Sistem Penunjang Keputusan Manajemen Rantai Pasok Karet Alam dengan Pendekatan Green Supply Chain Operations Reference (Studi Kasus Di PT. Condong Garut).

(1)

DECISION SUPPORT SYSTEM FOR NATURAL RUBBER

SUPPLY CHAIN MANAGEMENT WITH GREEN SUPPLY CHAIN

OPERATIONS REFERENCE APPROACH

(CASE STUDY IN PT. CONDONG GARUT)

Marimin, M. Arif Darmawan and Daniel Saputra

Department of Agroindustrial Technology, Faculty of Agriculture Technology,

Bogor Agricultural University, IPB Darmaga Campus, PO BOX 220, Bogor, West Java, Indonesia. Phone 62 251 8624622, email: nielsaputra@gmail.com

ABSTRACT

The ability to make decisions quickly and accurately will be a key to success in global competition in the future. Integration of hardware, software, and processes are necessary to produce a decision support system (DSS) is focused on helping executives to make decisions. Demand of natural rubber in Indonesia, from year to year continues to increase with increasing human needs for equipmentthat is elastic and not easily broken. One of the largest natural rubber agroindustry is PT. XYZ located in the southern coastal area Garut, West Java. The sources of Indonesia’s economy is

derived from export and import activities,one of them is the export of natural rubber. Economic growth in the natural rubber agroindustry is expected to care for the environment. Economic growth refers to the environmental conditions expected to create sustainable development that can be implemented in the long term. These conditions make the company should be able to improve its supply chain management for the entire business process can run well. The main objective of this research is to design and develop web-based decision-making systems that can provide the output as a solution to existing problems and efforts to improve the supply chain so that the natural rubber agroindusty can grow and increase profits. The need for a system that can assist in decision-making process to improve the performance of the agro-natural rubber, charged with designing an application program called Agrogreenrubber. This system provides a variety of models and decision alternatives, which are the prospective product model selection, the potential costumer model selection, strategy model selection to choose the best plasma, and the company's performance measurement model. The approach used to process and analyze data that is MPE method, AHP, and AHP GSCOR.


(2)

DANIEL SAPUTRA. F34080019. Sistem Penunjang Keputusan Manajemen Rantai Pasok Karet Alam dengan PendekatanGreen Supply Chain Operations Reference(Studi Kasus Di PT. Condong Garut). Dibawah bimbingan Marimin dan M. Arif Darmawan. 2012.

RINGKASAN

Karet alam merupakan salah satu komoditas pertanian yang penting untuk Indonesia dan lingkup internasional. Di Indonesia khususnya di Pulau Jawa, salah satu sentra tanaman karet yang cukup besar berada di Kabupaten Garut, Jawa Barat. Sekitar kurang lebih 95 km dari Ibu Kota Garut, dengan ketinggian 600-800 meter dari permukaan laut, terdapat suatu perusahaan swasta yang memiliki total luas areal perkebunan karet seluas 2,741.81 Ha. Selain mempunyai perkebunan karet, perusahaan ini mempunyai beberapa pabrik pengolahan karet yang berdekatan dengan perkebunan karet. Setiap hari di perkebunan karet terjadi proses pemanenan lateks dimana hasil dari pemanenan ini akan dikirim ke pabrik pengolahan karet. Lateks yang telah diterima pabrik akan ditransformasikan menjadi beberapa produk-produk turunan karet alam yang berkualitas, sepertiRibbed Smoked Sheet

danBrown Crepe. Namun pada kenyataannya, produktivitas lahan karet pada perkebunan ini mulai mengalami penurunan sehingga mutu lateks yang dihasilkan juga kurang memuaskan. Salah satu penyebab utama permasalahan ini adalah pengelolaan perkebunan karet yang seadanya, misalnya perawatan tanaman yang utama seperti pemupukan dan pemberantasan gulma jarang dilakukan. Selain itu, klon-klon baru yang memiliki produktivitas lateks tinggi banyak yang tidak dikenali.

Produktivitas perkebunan karet yang rendah juga dapat disebabkan oleh kualitas bibit yang rendah, pemanfaatan lahan perkebunan yang tidak optimal, dan pemeliharaan tanaman yang buruk. Jika dibiarkan semakin lama permasalahan ini, dikhawatirkan kualitas dan kuantitas dari produk yang dihasilkan juga menurun. Penurunan kualitas dan kuantitas dari produk yang dihasilkan dapat menurunkan keuntungan perusahaan karena jumlah produk yang berkualitas yang akan ditawarkan kepada konsumen pun terbatas. Padahal, produktivitas lateks yang menurun bukan menjadi suatu alasan keterbatasan pemasukan perusahaan, karena perusahaan dapat memaksimalkan proses produksi untuk menghasilkan produk prospektif sehingga pemilihan konsumen yang potensial untuk membeli produk berkualitas dengan kuantitas yang banyak dapat ditentukan.

Dalam mengatasi keterbatasan pemasukan perusahaan atas masalah-masalah yang ada dalam agroindustri karet, para pengambil keputusan dihadapkan pada penentuan bagaimana keputusan-keputusan yang rasional harus diambil dan menentukan pilihan yang tepat dan akurat secara cepat. Sistem penunjang keputusan merupakan bentuk evolusi dari pengolahan data elektronik dan sistem informasi manajemen yang berfokus untuk membantu manajemen puncak dan eksekutif mengambil keputusan dan bertumpu pada fleksibilitas, adaptabilitas, dan jawaban yang cepat, yang dapat dikendalikan oleh pengguna (Suryadi dan Ramdhani 1998). Sistem penunjang keputusan pada penelitian ini juga dapat membantu para pengambil keputusan untuk memilih berbagai alternatif keputusan berupa hasil pengolahan informasi-informasi yang diperoleh. Selain sistem sudah dilengkapi dengan model-model pemilihan yang merupakan representasi dari permasalahan yang ada di perusahaan, pengembangan sistem ini juga dipadukan dengan manajemen rantai pasok guna memperlancar setiap informasi dan produk, mulai dari suplier sampai dengan konsumen, agar tercipta suatu hubungan teratur dari hulu ke hilir sehingga pengukuran terhadap rantai pasok pun dapat diukur.

Metodologi penelitian ini terdiri dari analisis kebutuhan sistem, formulasi permasalahan, dan identifikasi sistem. Sementara, tahapan penelitian yang dilakukan yaitu pengumpulan data dan informasi dengan melakukan observasi dan wawancara dengan pakar, mengolah dan menganalisis data, mengembangkan sistem, menguji, dan mengevaluasi model. Data yang digunakan untuk


(3)

memilih produk prospektif, konsumen potensial, penentuan strategi pemilihan plasma unggul (petani kebun karet) merupakan data-data yang telah ditentukan oleh pakar dari hasil wawancara. Sementara data yang digunakan untuk menentukan nilai metrik kinerja dalam pengukuran merupakan data-data yang diperoleh dari pustaka yang menjadi faktor peningkatan performa dan pengembangan perusahaan.

Agrogreenrubber merupakan sebuah sistem penunjang keputusan berbasis web yang diharapkan dapat mengatasi permasalahan yang ada di perusahaan dengan menyajikan berbagai model dan alternatif keputusan, yaitu model pemilihan produk prospektif, model pemilihan konsumen potensial, model strategi pemilihan pemilihan plasma terbaik, dan model pengukuran kinerja perusahaan. Model-model dalam Agrogreenrubber merupakan representasi terhadap permasalahan nyata di PT. Condong Garut. Model pemilihan produk prospektif dan model pemilihan konsumen potensial dianalisis dengan pendekatan metode perbandingan eksponensial (MPE). Model penentuan strategi pemilihan plasma unggul dianalisis dengan metode Analytical Hierarchy Process (AHP). Sementara untuk menentukan nilai metrik kinerja dalam model pengukuran kinerja perusahaan, dilakukan pembobotan dengan menggunakan pendekatan GSCOR yang dikombinasikan dengan AHP. Hasil keluaran pada model pemilihan produk prospektif menghasilkan bahwa produk terbaik untuk diproduksi adalah Ribbed Smoked Sheet kualitas 1. Namun mengingat sarana dan prasarana serta sumberdaya manusia yang menanganinya masih terbatas, maka diharapkan perusahaan mampu menyesuaikannya sehingga dapat tercapai produktivitas optimal dan keuntungan yang maksimal. Sementara pada model pemilihan konsumen potensial menyimpulkan bahwa konsumen terbaik untuk memasarkan produk olahan karet alam adalah WTP.

Model penentuan strategi pemilihan plasma unggul menghasilkan alternatif-alternatif yang dapat mewakili penilaian perusahaan inti terhadap plasma sebagai mitra perusahaan dalam memelihara kebun karet dan menghasilkan lateks. Alternatif-altenatif tersebut diperoleh melalui pembobotan AHP berdasarkan faktor-faktor kunci yang membuat suatu plasma unggul. Alternatif dengan bobot terbesar yaitu merawat, memanen dan menyaring lateks sesuai prosedur dengan bobot 0.420, menjadi hal terpenting dalam menilai keunggulan suatu plasma.

Pengukuran kinerja perusahaan dalam model keempat didasarkan kepada semua aspek metrik kinerja yang yang diperoleh melalui pembobotan AHP. Hasil akhir yang diperoleh berdasarkan tabel pengukuran kinerja yaitu kinerja rantai pasok perusahaan terbaik. Keluaran rekomendasi dari sistem menunjukkan perbaikan pada aspek yang bernilai kurang dan cukup. Saran dalam penelitian ini adalah perlu penelitian lebih lanjut mengenai pengukuran kinerja rantai pasok karet dengan pendekatan GSCOR sehingga penilaian kinerja dapat dilakukan secara menyeluruh dan terperinci. Selain itu, sebaiknya diadakan pengukuran kinerja dari para mitra plasma sehingga hasil yang keluar terlihat lebih nyata.


(4)

Daniel Saputra. F34080019. Decision Support System For Natural Rubber Supply Chain Management with Green Supply Chain Operations Reference Approach (Case Study In PT. Condong Garut). Supervised by Marimin and M. Arif Darmawan. 2012.

SUMMARY

Natural rubber is one of the important agricultural commodity for Indonesia and international scope. In Indonesia, especially in Java, one of the biggest industry of rubber was located in Kabupaten Garut, West Java. Approximately less than 95 km from the capital city of Garut, with a height of 600-800 meters above sea level, there is a private company that has a total area of 2.741,81 hectares of rubber plantation area. Besides having a rubber plantation, the company has several rubber processing plant adjacent to the rubber plantations. Every day in the process of harvesting rubber latex in which the results of the harvest will be sent to a processing plant rubber. Latex has received factory will be transformed into a number of derivative products quality natural rubber, such as Ribbed Smoked Sheet and Brown Crepe. But in reality, the rubber plantation land productivity is on the decline so that the quality of the resulting latex was also less than satisfactory. One of the main problems is the management of the crude rubber plantation, such as the main treatment plant fertilization and weed eradication is rarely done. In addition, new clones, which have much higher productivity latex unrecognized.

Low productivity of rubber plantations can also be caused by low quality seeds, farm land use that is not optimal, and poor maintenance of plants. If left longer the issue, it is feared the quality and quantity of the product also decreased. Decline in the quality and quantity of the product can reduce corporate profits as the number of high quality products that will be offered to consumers is limited. In fact, productivity declined latex not be a reason for the limitations of the company's revenue, since the company can maximize the production process so as to produce elections prospective potential consumers to buy quality products with a lot quantity can be determined.

In addressing the limitations of the company's revenue for the problems that exist in the agro-rubber, decision makers are faced with determining how rational decisions to be taken and make the right choice quickly and accurately. Decision support system is a form of evolution of electronic data processing and information management systems that are focused on helping top management and executives make decisions and rely on the flexibility, adaptability and rapid response, which can be controlled by the user (Suryadi and Ramdhani 1998). Decision support systems in this study can also help decision-makers to choose alternatives such decisions result of processing the information obtained. In addition the system is equipped with a selection of models that are representative of the problems that exist in the company, the development of this system is also integrated with supply chain management to facilitate any information and products, ranging from suppliers to consumers, in order to create a relationship orderly from upstream to downstream so that the measurement of the supply chain can be measured.

