Kedudukan Komisi Yudisial RI Pasca Putusan Mahkamah Konstitusi RI Nomor 005PUU-IV2006

B. Kedudukan Komisi Yudisial RI Pasca Putusan Mahkamah Konstitusi RI Nomor 005PUU-IV2006

Harus diakui secara jujur bahwa sejarah lembaga peradilan, terutama kekuasaan kehakiman, menjadi lebih baik setelah perubahan UUD 1945 yang menegaskan fungsi-fungsi konstitutional dengan proliferasi kelembagaan dalam bidang ini. Kita mencatat sampai sekarang Mahkamah Konstitusi sudah memeriksa dan memutus lebih dari 100 kasus pengujian Undang-undang terhadap Undang-Undang Dasar. Terlepas dari soal, apakah kita setuju atau tidak setuju dengan sebagian putusan Mahkamah Konstitusi, ini harus dicatat sebagai kemajuan karena membuktikan bahwa memang benar banyak Undang-undang yang dapat dipermasalahkan konstitusionalitasnya dan Mahkamah Konstitusi telah menjadi lembaga yang tepat untuk melakukan itu. Benar juga ketika ia menguatkan wewenang Mahkamah Agung untuk melakukan pengujian peraturan perundang-undangan dibawah undang-undang terhadap peraturan perundang- undangan yang derajatnya lebih tinggi, terbukti Mahkamah Agung telah menguji dan membatalkan beberapa peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi. 113 112 .Ibid,, h.105. 113 . Komisi Yudisial Republik Indonesia, Bunga Rampai Komisi Yudisial dan Reformasi Peradilan , Jakarta: Komisi Yudisial RI, 2007, Cet. Pertama, hal. 5. Langkah Komisi Yudisal pun sudah mendorong kearah kemajuan, sebab dengan gebrakannya menyorot dan memeriksa hakim-hakim yang dilaporkan dan diduga nakal, mulai dari hakim peradilan negeri sampai hakim agung ternyata meningkatkan gairah masyarakat untuk menyorot dan melaporkan hakim-hakim nakal, meski tak semua laporan itu benar adanya. 114 Tetapi langkah-langkah Komisi Yudisial yang cukup memberi harapan telah menjadi bumerang yang sama sekali tidak diharapkan baik oleh Komisi Yudisial sendiri maupun oleh masyarakat. Mahkamah Agung merasa kewibawaannya di obrak-abrik merasa tersinggung, terutama ketika Komisi Yudisial mengundang ketua Mahkamah Agung untuk dimintai keterangan dan ketika Komisi Yudisial mengundang berberapa hakim agung untuk diperiksa berkenaan dengan masuknya beberapa laporan dari masyarakat. Kalangan hakim banyak yang mengatakan bahwa Komisi Yudisial bukannya menjaga martabat hakim melainkan justru menjatuhkan martabat hakim, bahkan mengintervensi kemandirian hakim. 30 orang hakim agung kemudian menggugat Judicial review Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2004 tentang Komisi Yudisal terhadap UUD. Bahwa yang menggugat adalah pribadi-pribadi hakim itu hanyalah taktik saja, sebab jika dilihat dari suasana dan sikap-sikap petinggi Mahkamah Agung tampak jelas bahwa Mahkamah Agung memang merasa gerah dengan sepak terjangnya Komisi Yudisal, hanya saja karena Mahkamah Agung secara institusi tidak mempunyai legal standing atau tidak dapat dalam menjadi pihak dalam sengketa 114 .Ibid. di Mahkamah Konstitusi maka yang dimajukan sekurang-kurangnya dibiarkan dan didorong maju adalah aparat hakim agung secara perorangan. 