Penyelenggaraan Pemerintahan Desa BPD DALAM PENYELENGGARAAN PEMERINTAHAN DESA

21 persatuan dan kesatuan nasional, sulit memelihara integritas nasional dan sulit untuk pembinaan masyarakat yang bersifat terbuka terhadap pembangunan. Adapun dasar Hukum dalam Pemerintahan Desa yaitu subsistem dari pada Sistem Pemerintahan Daerah. 1. Pasal 18 Undang-Undang Dasar Republik Indonesia 1945 Pasal 18: Pembagian Daerah Indonesia atas Daerah besar dan kecil, dengan bentuk susunan pemerintahannya ditetapkan dengan undang-undang memandang dan mengingat dasar permusyawaratan dalam sistem pemerintahan Negara, dan hak-hak usul dalam daerah yang bersifat istimewa. Menurut Benyamin Hoessein 2005, daerah besar dan kecil yang dimaksud Pasal 18 tersebut merujuk pada daerah besar dan daerah kecil dalam sistem pemerintahan zaman Hindia Belanda, yaitu provintie sebagai daerah besar dan regenschapgemeente sebagai daerah kecil, masing-masing merupakan daerah otonom sekaligus wilayah administrasi. 3 Dalam penjelasan pasal 18 Undang-Undang Dasar Republik Indonesia 1945 disebutkan: a. Oleh karena Negara Indonesia itu suatu eendheisstaat maka Indonesia tak akan mempunyai daerah dalam lingkungannya yang bersifat staat juga, Daerah Indonesia akan dibagi dalam daerah Provinsi, kemudian dibagi pula dalam daerah besar dan kecil. 3 Hanif Nurcholis, Pertumbuhan Penyelenggaraan Pemerintahan Desa,Jakarta: Erlangga. 2011 h. 211. 22 Di daerah-daerah yang brsifat otonom Streek dan locale rechtsgemeenschappen atau bersifat daerah administrasi belaka, semuanya menurut aturan yang ditetapkan dengan undang-undang. Di daerah-daerah yang bersifat otonom akan diadakan badan perwakilan daerah oleh karena di daerah pun pemerintahan akan bersendi atas dasar permusyawaratan. b. Dalam territoir Negara Indonesia terdapat lebih kurang 250 zelfbesturende landschappen dan volkgemenschappen daerah dan kelompok masyarakat adat seperti desa di Jawa, Nagari di Minangkabau, Dusun dan Marga di Palembang dan sebagainya. Daerah-daerah itu mempunyai susunan asli dan oleh karenanya dapat dianggap sebagai daerah yang bersifat istimewa. Negara Republik Indonesia menghormati kedudukan daerah-daerah istimewa tersebut dan segala peraturan Negara yang mengenai daerah- daerah itu akan mengingati hak-hak asal-usul daerah tersebut. 2. Undang-Undang Nomor 5 tahun 1974 Dari isi dan jiwa pasal 18 Undang-Undang Dasar Republik Indonesia 1945 beserta penjelannya sebagaimana tersebut di atas maka jelaslah bahwa pemerintah diwajibkan untuk melaksanakan politik desentralisasi dan dekonsentrasi di bidang ketatanegaraan. Sebagai konsekuensi dari prinsip tersebut di atas maka dalam undang-undang ini dengan tegas dinyatakan adanya Daerah Otonom dan Wilayah Administratif. 4 Dalam model ini jelas 4 M.R. Khairul Muluk, Menggugat Partisipasi Publik Dalam Pemerintahan Daerah Sebuah Kajian Dengan Pendekatan Berpikir Sistem . Malang: Bayu Media Publishing, 2007. h. 3. 23 terlihat bahwa kebijakan desentralisasi di Indonesia menghendaki penyelenggaraan pemerintahan daerah yang berbasis pada partisipasi masyarakat. Partisipasi menjadi konsep penting karena masyarakat ditempatkan sebagai subjek utama dalam penyelenggaraan otonomi daerah. 