Pasal 379a KUHPidana berbunyi: “Barangsiapa membuat pencahariannya atau kebiasaannya membeli
barang-barang dengan maksud supaya ia sendiri atau orang lain mendapatkan barang-barang itu dengan tidak melunaskan sama sekali
pembayarannya, dihukum penjara selama-lamanya empat tahun K.U.H.P. 394 s.”
2. Pengaturan Kejahatan Kartu Kredit diluar KUHP
Selain dalam KUHP, juga perlu diperhatikan rumusan pasal-pasal yang mengatur kejahatan kartu kredit yang diluar KUHP, seperti dalam UU Nomor 10
Tahun 1998 tentang Perbankan dan UU Nomor 25 Tahun 2003 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang.
a. Dalam UU Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan, sebagaimana diubah dengan UU Nomor 10 Tahun 1998, yaitu apabila pelaku kejahatan adalah
pegawai bank.
53
c. mengubah, mengaburkan, menyembunyikan, menghapus, atau menghilangkan adanya suatu pencatatan dalam pembukuan atau
dalam laporan, maupun dalam dokumen atau laporan kegiatan usaha, laporan transaksi atau rekening suatu bank, atau dengan
sengaja mengubah, mengaburkan, menghilangkan, menyembunyikan atau merusak pencatatan pembukuan tersebut,
Pasal 49 ayat 1 UU No.10 Tahun 1998: 1 Anggota Dewan Komisaris, Direksi, atau pegawai bank yang dengan
sengaja: a. membuat atau menyebabkan adanya pencatatan palsu dalam
pembukuan atau dalam proses laporan, maupun dalam dokumen atau laporan kegiatan usaha, laporan transaksi atau rekening
suatu bank;
b. menghilangkan atau tidak memasukkan atau menyebabkan tidak dilakukannya pencatatan dalam pembukuan atau dalam laporan,
maupun dalam dokumen atau laporan kegiatan usaha, laporan transaksi atau rekening suatu bank;
53
Data diakses dari http:www.adln.unair.ac.idgo.php?id=jiptunair-gdl-s1-2006-
kurniawanl-3325PHPSESSID=735f99a341908093de...-27k, Penegakan Hukum Tindak Pidana Kartu Kredit, tanggal 22 Agustus 2007, pukul 15.36 WIB.
diancam dengan pidana penjara sekurang-kurangnya 5 lima tahun dan paling lama 15 lima belas tahun serta denda sekurang-
kurangnya Rp 10.000.000.000,00 sepuluh milyar rupiah dan paling banyak Rp 200.000.000.000,00 dua ratus milyar rupiah.
b. Dalam UU Nomor 15 Tahun 2002 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang, sebagaimana diubah dengan UU Nomor 25 Tahun 2003 digunakan untuk
memberantas kejahatan kartu kredit apabila pelaku mengirimkan atau menitipkan uang hasil kejahatan pada kartu kredit orang lain dengan tujuan
untuk menghilangkan bukti kejahatan.
54
Cakupan kejahatan dalam kategori kartu kredit relatif luas, baik kejahatan konvensional yang menggunakan media komputer atau internet dan kejahatan-
kejahatan baru yang menggunakan internet. Kejahatan kartu kredit bila dibandingkan dengan kejahatan konvensional memiliki beberapa keistimewaan
dengan berbagai sifat-sifat khususnya, diantaranya penggunaan media digital seperti komputer yang terhubung keseluruh penjuru dunia melalui suatu jaringan
global yang disebut internet. Menurut Ahmad Ramli,
3. Pengaturan Kejahatan Kartu Kredit dalam Rancangan Undang-Undang RUU Informasi dan Transaksi Elektronik.
55
54
Ibid.
55
Johannes Ibrahim, op.cit., hal. 100
sebagai Ketua Tim penyusun Rancangan Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik dari
Universitas Padjajaran Unpad, dibutuhkan suatu aturan dengan konsep umbrella provision yang merangkum banyak hal untuk memudahkan pihak kepolisian
dalam mengungkap kejahatan kartu kredit. Dalam RUU Informasi dan Transaksi
Elektronik terdapat lima pasal yang mengatur tentang kejahatan kartu kedit, yaitu Pasal 47 sampai dengan 51.
Pasal 47:
“Setiap orang dengan sengaja dan melawan hukum melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 ayat 1, dipidana dengan pidana
penjara paling lama 4 empat tahun atau denda paling banyak Rp.1.000.000.000,- satu milyar rupiah.”
Pasal 30 ayat 1 : mengatur mengenai larangan untuk dengan sengaja dan melawan hukum menggunakan dan atau mengakses komputer dan atau
sistem elektronik dengan maksud untuk memperoleh atau mengubah informasi. Dari ketentuan pasal di atas dapat disimpulkan: bahwa setiap orang yang
menyalahgunakan akses komputer dengan maksud untuk memperoleh data dan mengubah data kartu kredit orang lain untuk kepentingan pribadi dengan
melawan hukum dipidana penjara paling lama 4 empat tahun atau denda paling banyak Rp.1.000.000.000,- satu milyar rupiah.
