20
BAB II KEKUASAAN YUDIKATIF DI INDONESIA DAN KEKUASAAN
YUDIKATIF DALAM PRESPEKTIF ISLAM
A. Pengertiann Kekuasaan Yudikatif
Menurut Harun Al-Rasyid, kekuasaan kehakiman kekuasaan yudikatif ialah “kekuasaan yang merdeka terlepas dari pengaruh kekuasaan pemerintah.
Berhubung dengan itu, harus diadakan jaminan dalam undang-undang tentang kedudukan para hakim”. Jaminan tentunya tidak hanya diberikan kepada hakim,
tetapi juga kepada seluruh kekuasaan kehakiman, teutama lembaga-lembaga peradilan, dengan tujuan agar dapat menjalankan tugas dan fungsinya sesuai
dengan aturan hukum yang berlaku.
20
Di Indonesia, sebelum adanya perubahan UUD 1945, kekuasaan
kehakiman atau fungsi yudikatif judicial hanya terdiri dari badan-badan peradilan yang berpuncak pada Mahkamah Agung RI. Lembaga Mahkamah
Agung RI tersebut, sesuai dengan prinsip independent of judiciary diakui bersifat mandiri dalam arti tidak boleh diintervensi atau dipengaruhi oleh cabang-cabang
kekuasaan lainnya, terutama pemerintah. Prinsip kemerdekaan hakim ini selain
20
. Jaenal Aripin, Peradilan Agama Dalam Bingkai Reformasi Hukum Di Indonesia, Jakarta, Kencana Prenada Media Group, 2008, Cet. Pertama, h, 137.
diatur dalam Undang-Undang Pokok Kekuasaan Kehakiman, juga tercantum dalam penjelasan Pasal 24 UUD 1945.
21
Melihat uraian tersebut, sebenarnya kekuasaan kehakiman, sejak awal kemerdekaan juga diniatkan sebagai cabang kekuasaan yang terpisah dari
lembaga-lembaga politik atau kekuasaan Negara lainnya seperti MPRDPR legislatif, dan Presiden eksekutif, Namun UUD 1945 sebelum perubahan tidak
menganut paham pemisahan kekuasaan separation of power, terutama antara fungsi eksekutif dan legislatif, akan tetapi menganut sistem pembagian
kekuasaan, dalam istilah jimly division of power. Sehingga, tidak jarang timbul intervensi terutama yang dilakukan oleh kekuasaan legislatif dan eksekutif
terhadap yudikatif atau kekuasaan kehakiman.
22
Adapun independensi kekuasaaan kehakiman diformalkan dan prinsip dasarnya dipindahkan dari tempatnya semula di bagian Penjelasan dalam Batang
Tubuh UUD 1945. kekuasaan kehakiman dilakukan oleh Mahkamah Agung RI dan sebuah Mahkamah Konstiusi RI. Ketua dan Wakil Ketua Mahkamah Agung
RI dan dipilih oleh dan dari Hakim-Hakim Agung, sedangkan Ketua dan Wakil Ketua Mahkamah Konstitusi RI dipilih dan dari Hakim-Hakim Konstitusi.
23
21
. Ibid., h, 138.
22
. Ibid.,
23
. Denny Indrayana, Amandemen UUD 1945 Antara Mitos Dan Pembongkaran, Jakarta: Mizan, 2007, Cet. Kedua, h. 278.
Sebuah lembaga baru, yaitu Mahkamah Konstitusi dibentuk, setingkat dengan Mahkamah Agung RI. Mahkamah Konstitusi RI memiliki kewenangan
untuk ‘mengadili untuk tingkat pertama dan terakhir’ dan .... putusannya bersifat final untuk menguji undang-undang terhadap UUD, memutus sengketa
kewenangan lembaga Negara .... memutus pembubaran partai politik, dan memutus perselisihan tentang hasil pemilihan umum.
24
Disamping itu, Mahkamah Konstitusi RI wajib memberikan pertimbangan hukumnya dalam sebuah proses impeachment. Mahkamah Konstitusi RI
mempunyai sembilan orang anggota Hakim Konstitusi yang ditetapkan oleh Presiden, yang pencalonannya diajukan masing-masing tiga orang oleh
Mahkamah Agung RI, tiga orang oleh DPR, dan tiga orang oleh Presiden.
