Identifikasi Rantai Pasokan Minyak Akar Wangi

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Identifikasi Rantai Pasokan Minyak Akar Wangi

Rantai pasokan minyak akar wangi terdiri dari rangkaian kegiatan produktif yang terhubung antara aktifitas nilai yang satu dengan yang lain membentuk rantai nilai industri. Rantai pasokan minyak akar wangi di Indonesia berakhir sampai dengan eksportir. Selanjutnya eksportir mengekspor minyak ke negara-negara Asia dan Eropa, seperti Jepang, Singapura, Inggris, Swiss, Italia, Jerman, Hongkong, India, Perancis dan Amerika Serikat. Anggota utama rantai pasokan minyak akar wangi terdiri dari petani akar wangi sebagai pemasok bahan baku, pengumpul akar wangi, penyuling akar wangi, pengumpul minyak akar wangi, dan eksportir minyak akar wangi. Setiap anggota rantai pasokan melakukan aktivitas yang berhubungan dengan kegiatan operasional untuk menghasilkan minyak akar wangi yang berkualitas. Pola aliran rantai pasokan minyak akar wangi disajikan pada Gambar 7. Penyuling akar wangi Pengumpul minyak akar wangi 1 3 2 2 2 2 3 Keterangan: Penyedia sarana produksi untuk petani 2 Petani akar wangi 5 7 3 Pengumpul akar wangi 4 5 6 Pengekspor minyak akar wangi 7 Konsumen Luar Negeri Aliran barang Aliran finansial Aliran informasi 1 4 6 Cakupan rantai pasok minyak akar wangi Indonesia Gambar 7. Pola aliran rantai pasokan minyak akar wangi Aliran rantai pasokan minyak akar wangi dimulai dari petani sebagai penghasil akar wangi atau pemasok bahan baku minyak akar wangi. Hasil panen dari petani akan dibeli oleh pengumpul dan penyuling akar wangi. Pengumpul akar wangi menjual akar wangi ke penyuling. Harga akar wangi dari petani berkisar antara Rp 2.000,00 sampai Rp 3.000,00. Ketika panen raya harga akar wangi di tingkat petani cenderung turun. Selain itu, kualitas akar wangi juga dipengaruhi oleh cuaca. Jika kondisi cuaca buruk, harga akar wangi yang dijual dapat mencapai di bawah harga standar yaitu Rp 1.200,00 per kg. Mekanisme pembelian akar wangi dilakukan dengan cara: 1 petani langsung mengantarkan akar wangi ke pengumpul atau penyuling, 2 pengumpul atau penyuling langsung membeli akar wangi yang masih berada di lahan atau dengan sistem ijon. Alat transportasi yang digunakan oleh petani untuk mengantarkan akar wangi kepada penyuling adalah dengan menggunakan truk. Minyak akar wangi yang dihasilkan oleh penyuling dijual langsung ke pengumpul minyak akar wangi atau eksportir yang berada di luar wilayah Kabupaten Garut. Eksportir minyak akar wangi paling banyak berada di wilayah Bogor dan Jakarta. Minyak akar wangi diekspor ke beberapa negara yaitu Jepang, Singapura, Inggris, Amerika Serikat, Swiss, Italia, Jerman, Hongkong, dan India. Harga beli minyak akar wangi oleh pengumpul atau eksportir berkisar antara Rp 1.000.000,00 sampai Rp 1.400.000,00 bergantung pada kualitas yang dihasilkan. Semakin baik kualitas minyak akar wangi, maka semakin mahal harga minyak akar wangi tersebut. Aliran finansial pada rantai pasokan minyak akar wangi terjadi dari pengekspor minyak akar wangi ke pengumpul minyak atau langsung ke penyuling. Selanjutnya, aliran finansial dari penyuling diteruskan ke pengumpul akar wangi atau langsung ke petani. Pembayaran dari eksportir kepada penyuling atau pengumpul minyak akar wangi dilakukan secara tunai tu transfer setelah minyak dikirim. Sebagian besar eksportir atau pengumpul minyak memberikan pinjaman modal sebelum penyulingan kepada penyuling sebelum penyulingan dilakukan. Pemberi modal dalam hal ini menerima pembayaran berupa minyak setelah minyak terkumpul selama kurang lebih 10 hari. Sebagian penyuling juga memberikan pinjaman modal kepada petani untuk melakukan budidaya akar wangi. Setelah panen, petani tersebut harus menjual akar wangi ke penyuling tersebut dan dibeli dengan harga yang berlaku dan disepakati oleh kedua belah pihak. Sistem komunikasi yang terjalin antara anggota primer dalam rantai pasokan akar wangi sudah terintegrasi dengan baik. Aliran informasi terjadi pada pengekspor minyak akar wangi dan pengumpul minyak akar wangi atau langsung ke penyuling akar wangi. Selanjutnya dari penyuling ke pengumpul akar wangi atau langsung ke petani. Komunikasi antara pengekspor dengan penyuling menggunakan telepon untuk mengetahui harga yang berlaku dan tanggal pengiriman minyak akar wangi. Komunikasi antara penyuling dengan petani akar wangi berupa informasi tentang harga akar wangi, tanggal panen, dan kapasitas pengiriman akar wangi kepada penyuling. Komunikasi yang dilakukan antara petani dan penyuling biasanya dilakukan dengan mengadakan rapat atau musyawarah. Petani dan penyuling tersebut merupakan anggota koperasi dan kelompok tani yang ada di masing- masing kecamatan dan seluruh Garut. Hal yang dibahas dalam rapat atau musyawarah tersebut membahas tentang perijinan pemakaian bahan bakar berupa oli bekas, penggunaaan pupuk, bantuan modal, dan pemilihan bibit. Komunikasi antara petani dan penyuling dilakukan secara informal seperti penyuling mengunjungi langsung lahan akar wangi petani.