Pasal 48:
“Setiap orang dengan sengaja dan melawan hukum melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24, Pasal 29 ayat 1, dipidana dengan
pidana penjara paling lama 6 enam bulan atau denda paling banyak Rp. 100.000.000,- seratus juta rupiah.”
Pasal 24 mengatur mengenai kewajiban agen elektronik untuk memberikan kesempatan kepada pihak yang menggunakan bila bermaksud akan melakukan
perubahan terhadap informasi yang disampaikan melalui agen elektronik yang masih dalam proses transaksi.
Pasal 29 ayat 1 mengatur mengenai kewajiban adanya persetujuan dari pemilik data dalam penggunaan setiap informasi melalui media elektronik yang
menyangkut hak pribadi seseorang. Dari ketentuan pasal di atas dapat disimpulkan: bahwa apabila pihak pengelola
kartu kredit ingin merubah data kartu kredit seseorang yang menyangkut data pribadi, maka harus ada persetujuan dari pemilik kartu kredit. Apabila
melanggar ketentuan tersebut maka dipidana penjara paling lama 6 enam bulan atau denda paling banyak Rp. 100.000.000,- seratus juta rupiah.
Pasal 49: Ayat 1:
“Setiap orang dengan sengaja dan melawan hukum melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 ayat 2, dipidana dengan pidana
penjara paling lama 6 enam bulan atau denda paling banyak Rp. 100.000.000,- seratus juta rupiah.”
Ayat 2: “Tindak pidana sebagiamana dimaksud dalam ayat 1 hanya dapat dituntut
atas pengaduan dari orang yang terkena tindak pidana.”
Pasal 27 ayat 2 mengatur mengenai kewajiban pemilikan dan penggunaan nama domain didasarkan pada itikad baik.
Dari ketentuan pasal di atas dapat disimpulkan: bahwa pemilik kartu kredit mempunyai kewajiban yang harus dipenuhi kepada penerbit kartu kredit dan
memiliki kartu kredit dengan maksud yang baik bukan untuk melakukan kejahatan kartu kredit. Apabila melanggar ketentuan tersebut maka dipidana
penjara paling lama 6 enam bulan atau denda paling banyak Rp. 100.000.000,- seratus juta rupiah.
Pasal 50: “Setiap orang dengan sengaja dan melawan hukum melanggar ketentuan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 ayat 2, Pasal 30 ayat 3, Pasal 31, Pasal 32, Pasal 33 ayat 1, Pasal 33 ayat 2, Pasal 33 ayat 3, Pasal 33 ayat
4, Pasal 36 ayat 2, atau Pasal 37, dipidana dengan pidana penjara paling lama 8 delapan tahun atau denda paling banyak Rp. 2.000.000.000,- dua
milyar rupiah.” Pasal 30 ayat 2 mengatur mengenai larangan untuk dengan sengaja dan
melawan hukum menggunakan dan atau mengakses komputer dan atau sistem elektronik dengan maksud untuk memperoleh informasi milik pemerintah yang
dirahasiakan atau dilindungi. Pasal 30 ayat 3 mengatur mengenai larangan untuk dengan sengaja dan
melawan hukum menggunakan dan atau mengakses komputer dan atau sistem elektronik dengan maksud untuk memperoleh informasi pertahanan nasional
atau hubungan internasional yang dapat menyebabkan gangguan atau bahaya terhadap negara.
Pasal 31 mengatur mengenai larangan melakukan perbuatan yang dapat mengakibatkan transmisi dari program, informasi, kode atau perintah,
komputer dan atau sistem elektronik yang dilindungi negara menjadi rusak.
Pasal 32 dan Pasal 33 mengatur mengenai larangan menggunakan dan atau mengakses komputer dan atau sistem elektronik milik pemerintah atau
dilindungi negara atau dilindungi masyarakat.
Pasal 36 ayat 2 mengatur mengenai larangan menyebarluaskan, memperdagangkan, dan atau memanfaatkan kode akses password atau
informasi yang dapat digunakan untuk menerobos komputer dan atau sistem elektronik yang digunakan atau dilindungi pemerintah.
Pasal 37 mengatur mengenai larangan untuk merusak komputer atau sistem elektronik yang dilindungi negara.
Dari ketentuan pasal di atas dapat disimpulkan: bahwa setiap orang dilarang mengakses komputer yang mengganggu sistim keuangan milik pemerintah,
seperti mengubah data keuangan atau nomor kartu kredit milik pemerintah. Apabila melanggar ketentuan tersebut, maka dipidana penjara paling lama 8
delapan tahun atau denda paling banyak Rp. 2.000.000,- dua milyar rupiah. Pasal 51:
“Setiap orang dengan sengaja dan melawan hukum melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 34 ayat 1, Pasal 34 ayat 2, Pasal 35,
atau Pasal 36 ayat 1, dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 sepuluh tahun atau denda paling banyak Rp. 2.000.000.000,- dua milyar
rupiah.”