25
Satu lembaga baru lainnya, yaitu Komisi Yudisal RI, memiliki wewenang untuk ‘mengusulkan pengangkatan Hakim Agung’ serta ‘menjaga dan
menegakkan, kehormatan, keluhuran martabat, serta perilaku hakim’. Untuk menjalankan peran yang sedemikian penting, para anggota Komisi tersebut adalah
orang-orang yang ‘memiliki integritas dan keperibadian yang tidak tercela’. Anggota Komisi ini diangkat dan diberhentikan oleh Presiden dengan persetujuan
DPR.
26
24
. Ibid., h. 279.
25
. Ibid.,
26
. Ibid., h, 279.
Berawal pada Tahun 1968 muncul ide pembentukan Majelis Pertimbangan Penelitian Hakim MPPH yang berfungsi untuk memberikan pertimbangan
dalam mengambil keputusan akhir mengenai saran-saran dan atau usul-usul yang berkenaan dengan pengangkatan, promosi, kepindahan, pemberhentian, dan
tindakan? hukuman jabatan para hakim. Namun ide tersebut tidak berhasil dimaksukkan dalam undang-undang tentang kekuasaan kehakiman.
Baru kemudian tahun 1998-an muncul kembali dan menjadi wacana yang semakin kuat dan solid sejak adanya desakan penyatuan atap bagi hakim, yang
tentunya memerlukan pengawasan eksternal dari lembaga yang mandiri agar cita- cita untuk mewujudkan peradilan yang jujur, bersih, transparan, dan professional
dapat tercapai.
27
Seiring dengan tuntutan reformasi peradilan, pada sidang Tahunan MPR Tahun 2001 yang membahas amandemen ketiga UUD 1945, disepakati beberapa
perubahan dan penambahan pasal yang berkenaan dengan kekuasaan kehakiman, termasuk didalamnya Komisi Yudisial RI yang berwenang mengusulkan
pengangkatan hakim agung dan mempunyai wewenang lain dalam rangka menjaga dan menegakkan kehomatan hakim.
28
Kemunculan Komisi Yudisial RI adalah akibat langsung dari amanat reformasi 1998 untuk menegakan supermasi hukum dan agar para hakim tidak
27
. Komisi Yudisial Republik Indonesia. Hukum Sebagai Pelindung Rakyat Bukan Tameng Penguasa,
Jakarta: Komisi Yudisial RI, 2007, Cet. Pertama, h. 3.
28
. Ibid,.
melakukan pelanggaran atas hukum. Sekaligus agar hakim tidak menjadi aparat penguasa. Dan ini semua adalah berangkat dari kekecewaan masa lalu, yaitu
dimana kekuasaan kehakiman dikooptasi oleh kekuasaan, sehingga kebebasan hakim dalam memutus perkara terbelenggu oleh kekuasaan tersebut. Keinginan
kuat untuk keluar dari belenggu kekuasaan inilah yang menyebabkan adanya keinginan kuat untuk membuat Komisi Yudisial RI.
29
Keberadaan Komisi Yudisial RI dalam institusi kekuasaan kehakiman merupakan implementasi secara langsung atas tuntutan masyarakat terhadap
reformasi peradilan dan sekaligus menjalankan amanah reformasi. Dengan adanya Komisi Yudisial RI diharapkan hakim dapat mandiri, bebas dan tidak terpengaruh
oleh kekuasaan manapun.
30
Menurut Jimly Asshidiqie, maksud dibentuknya Komisi Yudisial RI dalam struktur kekuasaan kehakiman Indonesia adalah agar warga masyarakat
diluar struktur resmi lembaga parlemen dapat dilibatkan dalam proses pengangkatan, penilaian kerja, dan kemungkinan pemberhentian hakim. Semua
ini dimaksudkan untuk menjaga dan menegakkan kehormatan keluhuran martabat serta perilaku hakim dalam rangka mewujudkan kebenaran dan keadilan
berdasarkan ke-Tuhanan Yang Maha Esa. Dengan kehormatan dan keluhuran martabatnya itu kekuasaan kehakiman yang merdeka bersifat imparsial
29
. Ibid., h, 4.
30
. Fajlurrahman Jurdi, Komisi Yudisial Dari Delegitimas Hingga Revitalisasi Moral Hakim, Jakarta: PuKAP, 2007, Cet. Pertama, h. 137.
independent and impartial judiciary diharapkan dapat diwujudkan sekaligus diimbangi oleh prinsip akuntabilitas kekuasaan kehakiman, baik dari segi hukum
maupun dari segi etika. Untuk itu diperlukan institusi pengawasan yang independent terhadap para hakim itu sendiri.