The methodology of this research consists of the analysis of system requirements, formulation issues, and identification systems. Meanwhile, conducted the research stages of data collection and information by observation and interviews with experts, process and analyze data, develop systems, test, and evaluate the model. The data used to select prospective products, potential customers, determining the selection strategy superior plasma is the data that has been determined by experts from the interview. While the data used to determine the value of performance metrics in the measurement data are obtained from the literature that factor into increased performance and development company.


(5)

Agrogreenrubber is a web-based decision support system that is expected to address the problems that exist in the company by presenting various models and decision alternatives, ie prospective model of product selection, model selection of potential consumers, the model selection strategy selection of the best plasma, and performance measurement model. The models in

Agrogreenrubber a representation of the real problems in the PT. Condong Garut. Model selection and model selection of products prospective potential customers analyzed by comparative method exponential approach. Model the strategy of winning elections plasma were analyzed by the method of Analytical Hierarchy Process. While the selection of performance metrics to determine the performance measurement model, weighted by GSCOR approach combined with AHP.

The output on the model selection of prospective yield products that are manufactured products for Ribbed Smoked Sheet 1. However, given the infrastructure and human resources to handle is still limited, it is expected that the company is able to adjust so as to achieve optimum productivity and profitability are maximized. While the model concluded that the selection of potential consumers for marketing consumer products processed natural rubber is WTP.

Model the plasma selection strategy produces superior alternatives that can represent the core of the assessment of plasma as a corporate partner in maintaining and producing rubber latex. Alternative-alternative obtained through AHP weighting based on the key factors that make a superior plasma. Alternative with the greatest weight is caring for, harvesting and filtering procedures latex suit with weights 0.420, became the most important in assessing the advantages of a plasma.

Measuring the performance of the company in the fourth model is based on all aspects of the performance metrics obtained through AHP weighting. The final results were obtained by chart performance measurement is the best company supply chain performance. The output of the system shows improvement recommendations on aspects that are less valuable and fairly. Suggestions in this study is the need to further research on the measurement of the performance of the supply chain so that rubber GSCOR approach to performance assessment be thorough and detailed. In addition, performance measurement should be held from the plasma so that the partners who came out to look more real.


(6)

I.

PENDAHULUAN

1.1

Latar Belakang

Karet alam merupakan salah satu komoditas pertanian yang penting untuk Indonesia dan lingkup internasional. Di Indonesia, karet merupakan salah satu hasil pertanian yang banyak menunjang perekonomian negara. Hal ini terbukti dengan besarnya jumlah devisa yang dihasilkan dari perkebunan karet. Banyak penduduk yang hidup dengan mengandalkan komoditas penghasil getah ini. Karet tak hanya diusahakan oleh perkebunan-perkebunan besar milik negara yang memiliki areal puluhan atau ratusan ribu hektar, tetapi juga diusahakan oleh rakyat dan swasta. Tanaman karet tergolong mudah diusahakan pada kondisi wilayah yang beriklim tropis. Di wilayah negara Indonesia, karet dapat tumbuh baik dan menghasilkan lateks hampir di semua daerah, termasuk daerah yang kurang subur. Hal ini yang menyebabkan banyak rakyat yang berlomba-lomba membuka lahan untuk dijadikan perkebunan karet. Disisi lain, banyak petani karet di Indonesia yang tidak tahu atau kurang mengerti tentang budidaya tanaman karet dengan baik. Perawatan tanaman yang utama seperti pemupukan dan pemberantasan gulma jarang dilakukan. Selain itu, klon-klon baru yang memiliki produktivitas lateks tinggi banyak yang tidak dikenali (Paimin dan Nazaruddin 1998).

Salah satu sentra tanaman karet yang cukup besar di Indonesia berada di Kabupaten Garut, Jawa Barat. Tanaman karet merupakan salah satu komoditas hasil perkebunan yang sangat potensial untuk dikembangkan di daerah Garut. Hal ini dikarenakan oleh kondisi alam Kabupaten Garut yang memiliki tingkat kesuburan tanah yang baik pada daerah tersebut. Kondisi lingkungan sumber daya alam Kabupaten Garut dengan daya dukung agroklimat yang cukup baik, sangat mendukung untuk dilakukan penerapan metode peningkatan produksi produk olahan karet baik dari kualitas maupun kuantitas.

Indonesia merupakan negara kedua terbesar penghasil karet alam dunia (sekitar 28% dari produksi karet dunia ditahun 2010), sedikit di belakang Thailand (sekitar 30%). Dimasa mendatang permintaan produk karet alam dan karet sintetik masih cukup signifikan, karena didorong oleh pertumbuhan industri otomotif yang tentunya memerlukan produk ban yang berbahan baku karet sintetik dan karet alam. Harga karet sintetik yang terbuat dari minyak bumi akan sangat berfluktuasi terhadap perubahan harga minyak dunia. Demikian pula dengan harga karet alam yang akan tergantung pada harga minyak dunia oleh karena karet alam dan karet sintetik adalah barang yang saling melengkapi (complementary goods). Sebagian besar produksi karet di Indonesia dihasilkan oleh pengusaha kecil (sekitar 80% dari total produksi nasional). Perusahaan swasta dan pemerintah masing-masing menghasilkan produksi sekitar 10% dari total produksi nasional. Sebagian besar produsen yang merupakan pengusaha kecil rata-rata memiliki lahan yang tergolong kecil dan masih menggunakan cara berkebun secara tradisional. Hal ini menyebabkan rendahnya produktivitas kebun yang diolah oleh pengusaha kecil dan berdampak pada profitabilitas dari rantai nilai perkebunan secara keseluruhan.

Berdasarkan data Direktorat Jenderal Perkebunan Indonesia (2011), total luas perkebunan karet di Indonesia hingga tahun 2011 mencapai 3,450,144 hektar, yang merupakan luas areal terluas di dunia. Malaysia dan Thailand yang merupakan pesaing utama Indonesia memiliki luas lahan yang jauh di bawah jumlah tersebut. Sayangnya luas areal perkebunan karet yang luas ini tidak diimbangi dengan produktivitas dan pengelolaan yang baik. Produktivitas lahan karet di Indonesia rata-rata rendah dan mutu karet yang dihasilkan juga kurang memuaskan. Salah satu penyebab utama


(7)

permasalahan ini adalah pengelolaan perkebunan karet yang seadanya. Hanya beberapa perkebunan besar milik negara dan beberapa perkebunan swasta yang memiliki tingkat pengelolaan cukup baik (Tim Penulis 2007). Ini memperlihatkan kurang efisiennya pengolahan karet di Indonesia selama ini dimana pengolahan karet tersebut hampir seluruhnya (sekitar 95 %) ditujukan untuk pasar ekspor. Negara tujuan ekspor karet alam Indonesia dari tahun ke tahun cenderung bertambah luas, dan kini sudah mencapai 166 negara. Dari sebanyak 166 negara tujuan ekspor karet alam Indonesia tersebut terdapat beberapa negara pengimpor terbesar antara lain AS, Jepang, China, Singapura, Korea Selatan, Jerman, Kanada, Belgia dan Perancis.

Indonesia memiliki produktivitas karet yang lebih rendah yaitu sekitar 50% dari produktivitas karet India. Bahkan jika dibandingkan dengan negara-negara di Asia Tenggara, Indonesia memiliki produktivitas lebih rendah sekitar 30-40% dibandingkan Thailand, Vietnam, atau Malaysia. Disamping itu, peran pengusaha kecil di negara-negara lain lebih besar daripada Indonesia. Produktivitas perkebunan karet yang rendah di Indonesia disebabkan oleh kualitas bibit yang rendah, pemanfaatan lahan perkebunan yang tidak optimal, dan pemeliharaan tanaman yang buruk. Jika permasalahan ini dibiarkan semakin lama, dikhawatirkan kualitas dan kuantitas dari produk yang dihasilkan akan terus menurun. Penurunan kualitas dan kuantitas dari produk yang dihasilkan dapat menurunkan keuntungan perusahaan karena jumlah produk yang berkualitas yang akan ditawarkan kepada konsumen pun terbatas. Padahal, produktivitas lateks yang menurun bukan menjadi suatu alasan keterbatasan pemasukan perusahaan, karena perusahaan dapat memaksimalkan proses produksi untuk menghasilkan produk unggulan sehingga dapat ditentukan konsumen yang potensial untuk membeli produk berkualitas dengan kuantitas yang banyak.

Seiring dengan meningkatnya isu akan besarnya dampak lingkungan yang dihasilkan pada proses kegiatan industri, diperlukan suatu bentuk pendekatan yang mengedepankan pentingnya aspek lingkungan dalam pelaksanaan proses kegiatan industri yang dilakukan. Pendekatan yang dilakukan harus turut memperhitungkan hubungan antara kegiatan ekonomi dan aspek dampak lingkungan yang terjadi melalui proses kegiatan eksploitasi, produksi, dan konsumsi berbagai jenis sumber daya alam yang berdampak pada dihasilkannya limbah. Pertumbuhan ekonomi yang berlebihan tidak hanya menghasilkan kelangkaan sumberdaya, tetapi juga menghasilkan polutan yang melebihi batas kapasitas toleransi lingkungan alam, yang turut dapat menurunkan kualitas dari sistem pendukung kehidupan.

Kebijakan ekonomi saat ini yang hanya menitikberatkan pada pertumbuhan ekonomi dan produktivitas tanpa memperhatikan aspek lingkungan. Hal ini telah mengakibatkan kerugian berupa dampak lingkungan yang tidak dapat diubah. Tujuan eksploitasi perusahaan yang mengedepankan keuntungan jangka pendek menjadikan perusahaan melihat aspek perlindungan lingkungan sebagai hambatan dalam kegiatan eksploitasi yang dilakukan perusahaan. Kebutuhan penggunaan sumber daya yang efisien dan kebijakan serta perilaku lingkungan perusahaan yang ramah lingkungan kini telah diakui di seluruh dunia.Menurut Saxena et al. (2003) menyatakan bahwa kinerja suatu perusahaan tidak lagi dapat dievaluasi berdasarkan parameter ekonomi saja, karena saat ini kinerja perusahaan juga harus terintegrasi dengan kinerja lingkungan. Salah satu yang berkaitan dengan aspek lingkungan adalah pembangunan berkelanjutan dimana konsep ini muncul seiring dengan kesadaran manusia terhadap lingkungan. Menurut Setiawan et al. (2011) menyatakan bahwa pembangunan berkelanjutan dikembangkan karena kecemasan akan semakin merosotnya kemampuan bumi menyangga kehidupan sehingga daya dukung lingkungan semakin hari semakin berkurang sedangkan pencemaran cenderung meningkat. Oleh karena itu, aspek lingkungan sangat diperlukan dalam industri karet alam. Cemaran yang dihasilkan dari industri karet alam adalah cemaran dari limbah cair, limbah padat, dan limbah udara. Selain kondisi lingkungan, sumber daya alam, dan peran pemerintah


(8)

yang mendukung kelangsungan industri karet alam, manajemen rantai pasokan pun perlu ditingkatkan agar seluruh proses bisnis berjalan dengan baik. Dalam rangka peningkatan kualitas dan kuantitas karet alam dibutuhkan strategi dan kinerja yang efektif dari aliran rantai pasokan industri tersebut.

Perlu adanya solusi untuk memecahkan masalah-masalah yang ada dalam agroindustri karet alam. Salah satu solusi yang diharapkan dapat membantu perusahaan untuk menyelesaikan masalah-masalah tersebut yaitu dengan membuat suatu sistem penunjang keputusan yang dapat membantu pengambil keputusan memilih berbagai alternatif keputusan berupa hasil pengolahan informasi-informasi yang diperoleh. Sistem ini dilengkapi dengan model-model pemilihan yang merupakan representasi dari permasalahan yang ada di perusahaan. Pengembangan sistem ini dipadukan dengan manajemen rantai pasok guna memperlancar setiap informasi dan produk, mulai dari suplier sampai dengan konsumen, agar tercipta suatu hubungan teratur dari hulu ke hilir.

