i
BAB II LANDASAN TEORITIS
A. Pengertian Analisis Isi
Jalaludin Rahmat menjelaskan dalam bukunya, definisi analisis isi content merupakan teknik penelitian untuk memperoleh keterangan dari isi
komunikasi yang dalam bentuk lambang. Analisis isi dapat digunakan untuk menganalisis semua bentuk komunikasi, seperti: surat kabar, buku, puisi, lagu,
cerita rakyat, lukisan, novel, dll.
15
Agus Putranto menjelaskan penelitian dengan menggunakan analisis isi yaitu pendekatan penelitian yang menggunakan penyajian data yang
terstruktur serta memberikan gambaran secara terperinci tentang objek penelitian yaitu beberapa pesan komunikasi.
16
Menurut Wazer dan Wiener analisis isi adalah suatu prosedur sistematika yang disusun untuk menguji isi informasi yang terekam.
17
Berger menyatakan bahwa, analisis isi adalah teknik penelitian yang melibatkan pengukuran suatu pesan. Seperti menghitung kekerasan,
menentukan presentase orang kulit hitam, atau apapun secara acak dari beberapa bentuk komunikasi seperti: komik, komedi situasi, opera sabun,
berita, dsb.
18
Atberton dan Klemmack 1982 mendefinisikan analisis isi content analysis
sebagai studi tentang arti komuniksi verbal. Bahan yang di pelajari dapat berupa bahan yang diucapkan atau bahan tertulis. Biasanya, peneliti
tertarik akan ide atau sikap dan tidak dengan pengetahuan, kinerja dan tingkah laku atau keadaan mental.
19
15
Jalaluddin Rahmat, Metode Penelitian, Komunikasi, Jakarta: PT. Remaja Rosdakarya, 1993, hal. 19
16
M. Antonius Birowo, Metode Penelitian Komunikaisi: Teori dan Aplikasi, Yogyakarta: Gintanyali, 2004, cet ke-1, hal.146
17
Jumroni Suhaimi, Metode-Metode Penelitian Komuniksi, Jakarta: UIN Jakarta Prees, 2006, cet ke-1, hal.68-69
18
Ibidh, hal.69
19
Irawa Soehartono, Metode Penelitian Sosial, Bandung: Remaja Rosdakarya, 2004, cet. Ke-6, h.72
i Pelopor analisis isi adalah Harold D Laswell, yang mempelopori teknik
symbol cooding, yaitu mencatat lambang atau pesan secara sistematis untuk
kemudian di beri interpretasi.
20
B. Konsep Dakwah
1. Pengertian Dakwah
Adapun beberapa definisi mengenai pengertian dakwah, didalam kamus bahasa Arab definisi dakwah yaitu:
a. Dakwah Secara Etimologi Kata dakwah dari Bahasa Arab yaitu ‘da’awatan’ sebuah isim
masdar dari kata da’a yad’u, yang berarti memanggil, mengajak atau menyeru.
21
Pengertian dakwah menurut etimologis adalah, panggilan, seruan, ajakan. Pengertian dakwah menurut istilah dalam arti terbatas yaitu,
penyampaian Islam kepada manusia, baik secara lisan, tulisan,maupun secara lukisan panggilan, seruan ajakan kepada manusia kepada Islam
22
Dakwah dalam arti amar ma’ruf nahi munkar adalah syarat mutlak bagi kesempurnaan dan keselamatan hidup masyarakat. Ini merupakan
kewajiban fitrah manusia sebagai makhluk sosial makhluq ijtima’i dan kewajiban yang ditegaskan oleh Risallah Kitabullah dan Sunah Rasul
23
. Secara harfiyah, dakwah seperti yang disebutkan Al-Quran yaitu:
Ajakan: sesuai dengan surat An-Nahl ayat 125:
.+ ,-. 01 23ﻥﺱ 36 3 070 0 89,
“Ajaklah ke jalan Tuhanmu dengan hikmah kebijaksanaan...” Islam adalah agama dakwah, karena disebarkan dan diperkenalkan
20
Bambang Setiwan, Materi Pokok Metode Penelitian Komunikasi,h.7-9
21
Muhammad Yunus, Kamus Bahasa Arab-Indonesia
22
Saifuddin Anshari, Wawasan Islam: Paradigma dan Sistem Islam , Jakarta: Gema Insani, 2004 , h.152
23
M. Natsir. Fiqhud Dakwah Solo: CV. Ramdani, 1965 , h. 109
i melalui aktivitas dakwah dan mendorong pemeluknya untuk senantiasa
aktif dalam berdakwah. Alquran merupakan sumber utama dalam melakukan dakwah, yang mengandung pesan untuk melaksanakan nilai-
nilai kebenaran.
24
Dakwah Islam tidak sekedar diartikan sebagai ajaran Islam, tetapi lebih diartikan sebagai “mengundang” objek dakwah untuk menerima
informasi keIslaman. Dengan demikian, para dai sebagai pengundang harus menempatkan objek dakwah sebagai tamu yang mesti dihormati.
