan sel alga. Namun pada beberapa hasil pengamatan, juga terlihat peningkatan nilai MI padahal, baik anemon ataupun zooxanthellae sedang terkena stress suhu diberi perlakuan kenaikan suhu. Hal tersebut dapat terjadi sebagai akibat dari hormesis Zamani, 1995. Menurut Stebbing 1979 in Zamani 1995, hormesis merupakan efek dari stimulatory sebagai proses biologi untuk mencegah keracunan dari zat beracun. Berdasarkan hal tersebut, dapat dikatakan hormesis merupakan suatu bentuk pertahanan diri dari zooxanthellae. Pengamatan rasio ketebalan lapisan endoderm dan ektoderm baik pada peningkatan I dan II memperlihatkan kecenderungan peningkatan rasio endoderm dan ektoderm terhadap peningkatan suhu. Peningkatan rasio dapat disebabkan karena bertambahnya ukuran vakuola tempat sel zooxanthellae berada pada jaringan endoderm sebagai akibat dari peningkatan suhu dan strees yang dialami oleh anemon. Hal tersebut sesuai dengan penelitian Zamani 1995 yang menyatakan bahwa peningkatan konsentrasi tembaga Cu dan suhu lingkungan yang diberikan pada H. malu menyebabkan bertambahnya ukuran vakuola sebagai host zooxanthellae pada jaringan endoderm. Berdasarkan data yang diperoleh, selain peningkatan nilai rasio juga terdapat penurunan nilai rasio endoderm terhadap ektoderm. Penurunan rasio tersebut dapat disebabkan oleh berkurangnya lapisan endoderm yang dikarenakan rusaknya vakuola sebagai host zooxanthellae akibat proses necrosis dan Pinching off, ataupun rusaknya jaringan endoderm akibat lepasnya vakuola bersamaan dengan lepasnya sel zooxanthellae host cell detachment. Menurut Gates, et al. 1992, mekanisme pelepasan zooxanthellae pada umumnya adalah melalui proses host cell detachment yang merupakan pelepasan host cell endoderm bersamaan algaezooxanthellae yang masih terdapat didalamnya. Selanjutnya untuk pengamatan parameter luasan sel zooxanthellae pada peningkatan I, pemberian perlakuan suhu cenderung menurunkan ukuran luasan sel. Namun pada peningkatan II, peningkatan suhu yang diberikan cenderung menaikan ukuran luasan sel. Terjadinya penurunan ukuran sel akibat kenaikan suhu, sesuai dengan hasil penelitian Zamani 1995 yang menyatakan bahwa peningkatan suhu lingkungan dapat menyebabkan berkurangnya ukuran luasan sel zooxanthellae. Hal tersebut dapat terjadi sebagai akibat stress yang dialami zooxanthellae sehingga fotosintesis terganggu dan akhirnya mempengaruhi kepada pertumbuhan sel. Kemudian ditambah dengan pasokan nutrisizat hara yang semakin sedikit akibat kondisi anemon yang mengalami stress. Bertambahnya ukuran luasan sel zooxanthellae, dapat disebabkan karena sel sudah mengalami penyesuaian terhadap kondisi lingkungan. Hal tersebut dikarenakan terdapat masa istirahat yang sebelum masa penigkatan dua. Pada masa istirahat tersebut kemungkinan sel mengalami pemulihan sehingga pada masa peningkatan dua sel sudah dapat menyesuaikan diri terhadap kondisi yang telah dialami sebelumnya peningkatan I. Mengenai kondisi kualitas air pada ketiga akuarium kontrol, perlakuan satu dan perlakuan dua berdasarkan hasil pengamatan Lampiran 8, kondisi air laut masih baik dan aman untuk biota air laut khususnya hewan karang. Hal tersebut ditunjukkan dengan nilai pH yang masih dalam kisaran 7-8,5, salinitas pada kisaran 33-34 o oo , ammonia 0,3 mgl Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup, 2004 dan nitrit 0.1 mgl indoreefforum.com, 2011. 46

5. KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan

Pengamatan pada preparat segar memperlihatkan bahwa anemon mengalami penyesuaian adaptasi terhadap peningkatan suhu sebesar 2 o C, khususnya pada parameter densitas dan mitotik indeks zooxanthellae. Anemon juga mengalami penyesuaian terhadap peningkatan suhu sebesar 1 o C khususnya pada parameter densitas dan luasan sel zooxanthellae serta penyesuaian terhadap peningkatan 2 o C khususnya pada parameter luasan sel zooxanthellae, berdasarkan hasil pengamatan preparat histologis.

5.2. Saran

Untuk kajian selanjutnya, dapat dilakukan pengamatan mengenai mekanisme pelepasan zooxanthellae dari lapisan endoderm H. malu akibat kenaikan suhu lingkungan. Hal tersebut juga terkait dengan kesehatan anemon, terutama ko ndisi lapisan endoderm anemon sebagai tempat hidup zooxanthellae.