82 penelitian menunjukkan tingginya tingkat ketaatan para pedagang kaki lima dalam
membayar uang kontribusi tersebut. Hal tersebut menunjukkan tidak adanya keributan dalam pembagian tempat berjualan.
3.2. Strategi Balik Kucing
Dari hasil wawancara dengan sejumlah informan dan observasi di lapangan, terbangun kesan bahwa para pedagang kaki lima di Jalan Dr.Mansyur selama
membuka usahanya merasa tidak aman dan rentan dengan sejumlah resiko. Akan tetapi, masing-masing pedagang kaki lima justru telah mempersiapkan sejumlah
strategi untuk mengatasi resiko tersebut. Katakanlah, ketika mereka harus menghadapi operasi penertiban sehingga
kemudian mereka merelakan diri untuk pergi dari jalan Dr. Mansyur, agar tidak diangkut petugas penertiban. Yang menarik dari gambaran tersebut adalah, ketika
aparat Pemda memperingatkan untuk tidak membuka usaha di ruang publik, ketika operasi penertiban, atau bahkan ketika eksekusi penggusuran dilakukan, tidak
ditanggapi dengan perlawanan berupa ekspresi kekerasan. Mereka seolah patuh dan mengindahkan sejumlah “aturan main” tersebut.Akan tetapi, setelah peringatan,
operasi penertiban, dan bahkan eksekusi penggusuran berlangsung, mereka kembali menerabas “aturan main” tersebut.Dari sinilah terlihat adanya bentuk perlawanan
yang diekspresikan secara malu-malu.
83 Informan iyan misalnya, menempati lokasi di dalam kantin camat tuntungan,
padahal sebelumnya dia telah berusaha lebih dari sepuluh tahun membuka usahanya di jalan Dr.Mansyur tersebut dan sukses mengembangkan usahanya. Dia tidak bisa
mengelak ketika pihak Pemko Medan mengajurkan sejumlah pedagang kaki lima yang ada dijalan Dr Mansyur, untuk mencari tempat yang lain, dan tidak boleh
berjualan di sepanjang jalan Dr. Mansyur depan kampus USU Medan. Sayangnya, ketika mencoba menempati lokasi yang baru tetapi omset penjualannya menurun,
maka informan iyan pun mencoba siasat untuk mengatasi permasalahan yang dia hadapi.Gerobag somay yang semula sudah “dikandangkan” di rumahnya, kini
kembali dioperasikan kembali di tempat yang lama dijalan Dr.Mansyur. “Memang sering petugas datang tetapi ya ada musim-musimnya, ya
terkadang hampir setiap hari, ya terkadang juga sampai berbulan-bulan juga tidak ada petugas yang datang seperti sekarang ini,” katanya.
“Kalau begini terus kayaknya, berat deh untuk bisa bertahan ,” ujar informan mulai mengeluarkan keluhannya, “lihat tuh udah jam segini, dagangan saya masih
belum habis separo.” Terlihat kantong plastik berisi kerupuk warna-warni yang baru berkurang seperempatnya saja. Tahu, ketimun, tomat, kol, terlihat masih memadati
lemari kaca tempat penyimpanan bahan somay dan gado-gado. Dulu sepanjangjalan Dr.Mansyur dipenuhi pedagang kaki lima tetapi sekarang malah penjual pakat data
yang berdatangan di sini.
84 “Tetapi, kita harus realistis.Coba bayangin kalau pendapatan kita tidak
ada.Dagangan yang biasa kita jadikan untuk mencari nafkah, apakah kita nggak coba cari jalan keluar?” tanyanya, “posisi saya kagak enak.Pemerintah hanya bisa
menyalahkan.Terkadang ketika petugas datang saya hanya pura-pura pergi saja meskipun ada di antara teman-teman yang tidak bersedia untuk pergi ya itu urusan
merekalah. Kenyataannya, setelah petugas pergi para pedagang kaki lima pun kembali menjajakan dagangannya. Seperti yang saya lakukan sekarang ini”.
Untuk itulah yang ditempuh oleh sejumlah pedagang kaki lima yang kini tetap menempati trotoar sepanjang jalan Dr.Mansyur depan kampus USU tersebut,
mencoba membuka dagangannya kembali. “Kita berusaha untuk terus berjualan dan iuran wajib setiap hari terus kami bayarkan meskipun pendapatan kita di sini
sungguh sangat berkurang. Tetapi kita kan butuh duit agar tetap usaha ini tetap untung, “ katanya.
Maka, dengan cara yang ditempuh sekarang yakni kembali membuka daganganya di jalan Dr.Manyur dan harus menanggung resiko yang ada. informan
justru bisa menutup kekurangan pendapatan yang diterima selama ini. “Biarin lah dagangannya saya disini, lagian disini saya tetap untung walau
pun pelanggan sudah berkurang. Kalau harus pindah banyak pungutan, dan pembeli pun sangat sedikit tidak seperti disini”.