25
Dalam buku Membumikan Al-Quran, Quraisy Syihab berpendapat bahwa pesan dakwah adalah Al Islam yang bersumber pada Al-Quran dan
Hadist sebagai sumber utama yang meliputi akidah, ibadah, dan akhlak. Dasar dari pembagian tersebut merujuk pada tujuan pokok diturunkannya
Al-Quran yaitu sebagai petunjuk akidah dan kepercayaan yang harus dianut oleh manusia serta petunjuk mengenai akhlak dengan jalan
menerangkan norma-norma agama dan susila.
26
b. Dakwah Secara Terminologi Dalam Ensiklopedi Islam, dakwah berarti setiap kegiatan yang
bersifat menyeru, mengajak, memanggil orang untuk beriman dan taat pada Allah SWT. Sesuai dengan garis Aqidah, Syariah, dan Akhlak
Islamiyah.
27
Menurut Prof. H Muzayyin Arifin, ia mendefinisikan dakwah sebagai suatu kegiatan berupa ajakan baik dalam bentuk lisan, tulisan,
tingkah laku, dan sebagainya. Yang dilakukan secara sadar dan terencana dalam usaha mempengaruhi orang lain. Baik secara
individual ataupun secara kelompok, agar timbul di dalam diri seseorang suatu pengertian, kesadaran, sikap, penghayatan serta
24
Enung Asamaya, Aa Gym Sejuk Dalam Masyarakat Majemuk, Jakarta: PT Mizan Publika, 2004 , h.33
25
Thohir Luth. M. Natsir, Dakwah dan Pemikirannya Jakarta: Gema Insani, 1999 , h.80
26
Quraisy Syihab, Membumikan Al-Quran, Bandung: Mizan,1997 , h.40
27
Faizah, Psikologi Dakwah, Jakarta: Pradana Media, 2006, Cet. I, hal.Vii
i pengalaman terhadap agama sebgai Message pesan yang
disampaikan kepadanya tanpa ada unsur-unsur paksaan.
28
Menurut Prof. Thoha Yahya Umar M.A Dakwah dapat diartikan dalam dua perspekfif, yaitu:
a. Pengertian dakwah secara Umum
Adalah suatu ilmu pengetahuan yang berisikan cara-cara, tuntunan
b. Pengertian dakwah menurut ajaran agama
Ialah mengajak manusia dengan cara yang bijaksana pada jalan yang benar, sesuai dengan perintah tuhan untuk kemaslahatan
dan kebahagiaan mereka. Baik di dunia maupun di akherat.
29
Ahmad Mubarok mendefinisikan kegiatan dakwah ialah, mengajak atau mendorong manusia kepada tujuan definitif.
Sedangkan perumusannya dapat diambil dari al-quran dan hadist. Dakwah ditunjukan kepada manusia, sementara manusia bukan
hanya mahluk yang memiliki telingan dan mata. Tatapi juga mahluk yang berjiwa dan juga dapat berfikir. Yang dapat
menerima dan menolak sesuai dengan persepsinya terhadap dakwah yang ia terima.
30
Dakwah Islam tidak hanya diartikan sebagai ajaran Islam, tetapi lebih diartikan sebagai “mengundang” objek dakwah untuk
menerima informasi keIslaman. Dengan demikian, para dai sebagai pengundang harus menempatkan objek dakwah sebagai tamu yang
mesti dihormati.
31
Dakwah menurut Syaikh Ali Mahfudz yaitu mengajak manusia untuk mengerjakan kebaikan dan mengikuti petunjuk,
menyuruh mereka berbuat baik dan melarang mereka dari
28
Arifin H. M, Psikologi Dsakwah, Jakarta: Bumi Aksara, 1997, cet ket-4, hal.6
29
H. Hasanudin, Retorika Dakwah Islam, Jakarta: Bulan Bintang, 1986, cet ke-2, hal. 8
30
Ahmad Mubarok, Psikologi Dakwah, Jakarta: Pranada Media, 2006, cet ke-1, hal. vii
31
Thohir Luth. M. Natsir, Dakwah dan Pemikirannya Jakarta: Gema Insani, 1999, h.80
i perbuatan jelek, agar mereka mendapat kebahagiaan di dunia dan
di akherat.
32
Dakwah dalam arti amar ma’ruf nahi munkar adalah syarat mutlak bagi kesempurnaan dan keselamatan hidup masyarakat. Ini
merupakan kewajiban fitrah manusia sebagai mahluk sosial makhluq ijtima’i dan kewajiban yang ditegaskan oleh Risallah
Kitabullah dan sunah Rasul.
33
Dari penjabaran di atas, terdapat banyak perbedaan dalam perumusan mengenai definisi dakwah. Tetapi jika dilihat dari sudut
pandang yang sama dapat disimpulkan bahwa dakwah adalah suatu usaha untuk mengajak individu atau golongan, agar mengikuti
ajaran Islam dan dapat di aplikasikan dalam kehidupan sehari- hari. Dakwah yang di ajarkan oleh Rasullulah mengajarkan kita
untuk menjadikan dakwah itu mudah, jika tidak bisa melalui ucapan, lakukanlah dengan tulisan jika tidak dapat, contohkan lah
melalui perbuatan dengan tujuan mendapatkan kehidupn yang
bahagia, baik di dunia maupun di akherat. 2.