1.2

Tujuan Penelitian

Tujuan utama dari penelitian ini adalah untuk merancang dan mengembangkan suatu sistem penunjang keputusan berbasis web yang dapat memberikan keluaran sebagai solusi atas permasalahan-permasalahan yang ada serta sebagai upaya untuk meningkatkan kinerja rantai pasokan sehingga agroindustri karet alam dapat berkembang lebih baik, sedangkan tujuan antara dari penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Mengidentifikasi mekanisme rantai pasok karet alam di PT. Condong Garut dan menganalisis

seven green wastespada rantai pasokRibbed Smoked Sheet.

2. Mengembangkan model pengambilan keputusan yang diharapkan dapat membantu perusahaan untuk meningkatkan keuntungan.

3. Memberikan informasi mengenai budidaya dan teknologi pengolahan karet alam, yang dapat diakses dengan mudah oleh para pengguna kapan pun dan dimana pun.

1.3

Ruang Lingkup

Penelitian ini dilakukan di PT. Condong Garut, Garut, Jawa Barat sebagaichain memberutama dengan mengkaji manajemen rantai pasokan karet alam mengenai anggota dan aktivitas masing-masing rantai pasok serta green stream map rantai pasok Ribbed Smoked Sheet. Ruang lingkup penelitian ini adalah perancangan dan pengembangan sistem sebagai fasilitas yang diperuntukkan bagi perusahaan dalam mengambil keputusan mengenai aspek-aspek yang menjadi kendala dalam mengembangkan perusahaan, mencakup pemilihan produk psopektif, pemilihan konsumen potensial, strategi pemilihan plasma unggul, dan model pengukuran kinerja perusahaan yang mampu memberikan rekomendasi perbaikan. Rangakaian kegiatan agroindustri karet alam yang dikaji lebih dalam yaitu mulai dari pembibitan biji karet, pemeliharaan dan perawatan tanaman karet, pemanenan lateks, dan produksi karet alam tipeRibbed Smoked Sheet(RSS) danBrown Crepe. Sementara SPK berbasis web yang disajikan dapat digunakan pengguna untuk memberikan nilai inputan saja dan tidak dapat menambah, mengurangi, dan mengedit kriteria dan alternatif yang tersedia dalam sistem.

1.4

Manfaat Penelitian

Output yang dihasilkan oleh sistem diharapkan dapat memberikan manfaat bagi perusahaan dalam memberikan solusi bagi permasalahan yang ada di perusahaan dengan disediakannya sistem berbasis web yang menyediakan model-model mengenai produk prospektif, konsumen potensial, strategi pemilihan plasma unggul, dan pengukuran kinerja perusahaan sendiri. Selain itu, rekomendasi yang diberikan juga dapat menjadi sumbangan pemikiran dalam meningkatkan kinerja perusahaan dengan memperbaiki tahapan proses yang diwakilkan dengan metrik kinerja pada sistem.


(9)

II.

TINJAUAN PUSTAKA

2.1

Karet

Karet alam adalah polimer hidrokarbon yang terbentuk dari emulsi kesusuan (lateks) di getah beberapa jenis tumbuhan, tetapi dapat juga diproduksi secara sintetis. Sumber utama barang dagang dari lateks yang digunakan untuk menciptakan karet berasal dari pohon karet Hevea brasiliensis(Euphorbiaceae). Tanaman karet termasuk ke dalam divisiSpermatophyta, subdivisi

Angiospermae, kelasDycotyledone, ordoEuphorbiales, familiEuphorbiaceae dan genusHevea. Tanaman tersebut tumbuh baik di daerah yang berada pada iklim tropis dengan rentang astronomis 15°LU- 10°LS, suhu harian 25-30°C, ketinggian 1-600m dpl, curah hujan 2,000-2,500 mm/tahun, intensitas matahari 5-7 jam/hari, dan pH tanah 5-6 (Paimin dan Nazaruddin 1998).

Menurut Heru dan Andoko (2008) menyatakan bahwa karet alam pertama kali ditemukan oleh Columbus pada tahun 1493, ketika melihat seorang anak penduduk asli Pulau Haiti sedang bermain bola hitam yang terbuat dari getah. Setelah itu, pada tahun 1763 Mack dari Perancis menemukan bahwa karet dapat dilarutkan dalam eter dan lemak terpena. Pada tahun 1770, Frestry yang berasal dari Inggris menemukan bahwa karet dapat digunakan sebagai penghapus yang diberi nama rubber (berasal dari “rub”). Selanjutnya pada tahun 1905, karet yang tumbuh di sekitar aliran Amazon tidak dibudidayakan dan dikontrol seperti perkebunan karet saat ini. Akibat pengambilan getah karet yang dibatasi, maka para pedagang menjual dengan harga tinggi. Untuk menyelesaikan masalah itu, produksi karet dialihkan ke perkebunan di Asia Tenggara. Pada abad ke-20, sejak ditemukannya mobil, permintaan akan karet mengalami lonjakan, sehingga karet alam menjadi benda yang langka. Sebagai pengaruh dari langkanya karet alam, maka dibuat karet sintesis.

Sejumlah lokasi di Indonesia memiliki keadaan lahan yang cocok untuk penanaman karet, sebagian besar berada di wilayah Sumatera dan Kalimantan. Luas area perkebunan karet pada tahun 2005 tercatat mencapai lebih dari 3.2 juta ha yang tersebar di seluruh wilayah Indonesia. Adapun diantaranya 85% merupakan perkebunan karet milik rakyat, 7% perkebunan besar Negara, dan 8% perkebunan besar milik swasta. Produksi karet secara nasional pada tahun 2005 mencapai 2.2 juta ton. Jumlah ini masih akan bisa ditingkatkan lagi dengan melakukan peremajaan dan memberdayakan lahan-lahan pertanian milik petani serta lahan kosong yang tidak produktif untuk perkebunan karet (Sumber: ditjenbun.deptan.go.id).

Karet merupakan komoditi ekspor yang mampu memberikan kontribusi dalam upaya peningkatan devisa Indonesia. Pada beberapa tahun terakhir, ekspor karet Indonesia terus menunjukkan peningkatan, sehingga pendapatan devisa dari komoditi ini menunjukan hasil yang baik. Bahan baku dalam pengolahan karet adalah lateks yang belum mengalami pra koagulasi. Lateks merupakan cairan yang berbentuk koloid berwarna putih kekuning-kuningan yang dihasilkan oleh pohon karet. Adapun ciri-ciri lateks yang digunakan untuk menghasilkan lembaran slab yang baik, yaitu berbau segar, mempunyai KKK (Kader Karet Kering) yang tinggi yaitu 20% - 25%, tidak mengandung kotoran yang berasal dari benda lain yang tercampur dalam lateks, misalnya tatal kayu, daun, tanah, dan lain-lain, tidak terdapat bintik-bintik gumpalan karet atau terjadi proses pra koagulasi, serta mempunyai pH antara 6.5–7.0.

Pada lateks segar dan lateks yang dikeringkan mengandung zat-zat tertentu. Perbandingan zat-zat tersebut disajikan pada Tabel 1.


(10)

Tabel 1. Kandungan zat-zat dalam lateks segar dan yang dikeringkan No. Jenis Lateks Segar (%) Lateks yang dikeringkan (%)

1. Kandungan Karet 35.62 88.28

2. Resin (Damar) 1.65 4.10

3. Protein 2.03 5.04

4. Abu 0.70 0.84

5. Zat Gula 0.34 0.84

6. Air 59.62 1.0

Sumber : Heru dan Andoko (2008)

Lateks diperoleh dari pohon karet dengan proses penyadapan. Penyadapan adalah usaha untuk mendapatkan lateks sebanyak-banyaknya dengan tidak mengganggu kesehatan tanaman serta tidak merusak bagian-bagian lain dari tanaman kecuali kulit pohon. Penyadapan merupakan mata rantai pertama dalam proses pengolahan karet, sehingga penyadapan harus dilakukan sesuai prosedur. Pada tanaman muda, penyadapan dimulai ketika tanaman mencapai umur 5-6 tahun. Dalam pelaksanaannya, sebelum dilaksanakan sadapan rutin terlebih dahulu dilakukan bukaan sadapan dengan memperhatikan kriteria matang sadap, tinggi bukaan sadapan dan arah serta sudut lereng irisan sadapan.

Setelah didapat lateks dari proses penyadapan, maka lateks tersebut akan dikirim ke pabrik karet remah. Adapun beberapa bahan tambahan yang digunakan untuk menghasilkan karet remah adalah amoniak (NH3), asam formiat (HCOOH), air, dan kayu bakar. Amoniak dalam bentukciclo hexyl amin yang diencerkan menjadi ammonium hidroksida (NH4OH), memiliki sifat anti

koagulan dan desinfektan, sehingga senyawa ini digunakan untuk pengawetan lateks. Lalu asam formiat (HCOOH) adalah asam yang berfungsi untuk membuat koagulan lateks. Asam ini tersedia dalam konsentrasi 90% sehingga perlu diencerkan menjadi 2% agar pH yang diharapkan tercapai. Nilai pH 4.7 adalah titik penggumpal terbaik saat tercapainya titik beku pada lateks. Jumlah asam bisa diperbesar jika lateks telah mengalami penambahan anti koagulan yang bersifat basa, seperti amoniak, soda atau natrium sulfit. Sedangkan air dalam pengolahan memiliki fungsi untuk mengencerkan lateks, mencegah koagulan yang lengket dengan alat, dan membersihkan alat yang digunakan. Tetapi air yang digunakan dalam pengolahansheetharus bersih, tidak berwarna, tidak berbau, tidak sadah, pH antara 5.8-8, kadar karbonatnya tidak melebihi 300 mg dan tidak mengandung besi, tembaga dan mangan. Setelah itu, kayu bakar digunakan untuk mengasapi dan membentuk warna coklat (kuning keemasan). Kayu tersebut adalah kayu karet yang dihasilkan dari peremajaan karet yang sudah tidak produktif. Komposisi asap dalam kayu bakar disajikan pada Tabel 2.

Tabel 2. Komposisi emisi kayu bakar Komponen Kadar (mg/m3asap)

Formaldehyde 30-50

Macam-macam aldehyde 180-230

Keton 190-200

Asam Formiat 115-160

Asam Asetat 600

Tar 1295

Phenol 25-40


(11)

Sheetadalah salah satu produk karet alam yang telah sejak lama dikenal di pasaran. Pada masa sebelum perang dunia kedua, dalam perdagangansheetdikenal “Java Standard Sheet”, yaitu berupa lembaran-lembaransheetyang telah diasap, bersih dan liat, bebas dari jamur, tidak saling melekat, warna jernih, tidak bergelembung udara dan bebas dari akibat pengolahan yang kurang sempurna. Standar tesebut sampai sekarang masih dipertahankan sehingga perdagangan sheet

masih mampu bertahan sampai saat ini. Adapun cara pengolahansheetsecara garis besar dimulai dari penerimaan lateks, pengenceran, pembekuan, penggilingan, pengasapan dan pengeringan lalu sortasi dan pengepakan.

Crepemerupakan salah satu produk karet alam konvensional yang cukup prospektif.Crepe

berasal dari lateks, lump karet, atau RSS yang berkualitas rendah. Cara pembuatannya mirip dengan RSS, namun yang berbeda adalah menghilangkan warna cokelat tua dari karet kering, sehingga menghasilkan karet yang berwarna putih yang digiling mengunakan mesin pengiling menjadi lembaran tipiscrepe.

