Apabila kartu baru telah diterima maka dengan leluasa pelaku kejahatan menggunakan kartu kredit orang lain. Dalam hal ini yang dirugikan adalah
pemilik kartu kredit asli.
3. Anatomi Kejahatan Modus MTO Merchant Take Over
Anatomi kejahatan modus MTO Merchant Take Over diartikan sebagai pengambilalihan merchant yang penggunaannya secara tidak sah. Account Take
Over ATO adalah rekening yang diambil alih atau dikendalikan secara tidak
sah, sedangkan Merchant Take Over adalah merchantnya yang diambil alih atau dikendalikan secara tidak sah.
62
62
Ibid, hal. 160
Sebuah toko biasanya berminat menjadi merchant kartu kredit dari suatu bank. Biasanya pihak bank mendatangi toko itu untuk mengecek verifikasi.
Pengecekan biasanya tidak terlalu teliti dan hanya sekali dilakukan. Hal ini dapat dimanfaatkan oleh toko yang bermaksud memasang fasilitas terminal POS Point
of Sale atau mesin gesek kartu kredit dengan menggunakan identitas palsu dan menyewa toko atau kios palsu untuk waktu yang singkat.
Dengan adanya terminal POS Point of Sale atau mesin gesek kartu kredit tersebut pelaku kejahatan dapat dengan leluasa menggesek kartu kredit palsu dan
melakukan pembelanjaan palsu. Sehingga pada saat tertentu bank akan membayar merchant palsu tersebut. Setelah mendapat pembayaran dari bank, maka merchant
palsu tersebut menghilang dan akhirnya bank dirugikan. Terminal POS dari merchant tersebut dinamakan terminal siluman atau GHOST TERMINAL, karena
kerjanya diam-diam dan tahu-tahu sudah menghilang seperti hantu atau siluman.
4. Anatomi Kejahatan Modus Carding
Kejahatan ini biasanya menggunakan sarana internet. Pembelanjaan ditawarkan melalui sistem dalam internet, untuk pembelanjaan dan pembayaran
biasanya menggunakan kartu kredit dengan menyebutkan atau menuliskan, menginput nomor kartu kredit pada kolom pembayaran yang telah tersedia dan
pihak penjual akan melakukan pengecekan atau otorisasi kepada penyelenggara kartu kredit atau bank. Setelah otorisasi serta nomor dan pemiliknya dinyatakan
maka barang akan dikirim ke alamat pembeli.
63
Para penjahat dibidang carding yang juga biasa disebut carder, mengenal dua modus dalam menjalankan aksinya, yaitu:
Kejahatan modus carding adalah pelaku kejahatan melaksanakan pembelanjaan melalui internet tetapi dengan menggunakan nomor kartu kredit
orang lain, sehingga yang dirugikan adalah pemilik kartu kredit yang asli. Pada saat ini pelaku modus carding banyak dilakukan oleh pelaku antarnegara,
misalnya pemilik kartu kredit asli adalah warga negara Eropa dan penjual barang berada di Jepang. Selanjutnya barang dikirim ke alamat di Jakarta Indonesia,
tetapi pembeli yang juga pelaku carding berada di kota lain, di luar Jakarta. Modus carding ini, secara fisik kartu kreditnya tidak dipakai atau tidak digesek
pada terminal POS Point of Sale atau mesin gesek kartu kredit, hanya nomornya saja yang dipakai untuk pembelanjaan.
64
63
Ibid, hal. 161
64
F.N Jovan, loc.it.
1. Carder bertindak sebagai pembeli gadungan fraud buyer:
Sebagai pembeli para carder memakai data kartu kredit milik orang lain untuk membeli barang dari toko-toko online yang menerima pembayaran dengan
kartu kredit. Jika tidak dipakai untuk keperluan pribadi, maka barang-barang yang dibeli lewat internet itu akan djual kembali oleh carder kepada pihak lain.
Hasil penjualan itulah yang menjadi keuntungan para carder. 2. Carder bertindak sebagai penjual gadungan fraud seller:
Dalam modus kedua ini, carder tidak benar-benar menjual barang. Carder menipu konsumen dengan tujuan mendapatkan uang pembayaran, atau
mendapatkan data kartu kredit konsumen tanpa harus mengirimkan barang yang sudah dipesan oleh konsumen. Kalaupun penjual gadungan ini
mengirimkan barang yang dipesan oleh pembeli, maka barang itu sebenarnya dibeli dari pihak lain dengan menggunakan kartu kredit orang lain.