Materi dakwah
Maddah materi dakwah adalah masalah isi pesan atau materi
yang disampaikan da’i pada mad’u dalam hal ini sudah jelas bahwa yang menjadi maddah dakwah adalah ajaran Islam itu sendiri. Oleh karena itu,
membahas yang menjadi dakwah adalah membahas ajaran Islam itu sendiri, sebab semua ajaran Islam yang sangat luas itu bisa dijadikan
maddah dakwah Islam. Akan tetapi, ajaran Islam yang dijadikan maddah
dakwah itu pada garis besarnya dapat dikelompokkan menjadi tiga kelompok yaitu, akidah, syari’ah, akhlak.
34
A. Aqidah, pengertian aqidah secara terminologi yaitu, wajib
dibenarkan hati dan jiwa menjadi tentram karenanya sehingga
32
Hasanuddin, Hukum Dakwah: Tinjauan Aspek Hukum Dalam Berdakwah di Indonesia
, jakarta: Pedoman Ilmu Jaya, 1996, cet. Ke-1, h.28
33
M. Natsir. Fiqhud Dakwah Solo: CV. Ramdani, 1965, h.109
34
Endang Saifuddin Anshari, Wawasan Islam, Jakarta: Rajawali, 1996, h. 71
i menjadi suatu keyakinan yang teguh dan kokoh, yang tidak
tercampuri oleh keraguan dan kebimbangan. Aqidah artinya ketetapan yang tidak ada keraguan pada orang yang mengambil
keputusan. Sedang pengertian aqidah dalam agama maksudnya berkaitan dengan keyakinan, bukan perbuatan seperti aqidah
dengan adanya Allah dan diutusnya para Rasul
35
. Aqidah dalam Islam adalah bersifat ‘Itiqad bathinyah yang
mencakup masalah-masalah yang erat hubungannya dengan iman.
36
a Iman kepada Allah SWT
b Iman kepada Malaikat-Nya
c Iman kepada Kitab-kitab-Nya
d Iman kepada Rasul-rasul-Nya
e Iman kepada hari akhir
f Iman kepada qadha dan qadhar
37
B. Akhlak, kata akhlak sebenarnya berasal dari Al-Quran, yang
berasal dari kata khalaqa-yakhluqu yang artinya menciptakan. Maka akhlak berarti segala sikap dan tingkah laku manusia
yang datang dari pencipta Allah Swt. Sedangkan menurut Al- Ghazali akhlak diartikan sebagai suatu sifat yang tetap pada
seseorang yang mendorong untuk melakukan perbuatan yang mudah tanpa membutuhkan sebuah pemikiran. Secara garis besar
akhlak terbagi menjadi: 1.
Akhlak kepada Allah 2.
Akhlak terhadap sesama manusia 3.
Ahlak terhadap hewan, tumbuhan, alam. C.
Syariah, secara etimologis berarti jalan. Syariah adalah segala yang diturunkan oleh Allah swt. Kepada nabi Muhammad saw.
35
AA. Hamid Al-Atsari, Intisari Aqidah Ahlu Sunnah Wal Jama’ah, Jakarta, Niaga Swadaya, 2004, h.34
36
Asmuni Syukir, Dasar-dasar Strategi Dakwah Islam Surabaya: Al-Ihklas,1983, h. 60
37
Moh. Ali Aziz, ilmu dakwah,h.95
i Berbentuk wahyu di dalam Al-Quran dan sunnah. Syariah yang
mencakup pengertian dalam hukum-hukum yang berdalil pasti dan tegas yang tertera dalam Al-Quran dan hadits shahih atau
ditetapkan dengan ijma’.
38
1 Ibadah dalam arti sempit seperti, thaharah, sholat, zakat,
shaum puasa, haji bila mampu. 2
Muamalah dalam arti luas meliputi: Al-Qununul Khas hukum perdata; muamalah hukum niaga, munakahat
hukum nikah, waratsah hukum waris dan sebagainya. Kemudian Al- Qunnul’am hukum publik, hinayah, hukum
pidana, khilafah hukum negara, jihad hukum perang dan damai dan sebagainya.
3. Tujuan Dakwah
Tujuan pelaksanaan dakwah ada dua yaitu: a.
Tujuan langsung yakni ditujukan langsung kepada masyarakat agar melaksanakan perintah Allah SWT dan menjauhi larangnnya.
b. Tujuan tidak langsung, yaitu dengan membentuk kader-kader da’i baik
melalui jenjang pendidikan formal maupun non formal, sehingga mereka dapat diterjunkan langsung kedalam masyarakat.
Jadi tujuan utamanya adalah mempertemukan kembali fitrah manusia dengan agama atau menyadarkan manusia supaya mengakui
kebenaran Islam dan mau mengamalkan ajaran Islam sehingga menjadi orang baik.