2.2

Budidaya Karet Alam

Secara umum proses kegiatan budidaya karet alam di PT. Condong Garut dapat digolongkan menjadi enam proses kegiatan, yang terdiri atas kegiatan pembibitan, kegiatan perawatan tanaman belum menghasilkan (TBM), perawatan tanaman menghasilkan (TM), pemanenan, penyaringan, dan pengiriman hasil panen (shipping).

Kegiatan pembibitan mencakup keseluruhan kegiatan mulai dari proses seleksi biji, pengecambahan, penyemaian, dan okulasi. Di PT. Condong Garut kurang lebih terdapat satu juta biji setiap tahunnya yang ditanam dan ditumbuhkan. Proses seleksi biji dilakukan dengan teknik

sampling dan juga seleksi secara visual. Proses pengecambahan biji karet dilakukan di lahan bedengan yang memiliki atap naungan untuk menghindari lahan dari terpaan matahari dan guyuran hujan. Proses penyiraman dilakukan teratur dua sampai tiga hari sekali, bergantung pada keadaan cuaca. Biji berkualitas baik akan berkecambah setelah sepuluh hari sejak dilakukan penanaman. Sedangkan biji yang berkecambah lebih dari sepuluh hari seringkali dibuang, karena diperkirakan dapat terganggu pada masa pertumbuhan tanamannya.

Proses penyemaian dilakukan di lahan dan di dalampolybag. Kegiatan perawatan saat bibit berada pada masa penyemaian meliputi penyiraman, pemupukan, penyiangan, dan pemberantasan hama. Proses okulasi yang dilakukan di PT. Condong Garut umumnya adalah jenis okulasi hijau, dimana batang bawah berusia lima sampai delapan bulan di pembibitan, sedangkan batang atasnya berumur satu sampai tiga bulan setelah pemangkasan.

Untuk proses perawatan TBM pada tanaman karet yang berumur satu sampai lima tahun meliputi kegiatan penyulaman, penyiangan, pemupukan, seleksi dan penjarangan. Kegiatan penyulaman dilakukan untuk mengganti bibit karet yang mati di lahan. Penyiangan memiliki tujuan untuk membebaskan tanaman dari gangguan gulma yang berada di lahan tanam.Pemupukan bertujuan untuk mempercepat pertumbuhan tanaman, sedangkan seleksi dilakukan untuk menghentikan penyebaran penyakit pada tanaman bermasalah. Tabel 3 memperlihatkan perkiraan kebutuhan pupuk perkebunan karet PT. Condong Garut. Sedangkan untuk perawat TM pada tanaman karet yang berumur lima sampai tiga puluh tahun tidak terlalu berbeda dengan perwawatan TBM, yaitu terdiri atas kegiatan penyiangan, pemupukan, dan peremajaan. Peremajaan pada tanaman meghasilkan dilakukan pada tanaman karet tua yang dinilai sudah tidak menguntungkan secara ekonomis karena telah mengalami penurunan produksi lateks. Selain pupuk, pada kegiatan pembibitan dan perawatan tanaman karet juga diperlukan pestisida dan obat


(12)

tanaman untuk menunjang pertumbuhan tanaman karet. Tabel 4 menunjukan sebagian kebutuhan material penunjang proses budidaya tanaman karet.

Tabel 3. Perkiraan kebutuhan pupuk PT. Condong Garut tahun 2012

No. Jenis Tanaman Luas Areal (Ha) Jumlah Pohon Kebutuhan (Kg)

Urea Sp.36 KCL Pukalet

1 TM 1,758.62 465,224 235,880 116,292 132,909 359,416

2 TBM 759.18 311,796 161,324 152,225 165,735 121,564

3 Opening 173.19 0 0 0 0 0

4 Entres 3.65 8,380 3,603 3,268 3,268 3,352

5 Bibitan 20.17 250,000 0 0 0 0

Total 2,714.81 400,807 271,785 301,912 484,332

Sumber : PT. Condong Garut (2012)

Kegiatan pemanenan di PT. Condong Garut dilakukan setiap hari, dimulai pada saat terang tanah (sekitar pukul lima pagi) hingga pukul delapan pagi. Sedangkan proses pengumpulan lateks dimulai pada pukul sepuluh pagi. Keseluruhan lateks hasil sadap diharapkan sudah terkumpul di tempat pengumpulan hasil (TPH) pada pukul sebelas. Pada proses pemanenan, seorang petani sadap membawa beberapa peralatan untuk proses penyadapannya, seperti pisau sadap, asahan pisau, pisau sadap atas (khusus tanaman sadap atas), golok, dan ember berukuran dua belas liter dan empat puluh liter. Pada proses pengumpulan hasil lateks, biasanya petani sadap menambahkan satu tetes amoniak pada setiap mangkuk sadap, untuk menghindari terjadinya penggumpalan pada lateks yang telah dikumpulkan. Setiap afdeling memiliki jumlah TPH yang berbeda-beda, bergantung pada luas areal perkebunan dan jumlah petani sadap dilokasi afdeling tersebut berada. Afdeling Bokor memiliki lima buah TPH, Cisonggom empat belas TPH, Cirejeng delapan TPH, Cikadongdong tiga TPH, dan Gunung Kembar memiliki sebelas TPH.

Tabel 4. Kebutuhan material penunjang budidaya karet

Jenis Tanaman Jenis Material Kebutuhan Kebutuhan/Tahun (Kg) (Kg/Ha/Tahun)

Pembibitan

Furadan 12 85.9

Matador 10 71.6

Baypolan 29 207.6

TB 32 229.1

Parafin 10 71.6

Dhithane 267 1,911.7

TBM

TB. 29 3 2,288.5

Amoniak 6 4,577.0

Round Up 6 4,577.0

Belerang 24 18,307.9

TM

TB. 29 3 5,275.9

Amoniak 6 10,551.7

Round Up 4 7,034.5

Belerang 24 42,206.9


(13)

Proses penyaringan lateks dilakukan ditempat pengumpulan hasil (TPH) lateks, bersamaan dengan proses penuangan lateks dari ember ke dalam bak penampungan. Kegiatan penyaringan ini bertujuan untuk menyaring berbagai bahan pengotor lateks berukuran besar, seperti ranting, dedaunan, ataupun lateks yang telah menggumpal (lumb). Pada setiap waktu penyaringan, biasanya jumlah kotoran yang tersaring mencapai dua sampai tiga kilogram untuk setiap TPH.

Pengiriman hasil panen lateks dilakukan dengan menggunakan truk pengangkut yang berisi tangki penampungan lateks. Setiap truk akan mengangkut hasil lateks dari tempat pengumpulan hasil (TPH) menuju ke pabrik olah karet. PT. Condong Garut memiliki sembilan unit truk yang setiap harinya dioperasikan untuk melakukan pengiriman hasil lateks ini. Jarak tempuh truk dari setiap lokasi afdeling menuju pabrik pengolahan karet disajikan pada Tabel 5.

Tabel 5. Jarak lokasi afdeling ke pabrik pengolahan Afdeling Pabrik Tujuan Alat Angkut Jarak

Bokor Cimari Truk 14 km

Cirenjeng Cimari Truk 10 km

Cisonggom Cimari Truk 5 km

Cikadondong Cikadondong Truk 5 km

Gunung Kembar Gunung Kembar Truk 11 km

Sumber : PT. Condong Garut (2012)

2.3

Teknologi Proses Produksi Karet Alam

Produk karet alam terdiri dari berbagai macam jenis. Di PT. Condong Garut sendiri pada kegiatan produksinya menghasilkan dua produk, yakni ribbed smoked sheet dan brown crepe. Kedua jenis produk karet alam tersebut tergolong kepada karet konvensional.Secara umum proses pengolahan lateks menjadiribbed smoked sheetdanbrown crepeadalah sama. Diagram alir proses pengolahanribbed smoked sheetdi PT. Condong Garut disajikan pada Gambar 1.

Lateks segar yang diperoleh dari kebun setiap harinya dikumpulkan dan diangkut dengan segera menuju pabrik untuk mencegah terjadinya penggumpalan ketika sebelum tiba di pabrik. Sebelum proses pengangkutan lateks segar menuju pabrik, terlebih dahulu latels segar tersebut ditambahkan amonia yang berfungsi untuk memperlambat proses penggumpalan lateks. Lateks yang sudah menggumpal ketika sebelum mencapai pabrik tidak dapat digunakan sebagai bahan baku pembuatanribbed smoked sheet,biasanya digunakan sebagai bahan baku pembuatanbrown crepe. Lateks yang menggumpal tersebut biasa disebut sebagai lump.

Proses menggumpalnya lateks segar dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor, di antaranya adalah akibat dari adanya guncangan selama pengangkutan lateks menuju pabrik. Menurut Heru dan Andoko (2008) apabila lateks sering tergoncang akan dapat mengganggu gerakanbrown dan sistem koloid lateks, sehingga partikel mungkin akan bertubrukan satu sama lain. Tubrukan-tubrukan tersebut dapat menyebabkan terpecahnya lapisan pelindung dan akan mengakibatkan penggumpalan.

Faktor lain yang menyebabkan terjadinya penggumpalan lateks segar yakni pengaruh pH dan pengaruh jasad renik. Perubahan pH dapat terjadi dengan penambahan asam atu basa dan karena penambahan elektolit. Bila pH diturunkan terlalu rendah dan dengan cepat lateks akan tetap cair (stabil) karena lapisan pelindung seluruhnya bermuatan positif. Hal tersebut terjadi juga saat pH 5.5 karena protein bermuatan negatif. Setelah lateks keluar dari pohon, lateks itu akan segera tercemar oleh jasad renik yang berasal dari udara atau dari peralatan-peralatan yang digunakan.


(14)

(15)

(16)

dan permukaannya. Sama juga ditambahkan larutan selain untuk mempermuda

Setelah proses pe Waktu yang dibutuhkan Berbeda pada proses peng asap, pada proses pengerin menggunakan bantuan an ini bertujuan untuk meng digiling. Kadar air yang mudah untuk terserang ce

brown crepeyang dihasilk Proses sortasi dan Lembarancrepeyang hita Condong Garut mutubrow

mutu II, brown crepe mu memisahkan mutu lemba Warna yang lebih jernih d bercak hitam sedikit di g hitam digolongkan ke dala hasil potongan padabrow

proses pengepakan pada p menggunakan lembaran k

smoked sheet, 1 bandela p

brown crepeyang telah dib

Gamb

2.4

Manajemen Ran

Tunggal (2009) me bekerja sama untuk mencip bersama-sama. Dengan organisasi yang melibatka aktivitas yang berbeda yan Heizer dan Render aktivitas pengadaan baha serta pengiriman kepada

ma halnya dengan penggilingan sebelumnya, pada peng tan H2SO45% untuk lebih membersihkan lembarancre

dah proses penggilingan tersebut.

penggilingan selesai kemudian dilanjutkan dengan p n untuk mengeringkan lembaran crepe ini mencapai engeringan pada proses produksiribbed smoked sheet

eringan lembaran brown crepedilakukan dengan cara angin dan udara sekitar untuk mengeringkan lembaran nghilangkan kadar air yang masih tersisa pada lembara g terlalu besar pada lembaran crepe dapat menyebabk cendawan dan mikroorganisme lainnya yang dapat men

ilkan.

an pengepakan dilakukan setelah waktu pengeringan itam dipisahkan dari lembarancrepeyang bersih pada ta

rown crepedibagi ke dalam 4 jenis, yaitubrown crepem mutu III dan brown crepe mutucutting. Indikator yan

baran brown crepe yang dihasilkan adalah warna da ih digolongkan ke dalambrown crepemutu I. Warna ya i golongkan ke dalam brown crepe mutu II. Warna lem

alambrown crepemutu III. Adapunbrown crepemutu

own crepemutu I, II dan III pada proses pengepakan. S a produksiribbed smoked sheet, pada proses pengepaka karet yang sejenis mutunya dengan yang di kemas. B la pada brown crepebobotnya adalah ±40 kg. Gambar

dibentuk dalam bandela atau bal-bal dengan bobot 40 k

bar 3.Brown crepeyang telah dibentuk dalam bandela

Rantai Pasok

mengemukakan rantai pasok adalah jaringan perusahaa nciptakan dan menghantarkan suatu produk ke tangan pe kata lain, perusahaan-perusahaan tersebut juga m tkan hubungan hulu (upstream) dan hilir (downstream

yang memberi nilai dalam bentuk produk dan jasa pada p er (2010) berpendapat bahwa manajemen rantai pasok m han dan pelayanaan, pengubahan barang setengah jadi a pelanggan. Menurut Siagian (2005), ruang lingkup

enggilingan ketiga ini

repeyang dihasilkan

proses pengeringan. pai 40 hari lamanya.