115 Isi gugatan itu pada pokoknya berkisar pada tiga hal. Pertama, meminta Mahkamah Konstitusi memutus bahwa hakim agung bukanlah bagian hakim yang dapat diawasi oleh Komisi Yudisial sebab menurut pasal 24B ayat 1 untuk hakim agung sudah disebutkan Komisi Yudisial hanya mengusulkan pencalonannya, sedangkan untuk mengawasi perilaku disebutkan berlaku untuk hakim. Jadi bagi para penggugat harus dibedakan pengertian antara hakim agung dan hakim sehingga isi Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2004 yang menyamakan keduanya harus dinyatakan bertentangan dengan konstitusi. Kedua, para penggugat meminta agar hakim konstitusi tidak dijadikan bagian dari pengertian hakim yang dapat diawasi oleh Komisi Yudisal karena hakim konstitusi berbeda dari hakim lain dan baru dimasukkan didalam UUD lebih belakang dari pengaturan tentang Komisi Yudisial. 116 Argumennya, ketika Komisi Yudisial ditentukan didalam UUD belum ada gagasan tentang hakim konstitusi, sehingga tidak mungkin ketika Komisi Yudisial dibentuk sudah terpikir untuk mengawasi hakim konstitusi. Ketiga, wewenang-wewenang Komisi Yudisial untuk mengawasi para hakim harus dinyatakan bertentangan dengan 115 . Ibid,. h.6. 116 . Seperti diketahui pengaturan tentang Komisi Yudisial dicantumkan di dalam Pasal 24B sedangkan pengaturan tentang Mahkamah Konstitusi di cantumkan dalam Pasal 24C di dalam kitab UUD 1945 undang-undang karena kriterianya tidak jelas dan bersifat eksesif apalagi dalam prakteknya Komisi Yudisial sering memeriksa hakim dengan mempersoalkan isi putusan. Posisi Komisi Yudisial sebagai pengawasan yang bersifat independen, bertujuan untuk menjaga dan menegakkan kehormatan dan keluhuran martabat hakim, efektivitas pengawasan hakim seharusnya berjalan sinergis. Temuan Komisi Yudisial dalam memeriksa perilaku hakim yang menyimpang yang kemudian direkomendasikan kepada Mahkamah Agung, seharusnya direspon positif. Jika yang menjadi tujuan adalah tegaknya martabat hakim, kehadiran Komisi Yudisial tidak perlu dianggap sebagai rival. Justru Mahkamah Agung dapat memanfaatkan Komisi Yudisial untuk membantu menegakkan martabat hakim. 117 Sayang, kewenangan Komisi Yudisial untuk menjaga dan menegakkan kehormatan dan keluhuran martabat hakim telah diamputasi oleh putusan Mahkamah Konstitusi Nomor: 005PUU-IV2006 tanggal 23 Agustus 2006. kewenangan Komisi Yudisial mengawasi hakim dan hakim konstitusi sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2004 tentang Komisi Yudisal, terkesan telah menghancurkan kewenangan Komisi Yudisial sehingga perlu dipulihkan dengan mensinkronkan Undang-undang Komisi Yudisial, Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2004 tentang Perubahan atas Undang- 117 . Komisi Yudisial RI, Bunga Rampai, h. 279. Undang Nomor 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung, dan Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2002 tentang Mahkamah Konstitusi. Pemulihan kewenangan Komisi Yudisial dalam menjaga dan mengawasi perilaku hakim harus terakomodasi dalam perubahan Undang-Undang Mahkamah Agung dan Undang- Undang Mahkamah Konstitusi. Sinkoronisasi ketiga undang-undang selain dimaksudkan untuk memulihkan kewenangan Komisi Yudisial, juga menambal kekosongan hukum dibidang pengawasan terhadap badan peradilan dan hakim yang dilakukan Komisi Yudisial seperti diperintahkan Pasal 24B 1 UUD 1945. 118 Putusan Mahkamah Konstitusi yang perlu diapresiasi menyangkut kewenangan Komisi Yudisial pada kamis 23 Agustus 2006 terdiri dari dua bagian. Pertama, Komisi Yudisial tidak berwenang mengawasi hakim Mahkamah Konstitusi. Mahkamah Konstitusi secara arogan telah mengabaikan prinsip checks and ba-lances yang menjadi roh bangunan kelembagaan negara dengan tidak rela diawasi dan dijaga kehormatan dan perilakunya oleh lembaga lain. Padahal, pengawasan dari dalam tidak maksimal. 