4.1.1 Aktivitas Petani Akar Wangi

Petani akar wangi di Kabupaten Garut tersebar di lima kecamatan, yaitu Kecamatan Bayongbong, Samarang, Cilawu, Leles, dan Pasir Wangi. Petani tersebut dikelompokkan menjadi petani individu, petani kelompok, dan petani penyuling. Kelompok tani berbentuk Persekutuan Komanditer CV sebesar 32 persen dan ada juga kelompok tani yang tidak berbadan hukum berjumlah 40 persen. Pertanian akar wangi di Garut dilakukan secara turun-temurun, sebesar 70 persen rata-rata lama petani dalam menjalani usaha budidaya akar wangi adalah lebih dari 10 tahun Gambar 8. Hal tersebut mengindikasikan bahwa para petani di Garut sudah mahir dan berpengalaman dalam budidaya akar wangi. Sebagian besar petani memiliki lahan budidaya seluas kurang dari 5 Ha Gambar 9. Status kepemilikan lahan ada yang milik sendiri 88 persen, sewa 4 persen, milik sendiri dan sewa 8 persen. Hasil rata-rata produksi dari lahan tersebut adalah 10 sampai 21 ton per hektar. Produktivitas dan hasil tanaman ditentukan oleh varietas tanaman, teknik budidaya dan perawatan tanaman akar wangi. Faktor cuaca sangat berpengaruh terhadap kualitas akar wangi. Hal tersebut sangat mempengaruhi rendemen yang dihasilkan saat penyulingan. Gambar 8. Lama usaha petani akar wangi Gambar 9. Luas lahan budidaya akar wangi Tanaman akar wangi Vetiveria zizanioides termasuk famili Graminieae atau rumput-rumputan. Tanaman akar wangi memiliki bau yang sangat wangi, berumpun lebat, akar tinggal bercabang banyak berwarna kuning pucat atau abu- abu sampai merah tua. Tangkai daun tersembul dari akar tinggal yang dapat mencapai 2 meter. Daun akar wangi berwarna kelabu, tampak kaku, panjangnya mencapai 100 cm dan tidak mengandung minyak. Daun akar wangi banyak digunakan sebagai bahan baku kerajinan. Bunganya berwarna hijau atau ungu 12 40 32 12 4 10 tahun 10 - 20 tahun 20 - 30 tahun 30 - 40 tahun 40 tahun 40 36 24 5 Ha 5 - 10 Ha 10 Ha pada pucuk tangkai daun. Cara memperbanyak dengan biji, memisahkan anak rumpun atau memecah akar tinggal yang telah bertunas www.ditjenbun.deptan.go.id, 2009. Budidaya tanaman akar wangi yang diterapkan para petani dilakukan dengan sistem monokultur 16 persen dan tumpang sari 84 persen. Petani melakukan sistem budidaya tumpang sari dengan tanaman hortikultura seperti kol, tomat, kentang, kubis, dan cabai. Tanaman akar wangi tumbuh baik pada ketinggian antara 700 ‐1600 meter di atas permukaan laut. Curah hujan yang cocok berkisar antara 1500-2500 mm setiap tahun, dengan suhu lingkungan 17-27°C, dengan derajat keasaman tanah pH sekitar 6-7. Budidaya akar wangi dimulai dengan pembibitan, pencangkulan, penanaman, penyiangan, pemberian pupuk dan panen. Bibit akar wangi diperoleh dengan cara memisahkan daun dan akar. Setelah itu diambil bonggol akarnya untuk ditanam. Permasalahan yang sering muncul dalam penyediaan bibit akar wangi adalah ketersediaan bibit yang tidak konsisten dan mutu bibit tidak sesuai dengan yang diharapkan. Tanah yang baik untuk pertumbuhan akar wangi adalah tanah yang tidak padat gembur atau tanah yang berpasir seperti tanah yang mengandung abu vulkanik. Hal tersebut menyebabkan akar wangi tumbuh dengan baik dan mudah dicabut pada waktu panen sehingga tidak ada akar yang tertinggal di dalam tanah. Akar wangi tumbuh dengan baik jika dilakukan pemangkasan daun pada bulan ke lima penanaman. Pemangkasan dapat meningkatkan hasil sampai sekitar 10 persen. Waktu penanaman akar wangi dapat dilakukan setiap