tyang menggunakan ra kering angin yakni n crepe. Pengeringan arancrepe yang telah bkan lembaran crepe

enurunkan mutu dari

n mencapai 40 hari. a tahap sortasi. Di PT.

emutu I,brown crepe

ang digunakan untuk dari lembaran crepe. yang terdapat bercak-lembarancrepe yang tucuttingadalah sisa . Sama halnya dengan kanbrown crepejuga . Berbeda dariribbed

ar 3 mengilustrasikan kg/bal.

la

aan-perusahaan yang pemakai akhir secara membentuk jaringan

m) dalam proses dan a pelanggan.

k merupakan integrasi di dan produk akhir, up manajemen rantai


(17)

pasok meliputi, (1) Ranta mulai dari bahan mentah, Bahan baku dan aliran in suatu sistem tempat organ Struktur manajemen ranta

Gamb

Manajemen rantai pemasok ke produksi, g perusahaan meningkatkan yang tinggi, pengurangan terhadap rantai pasok. Ra manufaktur, distributor, d penjadwalan, transfer kred

Menurut Miranda saling terkait satu sama la 1. Struktur jaringan ranta

rantai pasok lainnya. berhubungan dengan p pemasok atau pelangg 2. Proses bisnis rantai pa

bagi pelanggan, yaitu

Management (CSM), pelanggan dengan ke pelanggan dan kapan)

procurement, serta pen 3. Komponen manajeme

disatukan dan disusun perencanaan dan peng struktur fasilitas aliran manajemen, struktur w dan sikap.

Chopra dan Peter tahapan. Adapun tahapan-1. Rantai pertama atau p mata rantai penyalura bahan mentah, bahan p

ntai pasok yang mencakup seluruh kegiatan arus dan tr tah, sampai penyaluran ke tangan konsumen termasuk a

informasi adalah rangkaian dari rantai pasok. (2) Ra anisasi menyalurkan barang produksi dan jasa kepada tai pasok dapat dilihat pada Gambar 4.

bar 4. Struktur manajemen rantai pasok (Siagian 2005)

tai pasok berkaitan langsung dengan siklus lengkap i, gudang, dan distribusi kemudian sampai ke kon kan kemampuan bersaing mereka melalui penyesuaia an biaya, dan kecepatan mencapai pasar diberikan pe Rantai pasok mencakup keseluruhan interaksi antara pe , dan konsumen. Interaksi ini juga berkaitan dengan tran redit, dan tunai, serta transfer bahan baku antara pihak-p

a dan Amin (2006), manajemen rantai pasok terdiri ata lain, yaitu :

ntai pasok, yaitu jaringan kerja anggota dan hubunga a. Anggota rantai pasok meliputi semua perusahaan d n perusahaan lokal, baik secara langsung maupun tida ggannya dari point of origin hinggapoint of consumption

pasok, yaitu aktivitas-aktivitas yang menghasilkan nila aitu : Customer Relationship Management (CRM),

), demand management (berfungsi untuk menyeimb kemampuan supply perusahaan, serta menentukan apa

n), Customer Order Fulfillment(COF),manufacturing

engembangan produk dan komersialisasi.

en rantai pasok berupa peubah-peubah manajerial di un sepanjang rantai pasok. Adapun komponen utama engendalian, struktur aliran kinerja / aktivitas kerja, liran komunikasi dan informasi, struktur fasilitas aliran

r wewenang dan kepemimpinan, struktur risiko dan re

r (2007) mengemukakan bahwa rantai pasok melibatka n-tahapan tersebut dapat dijabarkan sebagai berikut :

pemasok merupakan sumber yang menyediakan baha ran barang dimulai. Bahan pertama ini dapat dalam b n penolong, bahan dagangan, penggabungan, dan sebaga

transformasi barang aliran informasinya. Rantai pasok sebagai a para pelanggannya.

5)

ap bahan baku dari onsumen. Sementara aian produk, kualitas penekanan tambahan pemasok, perusahaan transportasi, informasi -pihak yang terlibat. i atas tiga unsur yang

ngan dengan anggota dan organisasi yang idak langsung melalui

tion.

ilai keluaran tertentu ), Customer Service

mbangkan kebutuhan apa yang akan dibeli

ing flow management,

dimana proses bisnis anya adalah metode , struktur organisasi, liran produksi, metode

reward, serta budaya

tkan variasi beberapa

ahan pertama dimana bentuk bahan baku, gainya.


(18)

2. Rantai pertama dihubungkan dengan rantai kedua, yaitu manufaktur dimana tugasnya adalah melakukan pekerjaan pabrikasi, merakit dan menyelesaikan barang hingga menjadi produk jadi.

3. Rantai ketiga ialah distributor. Barang yang sudah selesai dipabrikasi akan didistribusikan ke gudang atau disalurkan ke gudang milik distributor atau pedagang besar dalam jumlah besar dan pada waktunya nanti pedagang besar menyalurkan dalam jumlah yang lebih kecil kepada

retailer(pengecer).

4. Rantai keempat ialah retailer. Pengecer berfungsi sebagai rantai pasok yang ada di antara distributor yang pada umumnya pedagang besar ke pedagang kecil (pengecer). Pengecer berupa gerai seperti toko, warung, departement store, supermarket, hypermarket, koperasi, mal,club stores, dan sebagainya.

5. Rantai kelima ialah pelanggan. Dari distributor atau pengecer, barang ditawarkan langsung kepada pelanggan sebagai pengguna barang tersebut. Akhir dari mata rantai pasok adalah pada saat produk sampai kepada orang yang menggunakan atau memakai produk tersebut.

2.5

Pengukuran Kinerja Rantai Pasok

Djaali dan Muljono (2007) menyatakan bahwa pengukuran (measurement) merupakan suatu kegiatan yang dilakukan untuk mengukur atau memberi angka terhadap sesuatu yang disebut obyek pengukuran. Pada hakikatnya, mengukur adalah pemasangan atau korespondensi 1-1 antara angka yang diberikan dengan fakta dan diberi angka atau diukur. Kinerja atau performance

menurut Hertz (2009) dapat mengacu pada hasiloutputdan sesuatu yang dihasilkan dari proses produk dan pelanggan yang bisa dievaluasi dan dibandingkan secara relatif dengan tujuan, standar, hasil masa lalu dan organisasi lainnya. Kinerja dapat dinyatakan dalam istilah nonfinansial dan keuangan.

Pengukuran kinerja adalah membandingkan antara hasil yang sebenarnya diperoleh dengan yang direncanakan. Dengan kata lain, sasaran-sasaran tersebut harus diteliti satu per satu, baik mana yang telah dicapai sepenuhnya (100%), maupun mana yang di atas standar (target) dan juga mana yang di bawah target atau tidak tercapai penuh (Ruky dan Achmad 2001).

Menurut Wibowo (2009), kinerja adalah melakukan pekerjaan dan hasil yang dicapai dari pekerjaan tersebut, tentang apa yang dikerjakan dan bagaimana cara mengerjakannya. Pengukuran kinerja perlu dilakukan untuk mengetahui apakah selama pelaksanaan kinerja terdapat penyimpangan dari rencana yang telah ditentukan, apakah kinerja dapat dilakukan sesuai jadwal waktu yang ditentukan, dan apakah hasil kinerja telah tercapai sesuai dengan yang diharapkan.

Pengukuran kinerja yang tepat dapat dilakukan dengan cara memastikan bahwa persyaratan yang diinginkan pelanggan telah terpenuhi, mengusahakan standar kinerja untuk menciptakan perbandingan, mengusahakan jarak bagi orang untuk memonitor tingkat kinerja, menetapkan arti penting masalah kualitas dan menentukan apa yang perlu prioritas perhatian, menghindari konsekuensi dari rendahnya kualitas, mempertimbangkan penggunaan sumber daya, dan mengusahakan umpan balik untuk mendorong usaha perbaikan.

Menurut Ruky dan Achmad (2001), salah satu aspek fundamental dalam manajemen rantai pasok adalah manajemen kinerja dan perbaikan secara berkelanjutan. Untuk menciptakan manajemen kinerja yang efektif diperlukan sistem pengukuran yang mampu mengevaluasi kinerja rantai pasok secara holistik. Adapun sistem pengukuran kinerja ini diperlukan untuk melakukan pengawasan dan pengendalian, mengkomunikasikan tujuan organisasi ke fungsi-fungsi pada rantai pasok, mengetahui posisi suatu organisasi terhadap pesaing maupun terhadap tujuan yang hendak dicapai, dan menentukan arah perbaikan untuk menciptakan keunggulan dalam bersaing.


(19)

Filosofi manajemen rantai pasok menekankan perlunya koordinasi dan kolaborasi baik antar fungsi di dalam sebuah organisasi maupun lintas organisasi pada suatu rantai pasok. Hal ini menyiratkan pentingnya sistem pengukuran kinerja yang terintegrasi, bukan hanya di dalam suatu organisasi, tetapi juga antar pemain organisasi pada suatu rantai pasok. Artinya, sistem pengukuran kinerja harus memiliki alat ukur yang dapat digunakan untuk memonitor kinerja secara bersama-sama antara satu organisasi dengan organisasi lainnya pada sebuah rantai pasok.

2.6

Supply Chain Operations Reference

Menurut Pujawan (2005),Supply Chain Operations Reference(SCOR) adalah suatu model referensi proses yang dikembangkan oleh Dewan Rantai Pasokan sebagai alat diagnosa Supply Chain Management yang digunakan untuk mengukur performa rantai pasokan perusahaan, meningkatkan kinerjanya, dan mengkomunikasikan pihak-pihak ayng terlibat di dalamnya. Dasar model SCOR didasarkan pada tiga pilar utama, yaitu pemodelan proses, pengukuran performa atau kinerja rantai pasokan, dan penerapanbest practice(Supply Chain Council2008).

Model SCOR mempunyai indikator-indikator penilaian yang dinyatakan dalam ukuran kuantitatif yang disebut dengan metrik-metrik penilaian. Metrik-metrik penilaian tersebut dinyatakan dalam beberapa level tingkatan meliputi level 1, level 2, dan level 3. Banyaknya metrik dan tingkatan metrik yang digunakan sesuai dengan jenis dan banyaknya proses, serta tingkatan proses rantai pasokan yang diterapkan di dalam perusahaan (Supply Chain Council2008). Proses SCOR terbagi menjadi beberapa level detail proses untuk membantu perusahaan menganalisa kinerjasupplychainnya. Model SCOR membagi proses-proses rantai pasok menjadi lima proses yang terdiri dari:

1. Plan (proses perencanaan) yaitu proses yang menyeimbangkan permintaan dan pasok untuk menentukan tindakan terbaik dalam memenuhi kebutuhan pengadaan, produksi, dan pengiriman. Plan mencakup proses menaksir, kebutuhan distribusi, perencanaan dan pengendalian persediaan, perencanaan produksi, perencanaanmaterial, perencanaan kapasitas, dan melakukan penyesuaian rencana rantai pasok dan rencana keuangan.

2. Source (proses pengadaan) yaitu proses pengadaan barang maupun jasa untuk memenuhi permintaan. Proses source mencakup penjadwalan pengiriman dari pemasok, menerima, mengecek, dan memberi otorisasi pembayaran untuk barang yang dikirim pemasok, memilih pemasok, dan mengevaluasi kinerja pemasok.