119 Keberadaan hakim konstitusi yang tidak termasuk dalam pengertian hakim yang dapat diawasi perilaku etiknya oleh Komisi Yudisial merupakan putusan diskriminatif. Para hakim konstitusi tidak digolongkan sebagai hakim Mahkamah 118 . Ibid., 119 . Ibid., h. 180. Agung dengan alasan demi independensi dalam memeriksa dan menjatuhkan putusan. Saat ini, Mahkamah Konstitusi adalah lembaga negara yang paling steril dari sentuhan pengawasan dari luar dirinya pengawasan ekstern. Menurut Mahkamah Konstitusi, pengawasan atas pelaksanaan kode etik hakim konstitusi dilakukan Majelis Kehormatan sesuai dengan ketentuan Pasal 23 Undang-undang Mahkamah Konstitusi sebagai pelaksana Pasal 24C Undang-Undang Dasar 1945. 120 Kedua, Komisi Yudisal tidak berwenang mengawasi hakim yang berkaitan dengan teknis yudisial, yaitu mengenai putusan hakim atas sesuatu perkara. Dalam pertimbangan hukumnya, Pasal 24B ayat 1 UUD 1945 menyiratkan bahwa Komisi Yudisial hanya dapat mengawasi pelaksanaan kode etik dan kode perilaku hakim dalam menjaga dan menegakkan kehormatan hakim. Makamah Konstitusi menilai, hal tersebut menyebabkan adanya penafsiran yang tidak tepat, bahwa penilaina perilaku dilakukan dengan penilaian putusan. 121 Putusan Mahkamah Konstitusi yang mencabut pengawasan Komisi Yudisial terhadap dirinya hakim konstitusi merupakan tindakan yang berlebihan. Mahkamah Konstitusi secara sistematis melemahkan fungsi dan peranan Komisi Yudisial dengan cara “membonsaimenghancuran” kewenangan Komisi yudisial dalam mengawasi perilau hakim. Praktik mafia peradilan 120 . Ibid. 121 . Ibid., h. 280. diperkirakan akan semakin menjadi-jadi karena perilaku hakim tidak lagi diawasi dan di kontrol oleh lembaga lain Komisi Yudisial, tetapi hanya diawasi sendiri oleh temannya secara hakim 122 Namun, setelah putusa mahkamah Konstitusi pada taun 2006, yaitu dalam perkara pengujian Undang-Undang tentang Komisi Yudisial, maka perilaku hakim konstitusi tidak lagi menjadi objek pengawasan oleh Komsi Yudisial sebagai suatu auxilary constitutiojn organ. Padahal, adanya fungsi pengawasan terhadap hakim oleh Komisi Yudisial tersebut, telah memberikan akses kepada masyarakat dan pencari keadilan untuk mendapatkan haknya agar di perlakukan secara adil oleh badan peradilan. Karena itu, tidak berlebihan jika dikatakan bahwa putusan Mahkamah Konstitusi telah menutup akses kepada masyarakat memperoleh keadilan, serta menghambat upaya pemberantas praktik judicial corruption mafia peradilan dan menghambat proses reformasi peradilan. 123 Meskipun demikian, Komisi Yudisial tetap merupakan lembaga pengawas pelaksana kode etik hakim yang diseluruh Indonesia berjumlah dari 6.000 orang, bukan pengawas fungsi kekuasaan kehakiman. Untuk itu, dibutuhkan adanya pengertian tentang kaidah materiil sybstansive dan kaidah formil procedural dari sistem etik rules of ethics yang hendak dibangun dan diterapkan. Kedua pengertian kaidah materiil dan kaidah formil ini harus di bedakan paralel dengan 122 . Ibid. 123 . Jaenal Aripin, Peradilan Agama, h, 209. pengertian hukum materiil dan hukum formil dengan norma hukum. Hukum materiil atau substansive law mengatur mengenai substansi normanya, sedangkan hukum formil atau procedure law mengatur mengenai penegakan norma hukum materiil. 124

C. Kewenangan, Tugas Dan Fungsi Komisi Yudisial RI Pasca Putusan Mahkamah Konstitusi RI.