40
Secara garis besar, ajaran Islam meliputi tiga aspek penting yaitu Aqidah, Syariah, dan Akhlak. Dengan begitu bisa di katakan akhlak
merupakan sepertiga dari ajaran Islam dan sekaligus menjadi puncak dari
38
M. Abdul Mujieb, Kamus Istilah Fiqih, Jakarta: Pustaka Firdaus, 1994, cet. Ke-1, h. 343
39
Hasanudin, Hukum Dakwah :Tinjauan Aspek Hukum dalam Berdakwah di Indonesia, h. 35
40
Moh. Ali Aziz, Ilmu Dakwah, h. 5
i seluruh rangkaian ajaran Islam. Bahkan, semua bentuk ibadah bermuara
pada pembentukan akhlak yang mulia.
41
Dalam Kategori, aspek-aspek ini digunakan untuk kepentingan pengukuran analisis isi, dengan terlebih dahulu penulis harus membuat
karakteristik yang spesifik.
42
Dalam penelitian ini kategori-kategori yang digunakan ialah: 1.
Aqidah Pengertian Aqidah, Aqidah secara etimologi berasal dari
al’Aqlidu yakni ikatan yang kuat. Dapat berarti juga teguh, dan mantap.
43
Aqidah atau iman yaitu pengakuan dengan lisan dan membenarkan dalam hati bahwa semua yang dibawa Rasullulah adalah
benar dan hak. Dalam hal ini iman ditetapkan sebagai landasan yang disebut rukun iman.
44
Dalam ensiklopedi Islam, aqidah dalam Islam I’tiqad bersifat yang menckup masalah-masalah yang berhubungan dengan rukun
iman.
45
2. Syari’ah
Secara bahasa etimologi, kata “syari’ah” berasal dari Bahasa Arab yaitu yasro’u sebuah fiil mudhore dari syaro’a,
46
yang berarti peraturan atau undang-undang, yaitu peraturan-peraturan mengenai
tingkah laku yang meningkat harus di patuhi dan dilaksanakan sebagaimana mestinya.
47
Dalam syariah terkandung nilai-nilai yang jelas, adapun nilai- nilai tersebut yaitu:
41
Didin Hafidhuddin, Akhlak Sosial Muslim: Satu Hati dan Perbuatan, Jakarta: Pusaka Zaman, 2000, cet ke-1, h.71
42
Jumroni Suhaimi, Metode-Metode Penelitian Komuniksi, Jakarta: UIN Jakarta Prees, 2006, cet ke-1, hal. 74
43
Kamus Lisan al-Arab. III:295-300
44
Syeikh Thahir Bin Shaleh, Al-Jawahirul Kalamiyah, al-Qahirah: 1386 H, T.pn, hlm, 3
45
Toha Yahya Umar, Ilmu Dakwah, Jakarta: PT. Wijaya, 1971, Cet. 2, hal. 1
46 47
M. Abdul Mujieb, Kamus Istilah Fiqih, Jakarta: Pustaka Firdaus, 1994, cet. Ke-1, h. 343
i 1
Ibadah, secara bahasa berasal dari abada-ya’budu-‘abdan- ‘ibaadatan
yang berarti taat, tunduk, patuh, merendahkan diri dan hina. Kesemua pengertian itu mempunyai makna yang
berdekatan. a.
Secara bahasa berasal dari kata ‘aamala-yu’aamilu- mu’aamalatan
sama dengan
wazan faa’ala-yufaa’ila-
mufaa’alatan, artinya saling bertindak, saling berbuat, dan
saling mengamalkan. b.
Menurut istilah, pengertian muamalah dapat di bagi dua macam, yaitu pengertian muamalah secara luas dan secara
sempit. Definisi muamalah di jelaskan oleh para ahli sebagai berikut: Al-
Dimyati berpendapat bahwa muamalah adalah: Menghasilkan duniawi, supaya menjadi sebab suksesnya masalah ukhrawi.
50
dalam arti luas yaitu, Al-Qununul khas hukum perdata, muamalah hukum niaga,
munakahat hukum nikah, waratsah hukum waris, dan lain sebagainya.
Sedangkan pengertian muamalah dalam arti sempit khas, didefinisikan oleh ulama sebagai berikut:
Muamalah menurut Fuqaha yaitu segala hokum yang dilaksanakan untuk kebaikan keluarga, masyarakat dan Negara atau
kemaslahatan dunia.
51
3. Akhlak Akhlak secara etimologi berarti tingkah laku atau perbuatan. Dan
secara terminologis akhlak adalah tingkah laku etik manusia dalam hubungannya dengan Tuhan, dengan sesama manusia dan dengan alam
sekitarnya
52
48
Al-Qardhawi Yusuf, Al-Ibadah fi al-Islam, Munassasah al-Risalah, Beirut: T.pn.,1979. Cet. 6, h.27
49
Hendi Suhendi, Fiqh Muamalah, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2002, h. 1
50
Al-Dimyanti, dalam: I’anat al Thalibin, Toha Putra, Semarang, tt, hlm. 2
51
Tengku Muhammad Habsyi Ash-Siddieqy, Kuliah Ibadah, h. 5
52
E. Hasan Shaleh, studi Islam di Perguruan Tingg, h.57
i Akhlak berarti segala sikap dan tingkah laku manusia yang
ciptakan oleh Allah kepada manusia. akhlak berarti sifat yang ada dalam diri manusia, yang mendorong seseorang untuk melakukan
perbuatan yang mudah tanpa membutuhkan sebuah pemikiran. Dalam hal ini secara garis besar akhlak di bagi menjadi :
1. Akhlak kepada Allah SWT
Akhlak kepada Allah, yaitu adab kepada Al-Khaliq Maha Pencipta yang telah menciptakan makhluk-makhluk yang ada di
dunia ini. Manusia wajib tunduk terhadap peraturan Allah, serta dan berserah kepada apa yang telah di tetapkan-Nya. Hal ini tentu
mengambarkan sifat manusia sebagai hamba. 2.