3. Make(proses produksi) yaitu proses untuk mentransformasi bahan baku menjadi produk yang diinginkan pelanggan. Proses make mencakup penjadwalan produksi, melakukan kegiatan produksi dan melakukan pengetesan kualitas, mengelola barang setengah jadi, dan memelihara fasilitas produksi.

4. Deliver(proses pengiriman) yaitu proses untuk memenuhi permintaan terhadap barang maupun jasa yang meliputi manajemen pesanan, transportasi, dan distribusi. Proses delivermencakup menangani pesanan dari pelanggan, memilih perusahaan jasa pengiriman, menangani kegiatan pergudangan produk jadi, dan mengirim tagihan ke pelanggan.

5. Return(proses pengembalian) yaitu proses pengembalian atau menerima pengembalian produk karena berbagai alasan. Kegiatan return antara lain identifikasi kondisi produk, meminta otorisasi pengembalian cacat, penjadwalan pengembalian, dan melakukan pengembalian.

SCOR dapat mengukur kinerja rantai pasok secara obyektif berdasarkan data yang ada serta dapat mengidentifikasi dimana perbaikan perlu dilakukan untuk menciptakan keunggulan bersaing dengan melakukan analisis dan dekomposisi proses. Gambar 5 menggambarkan stuktur model


(20)

(21)

Tabel 6. Atribut performa manajemen rantai pasok beserta metrik performa

Atribut Performa Definisi Metrik Level 1

Reliabilitas Rantai Pasok

Performa rantai pasok perusahaan dalam memenuhi pesanan pembeli dengan; produk, jumlah, waktu, kemasan, kondisi,

dan dokumentasi yang tepat, sehingga mampu memberikan kepercayaan kepada

pembeli bahwa pesanannya akan dapat terpenuhi dengan baik.

Pemenuhan Pesanan Sempurna

Responsivitas Rantai Pasok

Waktu (kecepatan) rantai pasok perusahaan dalam memenuhi pesanan

konsumen.

Siklus Pemenuhan Pesanan

Fleksibilitas Rantai

Pasok Keuletan rantai pasok dan kemampuan untuk beradaptasinya terhadap perubahan

pasar untuk memelihara keuntungan kompetitif rantai pasok.

Fleksibilitas Rantai Pasok Atas

Penyesuaian Rantai Pasok Atas

Penyesuaian Rantai Pasok Bawah

Biaya Rantai Pasok Biaya yang berkaitan dengan pelaksanaan proses rantai pasok.

Biaya SCM Biaya Pokok Produk Manajemen Aset

Rantai Pasok

Efektivitas suatu perusahaan dalam memanajemenkan asetnya untuk mendukung terpenuhinya kepuasan

konsumen.

SiklusCash-to-Cash Return on Supply Chain

Fixed Assets Return on Working Capital

Sumber : Bolstroff dan Rosenbaum (2003)

2.7

Green Supply Chain Management

dan

Green Supply Chain Operations

Reference

Green Supply Chain Management (GSCM) merupakan kata kunci untuk meyakinkan bahwa semua faktor atau semua elemen dalam rantai pasok memperhatikan lingkungannya atau tidak menimbulkan dampak berbahaya bagi lingkungan. Setiawan et al. (2011) mendefinisikan GSCM sebagai fungsi pembelian termasuk pengurangan, daur ulang, penggunaan kembali, dan substitusi bahan baku. Konsep GSCM mencakup seluruh tahapan dalam siklus hidup produk, mulai dari penyedian bahan baku, produksi, distribusi, dan penggunaan produk oleh konsumen sampai kepada bagian akhir dari produk tersebut yaitu pembuangan (limbah yang dihasilkan).

Tujuan dasar dari pengukuran kinerja GSCM adalah pelaporan eksternal, pengendalian internal, dan analisis internal (memahami bisnis yang lebih baik dan perbaikan terus-menerus). Hal tersebut merupakan hal mendasar dalam mendesain kerangka kerja pengukuran kinerja GSCM. Pengukuran kinerja GSCM lebih menekankan aspek ekologi dan ekonomi sebagai sistem manajemen lingkungan.

GSCM bertujuan untuk membatasi limbah yang dihasilkan dalam sistem industri sehingga dapat menghemat energi dan mencegah pembuangan bahan berbahaya ke lingkungan. Desain pengukuran kinerja GSCM harus dimulai dengan mendefinisikan tujuan sistem rantai pasok secara keseluruhan. Pengukuran kinerja GSCM harus sesuai dengan prinsip sistem manajemen lingkungan, seperti ISO 14000.


(22)

(23)

(24)

(25)

(26)

adalah melakukan sintesis terhadap hasil penilaian yang dilakukan untuk menentukan elemen mana yang memiliki prioritas tertinggi dan terendah. Skala perbandingan berpasangan dapat dilihat pada Tabel 7.

Tabel 7. Skala perbandingan berpasangan

Intensitas Pentingnya Definisi

1 Sama Penting

3 Sedikit Lebih Penting

5 Sangat Penting

7 Jelas Lebih Penting

9 Mutlak Lebih Penting

2, 4, 6, 8 Nilai-nilai antara diantara dua pertimbangan yang berdekatan Sumber : Saaty (1991).

AHP menguraikan sistem yang komplek menjadi elemen-elemen yang lebih sederhana. Fewidarto (1996) mendefinisikan hirarki merupakan abstraksi struktur suatu sistem dimana fungsi hirarki antar komponen dan dampak-dampaknya pada sistem secara keseluruhan dapat dipelajari. Abstraksi mempunyai bentuk yang saling berkaitan yang menggambarkan sistem secara keseluruhan.

Beberapa keuntungan dari penerapan hirarki menurut Fewidarto (1996) adalah hirarki dapat digunakan untuk menjelaskan bagaimana perubahan-perubahan prioritas pada level yang lebih tinggi dapat mempengaruhi prioritas pada level bawahnya, hirarki memberikan informasi yang lengkap mengenai struktur dan fungsi suatu sistem pada level yang lebih rendah dan memberikan gambaran mengenai aktor dan tujuan pada level yang lebih tinggi, sistem akan menjadi lebih efisien jika disusun dalam bentuk hirarki dibandingkan dalam bentuk lain, serta hirarki bersifat stabil dan fleksibel. Stabil dalam arti bahwa perubahan yang kecil mempunyai efek yang kecil, sedangkan fleksibel dalam arti penambahan elemen pada struktur yang telah tersusun baik tidak akan mengganggu kinerjanya.

2.11 Metode Perbandingan Eksponensial

Metode Perbandingan Eksponensial (MPE) digunakan sebagai pendekatan dalam membantu pengguna untuk mengambil keputusan dengan kriteria jamak pada model pemilihan produk prospektif dan pemilihan pasar potensial. Menurut Eriyatno (1999), MPE digunakan sebagai pembantu bagi individu mengambil keputusan untuk menggunakan rancang bangun yang telah terdefinisi dengan baik tiap tahap proses. MPE digunakan untuk membandingkan beberapa alternatif dengan menggunakan sejumlah kriteria yang ditentukan berdasarkan hasil survei dengan pakar terkait. MPE adalah salah satu metode pengambilan keputusan yang mengkuantitaskan pendapat seseorang atau lebih dalam skala tertentu. Metode ini mempunyai keuntungan dalam mengurangi bias yang mungkin terjadi dalam analisis. Nilai skor menggambarkan urutan prioritas menjadi besar (fungsi eksponensial) ini mengakibatkan urutan prioritas alternatif keputusan lebih nyata.

Menurut Marimin (2004) dalam menggunakan metode perbandingan eksponensial ada beberapa tahapan yang harus dilakukan yaitu menyusun alternatif-alternatif keputusan yang akan dipilih, menentukan kriteria atau perbandingan kriteria keputusan yang penting untuk dievaluasi, menentukan tingkat kepentingan dari setiap kriteria keputusan atau pertimbangan kriteria, melakukan penilaian terhadap semua alternatif pada setiap kriteria, menghitung skor atau nilai


(27)

total pada setiap alternatif, dan menentukan urutan prioritas keputusan didasarkan pada skor atau nilai total masing-masing alternatif. Formulasi perhitungan skor untuk setiap alternatif dalam metoda perbandingan eksponensial adalah sebagai berikut :

Total Nilai (TNi) = (RKij)

Keterangan :

TNi = Total nilai alternatif ke-i

RKij = Derajat kepentingan relatif kriteria ke-j pada pilihan keputusan i TKKj = Derajat kepentingan kriteria keputusan ke-j; TKKj > 0;bulat n = Jumlah pilihan keputusan

m = Jumlah kriteria keputusan

Penentuan tingkat kepentingan kriteria dilakukan dengan cara wawancara dengan pakar atau melalui kesepakatan curah pendapat, sedangkan penentuan skor alternatif pada kriteria tertentu dilakukan dengan memberi nilai setiap alternatif berdasarkan nilai kriterianya. Semakin besar nilai alternatif, semakin besar pula skor alternatif tersebut. Total skor masing-masing alternatif keputusan akan relatif berbeda secara nyata karena adanya fungsi.

2.12 WWW (World Wide

Web)

Web adalah jaringan informasi yang menggunakan protocol HTTP (Hyper Text Transfer Protocol) dan FTP (File Transfer Protocol), dimana sumberdaya-sumberdaya yang berguna diidentifikasi oleh pengenal global berupa alamat URL (Uniform Resource Locator).Web dapat diakses melaluiinterfacesederhana dan mudah digunakan. Informasi ini biasanya disajikan dalam bentukhypertextatau multimedia, dan disediakan oleh serveryang berlokasi di berbagai penjuru dunia.

Halamanwebterbagi menjadi dua macam, yaitu halaman statis dan halaman dinamis.Web

statis biasanya hanya merupakan HTML yang diketik melalui text editor yang disimpan dalam bentuk .html atau .htm. Web dinamis adalah halaman web yang hanya berhubungan dengan halamanweb yang lain,user hanya bias melihat isi dokumen pada halamanwebdan jika diklik maka dokumen akan berpindah ke halamanwebselanjutnya. Interaksiuserdengan browser hanya sebatas melihat informasi tetapi tidak bisa mengolah informasi yang dihasilkan.Webyang dinamis memungkinkan kita untuk berinteraksi dengan menggunakan form sehingga kita bisa mengolah informasi yang ditampilkan.

Setelah melakukan penyewaan domain name dan web hosting serta penguasaan bahasa program (scripts program), unsurwebsiteyang penting dan utama adalah desain. Desainwebsite

menentukan kualitas dan keindahan sebuah website. Desain sangat berpengaruh kepada penilaian pengunjung akan bagus tidaknya sebuah website. Untuk membuat website biasanya dapat dilakukan sendiri atau menyewa jasa website designer. Kualitas situs sangat ditentukan oleh kualitasdesigner. Semakin banyak penguasaanweb designertentang beragam program /software

pendukung pembuatan situs maka akan dihasilkan situs yang semakin berkualitas, demikian pula sebaliknya.

Keberadaan situs tidak ada gunanya dibangun tanpa dikunjungi atau dikenal oleh masyarakat atau pengunjung internet. Karena efektif tidaknya situs sangat tergantung dari besarnya pengunjung dan komentar yang masuk. Untuk mengenalkan situs kepada masyarakat memerlukan apa yang disebut publikasi atau promosi. Publikasi situs di masyarakat dapat dilakukan dengan berbagai cara seperti dengan pamflet-pamflet, selebaran, baliho dan lain sebagainya tapi cara ini bisa dikatakan masih kurang efektif dan sangat terbatas. Cara yang


(28)

biasanya dilakukan dan paling efektif dengan tak terbatas ruang atau waktu adalah publikasi langsung di internet melaluisearch engine-search engine(mesin pencari, seperti : Yahoo, Google,

search Indonesia, dsb). Cara publikasi di search engine ada yang gratis dan ada pula yang membayar. Yang gratis biasanya terbatas dan cukup lama untuk bisa masuk dan dikenali disearch engine terkenal seperti Yahoo atau Google. Cara efektif publikasi adalah dengan membayar, walaupun harus sedikit mengeluarkan akan tetapi situs cepat masuk ke search engine dan dikenal oleh pengunjung.