5 Daerah yang dibentuk berdasarkan asas desentralisasi disebut Daerah Otonom yang selanjutnya disebut Daerah yang dalam undang-undang ini dikenal adanya Daerah Tingkat I dan Daerah Tingkat II. Sedangkan wilayah yang dibentuk berdasarkan asas dekosentrasi disebut wilayah Administratif yang dalam undang-undang ini disebut Wilayah. Wilayah-wilayah disusun secara vertikal yang merupakan lingkungan kerja perangkat pemerintah menyelenggarakan urusan pemerintah umum di daerah. Pembentukan wilayah-wilayah dalam susunan vertikal adalah meningkatkan pengendalian dalam rangka menjamin kelancaran penyelenggaraan pemerintah. 6 Asas-asas Penyelenggaraan Pemerintah a. Umum Dimuka telah dijelaskan bahwa sebagai konsekuensi dari pasal 18 Undang-Undang Dasar Republik Indonesia 1945 yang kemudian diperjelas dalam Garis-Garis Besar Haluan Negara GBHN, Pemerintah diwajibkan melaksanakan asas desentralisasi dan dekonsentrasi dalam menyelenggarakan pemerintah di daerah. Tetapi disamping asas dekonsentrasi undang-undang ini juga memberikan dasar-dasar 5 Ibid. hal.3 6 Taliziduhu Ndraha, Dimensi-Dimensi Pemerintahan Desa, h. 11 24 penyelenggaraan berbagai urusan pemerintahan di daerah menurut asas tugas pembantuan. 7 b. Desentralisasi Urusan-urusan pemerintahan yang telah diserahkan kepada Daerah dalam rangka pelaksanaan asas desentralisasi pada dasarnya menjadi wewenang dan tanggungjawab Daerah sepenuhnya. Dalam hal ini prakarsa sepenuhnya diserahkan kepada Daerah baik yang menyangkut penentuan kebijaksanaan, perencanaan, pelaksanaan, maupun yang menyangkut segi- segi pembiayaannya. Demikian pula perangkap pelaksanaannya adalah perangkat daerah desa itu sendiri yaitu terutama Dinas-Dinas Daerah. 8 c. Dekosentrasi Semua urusan pemerintahan dapat diserahkan kepada Daerah menurut asas desentralisasi, maka penyelenggaraan berbagai urusan pemerintahan di daerah berdasarkan asas dekosentrasi. Urusan-urusan yang dilimpahkan Pemerintah kepada pejabat-pejabatnya di daerah menurut asas dekosentrasi ini tetap menjadi tanggung jawab Pemerintah Pusat baik mengenai perencanaan, pelaksanaan maupun pembiayaan. Unsur pelaksanaannya adalah terutama instansi-instansi vertikal yang dikoordinasikan oleh Kepala Daerah dalam kedudukannya selaku perangkat Pemerintah Pusat, tetapi kebijaksanaan urusan dekonsentrasi 7 Inu Kencana Syafi’ie, Ilmu Pemerintahan Dalam Al-Quran, Jakarta: Bumi Aksara,.h. 287. 8 Moh. Kusnardi Bintan R Saragih, Ilmu Negara, Jakarta: Penerbit Gaya Media Pratama,. 2005, h. 207. 25 tersebut sepenuhnya ditentukan oleh Pemerintah Pusat. 9 d. Tugas Pembantuan Di muka telah disebutkan bahwa tidak semua urusan pemerintah dapat diserahkan kepada Daerah menjadi urusan rumah tangganya. Jadi beberapa urusan Pemerintahan masih tetap merupakan urusan Pemerintah Pusat. Akan tetapi berat sekali bagi Pemerintah Pusat untuk menyelenggaraan seluruh urusan pemerintah di daerah yang masih menjadi wewenang dan tanggungjawabnya itu atas dasar dekosentrasi, mengingat terbatasnya kemampuan perangkat Pemerintah Pusat di daerah. Dan juga ditinjau dari segi dayaguna dan hasilguna adalah kurang dapat dipertanggungjawabkan apabila semua urusan pemerintah pusat di Daerah harus dilaksanakan sendiri oleh perangkatnya di daerah karena hal itu akan memerlukan tenaga dan biaya