Respon yang akan digunakan untuk penentuan titik optimum adalah parameter organoleptik yaitu dari segi warna, rasa, aroma, tekstur dan overall.
Kemudian dari pengujian masing-masing respon ini dilakukan analisis ANOVA untuk menentukan parameter yang paling berpengaruh dalam mengoptimumkan
formulasi nantinya.
b. Pembuatan formula yang telah diberikan dan pengukuran respon masing- masing respon setiap formula
Pembuatan formula dilakukan dengan menghitung jumlah formula yang dibutuhkan untuk pengujian. Jumlah panelis yang digunakan adalah 30 orang dan
jumlah setiap sajian kurang lebih 20 ml dengan jumlah pengulangan 15 kali. Jumlah larutan standar yang dibutuhkan adalah 9 liter. Kemudian masing masing
rasio kombinasi isolat protein kedelai dan sweet whey disiapkan dalam 5 wadah yang berbeda dan dibuat sesuai jumlah ulangan setiap titik yang kombinasi.
Uji yang dilakukan adalah uji hedonik rating dengan panelis tidak terlatih sebanyak 30 orang. Panelis ini diminta menuliskan penilaian mereka terhadap
atribut organoleptik setiap sampel yang disajikan dalam kuesioner yang dapat dilihat pada Lampiran 12. Skor penilaian yang digunakan yaitu pada kisaran 1
sampai 7. Skor 1 = sangat tidak suka, 2 = tidak suka, 3 = agak tidak suka, 4 = netral, 5 = agak suka, 6 = suka, 7 = sangat suka Soekarto, 1985. Setelah
pengujian selesai data dikumpulkan dan disimpan dalam format excel dan diolah untuk mencari ratan setiap respon.
c. Input data respon yang telah diukur pada lembar kerja DX7
Nilai rataan setiap respon terukur dari kuesioner, ditabulasikan dalam format excel dan dilakukan pengelompokan dan perhitungan nilai rataan setiap respon.
Nilai rataan ini diinput kedalam worksheet DX7 dan kemudian dilanjutkan dengan analisis model persamaan matematika setiap respon yang nantinya akan
dilanjutkan dengan optimasi setiap respon.
d. Analisis sidik ragam respon dan penentuan formula optimum
Setelah data rataan respon organoleptik diinput dalam worksheet DX7. Dilanjutkan dengan analisis sidik ragam masing-masing respon. Hal ini dilakukan
untuk menentukan faktor yang berbeda nyata dan memiliki pengaruh dalam
mengoptimumkan formula yang akan dibuat. Analisis sidik ragam juga menghasilkan model matematika untuk setiap respon yang diukur. Model ini
dapat digunakan untuk memperkirakan respon yang akan didapatkan untuk setiap titik kombinasi yang dilakukan selama dalam kisaran yang telah ditetapkan.
Pengoptimasian formula dilakukan dengan menentukan skala kepentingan setiap respon yang dihasilkan berdasarkan perbedaan nyata atau tidak dan
pertimbangan penting atau tidaknya parameter yang diukur dalam formula yang dihasilkan.
Formula optimum yang dihasilkan kemudian diproduksi dan kemudian dilanjutkan dengan analisis mutu secara fisiko kimia, dan biologis.
C. METODE ANALISIS 1. Analisis Fisik
Analisis fisik dilakukan terhadap produk akhir minuman berprotein tinggi terpilih yang mencakup penampakan secara visual derajat keputihan dan properti
palatibilitas yakni viskositas.
a. Analisis Derajat Putih dengan Whitenessmeter
Analisis derajat keputihan sangat penting dilakukan untuk sampel tepung- tepungan. Pengukuran derajat keputihan ini penting dilakukan karena sering
digunakan sebagai standar penentu utama tepung-tepungan Hutching, 1999. Prinsip kerja pengukuran derajat keputihan ini adalah pengukuran indeks refleksi
dari permukaan sampel yang diukur oleh dioda fotoelektrik. Semakin putih sampel, maka cahaya yang dipantulkan akan semakin banyak dan nilainya
semakin besar. Kalibrasi alat menggunakan putih yang diperoleh dari asap pembakaran pita Mg.
Analisis derajat putih dilakukan dengan menggunakan whitenessmeter. Pengukuran derajat putih ini penting dilakukan pada sampel tepung-tepungan
karena dapat digunakan sebagai standar mutu. Pengukuran derajat putih ini berprinsip refleksi cahaya dari permukaan sampel yang kemudian diukur dan
dibandingkan dengan standar. Pengukuran dilakukan dengan menempatkan sejumlah sampel dalam wadah
sampel hingga penuh, kemudian diratakan hingga tidak ada ruang kosong.