saat, sepanjang tahun, namun waktu penanaman yang terbaik adalah pada awal musim hujan. Akar wangi merupakan tanaman yang tidak berhama penyakit, sehingga tidak membutuhkan obat tanaman. Hama yang sering ada berupa hama hidup yaitu “kuuk” atau beberapa binatang hutan seperti ayam alas dan babi hutan yang merusak tanaman. Pemupukan dilakukan hanya sekali dalam musim tanam. Namun, ada petani yang tidak melakukan pemupukan. Hal tersebut dikarenakan tidak sesuainya harga beli dan biaya operasional yang dikeluarkan. Pada sistem tanam monokultur, petani berpendapat jika tanaman akar wangi akan lebih bagus walaupun tidak diberi pupuk. Pemupukan pada sistem tanam tumpang sari diutamakan untuk tanaman tumpangnya daripada tanaman akar wangi. Pupuk yang digunakan petani adalah pupuk organik dan anorganik. Jenis pupuk anorganik yang digunakan adalah ZA, TSP, NPK, KCL, kecuali pupuk urea. Sedangkan pupuk organik yang digunakan adalah pupuk kandang. Pemanenan akar wangi dapat dilakukan setelah tanaman berumur 8 bulan pada musim kemarau. Namun sebagian besar petani akar wangi memanen setelah tanaman berumur 12 bulan. Hasil akar yang optimum dengan mutu minyak yang baik dihasilkan oleh akar wangi yang berumur lebih dari 15 bulan. Cara panen akar wangi adalah dengan mencangkul tanah di sekeliling rumpun tanaman agar longgar sehingga semua akar bisa diambil dan tidak ada yang putus. Oleh karena itu dibutuhkan traktor yang dapat mencangkul lebih dalam, sehingga memudahkan pekerja dalam memanen akar wangi. Petani yang tidak memiliki alat suling menjual akar wangi yang telah dipanen langsung kepada penyuling atau kepada pengumpul akar wangi. Jika petani tersebut merupakan petani-penyuling, maka akar wangi yang telah dipanennya akan langsung disuling sendiri. Petani umumnya menyuling akar wangi di tempat penyulingan milik penyuling dengan ketentuan bahwa produk yang dihasilkan dijual ke pemilik alat suling. Selain itu, ada pula petani yang melakukan penyulingan dengan sistem sewa alat suling kepada penyuling. Biaya sewa penyulingan dikenakan sebesar Rp. 1.500.000,00 per sekali suling. Namun minyak akar wangi yang dihasilkan tidak dijual kepada penyuling melainkan langsung dijual ke pengumpul minyak akar wangi yang berskala usaha besar. Pemasaran akar wangi tidak mempunyai kendala yang signifikan. Semua hasil panen pasti terserap pasar. Hal tersebut sangat dipengaruhi oleh kerjasama petani dengan penyuling atau pengumpul akar wangi. Harga akar wangi basah berkisar antara Rp 1.200,00 sampai Rp 3.000,00 per kilogram. Harga akar wangi cenderung menurun akibat cuaca saat ini yang tidak menentu sehingga kualitas tidak sebagus musim kemarau. Sebagian besar petani menjual akar wangi dengan harga Rp 2.000,00 per kilogram. Modal petani dalam usaha budidaya akar wangi ini sebagian besar adalah modal sendiri atau mendapat modal pinjaman dari saudara. Bagi petani yang tergabung dalam kelompok tani biasanya mendapat pinjaman modal dari ketua kelompoknya. Modal dalam budidaya akar wangi per hektar selama satu periode penanaman kurang dari Rp 25.000.000,00. Kendala modal sering dihadapi oleh petani karena lamanya masa tanam. Oleh karena itu, terkadang petani menjual akar wangi dengan sistem ijon saat tanaman berumur 8 bulan dan siap dipanen setelah berumur 12 bulan. Sebagian besar petani tidak memanfaatkan fasilitas kredit lembaga keuangan karena persyaratan yang dirasa terlalu memberatkan, seperti bunga pinjaman yang dikenakan terlalu besar.

