1. Doktrin Vicarious Liability
Pertanggungjawaban pidana yang disebut Vicarious Laibility merupakan pembebanan pertanggungjawaban pidana dan tindaka pidana yang dilakukan ,
misal oleh A kepada B.Korporasi berbuat dengan perantaraan orang . Apabila orang melanggar suatu ketentuan undang-undang, maka menjadi pertanyaan
apakah korporasi yang dipertanggungjawabkan. Atas pelanggaran suatu kewajiban hukum oleh occupier dari pabrik dan
atau perbuatan dari pelayan, korporasi dapat dipertanggungjawabkan. Dalam hal ini korporsi hanya bertanggungjawab atas sejumlah kecil delik , pada dasarnya
delik undang-undang yang cukup dengan adanya strict liability. Pada tahun 1944 telah mantap pendapat bahwa korporasi dimungkinkan
bertanggungjawab dalam hukum pidana baik sebagai pembuat atau peserta, untuk tiap delik, meskipun diisyaratkan ada mens rea dengan menggunakan asas
identifikasi. Jadi tidak seperti di Indonesia, petanggungjawaban korporasi di Inggris tidak terbatas pada bidang-bidang tertentu dalam hukum, meskipun tidak
semua delik dapat dilakukan oleh korporsi
71
Korporasi pada asasnya dapat dipertanggungjawabkan sama dengan orang pribadi berdasarkan asas identifiksi. Misalnya suatu perusahaaan telah dituduh
melakukan delik common law, ialah bermufakat untuk menggelapkan atau menipu , suatu delik yang mensyaratkan mens rea adanya dan tidak dimungkinkan adanya
vicarious liability. Dalam hal ini pengadilan memandang atau menganggap, bahwa perbuatan dan sikap batin dari pejabat teras tertentu yang dipandang
71
Barda Nawawi Arief, Op.Cit, hal. 36
Universitas Sumatera Utara
sebagai perwujutan dari kedirian organisasi tersebut adalah perbuatan dan sikap batin dari korporasi. Dalam hal ini korporasi bukanlah dipandang
bertanggungjawab atas dasar pertanggungjawaban dari perbuatan
pejabatnya,melainkan korporasi itu seperti halnya dalam pelanggaran terhadap kewajiban hukum justru dipandang telah melakukaan delik itu secara pribadi.
Walaupun pada asasnya korporasi dapat dipertanggungjawabkan sama dengan orang pribadi, namun ada beberapa pengecualian, yaitu:
1. dalam perkara-perkara yang menurut kodratnya tidak dapat dilakukan oleh
korporsi, misalnya bigami, perkosaan, sumpah palsu. 2.
dalam perkara yang satu-satunya pidana yang dapat dikenakan tidak mungkin dikenakan kepada korporasi, misal pidana penjara atau pidana
mati. Korporasi bisa juga dipertanggungjawabkan dalam hukum pidana karena
perbuatan seseorang dalam hal dimungkinkan adanya vicarious liability, jadi dalam kedudukan korporasi sebagai majikan. Pertanggungjawaban vicarious ini
harus dibedakan dengan pertanggungjawaban berdasarkan asas identifikasi. Di samping itu koporasi juga dapat dipertanggungjawabkan karena perbuatan dari
orang-orang pimpinan korporasi yang berbuat in the company’s business.
72
Doktrin ini juga dikenal dengan sisitem pertanggungjawaban pengganti dimana pertanggungjawaban sesorang tanpa kesalahan pribadi, bertanggungjawab
atas tindakan orang lain a vicarious laiability is one whwre is person, though without personal fault, is more liable for the conduct of another .
72
Ibid
Universitas Sumatera Utara
Vicarious liability menurut Barda Nawawi Arief, diartikan
“pertanggungjawaban hukum seseorang atas perbuatan salah yang dilakukan oleh orang lain” the legal responsibility of one personfor the wrongful acts of
another.Atau sering disingkat “pertanggungjawaban pengganti” Menurut asas umum yang berlaku dalam hukum pidana Inggris, seseorang
tidak dapat dipertanggungjawabkan atas atas perbuatan yang dilakukan bawajhannya yang telah melakukan perbuatan tanpa sepengetuhuannya atau tanpa
otorisasi. Hal ini antara alain yang dikemukanan sebgai perimbangan hukum
dalam perkara R v Huggins 1970 2 Ld Raym 1574. Namun demikian, ada
penegecualian terhadap asas umum tersebut. Dalam perkembangan yang terjadi dalam hukum pidana, ternyata pada saat ini, berdasarkan asas yang menyimpang
dari asas umum tersebut diatas, suatu pihak dapat dipertanggungjawabkan secara pidana atas perbuatan pihak lain.