Dengan kedua modus itu, setidaknya ada tiga pihak yang mungkin akan menjadi korban yang akan dirugikan. Pertama, pemilik kartu kredit yang akan
ditagih oleh pihak bank untuk barang barang yang pernah dibelinya. Kedua, pengelola toko online yang tidak mendapat pembayaran dari pihak bank
penerbit kartu kredit jika pihak bank menolak melakukan pembayaran atas dasar pengaduan pemilik kartu kredit yang sah. Ketiga, penyedia jasa transaksi
online. Dari keempat modus tersebut modus IDT Identity Theft dan ATO
Account Take Over berbeda dengan jenis penipuan atau pemalsuan lainnya. Pelaku modus IDT dan ATO sesungguhnya menggunakan informasi seseorang
dan menggunakannya untuk melakukan pemalsuan atau penipuan. Sebuah pusat
data rekening akan mengaitkan nomor identitas ID korban dengan tempat kediaman dan nomor telepon yang dikendalikan pelaku.
Dengan menggunakan identitas seseorang saat mengendalikan alamat atau nomor telepon, pelaku pencuri identitas ID dan ATO dapat merusak reputasi dan
kartu kredit seseorang dengan menciptakan banyak rekening baru, kemudian menghabiskan dana dalam rekening tersebut dan rekening lainnya yang terkait
dengan korban. Modus IDT dan ATO dapat membentuk suatu identitas dan tidak diketahui selama berbulan-bulan atau bertahun-tahun.
Modus IDT dan ATO bisa digunakan terhadap bank atau nasabah bank. Apabila korbannya adalah nasabah bank, dana yang dimiliki oleh nasabah tersebut
tanpa terasa akan habis dan korban yang tidak bersalah mungkin dituntut karena memiliki tunggakkan pinjaman atau tagihan rekening yang berlebihan overdraft.
Pelaku kejahatan memperoleh akses ke informasi pribadi melalui berbagai cara, seperti:
65
65
Tb. Irman, op.cit., hal. 162
a. melakukan penawaran-penawaran atau promosi dapat melalui telepon, face to face, brosur, atau melalui internet, media cetak, dengan gigih, ramah serta
meyakinkan seolah-olah benar, yaitu untuk: 1. menawarkan kartu kredit tambahan,
2. menawarkan kartu kredit baru, 3. menawarkan menjadi anggota member untuk menginap pada hotel tertentu,
4. menawarkan ikut dalam reksadana atau saham atau bursa dan lain-lain, 5. promosi travel perjalanan,
6. promosi asuransi, 7. sebagai call centre kartu kredit yang akan mengecek masa berlakunya kartu
kredit expire. Kesemuanya pada akhir dari penawaran atau promosi akan menanyakan
kartu kredit apa yang dimiliki saat itu, nama, tanggal lahir, alamat, nama orangtua kandung, nomor kartu kredit yang tertera dibagian depan dan
mungkin ditanyakan dibagian belakang juga, sehingga data identitas dan nomor kartu kredit, password, pin dicuri.
Ada lima teknik yang biasa dipakai oleh para carder untuk mendapat data kartu kredit, yaitu: menguras database toko online, membuat situs web jebakan
web trap, menciptakan rangkaian data kartu kredit dengan software, memanfaatkan situs web yang menyediakan fasiltas untuk menciptakan data
kartu kredit, dan membuat halaman palsu scam page.
66
66
F.N Jovan, op.cit., hal. 11
b. mendapatkan informasi dari pihak dalam dari suatu kantor. c. dumpster diving atau mencari potongan-potongan dalam tempat sampah.
d. mencuri surat, kartu kredit atau dokumen yang berhubungan dengan rekening dan kartu kredit.
e. sumber internet, yaitu dengan memasang sistem porno, sistem belanja sehingga korban memberikan nomor kartu kredit dan identitas pribadinya sebagai
pembayaran, yang sebenarnya hanyalah sebagai alat untuk mencari nomor kartu kredit.
f. metode skimming, yaitu dengan menggunakan alat skimmer atau semacam alat merchant pada kasir untuk digesek yang bentuknya sebesar kotak korek api
atau kotak kartu joker, yang ditempatkan secara tersembunyi dititipkan pada kasir hotel atau kasir tempat belanja, sehingga nomor dan PIN Personal
Identification Number dalam kartu kredit dapat direkam, atau digesek yang kedua kalinya pada alat skimming.