4.1.2 Aktivitas Pengumpul Tanaman Akar Wangi

Pengumpul akar wangi membeli akar wangi langsung dari petani setelah panen atau membeli dengan sistem ijon saat akar wangi masih di lahan. Pengumpul akan menjual akar wangi kepada penyuling atau pengumpul lain yang melakukan penyulingan. Pengumpul biasanya mendapat modal dari penyuling untuk mencari akar wangi. Pengumpul akar wangi terkadang juga melakukan penyulingan sendiri dengan menyewa alat suling kepada penyuling dan membayarnya dengan minyak akar wangi kasar. Pengumpul akar wangi dalam sehari mampu mengumpulkan 4-5 ton akar wangi dengan harga berkisar antara Rp 2.000,00 - Rp 3.000,00 per kilogram. Sistem pemesanan dilakukan secara langsung dengan mekanisme pembayaran cash and carry. Jumlah pengumpul tidak banyak untuk setiap wilayah, hanya ada satu atau dua pengumpul dalam satu wilayah desa atau kecamatan. Pengumpul bekerja sendiri karena tidak adanya kelompok pengumpul dan cenderung bersaing antar pengumpul. Kendala yang dialami pengumpul adalah ketersediaan akar wangi yang tidak konsisten dan mutu yang tidak sesuai dengan yang diharapkan.