Akhlak terhadap sesama manusia, prinsip hidup dalam Islam yaitu kewajiban memperhatikan kehidupan antara sesama manusia,
kedudukan seorang muslim dengan muslim lainnya adalah ibarat satu jasad, dimana satu anggota badan dengan anggota badan
lainnya mempunnyai hubungan yang erat. 3.
Akhlak terhadap sesama makhluk Allah, adalah sikap menghargai semua makhluk yang Allah ciptakan, bahwa sesungguhnya seluruh
alam bersujud kepada Allah, sehingga sesama makhluk Allah yang berjalan di muika bumi ini harus saling menjaga, menghargai,
menyayangi ciptaanya seperti, tumbuhan, hewan, alam semesta.
C. Ruang Lingkup Novel
1. Pengertian Novel
Novel adalah istilah asing yang pada masa penjajahan Belanda di gunakan untuk terjemahan dari istilah Roman. Kata novel berasal dari
bahasa Italia yang kemudian berkembang di Inggris dan Amerika Serikat. Sedang istilah roman berasal dari genre romeance dari abad pertengahan
yang merupakan cerita panjang tentang kepahlawanan dan percintaan.
i Istilah roman berkembang di Jerman, Belgia, Prancis dan bagian-bagian
Eropa daratan yang lain Ismail Kusmayadi, menjelaskan dalam bukunya “Think Smart
Bahasa Indonesia” bahwa Novel adalah karya sastra yang berbentuk
prosa narasi, bersifat imajinatif, ceritanya lebih panjang dari cerpen, merupakan peniruan dari kehidupan manusia, dan melibatkan banyak
tokoh Henry Guntur Tarigan dalam bukunya Prinsip-prinsip Dasar
Sastra menjelaskan kata novel berasal dari kata latin novellus yang di
turunkan pula dari kata novies yang berarti “baru” Menurut
Abdullah Ambary,
Novel adalah
cerita yang
menceritakan suatu kejadian luar biasa dari kehidupan pelakunya yang menyebabkan perubahan sikap hidup atau menentukan nasibnya
Menurut Suprapto novel adalah karangan prosa yang panjang mengandung rangkaian cerita kehidupan seseorang disekelilingnya dengan
menonjolkan watak dan sikap perilaku. Zainuddin, berpendapat dalam bukunya “Materi Pokok Bahasa
dan Sastra Indonesia” Novel adalah salah satu karya yang berbentuk
prosa, dimana sastra adalah karya seni yang dikarang menurut standar kesusastraan, standar kesusastraan yang dimaksud adalah penggunaan kata
yang indah dan daya bahasa serta gaya cerita yang menarik. Novel merupakan satu jenis prosa fiksi. Prosa fiksi adalah karya
sastra yang khasnya mempunyai elemen-elemen seperti: plot, tokoh, setting, dan lain-lain. Dalam sebuah novel juga cenderung menitikberatkan
munculnya kompleksitas Dari beberapa pengertian diatas, maka dapat di simpulkan bahwa
Secara istilah banyak para ahli mengartikan novel sebagai suatu karya
53
Jakob Sumardjo dan Saini K.M Apresiasi Ksusasrtaan, Jakarta: Penerbit Gramedia, 1986, cet. Ke-1, h.29
54
Ismail Kusmayadi, Think Smart Bahasa Indonesia, Bandung:Media Grafindo Pratama 2006, h.45
55
Henry Guntur Tarigan, Prinsip-prinsip Dasar Sastra, Bandung: Angkasa, 1984, h. 164
56
Abdullah Ambary, Inti Sari Sastra Indonesia,Bandung: Djantika, 1983, h. 16
57
Suprapto, Kumpulan Istilah dan Apresiasi Sastra Bahasa Indonesia, Surabaya: Indah, 1993, h. 53
58
Zainuddin, Materi Pokok Bahasa dan Sastra Indonesia, Jakarta: PT. Rineka Cipta, 1992,h.99
i yang menceritakan tentang kehidupan baik secara fiksi yang mengandung
suatu kejadian yang luar biasa dari kehidupan penulisnya. Novel merupakan produk masyarakat kota yang terpelajar, mapan,
kaya, cukup waktu luang untuk menikmatinya. Di Indonesia, masa perkembangannya terjadi pada tahun 1970-an.