Untuk mendukung kelanjutan dari situs diperlukan pemeliharaan setiap waktu sesuai yang diinginkan seperti penambahan informasi, berita, artikel,link, gambar atau lain sebagainya. Tanpa pemeliharaan yang baik situs akan terkesan membosankan atau monoton juga akan segera ditinggal pengunjung. Pemeliharaan situs dapat dilakukan per periode tertentu seperti tiap hari, tiap minggu atau tiap bulan sekali secara rutin atau secara periodik saja tergantung kebutuhan (tidak rutin). Pemeliharaan rutin biasanya dipakai oleh situs-situs berita, penyedia artikel, organisasi atau lembaga pemerintah, sedangkan pemeliharaan periodik biasanya untuk situs-situs pribadi, penjualan /e-commerce, dan lain sebagainya (Saputro 2007).

2.13 Penelitian Terdahulu

Beberapa penelitian terdahulu yang menjadi acuan dalam penelitian ini, diantaranya Muhardika (2009), dengan skripsi yang berjudul Sistem Pendukung Keputusan Manajemen Rantai Pasok Krisan dan Kedelai Edamame melakukan pengukuran kinerja terhadap para mitra perusahaan dengan metode SCOR dan DEA. Selain itu, dalam sistem yang dibuatnya, terdapat pula model pengukuran nilai tambah masing-masing komoditas terhadap berbagai pihak, diantaranya konsumen, perusahaan, dan mitra tani.

Mardhiyyah (2008), melakukan penelitian tentang Kinerja Penyampaian Suku Cadang PT Toyota-Astra Motor dengan ModelSupply Chain Operations Reference. Dari penelitian tersebut dijelaskan : (1) struktur anggota rantai pasok bisnis suku cadang PT TAM, yaitu supplier (mata rantai 1), TAM (mata rantai 2) sebagai agen tunggal pemegang merk Toyota,main dealerToyota (mata rantai 3), sub dealer/branch/VSP dan partshop (mata rantai 4) yang secara langsung menanganiend-user(mata rantai 5) ; (2) pengukuran kinerja metrik level 1delivery performance

menunjukkan pengirimanon timeuntuk tujuan luar Jakarta di atas 90% dan tujuan Jakarta di atas 98% ; (3) Kategori proses yang sangat kritis untuk PT TAM adalahdelivery stocked product(D1). SCOR level 3 menguraikan aliran proses dan informasi kegiatan pemrosesan order pada TAM. Pada level 4 dilakukan penguraian tugas dari elemen proses pada level 3, sehingga menjadi acuan bagi pelaksana.

Fawaz et al. (2006) menggunakan value stream mapping pada studi kasus suatu sektor proses sebagai alat identifikasi peluang dalam berbagai teknik penghematan. Pada penelitian ini dilakukan simulasi model yang dikembangkan untuk membandingkan skenario sebelum dan setelah perbaikan secara detail, dalam tujuan menggambarkan berbagai manfaat potensial manajemen, seperti penurunan lead-time produksi dan rendahnya tingkat persediaan yang diproses.

Maarif (2000) menggunakan modelanalytical hierarchy process(AHP) sebagai alat untuk memperoleh alternatif strategi terbaik pada permasalahan peningkatan produktivitas udang tambak. Penggunaan AHP dalam penelitian ini bertujuan untuk menyederhanakan pengkajian permasalahan yang bersifat kompleks dan tidak terstruktur, sehingga dapat dihasilkan informasi lengkap mengenai permasalahan yang terjadi.


(29)

III. METODE PENELITIAN

3.1

Kerangka Pemikiran

Agroindustri karet alam dapat menghasilkan beberapa produk turunan karet yang berkualitas, diantaranya adalahRibbed Smoked SheetdanBrown Crepe. Walaupun kondisi geografis di Indonesia sangat mendukung industri tersebut, namun kenyataannya kegiatan budidaya dan pengelolaan yang seadanya membuat produktivitas rendah. Biaya produksi dalam pengolahan karet yang kian mahal dan tidak sebanding dengan keuntungan yang diperoleh, ditambah dengan keuletan dan keterampilan yang harus dimiliki dalam pengelolaan perkebunan karet menjadi kendala dalam mempertahankan produktivitas agroindustri karet alam.

PT. Condong Garut yang terletak di Garut Selatan merupakan salah satu agroindustri karet terbesar milik swasta di Indonesia. Sama halnya dengan agroindustri karet lain, agroindustri ini kurang maksimal dalam memproduksi produk-produk turunan yang prospektif sehingga keuntungan perusahaan pun rendah. Keputusan mengenai jumlah dari masing-masing produk yang akan diproduksi didasarkan pada ketersediaan sarana dan sumber daya manusia terampil yang dibutuhkan dalam proses produksi berlangsung. Sementara untuk memasarkan produknya, agroindustri ini lebih banyak menjual kepada konsumen dengan skala besar. Banyaknya permintaan yang tidak didukung oleh ketersediaan produk yang memadai, membuat pemasaran produk menjadi terbatas sehingga pihak perusahaan tidak memikirkan potensi permintaan konsumen, biaya distribusi, penawaran harga dan sebagainya. Padahal, dengan mengoptimalkan pengolahan produk prospektif dan konsumen yang potensial, dapat menjadi masalah keterbatasan pemasukan perusahaan.

Selain kedua hal tersebut, pasokan bahan baku utama berupa lateks yang diperoleh dari mitra plasma (petani karet), mempunyai kuantitas dan kualitas yang masih kurang menurut pihak perusahaan, namun sampai saat ini belum ada tindak lanjut dari perusahaan mengenai hal itu. Dalam hal ini, agroindustri karet yang berperan sebagai perusahaan inti masih belum dapat menyaring dan mengawasi para plasma dengan baik. Keuletan dalam memelihara kebun karet adalah hal utama yang wajib dimiliki oleh plasma, karena salah satu kunci keberhasilan dalam menghasilkan lateks yang berkadar karet kering tinggi, adalah dengan merawat kebun, menyadap lateks dan menyaring lateks sesuai prosedur. Selain itu, faktor-faktor pendukung lainnya juga dapat menjadi kunci kesuksesan dalam menghasilkan lateks yang berkualitas. Pihak perusahaan sebaiknya dapat memilih dan meninjau keberadaan para plasma terlebih dahulu sebelum membuat kesepakatan dalam proses kerja sama dan pemeliharaan.

Perlu adanya solusi untuk memecahkan masalah-masalah yang ada dalam agroindustri karet alam ini. Salah satu solusi yang diharapkan dapat membantu perusahaan untuk menyelesaikan masalah-masalah tersebut yaitu dengan membuat suatu sistem yang dapat membantu seorang pengambil keputusan untuk menghasilkan keputusan yang terbaik dalam waktu yang singkat dan sistem tersebut dapat menyediakan informasi yang mendukung proses pengambilan keputusan secara cepat, ringkas, dan informatif. Pada penelitian ini, sistem tersebut adalah sistem penunjang keputusan manajemen rantai pasok karet alam dengan pendekatan Green Supply Chain Operations Reference.

Sistem ini dilengkapi dengan model pemilihan yang merupakan representasi dari permasalahan yang ada di perusahaan. Model-model pemilihan yang tersedia yaitu model pemilihan produk prospektif, model pemilihan konsumen potensial, dan model penentuan strategi pemilihan plasma unggul. Selain itu, dalam sistem ini juga dilengkapi dengan model pengukuran kinerja rantai pasokan perusahaan.


(30)

Model tersebut diharapka karet saat ini.

Sistem penunjang mengenai budidaya tanam alam, standar mutu karet alam. Adapun proses-pro dengan pengumpulan da pengumpulan data ini, m karet alam dan analisisse

itu dilakukan tahapan permasalahan, identifikas tahapan verifikasi model yang terbentuk dengan ditetapkan. Kerangka pem

kan dapat memberikan gambaran lebih jauh mengen

g keputusan yang dibuat juga telah dilengkapi denga naman karet, gambaran umum perusahaan, teknologi

ret alam, dan mekanisme manajemen rantai pasok da roses yang dilalui dalam pembuatan sistem penunjang data, yaitu studi pustaka, observasi lapang, dan maka dapat dilakukan identifikasi kegiatan-kegiatan m

seven green wastesdengan pendekatangreen value str

pendekatan sistem yang terdiri dari : analisis asi sistem, pemodelan sistem, dan implementasi siste el dan validasi model untuk menguji model dengan data n program komputer telah layak digunakan dan me emikiran disajikan pada Gambar 11.

Gambar 11. Diagram alir kerangka berpikir

enai kinerja agroindustri

gan informasi-informasi gi proses produksi karet dalam agroindustri karet ng keputusan ini dimulai wawancara. Melalui n mengenai rantai pasok

stream mapping. Setelah is kebutuhan, formulasi istem. Lalu dilanjutkan ata aktual apakah model memenuhi kriteria yang


(31)

(32)

3.2.1 Analisis Kebutuhan

Komponen-komponen yang terdapat dalam sistem mempunyai kebutuhan yang berbeda-beda sesuai dengan fungsi dan tujuannya. Dalam melakukan analisis kebutuhan, terlebih dahulu dinyatakan kebutuhan yang ada, kemudian dilakukan tahap pengembangan terhadap kebutuhan-kebutuhan yang dideskripsikan. Identifikasi ini menyangkut interaksi antara respon yang timbul dari seorang pengambil keputusan terhadap jalannya sistem. Identifikasi ini dapat meliputi hasil survei, pendapat seorang ahli, diskusi, observasi lapang, dan lain-lain.

Analisis kebutuhan dari Sistem Penunjang Keputusan Majemen Rantai Pasok Pada Agroindustri Karet Alam Berbasis Web meliputi aktor dan kebutuhannya, sebagai berikut:

a. Petani Kebun Karet (Plasma Unggul)

 Meningkatkan pendapatan.

 Meningkatkan kepercayaan industri.

 Bahan baku yang dihasilkan berkualitas.

 Memenuhi kebutuhan pabrik secara maksimal. b. Agroindustri Karet Alam

 Memperoleh keuntungan yang maksimal.

 Potensi mengembangkan industri lebih besar.

 Bahan baku yang diperoleh berkualitas.

 Kinerja agroindustri meningkat.

 Reduksi biaya pengelolaan lingkungan.

 Permintaan konsumen terpenuhi. c. Konsumen

 Mendapatkan produk dengan harga yang sesuai dengan kualitas.

 Memperoleh pesanan tepat waktu.

 Memperoleh pesanan dalam jumlah yang benar.

 Memperoleh pesanan dengan spesifikasi yang benar. d. Lembaga Litbang

 Pengembangan dan inovasi produk.

 Adanya upaya mengembangkan industri karet alam dan memperluas perkebunan karet. e. Pemerintah

 Terjaganya agroindustri karet.

 Menurunnya angka pengangguran.

 Meningkatnya pendapatan daerah.

 Kenaikan jumlah ekspor dan penerimaan devisa dari sektor karet.

3.2.2 Formulasi Permasalahan

Peluang pasar dan potensi produksi karet alam relatif besar, namun pada kenyataannya perkembangan produksi dan ketersediaan produk di pasaran relatif masih lambat dibandingkan laju konsumsi dan permintaan produk. Agroindustri karet alam bersifat strategis karena karet alam diperlukan untuk saling melengkapi dengan karet sintetik dimana pertumbuhan industri otomotif yang menggunakan kedua bahan tersebut terus berkembang cukup signifikan.