4.1.3 Aktivitas Penyuling Akar Wangi

Produk minyak akar wangi yang diperdagangkan berupa minyak akar wangi kasar. Penyuling akar wangi tersebar di empat kecamatan yaitu Kecamatan Samarang, Bayongbong, Cilawu, dan Leles. Para penyuling tersebut sebanyak 75 persen bergabung dalam koperasi Usaha Rakyat USAR yang diketuai oleh Bapak H.Ede Kadarusman. Para penyuling juga bertindak sebagai petani yang disebut petani-penyuling. Penyuling yang tidak menanam akar wangi memenuhi kebutuhan akar wangi dengan membeli langsung dari petanikelompok tani dan pengumpul akar wangi. Penyuling yang diberi pinjaman modal dari pengumpul minyak atau eksportir, membayar pinjaman tersebut dengan memberikan minyak hasil sulingan mereka. Pengiriman minyak dilakukan setelah minyak terkumpul selama 10 hari dengan jumlah rata-rata sebanyak 40 kg. Namun, pada musim kemarau penyuling dapat memproduksi minyak lebih banyak dengan jumlah 50 kg selama satu minggu. Pada saat penelitian, rendemen menurun menjadi berkisar 0,4-0,5 persen karena cuaca yang tidak mendukung. Penyulingan 50 dilakukan dengan menggunakan ketel stainless steel dengan sistem kukus. Penyuling melakukan penyulingan dengan menggunakan sistem boiler atau sistem uap terpisah sebesar 33 persen. Sisanya sebesar 17 persen penyuling masih menggunakan sistem rebus. Bahan bakar yang digunakan saat ini didominasi oleh minyak solar dan oli bekas, namun masih ada juga yang menggunakan kayu bakar. Berdasarkan survey, pemakaian solar lebih ramah lingkungan, namun lebih mahal jika dibandingkan dengan oli bekas. Harga solar adalah Rp. 4.500,00 sedangkan harga oli bekas berkisar Rp. 2.500,00 per liter. Kelangkaan bahan bakar memperburuk kondisi penyulingan. Banyak usaha penyulingan yang tidak berproduksi karena biaya operasional tidak tertutup oleh harga jual minyak akar wangi. Mutu minyak akar wangi ditentukan oleh suhu dan tekanan yang digunakan. Pada sistem kukus, para penyuling menaikkan tekanan pada 5 lima bar yang sebelumnya dijaga pada 3 tiga bar dengan suhu sekitar 140°C-160°C. Hal tersebut mampu menghemat waktu sekitar 5 lima jam. Apabila menggunakan sistem uap terpisah atau boiler, suhu dijaga pada 120°C dengan tekanan 2-3 bar selama 20 jam. Tekanan yang rendah membuat mutu minyak lebih bagus dibandingkan tekanan tinggi yang dapat menyebabkan minyak akar wangi gosong. Penyuling umumnya tidak menerapkan penyulingan dengan ketentuan yang baku good manufacturing process. Pencucian akar wangi hanya dilakukan apabila musim hujan dan terdapat banyak tanah yang menempel. Penjemuran hanya dilakukan pada pagi hari dan tidak ada proses perajangan. Hal tersebut dilakukan untuk mempercepat proses produksi dan menghemat biaya operasional. Kesadaran dan kemauan yang rendah untuk memproses dengan ketentuan yang baku membuat mutu dan rendemen minyak tidak optimal dan tidak sesuai standar. Proses penyiapan penyulingan akar wangi dimulai dengan pembersihan dan pencucian akar wangi untuk menghilangkan tanah yang menempel pada akar wangi. Jika ada tanah yang menempel pada akar dan ikut dalam proses penyulingan maka dapat menurunkan rendemen dan mutu minyak akar wangi. Setelah itu dilakukan pengeringan yang bertujuan untuk menguapkan sebagian air dalam bahan, sehingga proses penyulingan lebih mudah dan singkat. Pengeringan akar wangi sebaiknya dilakukan selama 12 jam di bawah sinar matahari langsung. Sebelum penyulingan sebaiknya akar wangi dirajang terlebih dahulu untuk memudahkan penguapan akar wangi. Akar wangi yang sudah dikeringkan dan dirajang dimasukkan dalam ketel yang tertutup rapat. Penyuling membutuhkan waktu 12 jam dalam satu kali proses penyulingan yaitu 10 jam untuk pengukusan dan 2 dua jam untuk memasukkan dan membongkar akar wangi dalam tungku. Alat suling hanya mampu melakukan penyulingan maksimal sebanyak dua kali sehari. Kapasitas tungku per penyulingan sebesar 1,2 sampai dengan 2 dua ton. Minyak akar wangi yang dihasilkan sebesar 4-8 kg per satu suling dengan catatan kondisi akar wangi yang digunakan tersebut bagus. Penyuling dengan modal besar dapat menjual minyak akar wangi kepada pengumpul atau eksportir yang memberi harga yang lebih menguntungkan. Hal tersebut tidak berlaku bagi sebagian besar penyuling yang kesulitan modal. Mereka bergantung pada pinjaman modal dari pengumpul atau eksportir sehingga harus mengembalikan pinjaman modal tersebut dengan minyak yang mereka hasilkan. Berdasarkan survey, pengumpul minyak akar wangi di Garut terdapat kasus yaitu adanya satu pengumpul yang dominan sehingga hampir seluruh penyuling memiliki hubungan keterkaitan dengan pedagang pengumpul tersebut. Konsekuensi dari kondisi tersebut adalah harga beli minyak akar wangi relatif lebih murah dari harga yang berlaku. Permasalahan yang sering dihadapi oleh penyuling adalah ketersediaan bahan baku yang tidak konsisten, mutu bahan baku, modal dan alat suling yang tidak sesuai standar. Alat pemisah air dan minyak yang masih sederhana, sehingga membuat mutu minyak kurang bagus dan rendahnya rendemen akibat tingginya penyusutan. Selain itu, mutu oli bekas pun rendah sehingga tidak optimal dalam pembakaran karena terlalu banyaknya bahan campuran lain pada oli bekas tersebut.