2. Pengertian Novel Islam
Novel Islam merupakan karya sastra, yang berisikan kisah cerita yang memiliki nilai-nilai dakwah. Dalam alur cerita novel tersebut
terdapat unsur-unsur dakwah. Nilai-nilai dakwah yang dimasukkan dalam isi cerita novel memberikan pesan dakwah yang sengaja dimasukkan oleh
pengarang novel. Adapun nilai-nilai dakwah yang dimasukkan seperti aqidah, akhlak, syariah.
Sunarwoto Prono Legsono, mengartikan sastra Islami dalam 3 bagian yaitu:
a. Sastra Islami adalah karya sastra yang menampilkan persoalan tema
dan latar belakang dunia Islam. Tidak hanya dalam konteks Indonesia, tetapi dunia Islam secara universal.
b. Sastra Islami adalah karya yang menampilkan tokoh-tokoh Islam. Para
pelaku cerita adalah orang-orang Islam yang berjuang atau memperjuangkan ke-Islamannya.
c. Para penulis adalah orang-orang Islam.
60
3. Unsur Intrinsik Novel
Unsur intrinsik adalah unsur-unsur yang secara langsung turut membangun cerita. Dengan adanya perpaduan unsur intrinsik inilah yang
membuat sebuah novel terwujud. Sedangkan unsur ekstrinsik adalah unsur-unsur yang berada di luar
karya sastra itu, tetapi secara tidak langsung yang berbeda mempengaruhi.
59
Jacob Sumardjo, Konteks Sosial Novel Indonesia 1970-1977, Bandung: Alumni, 1999, h.12
60
Sunarwoto Prono Legsono, Menandai Kebangkitan Fiksi Islam. h.30
i Menurut Welleck dan Warren, sebagaimana dikutip Burhan Nurgiantoro
bahwa unsur-unsur tersebut antara lain keadaan subjektifitas pengarang yang memiliki sikap, keyakinan dan pandangan hidup yang kesemuanya akan
mempengaruhi karya yang ditulisnya. Diantara beberapa unsur intrinsik dalam novel atau prosa yaitu:
1. Plot
Plot merupakan unsur fiksi yang penting, bahkan tak sedikit orang yang menganggapnya sebagai yang terpenting diantara berbagai unsur
fiksi lain
62
. Hal itu kiranya beralasan, sebab kejelasan plot, kejelasan tentang kaitan antara peristiwa yang dikisahkana secara linear, akan
mempermudah pemahaman kita terhadap cerita yang ditampilkan. Kejelasan plot dapat berarti kejelasan cerita, kesederhanan plot berarti
kemudahan cerita untuk dimengerti. Sebaliknya plot sebuah karya fiksi yang kompleks dan sulit dikenali hubungan kausalitas antar peristiwanya,
menyebabkan cerita menjadi lebih sulit dipahami
63
. Plot sering dikupas menjadi lima elemen penting, yaitu pengenalan,
timbulnya konflik, konflik memuncak, klimaks, dan pemecahan masalah
64
. Secara teoritis plot dapat dibedakan menjadi dua kategori. Pertama,
plot progresif atau lurus, yaitu jika peristiwa-peristiwa yang diceritakan bersifat kronologis, peristiwa yang pertama kali diikuti oleh atau:
menyebabkan terjadinya peristiwa-peristiwa yang kemudian. Atau secara berurutan cerita dimulai dari tahap awal penyituasian, pengenalan,
pemunculan konflik, tengah konflik meningkat, klimaks, dan akhir penyelesaian. Kedua, plot regresif atau alur sorot balik flash back,
yakni peristiwa yang diceritakan tidak bersifat kronologis. Cerita tidak dimulai dari tahap awal melainkan mulai dari tahap tengah atau bahkan
61
Burhan Nurgiantoro, Teori Pengkajian Fiksi, Yogyakarta: Gajahmada University Press,1995, h.23
62
Ibid , h.110
63
Ibid , h.120
64
Jacob Sumardjo dan Saini K. M, Apresiasi Kesusastraan, Jakarta: Penerbit PT. Gramedia 1986, h.49
i tahap akhir, baru kemudian tahap awal cerita dikisahkan. Namun tidak ada
novel yang secara mutlak berplot lurus-kronologis atau sebaliknya sorot- balik. Maka Burhan Nurgiantoro dalam pembahasan yang sama mengenai
plot, menambahkan satu kategori plot yaitu progresif-regresif atau dapat dinamakan plot-campuran
65
. 2.
Tokoh dan Penokohan Istilah tokoh menunjuk pada orangnya, pelaku cerita, misalnya
sebagai jawaban terhadap pertanyaan: “siapakah tokoh utama novel itu?”, atau ada beberapa jumlah pelaku novel itu?” dan lain sebagainya. Watak,
perwatakan, dan karakter, menunjuk pada sifat dan sikap para tokoh seperti yang ditafirkan oleh pembaca, lebih menunujuk pada sifat dan
sikap para tokoh seperti yang ditafsirkan oleh pembaca, lebih menunjuk pada kualitas pribadi seorang tokoh. Penokohan dan karakterisasi
menunjuk pada penempatan tokoh-tokoh tertentu dengan watak tertentu dalam sebuah cerita. Atau seperti yang dikatakan Jones, sebagaimana
dikutip oleh Burhan Nurgiantoro, penokohan adalah pelukisan gambaran yang jelas tentang seseorang yang ditampilkan dalam sebuah cerita
66
. Tokoh dapat dibedakan menjadi tokoh utama, protagonis, antagonis,
tritagonis, dan tokoh pembantu: a.
