mengetahui berapa biaya yang harus dikeluarkan untuk mendapatkan pelayanan metode IVA, juga ingin mengetahui apakah faktor biaya yang menjadi penghambat.
Dari hasil wawancara peneliti dengan 6 informan, 3 informan yang pernah melakukan deteksi dini menggunakan layanan metode IVA mengetahui berapa biaya
yang harus dikeluarkan, seperti ungkapan salah seorang informan berikut ini :
“Murah kali dek, gak mahal malah pas datang kemari yang tahun 2008 tu gratis gak bayar sama sekali. katanya kalo di puskesmas bayar 5000 aja..”
3 informan lagi menjawab tidak tahu berapa biaya yang harus dikeluarkan untuk mendapatkan layanan metode IVA tersebut, seperti yang diungkapkan salah
seorang informan berikut ini :
“Enggak tau dek, emang sama sekali gak pernah denger.”
Hal ini mungkin disebabkan kerena informan tidak pernah melakukan deteksi dini kanker serviks menggunakan layanan metode IVA dan juga informasi segala hal
mengenai IVA yang sepertinya masih kurang sehingga ada masyarakat yang berada satu desa tapi masih ada yang tidak mengetahui sama sekali.
5.3.4. Penilaian Informan Mengenai Sikap Petugas Kesehatan Yang Memberi Pelayanan IVA
Dari 6 informan yang diwawancarai 3 informan pengguna IVA mengatakan saat dilakukannya deteksi dini kanker serviks dengan layanan metode IVA, petugas
memberikan pelayanan yang cukup ramah, baik, dan menyenangkan, meskipun tidak semua petugas, seperti yang diungkapkan salah satu informan berikut ini :
“Ada yang ramah, ada yag judes, ada yang gak peduli, macem-macem lah dek, tapi yang kemaren itu datang waktu ngadain IVA itu baek-baek kok,
kalau ditanya pun mau njelasin, tapi itu pas di desa ya, gak taulah kalau di puskesmasnya.”
Universitas Sumatera Utara
3 informan lagi yang belum pernah sama sekali menggunakan layanan metode
IVA tidak tahu pasti bagaimana petugas saat memberikan pelayanan saat orang memeriksakan diri dengan layanan metode IVA, hanya saja mereka berpendapat
bahwa sering sekali petugas Puskesmas bersikap kurang ramah saat memberikan pelayanan sewaktu mereka berobat umum ke Puskesmas, seperti yang diungkapkan
salah seorang informan berikut :
“Oalah...aja ditakon lah jangan ditanya lah. Kalau males datang ke puskesmas bukan karena jauh atau apanya dek, tapi banyak yang lebih
milih ke siti rahmah balai pengobatan di desa tersebut karena disana ramah, kita datang betul-betul dihargai sebagi pasien. Kalau di puskesmas
belum apa-apa dah dibentak, makanya males. Apalagi untuk periksa- periksa gini, nanti-nanti lah itu.”
Dapat dilihat dari ungkapan informan di atas bahwasanya sikap yang
diberikan petugas bisa menjadi faktor pendorong atau faktor penghalang seseorang memeriksakan diri mereka ke Puskesmas, baik untuk mendapatkan layanan metode
IVA ataupun pengobatan umum. Hal ini sejalan dengan teorinya Lawrence Green 1980 yang menyimpulkan bahwa perilaku seseorang atau masyarakat tentang
kesehatan ditentukan oleh pengetahuan, sikap, kepercayaan, tradisi, dan sebagainya dari orang atau masyarakat yang bersangkutan. Di samping itu, ketersediaan fasilitas,
sikap, dan perilaku petugas kesehatan juga akan mendukung dan memperkuat terbentuknya sebuah perilaku.
Universitas Sumatera Utara
5.4. Faktor Kebutuhan yang Dirasakan 5.4.1. Pendapat Informan Mengenai Besarnya Bahaya Kanker Serviks bagi
Wanita
Dari hasil wawancara dengan 6 orang informan, 3 orang informan yang pernah menggunakan layanan metode IVA mengatakan bahwa penyakit kanker
serviks merupakan penyakit mematikan yang bisa sangat berbahaya bagi para wanita di dunia, seperti ungkapan salah seorang informan berikut :
“Wah bahaya sekali lah pasti, bisa meninggal dibuatnya. Ada ibu dengar di tivi-tivi yang katanya kanker serviks jadi penyakit paling bahaya ngancam
wanita sekarang ini. Ya Allah, naudzubillahiminzalik lah, liat gambarnya ja dah ngeri kali apalagi kalo kita yang alami..iiiiii..merinding bayanginnya
meringis ketakutan.” Menurut Badan Kesehatan Dunia WHO, saat ini penyakit kanker serviks
menempati peringkat teratas di antara berbagai jenis kanker yang menyebabkan kematian pada perempuan di dunia. Hal ini menyebabkan kanker serviks menjadi
momok yang amat mengerikan bagi perempuan. Sedangkan 3 informan lainnya yang belum pernah menggunakan layanan
metode IVA juga berpendapat bahwa kanker serviks merupakan penyakit yang berbahaya bagi wanita, hanya saja mereka menyikapinya tidak sama seperti ketiga
informan pengguna layanan metode IVA, mereka terlihat tidak begitu yakin bahwa kanker serviks bisa berujung pada kematian, seperti ungkapan salah seorang informan
di bawah ini :
“ngeri juga sich awak ngeliatnya tapi kalau sampe mematikan gitu gak ngerti juga lah. Cuma emang berbahaya kali kayaknya,”
Universitas Sumatera Utara
Dari ungkapan informan di atas peneliti mengambil kesimpulan bahwa perasaan subjektif informan yang belum pernah menggunakan layanan metode IVA
terhadap penyakit kanker serviks sedikit berbeda dengan informan yang sudah pernah menggunakan layanan metode IVA, mereka terlihat tidak begitu memandang kanker
serviks sebagai suatu penyakit yang bahkan saat ini sudah dinobatkan sebagai pembunuh nomor 1 perempuan di dunia. hal ini mungkin disebabkan oleh
pengetahuan mereka yang belum begitu baik mengenai kanker serviks yang juga mungkin menjadi penyebab mereka tidak segera memeriksakan diri.
5.4.2. Pendapat Informan Mengenai Seberapa Besar Resiko Diri Informan Terkena Kanker Serviks