Agroindustri karet alam ini juga dihadapkan pada beberapa permasalahan yaitu permintaan konsumen akan produk yang berkualitas, pemasaran produk ke beberapa konsumen, plasma unggul yang dapat meningkatkan keuntungan perusahaan, dan pengukuran kinerja rantai pasok perusahaan. Salah satu permasalahan pada agroindustri ini adalah pengambilan keputusan yang lambat, padahal produksi harus dilakukan secara cepat untuk mempertahankan kualitas produk dan pemilihan


(33)

konsumen yang tepat de Dengan adanya sistem keputusan secara sistem tercapainya pemenuhan ke

3.2.3 Identifikasi Sist

Identifikasi sistem keperluan sistem. Identi kebutuhan-kebutuhan de mencukupi kebutuhan yan output (Marimin 2004). maupun tidak langsung da a. Diagram Lingkar Seb

Diagram sebab akibat dari identifikasi kebu Hubungan antara kom juga bersifat timbal ba komponen yang digam sistem disajikan pada Ga

Keterangan : : Elemen

 + : Relasi

 - : Relasi Berdasarkan diagram te mengalami peningkata dan tingginya mutu in didapat pada perkebun para petani ini ternya adanya subsidi dari pe tambahan akibat kon kegiatan impor karet p

dengan penawaran tertinggi dapat meningkatkan ke penunjang keputusan ini dapat membantu dalam tematis, cepat, efisien, dan efektif diharapkan dapa

kebutuhan dari tiap komponen dalam sistem.

Sistem

m dilakukan sebagai langkah awal dalam merancang entifikasi sistem merupakan suatu rantai hubungan a dengan pernyataan khusus dari masalah yang har

ang dijabarkan dalam bentuk diagram lingkar sebab akib ). Dalam tahap ini diidentifikasi faktor-faktor yang dalam rantai pasok karet alam.

Sebab Akibat

at menggambarkan interkoneksi antar peubah-peubah pe butuhan dan masalah yang telah diformulasikan pada

mponen tersebut dapat positif atau negatif, dapat berlang balik. Selain itu, diagram sebab akibat harus memperti ambarkan pada diagram input-output (Marimin 2004). a Gambar 13.

Gambar 13. Diagram lingkar sebab akibat

en

 si Peningkatan

 si Pengurangan

tersebut, dapat dilihat bahwa pada produktivitas agroin atan ketika kualitas lateks yang diterima mulai mengala ini dipengaruhi juga resiko operasional yang berupa bunan mulai dapat diminimalisir akibat keuletan para p yata dipengaruhi oleh kesejahteraan mereka yang mu i pemerintah daerah. Pemerintah daerah pun ternyata me ontinuitas suplai karet yang dihasilkan agroindustri

t pun mulai mengalami penurunan. Dengan kontinuitas

keuntungan perusahaan. lam proses pengambilan pat menjadi penunjang

ng dan mengidentifikasi antara pernyataan dari arus dipecahkan untuk akibat dan diagram input-g berpeninput-garuh laninput-gsuninput-g

penting yang diturunkan da suatu sistem tertutup. langsung searah dan dapat ertimbangkan komponen-). Diagram sebab akibat

at

 

oindustri karet alam akan alami peningkatan mutu, pa masalah teknis yang a petani karet. Keuletan mulai meningkat karena mendapatkan pemasukan i ini meningkat dimana tas yang mulai stabil dan


(1)

89

Nama Responden :

Jabatan

:

Tanggal Pengisian :

Tanda tangan

:


(2)

P

I. Umum

1. Isi kolom indenti 2. Berikan penilaia Rantai Pasokan Ka 3. Penilaian yang

komponen-komp level sebelumnya 4. Lembar Penilaia

pertanyaan, dan k 5. Penilaian dilakuk

II. Skala Penilaian

Skala yang digunakan tersebut. Apabila hasil pe dan 1/9. Contoh penerapan

Jika A sama pentingn Jika A sedikit lebih pe Jika sebaliknya (B sed Jika A jelas lebih pen Jika sebaliknya (B jela Jika A sangat lebih pe Jika sebaliknya (B san Jika A mutlak lebih p Jika sebaliknya (B mu Nilai skala 2, 4, 6, 8 dengan patokan terseb

Pengisian kuesioner ini b pasokan karet alam dalam

Process (AHP) dengan p struktur AHP dengan kom

PETUNJUK PENGISIAN KUISIONER

ntitas yang terdapat di halaman depan kuisioner.

ian terhadap Hirarki Penentuan Strategi Pemilihan Atr n Karet Alam dengan cara mengisi Lembar Penilaian.

g dilakukan dengan membandingkan tingkat kep ponen dalam 1 level hirarki yang berkaitan dengan ya menggunakan Skala Penilaian yang terdapat pada pe laian berisi penjelasan masing-masing elemen ya n kolom-kolom untuk menuliskan hasil penilaian.

ukan dengan mengisi titik-titik pada kolom yang telah d

an adalah 1, 3, 5, 7, dan 9 serta 2, 4, 6, dan 8 untuk p penilaian menunjukkan sebaliknya maka yang digunak pannya adalah sebagai berikut:

gnya dengan B penting daripada B

sedikit lebih penting daripada A) enting daripada B

jelas lebih penting daripada A) penting daripada B

sangat lebih penting daripada A) penting daripada B

mutlak lebih penting daripada A)

, 8 atau ½, ¼, 1/6, 1/8 diberikan apabila terdapat sedik sebut di atas.

i bertujuan untuk menentukan pemilihan atribut penila lam agroindustri karet alam menggunakan metode Ana

pendekatan GSCOR. Berdasarkan pendapat ahli (pak omponen-komponennya sebagai berikut :

Atribut Penilaian Kinerja epentingan atau peran an komponen-komponen petunjuk bagian II.

yang diperbandingkan, disediakan.

penilaian diantara skala akan adalah 1, ½, 1/3, ...

1 3 1/3 5 1/5 7 1/7 9 1/9

dikit saja perbedaan

ilaian kinerja rantai

nalytical Hierarchy


(3)

91

1. Penentuan Bobot Proses Bisnis dalam Penentuan Strategi Pemilihan Atribut Penilaian

Kinerja Rantai Pasokan Karet Alam

Proses Bisnis yang dipertimbangkan dalam rangka penentuan strategi pemilihan atribut penilaian kinerja rantai pasokan karet alam adalah sebagai berikut :

a. Pengadaan (Source) b. Produksi (Make) c. Distribusi (Deliver) d. Pengolahan (Process) e. Pengelolaan Lingkungan

Proses Bisnis Source Make Deliver Process Pengelolaan

Lingkungan Source

Make Deliver Process Pengelolaan Lingkungan

2. Penentuan Bobot Parameter Kinerja dalam Penentuan Strategi Pemilihan Atribut Penilaian Kinerja Rantai Pasokan Karet Alam

Parameter kinerja yang dipertimbangkan dalam rangka penentuan strategi pemilihan atribut penilaian kinerja rantai pasokan karet alam adalah sebagai berikut :

a. Nilai Tambah (NT) b. Resiko (R)

c. Kualitas

1) Dalam kaitannya dengan proses bisnisPengadaan, bandingkanlah besarnya peranan parameter kinerja berikut ini :

Parameter Kinerja NT Resiko Kualitas NT

Resiko Kualitas

2) Dalam kaitannya dengan proses bisnis Produksi, bandingkanlah besarnya peranan parameter kinerja berikut ini :

Parameter Kinerja NT Resiko Kualitas NT

Resiko Kualitas

3) Dalam kaitannya dengan proses bisnis Pengiriman, bandingkanlah besarnya peranan parameter kinerja berikut ini :

Parameter Kinerja NT Resiko Kualitas NT

Resiko Kualitas

4) Dalam kaitannya dengan proses Bisnis Pengolahan, bandingkanlah besarnya peranan parameter kinerja berikut ini :


(4)

Parameter Kinerja NT Resiko Kualitas NT

Resiko Kualitas

5) Dalam kaitannya dengan proses Bisnis Pengelolaan Lingkungan, bandingkanlah besarnya peranan parameter kinerja berikut ini :

Parameter Kinerja NT Resiko Kualitas NT

Resiko Kualitas

3. Penentuan Bobot Atribut Kinerja dalam Penentuan Strategi Pemilihan Atribut Penilaian Kinerja Rantai Pasokan Karet aAam

Strategi yang dipertimbangkan dalam rangka penentuan strategi pemilihan atribut penilaian kinerja rantai pasokan karet alam adalah sebagai berikut :

a. Reliabilitas (Kepercayaan)

b. Responsivitas (Pemenuhan Pesanan) c. Biaya

d. Aset

e. Pemanfaatan Limbah Produk (PLP)

1)

Dalam kaitannya dengan parameter kinerjaNilai Tambah, bandingkanlah besarnya peranan parameter kinerja berikut ini :

Atribut Kinerja Reliabilitas Responsivitas Biaya Aset PLP Reliabilitas

Responsivitas Biaya

Aset PLP

2) Dalam kaitannya dengan parameter kinerjaResiko, bandingkanlah besarnya peranan parameter kinerja berikut ini :

Atribut Kinerja Reliabilitas Responsivitas Biaya Aset PLP Reliabilitas

Responsivitas Biaya

Aset PLP

3) Dalam kaitannya dengan parameter kinerja Kualitas, bandingkanlah besarnya peranan parameter kinerja berikut ini :

Atribut Kinerja Reliabilitas Responsivitas Biaya Aset PLP Reliabilitas

Responsivitas Biaya

Aset PLP


(5)

93

4. Penentuan Bobot Metrik Kinerja dalam Penentuan Strategi Pemilihan Atribut Penilaian

Kinerja Rantai Pasokan Karet aAam

Strategi yang dipertimbangkan dalam rangka penentuan strategi pemilihan atribut penilaian kinerja rantai pasokan karet alam adalah sebagai berikut :

a. Pemenuhan Pesanan (PP) b. Kinerja Pengiriman (KP)

c. Kesesuaian Standar Mutu (KSM) d. Siklus Pemenuhan Pesanan (SPP) e. Lead TimePemenuhan Pesanan (LTPP) f. Fleksibilitas Rantai Pasok (FRP)

g. Biaya Manajemen Rantai Pasok (BMRP) h. Sikluscash-to-cash(SCTC)

i. Inventory Days of Supply(IDS) j. Pengolahan Limbah Cair (PLC) k. Pengolahan Limbah Padat (PLP)

1) Dalam kaitannya dengan atribut kinerja Reliabilitas, bandingkanlah besarnya peranan atribut kinerja berikut ini :

Metrik Kinerja PP KP KSM SPP LTPP FRP BMRP SCTC IDS PLC PLP PP

KP KSM

SPP LTPP

FRP BMRP SCTC

IDS PLC PLP

2) Dalam kaitannya dengan atribut kinerja Responsivitas, bandingkanlah besarnya peranan atribut kinerja berikut ini :

Metrik Kinerja PP KP KSM SPP LTPP FRP BMRP SCTC IDS PLC PLP PP

KP KSM

SPP LTPP

FRP BMRP SCTC

IDS PLC PLP


(6)

3) Dalam kaitannya dengan atribut kinerjaBiaya, bandingkanlah besarnya peranan atribut kinerja berikut ini :

Metrik Kinerja PP KP KSM SPP LTPP FRP BMRP SCTC IDS PLC PLP PP

KP KSM

SPP LTPP

FRP BMRP SCTC

IDS PLC PLP

4) Dalam kaitannya dengan atribut kinerja Aset, bandingkanlah besarnya peranan atribut kinerja berikut ini :

Metrik Kinerja PP KP KSM SPP LTPP FRP BMRP SCTC IDS PLC PLP PP

KP KSM

SPP LTPP

FRP BMRP SCTC

IDS PLC PLP

5) Dalam kaitannya dengan atribut kinerja Pemanfaatan Limbah Produk, bandingkanlah besarnya peranan atribut kinerja berikut ini :

Metrik Kinerja PP KP KSM SPP LTPP FRP BMRP SCTC IDS PLC PLP PP

KP KSM

SPP LTPP

FRP BMRP SCTC

IDS PLC PLP