Selain itu, terdapat juga beberapa modus operandi yang dapat dilakukan dalam proses kartu kredit antara lain:
67
Modus operandi kejahatan kartu kredit yang dilakukan dengan berbagai cara yang disebutkan di atas, dilakukan secara konvensional dengan bertransaksi
a. Fraud application penipuan aplikasi pendaftaran kartu kredit, b. Non received card kartu kredit yang tidak diterima,
c. Loststolen card kehilangan kartu kredit, d. Altered card mengubah kartu kredit,
e. Totally counterfeid pemalsuan kartu kredit, f. White plastic card kartu putih,
g. Roc pumping mengumpulkan keterangan, h. Altered amount merubah saldo kartu kredit,
i. Telephonemail ordered kejahatan dalam pengiriman kartu kredit, j. Merubah program Electronic Data Draft Capture atau EDC mengubah
program data, k. Fictious merchant mercan fiktif.
67
Johannes Ibrahim, op.cit., hal. 89
atau keterlibatan dari merchant dengan bertatapan muka face to face dikategorikan sebagai transaksi off line. Dalam transaksi yang bersifat off line
pelaku menggunakan kartu kredit secara tanpa hak sebagai alat pembayaran dalam transaksi atau perjanjian jual-beli yang bersifat langsung. Transaksi ini dapat
merupakan titik awal dilakukannya modus carding melalui transaksi on line. Selain itu, menurut Munir Fuady ada 10 modus operandi dari kejahatan
kartu kredit:
68
68
Munir Fuady, op.cit., hal. 191
1. Hilangnya kartu kredit loststolen card: Modus operandi dalam hal ini, dimana pihak pemegang kartu kredit berpura-
pura menyatakan bahwa kartu kreditnya hilang. Kemudian meminta dikeluarkan kartu baru secepatnya. Kecurangan dilakukan dengan masih
menggunakan kartu lama, sebelum dapat dipantau sepenuhnya oleh pihak bank.
2. Kartu kredit palsu counterfeit card: Dalam hal ini dibuat suatu kartu kredit palsu yang persis sama dengan kartu
kredit yang asli lengkap dengan logo pihak penerbit dan magnetic stripe. 3. Mengubah kartu kredit re-embossed card altered card:
Kartu kredit yang sudah habis masa berlakunya diratakan nomor dan tanggal berakhir kartu tersebut, selanjutnya ditimpa lagi dengan nomor dan tanggal
baru. 4. Pencetakan berulang-ulang record of charge pumping:
Dimana penjual barang atau jasa mencetak kartu kredit dari konsumennya lebih
dari satu slip dan slip yang berlebih itu kemudian diisi dengan transaksi fiktif.
5. Kartu Putih white plastic:
Dalam hal ini penjual meniru relief nomor-nomor dipermukaan kartu kredit pelanggannya, kemudian berdasarkan relief tersebut dibuatlah kartu putih yang
tidak diberikan logo dan tanda-tanda visual lainnya, tetapi hanya dibubuhi nomor kartu kredit yang ditiru tersebut.
6. Pemecahan Tagihan split charge: Modus operandi ini memerlukan kerja sama antara pemegang kartu dengan
penjual barangjasa. Dalam hal ini slip pembayaran yang sebenarnya berisi harga yang besar dipecah menjadi beberapa slip sehingga menjadi kecil-kecil.
Dengan demikian tidak terkena otorisasi, karena itu pembeli dapat berbelanja jauh diatas batas maksimum.
7. Penyebaran pembelian spending spread: Pemilik kartu kredit membeli dengan harga yang kecil-kecil di banyak toko,
sehingga melebihi jumlah pembelian yang maksimum. Dalam hal ini juga tidak terkena otorisasi dari bank penerbit.
8. Kartu kredit yang tidak diterima non-received card: Dalam hal ini kartu kredit tidak sampai ketangan pemegangnya dan
dipergunakan oleh pihak yang tidak berhak. 9. Kartu dari bocoran informasi solicited card:
Terdapat pihak-pihak, seperti penerbit atau karyawan penerbit ataupun pihak yang dekat dengan pemegang yang membocorkan informasi tentang nomor dan
kode kartu kredit kepada suatu sindikat pemalsu kartu kredit, sehingga kartu kredit dapat dipalsukan.
10. Kejahatan dalam pengiriman kartu mail order fraud: Apabila kartu kredit dikirim dengan pos, maka kartu tersebut tidak sampai
ketangan pemegangnya. Biasanya pelakunya adalah orang dalampegawai kantor pos tersebut.
B. Pergeseran Modus Operandi Kejahatan Kartu Kredit Secara Umum.