Dalam Common Law, seorang pemberi kerja employer bertanggung jawab secara vicarious atas perbuatan-perbuatan dari bawahannya yang telah
menimbulkan ganguan publik atau dalam hal membuat pernyataan yang dapat merusak nama baik orang lain
Seperti yang telah dikemukakan sebelumnya,menurut ajaran pertanggung jawaban vicarious ,seseorang dimungkinkan harus bertanggung jawab atas
perbuatan orang lain.Apabila teori ini diterapkan pada korporasi,berarti korporasi dimungkinkan harus bertangggung jawab atas perbuatan- perbuatan yang
dilakukan oleh para pegawainya,kuasanya, atau mandatarisnya, atau siapapun yang bertanggung jawab kepada korporasi tersebut. Doktrin ini, yang semula
Universitas Sumatera Utara
dikembangkan berkaitan dengan konteks pertanggungjawaban melawan hukum tortious liability dalam hukum perdata, dengan ragu-ragu telah diambil alih
kedalam hukum pidana terutama apabila tindak pidana tersebut adalah jenis tindak pidana yang merupakan absolute liability offences strict liabilty,yaitu
tindak pidana yang tidak mensyaratkan adanya mens rea bagi pemidanaannya Doktrin pertanggung jawaban vicarious sering kali dikeritik oleh mereka
yang berpendirian bahwa doktrin ini bertentangan dengan ketentuan moral yang berlaku dalam sistem keadilaan Justice system, yang didasarkan pada
pemidanaan punishment atas kesalahan manusia individual fault untuk mempertanggung jawabkan seseorang karena telah melakukan perbuatan tertentu
yang dilarang oleh hukum atau tidak melakukan perbuatan tertentu yang diwajibkan oleh hukum. Teori ini secara serius dianggap menyimpang dari
doktrin mens rea karena teori berpendirian bahwa kesalahan manusia secara otomatis begitu saja diatributkan kepada pihak lain yang tidak melakukan
kesalahan apapun.
73
a Ketentuan umum yang berlaku menurut Common Law ialah,bahwa
seseorang tidak dapat dipertanggungjawabkan secara vicorious untuk tindak pidana yang dilakukan oleh pelayan atau buruhnya.Jadi dalam hal ini tetap
berlaku prinsip mens rea .Perkecualian terhadap ketentuan hukum diatas, artinya seseorang dipertanggungjawabkan atas perbuatan salah orang lain, adalah dalam
Selanjutnya seseorang dapat dipertanggungjawabkan atas perbuatan orang lain adalah dalam hal- hal sebagai berikut:
73
Sutan Remy Sjahdeini, Op Cit, hal.87
Universitas Sumatera Utara
tindak pidana terhadap public nuisance yaitu suatu perbuatan yang menyebabkan ganguan substansial terhadap penduduk atau menimbulkan bahaya terhadap
kehidupan, kesehatan, dan harta benda. Dengan demikian seorang majikan X dipertanggungjawabkan atas public nuisance yang disebabakan oleh pelayannya
Y seklaipun dalam melakukan perbuatannya itu Y tidak mematuhi petunjuk atau perintah X.
Jadi, pada prinsipnaya menurut Common Law seseorang majikan dapat dipertanggungjawabkan atas perbuatan tindak pidana yang dilakukan oleh
pelayannya. Namun ada perkecualiannya yaitu dalam hal publik nuisance dan juga criminal libel. Dalam kedua tindak pidana ini, seorang majikan
bertanggungjawab atas atas perbuatan pelayanburuhnya sekalipun secara personal dan secara tidak langsung tidak bersalah.
b Menurut Undang-undang statute law, vicarious liability dapat terjadi
dalam hal sebagai berikut: 1.
seseorang dapat dipertanggungjawabkan atas perbuatan-perbuatan yang dilakukan oleh orang lain, apabila ia telah mendelegasikan
the delegation principle.