85 “Strategi kami ya pergi ketika satpol pp datang dan kembali lagi kalau sudah
pergi.Kalau saya juga seperti itu. Kami tidak jauh perginya hanya sekitar sini saja, ya terkadang masuk aja ke kampus USU seperti ke depan cikal, LPPM dan masjid
Ad-Dakwah Perlawanan malu-malu tersebut, yang secara konseptual terkait dengan
pengertian resistansi berupa kiat-kiat atau cara-cara dominasi antara satu pihak kepada pihak yang lain. Sebaliknya pihak yang lain dengan taktiknya melawan pihak
yang dominasi. Atau juga pihak yang dominasi dapat menggunakan strateginya untuk mempertahankan fungsinya.Resistansi tidak hanya ditemukan didalam hubungan-
hubungan ekonomi hubungan kerja, tapi juga dalam hubungan-hubungan sosial lainnya, yang ditemukan dalam kehidupan sehari-hari. Dalam hal ini resistansi yang
memusatkan perhatian pada makna dan simbol terhadap tindakan dan interaksi manusia. Atau dengan kata lain, resistansi muncul sebagai salah satu bentuk
kekuatan yang mendorong kehidupan masyarakat menciptakan gerakan perubahan. Maka dua kekuatan mengrongrong kehidupan masyarakat untuk berubah, yakni
masalah ekonomi dan kekuasaan.Keduanya merupakan simbol kekuatan yang melahirkan perubahan dalam masyarakat.Apakah perubahan itu dinamik atau statis,
tergantung kekuatan resistansi tersebut. Untuk itulah, jika kita coba perhatikan sejumlah tindakan sosial yang
dilakukan para pedagang kaki lima berupa ekspresi perlawanan malu-malu ini kita golongkan dalam bentuk resistansi non-violence.Di satu sisi, mereka juga menyadari
86 bahwa usaha yang dialakukan adalah bertentangan dengan aturan main yang ada.
Akan tetapi, di sisi lain mereka harus mempertahankan ranah sosial melalui habitus- habitusnya, karena capital yang telah mereka miliki juga harus dipertahankan.
Pedagang kaki lima juga mengerti bahwa bahwa ruang publik, bahu jalan, halte bus adalah lokasi terlarang untuk membuka usaha. Mereka juga paham jika operasi
penertiban akan selalu dilakukan serta reskio-resiko yang bakal menimpanya. Akan tetapi mereka juga mempunyai pengetahuan untuk menyiasati resiko-reskio tersebut,
demi mempertahankan eksistensinya. Hukum
mengatur tingkah laku atau tindakan manusia dalam masyarakat.Peraturan berisikan perintah dan larangan untuk melakukan sesuatu atau
tidak melakukan sesuatu.Hal ini dimaksudkan untuk mengatur perilaku manusia agar tidak bersinggungan dan merugikan kepentingan umum. Peraturan hukum ditetapkan
oleh lembaga atau badan yang berwenang untuk itu. Peraturan hukum tidak dibuat oleh setiap orang melainkan oleh lembaga atau badan yang memang memiliki
kewenangan untuk menetapkan suatu aturan yang bersifat mengikat bagi masyarakat luas dan bersifat tetap.
Penegakan aturan hukum bersifat memaksa.Peraturan hukum dibuat bukan untuk dilanggar namun untuk dipatuhi.Untuk menegakkannya diatur pula mengenai
aparat yang berwenang untuk mengawasi dan menegakkannya sekalipun dengan tindakan yang represif. Meski demikian, terdapat pulanorma hukum yang bersifat
fakultatifmelengkapi. Hukum memliki sanksi dan setiap pelanggaran atau perbuatan
87 melawan hukum akan dikenakan sanksi yang tegas. Sanksi juga diatur dalam
peraturan hukum. Tetapi yang ingin saya jelaskan disini bahwa mempelajari hukum bukan
semata-semata sebagai produksi dari hasil abstraksi logika sekelompok orang yang diformulasikan dalam bentuk peraturan perundang-undangan, tetapi lebih
mempelajari hukum sebagai perilaku sosial. Sebagai bagian yang integral dari kebudayaan secara keseluruhan, dan karena itu hukum dipelajari sebagai produk dari
interaksi sosial yang dipengaruhi oleh aspek-aspek kebudayaan yang lain, seperti politik, ekonomi, ideologi, religi, dan lain-lain. Hukum dipelajari sebagai proses
sosial yang berlangsung dalam kehidupan masyarakat.
Dalam hal ini bukan semata-mata berwujud peraturan perundang undangan yang diciptakan oleh Negara State Law tetapi juga hukum dalam wujudnya sebagai
peraturan-peraturan yang bersumber dari suatu kebiasaan masyarakat customary lawfolk law, termasuk pula di dalamnya mekanisme-mekansime pengaturan dalam
masyarakat yang juga berfungsi sebagai sarana pengendalian sosial.
88
BAB IV KEBUDAYAAN PEDAGANG KAKI LIMA PKL