4.1.4 Aktivitas Pengumpul Minyak Akar Wangi

Pengumpul minyak di daerah Garut tidak banyak, salah satu dari mereka merupakan perwakilan eksportir dari PT. Djasula Wangi Jakarta. Saat panen raya pengumpul minyak mampu mengumpulkan 100 kg – 400 kg minyak akar wangi dalam satu minggu. Sedangkan saat musim paceklik hanya mampu mengumpulkan 200 kg dalam waktu 10 hari. Minyak yang telah terkumpul langsung dikirim ke eksportir yang berada di Jakarta dan Bogor. Harga ekspor minyak tidak diketahui secara pasti oleh para pengumpul minyak, mereka hanya menerima harga yang sudah ditetapkan eksportir. Risiko yang dihadapi oleh pengumpul minyak sangatlah tinggi. Jika mutu tidak sesuai standar, maka minyak tidak akan diterima oleh eksportir. Oleh karena itu, dibutuhkan pembelajaran dan pengalaman dalam menguji standar mutu minyak akar wangi sebelum diuji di laboratorium milik eksportir.

4.1.5 Sumber Daya Rantai Pasokan

Sumber daya rantai pasokan minyak akar wangi terdiri dari sumber daya fisik, sumber daya teknologi, sumber daya manusia dan sumber daya permodalan. 1. Sumber daya fisik Sumber daya fisik rantai pasokan minyak akar wangi meliputi, lahan pertanian, sarana dan prasarana penyulingan. Umur ekonomis dari alat suling ketel adalah sekitar 10 – 15 tahun. 2. Sumber daya teknologi Penyulingan akar wangi masih menggunakan sisitem kukus, masih sangat sedikit yang menggunkan sistem uap terpisah boiler. Meskipun ada bantuan peralatan dari pemerintah, namun masih ada kendala operasional, yaitu kapasitas mesin yang masih kurang, belum ada operator yang ahli tentang mesin tersebut, dan mesin masih banyak kendala teknis. Keuntungan yang diperoleh dari proses penyulingan uap terpisah dengan sistem kukus berbeda sangat tipis. Hal tersebut merupakan penyebab penyuling masih tetap menggunakan sistem kukus. 3. Sumber daya manusia Proses penyulingan melibatkan 2 dua orang tenaga kerja dalam 1 satu kali proses penyulingan yang bertindak sebagai operator. Proses pencucian akar wangi melibatkan pekerja borongan. 4. Sumber daya permodalan Pembiayaan pada pertanian akar wangi cukup sulit didapat dari perbankan. Syarat yang rumit dan adanya agunan membuat petani menggunakan modal sendiri atau pinjam ke saudara, pengumpul atau penyuling. Petani merasa lebih nyaman membayar pinjaman dengan hasil panen mereka. Hal serupa juga terjadi pada penyuling, syarat perbankan menuntut kepastian hasil dari penyuling sedangkan rendemen tidak dapat ditentukan secara pasti. Oleh karena itu penyuling juga lebih memilih modal pinjaman dari pengumpul minyak atau eksportir dan membayar pinjaman tersebut dengan minyak hasil sulingan mereka.

4.2. Rancangan Indikator Kinerja Rantai Pasokan Minyak Akar Wangi dengan Pendekatan GSCOR