2. seorang majikan dapat dipertanggungjawabkan atas perbuatan
yang secara fisikjasmaniah dilakukan oleh buruhpekerjanya apabila menurut hukum
perbuatan buruhnya itun dipandang sebagai perbuatan majikan the
servant’s act is the master’s act in law. Jadi apabila si pekerja sebagai pembuat meterilfisik
Universitas Sumatera Utara
auctor fisicus dan majikan sebagi pembuat intelektual auctor
intellectualis.
74
Berkaitan dengan penerapan ajaran pertanggungjawaban vikariouis dalam
rangka pembebanan pertanggungjawaban pidana pada korporasi, Eric Colvin,
dalam tulisannya tahun 1999 sebagaimana dikutip oleh Clarkson dan Keating mengemukan “pertanggungjawaban vikarious korporasi dikritik bahawa doktrin
tersebut bersifat baik underinclusive maupun overinclisive. Dikatakan underinclisive karena pertanggungjawaban pidana dibebankan hanya melalui
pertanggungjawaban pidana dari pihak lain. Sementara itu, tindak pidana menuntut adanya sutu bentuk kesalahan yang hanya terdapat pada pelaku yang
merupakan orang manusia. Apabila tidak terdapat unsur kesalahan pada orang yang bersangkutan, maka juga tidak terdapat pertanggungjawaban korporasi
dengan tidak mempersoalkan tingkat kesalahan dari korporasi tersebut. Sementara itu pertanggungjawaban vikarious juga bersifat overinclisive karena apabila
terdapat pertanggungjwaban seorang, maka pertanggungjawaban pidana korporasi akan mengikuti sekalipun tidak terdapat unsur kesalahan pada korporasi.
Keberatan umum terhadap pertanggungjawaban vikarious dalam hukum pidana berlaku bagi korporasi sebagaimana hal itu berlaku bagi para terdakwa yang
merupakan manusia. Karakteristik korporasi tidak memisahkannya dari pencelaan dan dari konsekuensi-konsekuensi yang timbul sebagai akibat yang
dilakukannya dakwaan pidana terhadap korporasi tersebut.
74
Dwidja priyatno, Op Cit, hal.102
Universitas Sumatera Utara
Berkenaan dengan pendapat Eric Colvin tersebut diatas Clarkson dan Keating menegemukakan salah satu contoh overclusiveness dari doktrin
pertanggungjawaban vikarious,yaitu mungkin suatu perusahaan harus
bertanggungjawab atas dilakukannya suatu tindak pidana meskipun perusahan tersebut telah memiliki kebijakan-kebijakan yang ajelas dan telah mengeluarkan
intruksi-intruksi yang jelas pula untuk mencegah jangan sampai dilakukannya perbuatan-perbuatan yang melanggar hukum wrong doing oleh para
pegawainya. Menurut Clarkson dan Keating hampir tidak dapat dibenarkan untuk membebankan tanggungjawab kepada sebuah perusahaan atas perbuatan-
perbuatan yang dilakukan oleh para pegawai bawahan yang melanggar peratuaran-peraturan perusahaan dan melakukan tindak pidana.
75
Di Indonesia prinsip pertanggungjawaban pidana korporasi corporate laiability tidak ada diatur dalam hukum pidana khusus. Tidak dikenalnya prinsip
pertanggungjawaban korporasi dalam KUHP disebabkan karena subjek tindak pidana yang dikenal dalam KUHP adalah orang dalam kondisi biologis yang
alami natuurlijke persoon. Di samping itu, KUHP masih menganut asas sociates Sekalipun penerapan ajaran vikarious bagi pembenaran pembebanan
pertanggungjawaban pidana kepada korporasi sudah diterima secara luas, tetapi kalangan ahli hukum dan para –pembuat undang-undang masih mencari-cari
doktrin-doktrin lain yang lebih memuaskan agar pertanggungjawaban pidana dapat dibenarkan dibebankan kepada korporasi.
2. Strict Liability