Tokoh utama adalah tokoh yang diutamakan penceritannya dalam sebuah novel. Ia merupakan tokoh yang paling banyak diceritakan,
baik sebagai pelaku kejadian maupun yang dikenai kejadian, termasuk konflik sehingga tokoh tersebut mempengaruhi perkembangan plot
67
. Kriteria yang digunakan untuk menentukan tokoh utama bukan
frekuensi kemunculan tokoh itu dalam cerita, melainkan intensitas keterlibatan
tokoh-tokoh didalam
peristiwa-peristiwa yang
membangun cerita
68
.
65
Burhan Nurgiantoro, , Teori Pengkajian Fiksi, Yogyakarta: Gajahmada University Press,1995, h.153-156
66
Ibid, h. 164-165
67
Ibid , h. 176
68
Adib Sofia dan Sugihastuti, Feminisme dan Sastra: Menguak Citra Perempuan dalam Layar Terkembang,
Bandung : Katarsis, 2003, h.16
i b.
Tokoh Protagonis Altenberhand dan Lewis, sebagaimana yang dikutip oleh Burhan
Nurgiantoro, mengartikan tokoh protagonis sebagai tokoh yang kita kagumi, tokoh yang merupakan pengejawatahan norma-norma, nilai-
nilai yang ideal bagi kita
69
. c.
Tokoh Antagonis Yaitu tokoh atau pelaku yang menentang tokoh protagonis sehingga
terjadi konflik dalam cerita
70
d. Tokoh Tritagonis
Yaitu tokoh yang menjadi penengah antara pelaku protagonis dengan antagonis.
e. Tokoh pembantu atau tambahan
Yaitu pelaku yang bertugas membantu pelaku utama dalam rangkaian mata rantai cerita pelaku pembantu, mungkin berperan sebagai
pahlawan, mungkin juga sebagai pemenang atau penengah jika terjadi konflik.
3. Setting atau latar
Latar atau setting, menurut M.H. Abrams adalah sebagaimana yang dikutip oleh Burhan Nurgiantoro, dapat juga disebut sebagai landas tumpu
yang menyaran pada pengertian tempat, hubungan waktu, dan lingkungan sosial tempat terjadinya peristiwa-peristiwa yang diceritakan. Latar atau
tempat terjadinya peristiwa-peristiwa yang diceritakan dalam sebuah karya fiksi. Latar waktu lampau berhubungan dengan masalah kapan terjadinya
peristiwa-peristiwa yang diceritakan dalam sebuah karya fiksi. Latar sosial menyarankan pada hal-hal yang berhubungan dengan perilaku kehidupan
sosial masyarakat disuatu tempat yang diceritakan dalam karya fiksi
71
. 4.
Point Of View
69
Burhan Nurgiantoro, Teori Pengkajian Fiksi, Yogyakarta: Gajahmada University Press, 1995, h. 178
70
Ibid , h.180
71
Burhan Nurgiantoro, Teori Pengkajian Fiksi, Yogyakarta : Gajah mada University Press, 1995, h.81
i Sudut pandang atau point of view oleh Robert Stanton, sebagaimana
yang dikutip oleh Adib Sofia dan Sugihastuti, diartikan sebagai posisi yang merupakan dasar berpijak kita untuk melihat secara hati-hati agar
ceritanya dapat memiliki hasil yang sangat memadai
72
. Unsur lain yang menarik dari novel dapat dilihat dari isi dialog
dalam sebuah novel. Dialog dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia memiliki arti percakapan sandiwara atau cerita, atau karya tulis yang
disajikan dalam bentuk percakapan antara dua tokoh atau lebih
73
.
D. Novel Sebagai Media Dakwah
Pengertian media itu sendiri secara etimologi diambil dari bahasa latin yaitu “median” yang berarti alat perantara dalam buku Asmuni Syukir
mendefinisikan media sebagai sesuatu yang dapat di jadikan alat perantara untuk mencapai tujuan tertentu, dapat berupa material, orang, tempat,
kondisi tertentu dan sebagai.