yang sangat besar jumlahnya. Lagi pula mengingat sifatnya sebagai urusan sulit untuk dapat dilaksanakan dengan baik tanpa ikut sertanya Pemerintah Daerah yang bersangkutan. Atas dasar pertimbangan tersebut maka undang-undang ini memberikan kemungkinan untuk dilaksanakan berbagai urusan pemerintahan di daerah menurut asas tugas pembantuannya. Dalam Undang-undang Nomor 5 tahun 1979 tentang Pemerintahan Desa juga menjelaskan dalam penyelenggaraan Pemerintah Desa, salah satunya yang tertera dalam Undang-undang Nomor 5 Tahun 1979 yaitu dalam penyelenggaraan Pemerintahan Desa yang didampingi oleh lembaga sejajar 9 Ibid. h. 207 26 dengan posisi Kepala Desa yaitu lembaga atau badan perwakilan atau musyawarah yang sepanjang penyelenggaraan rumah tangga desa mempunyai fungsi mengatur. 10 Dengan dikeluarkannya Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, desa atau yang disebut dengan nama lain, selanjutnya disebut desa, adalah kesatuan masyarakat hukum yang memiliki batas-batas wilayah yurisdiksi, berwenang untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat berdasarkan asal-usul dan adat-istiadat setempat yang diakui dan atau dibentuk dalam sistem Pemerintahan Nasional dan berada di Kabupaten atau Kota. Landasan pemikiran dalam pengaturan mengenai desa adalah keanekaragaman, partisipasi, otonomi asli, demokratisasi dan pemberdayaan masyarakat. 11 Pemerintahan desa sebagai penyelenggara pemerintahan terendah dan langsung terhadap rakyat mempunyai beban tugas yang cukup berat karena selain harus melaksanakan segala urusan yang datangnya dari pihak atasan juga harus mengurus berbagai urusan rumah tangga desa yang pertanggungjawabannya langsung kepada rakyat. 12 Melihat Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa 10 Nurcholis. Hanif, Pertumbuhan dan Penyelenggaraan Pemerintahan Desa, h.34 11 Sarundajang, Arus Balik Kekuasaan Pusat ke Daerah, Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, 2002, h.181 12 Misdiyanti, Fungsi Pemerintahan Daerah dalam Pembuatan Peraturan Daerah,Jakarta: Bumi Aksara, 1993 h.47 27 menjelaskan dalam pasal 14 Bab V bahwa penyelenggaraan pemerintah desa berdasarkan asas : a. Kepastian hukum; b. Tertib penyelenggaraan pemerintahan; c. Tertib kepentingan umum; d. Keterbukaan; e. Proporsionalitas; f. Profesionalitas; g. Akuntabilitas; h. Evisiensi dan efektivitas; i. Kearifan lokal; j. Keberagaman; dan k. Partisipatif. Sebagai unsur penyelenggara Pemerintahan Desa, pemerintah desa mempunyai tugas menyelenggarakan urusan pemerintahan, pembangunan, dan kemasyarakatan. Maka apabila dilihat dari segi fungsinya pemerintahan desa memiliki fungsi sebagai berikut : a. Menyelenggarakan urusan rumah tangga; b. Melaksanakan pembangunan dan pembinaan kemasyarakatan; c. Melaksanakan perekonomian desa; d. Melaksanakan pembinaan partisipasi dan swadaya gotong royong 28 masyarakat; e. Melaksanakan pembinaan ketentraman dan ketertiban masyarakat f. Melaksanakan musyawarah penyelesaian perselisihan. 