Pasal 34 ayat 1 mengatur mengenai larangan untuk menggunakan dan atau mengakses komputer dan atau sistem elektronik secara tanpa hak atau
melampaui wewenangnya dengan maksud memperoleh keuntungan atau informasi keuangan dari lembaga perbankan atau lembaga keuangan, penerbit
kartu kredit atau kartu pembayaran atau yang mengandung data laporan nasabah.
Pasal 34 ayat 2 mengatur mengenai larangan menggunakan data atau mengakses kartu kredit atau kartu pembayaran milik orang lain secara tanpa
hak dalam transaksi elektronik untuk memperoleh keuntungan.
Pasal 35 mengatur mengenai larangan menggunakan dan atau mengakses komputer dan atau sistem elektronik lembaga keuangan dan atau perbankan
yang dilindungi.
Pasal 36 ayat 1 mengatur mengenai larangan menyebarkan, memperdagangkan dan atau memanfaatkan kode akses password atau
informasi yang dapat digunakan menerobos computer dan atau sistem
elektronik dengan tujuan menyalahgunakan yang dapat mempengaruhi sistem elektronik keuangan dan atau perbankan.
Dari ketentuan pasal di atas dapat disimpulkan: bahwa setiap orang dilarang menggunakan atau mengakses kartu kredit orang lain secara tanpa hak untuk
memperoleh keuntungan dengan menggunakan komputer.
Kebijakan pengaturan kejahatan kartu kredit nampaknya belum jelas dan masih ragu-ragu. Dalam RUU Informasi dan Transaksi Elektronik terdapat satu
pasal yang secara khusus mengatur perbuatan menggunakan dan atau mengakses kartu kredit orang lain secara tanpa hak, yaitu Pasal 51 RUU Informasi dan
Transaksi Elektronik. Berdasarkan alur proses transaksi kartu kredi, ketentuan dalam Pasal 51
RUU Informasi dan Transaksi Elektronik hanya dapat menjangkau pelanggaran pada tahapan card embossing and delivery courier recipient or customer dan
usage. Namun demikian, tidak semua modus operandi dalam tahapan tersebut dapat terjangkau, karena ketentuan Pasal 51 juncto Pasal 34 hanya mengatur
perbuatan yang dilakukan oleh orang yang menggunakan kartu kredit tetapi tidak termasuk pedagang atau pengelola yang juga dapat menjadi pelaku kejahatan
kartu kredit.
56
“Menggunakan dan atau mengakses komputer dan atau sistem elektronik secara tanpa hak dan melampaui wewenangnya dengan maksud memperoleh
keuntungan atau memperoleh informasi keuangan dari lembaga perbankan dan Pasal 34 RUU Informasi dan Transaksi Elektronik menyatakan:
“ Setiap orang dilarang dengan sengaja dan melawan hukum: Ayat 1:
56
Ibid., hal. 103
atau lembaga keuangan, penerbit kartu kredit, atau kartu pembayaran atau yang mengandung data laporan nasabahnya.
Ayat 2: Menggunakan dan atau mengakses dengan cara apapun kartu kredit atau kartu
pembayaran milik orang lain secara tanpa hak dalam transaksi elektronik untuk memperoleh keuntungan.”
Perumusan kejahatan kartu kredit, apabila hanya dengan mengandalkan ketentuan Pasal 51 juncto Pasal 34 RUU Informasi dan Transaksi Elektronik,
tentunya belum cukup melindungi masyarakat dan pihak-pihak yang berkepentingan, masih diperlukan perumusan yang lebih representatif yang dapat
menjangkau semua bentuk kejahatan kartu kredit. Menyikapi bahwa ketentuan hukum positif dalam KUHPidana dan
Rancangan Undang-Undang RUU Informasi dan Transaksi Elektronik belum dapat mengakomodasi kebutuhan dalam menghadapi berbagai kasus kejahatan
kartu kredit, tentunya upaya-upaya perlindungan hukum bagi masyarakat pengguna kartu kredit perlu mendapat perhatian. Wujud perlindungan hukum
pada dasarnya merupakan upaya penegakan hukum. Penegakan hukum secara konsepsional merupakan kegiatan menyerasikan hubungan nilai-nilai yang
terjabarkan di dalam kaidah-kaidah yang mantap dan sikap tindak sebagai penjabaran nilai tahap akhir, untuk menciptakan, memelihara, dan
mempertahankan kedamaian pergaulan hidup.
57
57
Soerjono Soekanto, Faktor-faktor yang Mempengaruhi Penegakkan Hukum,
Rajawali Press, Jakarta, 1983, hal. 2
57
Soerjono Soekanto, Faktor-faktor yang Mempengaruhi Penegakkan Hukum,
Rajawali Press, Jakarta, 1983, hal. 2
Rosvelin Rominar Sormin : Kejahatan Yang Berkaitan Dengan Kartu Kredit Dan Upaya Penanggulangannya Studi Kasus Putusan N0.65Pid.B2005PN.MEDAN, 2007.
USU Repository © 2009
BAB III MODUS-MODUS TERJADINYA KEJAHATAN KARTU KREDIT