74
Kebutuhan media untuk menyapaikan pesan dakwah sangat urgen sekali seperti yang di ungkapkan oleh M. Bahri Ghazali “kepentingan dakwah
terhadap media atau alat sangat urgen sekali, sehingga dapat dikatakan dengan menggunakan media, dakwah akan mudah di cerna dan diterima oleh
komunikan mad’unya
75
Tulisan merupakan cara atau media informasi yang memiliki kelebihan diantara media-media dakwah lainnya seperti, elektronik, berceramah, dan
lainnya. Hal ini di buktikan dengan adanya perbedaan cara penyampaiannya. Berdakwah melalui media elektronik tentu hanya bisa dinikmati pada satu
saat, dalam kesempatan yang berbeda tentu akan berbeda pula yang di terima mad’u. Sedangkan pada media bi Al-qolam atau media tulisan, disaat yang
72
Adib Sofia dan Sugihastuti, Feminisme dan Sastra: Menguak Citra Perempuan dalam Layar Terkembang
, Bandung : Katarsis, 2003 h.16
73
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta : Balai Pustaka, 1988, h. 204
74
Asmuni Syukir, Dasar-dasar Strategi Dakwah Islam,Surabaya:Al-Ihklas, 1983. h. 104
75
M. Bahri Ghazali, Dakwah Komuniktif: Membangun Kerangka Dasar Ilmu Komunikasi Dakwah,
Jakarta: Media Dakwah, 1984 Cet Ke-2 h. 225
i berbeda mad’u masih bisa menciptakan rasa, pesan, pengertian yang sama dari
sumber tulisan yang pernah di bacanya. Novel Islam sebagai media tulis yang memiliki kelebihan, banyak
novelis Islam yang memasukan nilai-nilai dakwah. Karena hal itu merupakan salah satu cara mengemas materi dakwah agar selalu terlihat menarik, tidak
monoton, dapat menghibur, dapat di nikamati kapan saja, dalam jangka waktu yang lama, pembaca juga dapat membaca ulang jika lupa.
Dakwah melalui tulisan adalah salah satu metode dakwah Rasulullah Saw. Hal ini pernah dilakukan dengan mengirim surat pada sejumlah
pengurus Arab saat itu Atau yang paling mungkin lagi karena pesan pertama Al-Quran adalah membaca, tentu perintah membaca ini erat kaitannya dengan
perintah menulis
76
. Sebuah novel bernilai dakwah bila segala unsur yang terdapat dalam
novel tersebut memiliki pesan-pesan dakwah dan nilai-nilai keIslaman. Hal itu juga bisa dilihat dari pribadi pengarangnya, keinginan pengarang dalam
berdakwah, dan pengetahuan pengarang mengenai Islam. Dalam novel banyak terdapat pesan-pesan dakwah yang disampaikan di
setiap uraian kalimatnya. Dengan membaca novel Islam, pembaca secara tidak langsung telah mendapat pesan-pesan dakwah serta pengetahuan tentang
Islam yang terdapat didalam novel yang dibacanya. Pembaca juga akan mencerna nilai-nilai dakwah yang terkandung di dalam novel. Dengan narasi
dan alur cerita yang di ciptakan, pembaca akan memperoleh pengetahuan baru tanpa merasa digurui. Novel sebagai media informasi tertulis, tidak terbatas
ruang dan waktu sehingga pembaca memiliki waktu untuk memahami pesan- pesan dakwah dalam novel tersebut. Pembaca diharapkan dapat
mengaplikasikan pesan-pesan dakwah tersebut dalam berbagai kesempatan dan kehidupan bermasyarakat.
76
Aep Kusnawan, Berdakwah Lewar Tulisan, Bandung : Mujahid, 2004, h.5
i
BAB III SEKILAS TENTANG NOVEL CINTA DI UJUNG SAJADAH
A. Latar Belakang Terwujudnya Novel Cinta di Ujung Sajadah Karya
Asma Nadia
Asma adalah seorang penulis yang telah banyak menciptakan karya tulis, karyanya berupa cepen dan novel. Salah satunya adalah novel dengan
judul ”Air Mata Peri” yang ceritanya berkaitan erat dengan kehidupan sosial yang ada di sekeliling kita. Menurut Asma Nadia novel ini cukup diminati
oleh berbagai kalangan, sehingga keinginannya besar untuk menambahkan beberapa cerita agar dapat menguatkan isi didalam tulisannya. Dari
penambahan tersebut Asma mencetak ulang sebagai edisi revisi dari cerita dalam novel “Air Mata Peri” menjadi “Cinta Di ujung Sajadah”. Dalam novel
edisi revisi ada beberapa bab yang di tambahkan di tengah dan akhir novel ini. Dalam novel ini Asma terinspirasi dari beberapa hasil pengamatannya,
milinglis, dan masalah sosial yang sering terjadi saat ini. Saat ini nilai-nilai penghormatan terhadap orang tua menurut Asma di rasa sangat kurang sekali,
sehingga Asma merasa perlu menulis sebagai media komunikasi, serta penyampaian pesan melalui cerita tanpa ada kesan menggurui pembaca.
Menurut Asma menulis adalah media iklan, sehingga Asma dapat menggambarkan nilai-nilai di dalamnya.
B. Sinopsis Novel Cinta di Ujung Sajadah dan Karya-Karya Asma Nadia
1. Sinopsis Novel Cinta di Ujung Sajadah
Tokoh utama dari novel Cinta di ujung sajadah adalah seorang anak perempuan bernama “Cinta” yang sejak kecil ditinggal ibunya.
Ayuningsih adalah ibu Cinta, ibunya memiliki masa lalu yang berbeda, tidak seperti kebanyakan orang, masa lalu yang kelam membuat ibunya
enggan membiarkan Cinta tau akan keberadaannya. Ia meninggalkan