31
Untuk itu, perubahan UUD 1945 merumuskan kewenangan Komisi Yudisial RI sebagaimana tercantum dalam Pasal 24B dengan rumusan sebagai
berikut. 1. Komisi Yudisial RI bersifat mandiri yang berwenang mengusulkan
pengangkatan hakim agung dan mempunyai wewenang lain dalam rangka menjaga dan menegakkan kehormatan, keluhuran martabat, serta perilaku
hakim. 2. Anggota Komisi Yudisial harus mempunyai pengetahuan dan pengalaman
dibidang hukum serta memiliki integritas dan kepribadian yang tidak tercela. 3. Anggota Komisi Yudisial diangkat dan diberhentikan oleh Presiden dengan
persetujuan DPR. 4. Susunan, kedudukan, dan keanggotaan Komisi Yudisial diatur dengan
undang-undang. Berdasarkan ketentuan Pasal 24B ayat 4 UUD 1945 di atas,
dikeluarkanlah Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2004 tentang Komisi Yudisial RI. Menurut ketentuan Pasal I angka I ditegaskan bahwa Komisi Yudisial RI
31
. Ni’matul Huda, Hukum Tata Negara Indonesia, Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada, 2005, Cet. Pertama, h. 211.
adalah lembaga Negara sebagaimana dimaksud dalam UUD 1945. Lebih lanjut, dalam Pasal 2 ditegaskan, bahwa Komisi Yudisial RI merupakan lembaga Negara
yang bersifat mandiri dan dalam pelaksanaan wewenangnya bebas dari campur tangan atau pengaruh kekuasaan lainnya.
32
Harus diakui secara jujur bahwa mosaik lembaga peradilan, terutama kekuasaan kehakiman, menjadi lebih baik setelah perubahan UUD 1945 yang
menegaskan fungsi-fungsi konstitutonal dengan proliferasi kelembagaan dalam bidang ini. Langkah Komisi Yudisial RI pun sudah mendorong kearah kemajuan,
sebab dengan gebrakannya menyorot dan memeriksa hakim-hakim yang dilaporkan dan diduga nakal mulai dari hakim peradilan negeri sampai ke Hakim
Agung ternyata meningkatkan gairah masyarakat untuk menyoroti dan melaporkan hakim-hakim nakal, meski tak semua laporan itu benar adanya.
Banyak hakim yang kemudian lebih berhati-hati dalam melaksanakan tugasnya. Dalam melakukan seleksi terhadap calon Hakim Agung pun, terlepas dari kritik
dan kontrovensi atas produknya, Komisi Yudisial RI sudah memberi sumbangan yang cukup baik terutama untuk memilih yang terbaik dari jelek-jelek serta dalam
membuat kontrak moral agar kalau sudah menjadi Hakim Agung seseorang dapat melaksanakan tugasnya dengan penuh integritas. Ini sudah tentu jauh berbeda
dengan zaman sebelumnya dimana Hakim Agung diangkat berdasar kontrak
32
. Ibid., h. 211.
politik dan ditengarai kuat hanya brdasarkan kedekatan dengan pipinan Mahkamah Agung.
33
Tapi langkah-angkah Komisi Yudisial RI yang cukup memberi harapan ternyata telah menjadi bumerang yang sama sekali tidak diharapkan baik oleh
Komisi Yudisial sendiri maupun oleh masyarakat. Mahkamah Agung yang merasa kewibawaannya diobrak-abrik merasa tersinggung, terutama ketika
Komisi Yudisial RI mengundang ketua Mahkamah Agung RI untuk dimintai keterangan dan ketika Komisi Yudisial RI mengundang beberapa Hakim Agung
untuk diperksa
berkenaan dengan
masuknya beberapa
laporan dari
masyarakat.kalangan hakim banyak yang mengatakan bahwa Komisi Yudisial RI bukan menjaga martabat hakim melainkan justru menjatuhan martaba hakim,
bahkan mengintervensi kemandirian hakim. 30 orang Hakim Agung kemudian menggugat judicial review Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2004 tentang
Komisi Yudisial RI terhadap UUD. Jadi kinerja Komisi Yudisial RI.
34
Dan di karenakan persoalan inilah adanya Putusan Mahkamah Konstitusi RI yang telah
memangkas habis kewenangan Komisi Yudisial RI dan membuat kewenangan Komisi Yudisial RI menjadi terbatas.
33
. Komisi Yudisial RI, Bunga Rampai Komisi Yudisial Dan Reformasi Peradilan, Jakarta: Komisi Yudisial RI, 2007, Cet. Pertam, h. 4.
34
. Ibid., h. 5.
B. Kekuasaan Yudikatif Sebelum Amandemen UUD 1945