13 Menurut Undang-Undang Nomor 32 tahun 2004 tentang pemerintahan Daerah pasal 209, urusan pemerintah yang menjadi kewenangan desa. Kewenangan desa tersebut : a. Urusan pemerintahan yang sudah ada berdasarkan hak asal-usul desa. b. Urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan kabupaten atau kota yang diserahkan pengaturannya kepada desa. c. Tugas pembantuan dari pemerintah, pemerintah provinsi, dan atau pemerintah kabupatenkota. d. Urusan pemerintah lainnya yang oleh peraturan perundang-undangan diserahkan kepada desa. Penyelenggaraan pemerintah di tingkat desa, dengan pendekatan sentralistik dan keseragaman dalam pembangunan sebagaimana yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1979 tentang pengaturan pemerintah desa telah mengakibatkan keanekaaragaman karaktristik dan kekayaan masyarakat lokal menjadi sangat terabaikan, baik dalam proses perencanaan, pelaksanaan maupun evaluasi pembangunan. Dalam pelaksanaan pemerintahan desa dua struktur penting yang menentukan pembangunan dan perkembangan desanya yaitu kepala desa dan 13 Solehkan, Penyelenggaraan Pemerintah Desa, Jakarta: Setara Pres, 2012. h.63 29 Badan Permusyawaratan Desa. Menurut Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 72 Tahun 2005 tentang Desa, Tugas, Wewenang, Kewajiban dan Hak Kepala Desa dalam penyelenggaraan pemerintahan desa.

B. Kedudukan Badan Permusyawaratan Desa BPD

Sebelum diberlakukannya Undang-undang tentang otonomi daerah UU No. 22 Tahun 1999, sebagai pengganti Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1974 tentang Pemerintahan Daerah dan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1979 tentang Pemerintahan Desa, kedudukan Badan Perwakilan Desa yang saat itu disebut Lembaga Musyawarah Desa, yang kemudian disebut LMD sebagai unsur penting dalam menjalankan demokrasi ditingkat Desa. Untuk keanggotaan Lembaga Musyawarah Desa yang kemudian disebut LMD dalam ketentuan ini terdiri dari Kepala Desa sebagai Ketua Lembaga Musyawarah Desa dan Sekretaris Desa karena jabatannya menjadi Sekretaris Lembaga Musyawarah Desa yang merupakan wadah dan penyalur pendapat masyarakat desa dalam mengambil keputusan dalam bagian pembangunan desa yang keputusan-keputusannya ditetapkan berdasarkan musyawarah dan mufakat dengan memperhatikan kenyataan hidup dan berkembang dalam masyarakat yang bersangkutan. Setelah diberlakukan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Otonomi Daerah, nama Lembaga Musyawarah Desa ditiadakan dan diganti dengan nama Badan Perwakilan Desa, selanjutnya dengan dikeluarkannya 30 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah menggantikan UU No. 22 Tahun 1999 istilah Badan Perwakilan Desa digantikan dengan Badan Permusyawaratan Desa Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 1 Tahun 1978 pasal 1 menjelaskan bahwa Lembaga Musyawarah Desa adalah suatu wadah permusyawaratan yang keanggotaannya terdiri terdiri dari Kepala-kepala sub wilayah desa, pimpinan lembaga-lembaga kemasyarkatan dan pemuka-pemuka masyarakat didesa yang bersangkutan serta pemuka-pemuka berbagai lapangan kekaryaan. Kemudian dalam suratnya tanggal 31 Mei 1978 Nomor Pem 24443 tentang Pembinaan LMD sebagai lembaga pemerintahan desa kepada para Gubernur Kepala Daerah seluruh Indonesia, Mentri dalam Negri menjelaskan sebagai berikut : 1. Hakekat LMD yaitu sebagai perwujudan dari Demokrasi Pancasila 2. Fungsi LMD sebagai wadah dan penyalur pendapat masyarakat di desa dengan harapan membawakan aspirasi yang komprehensip 3. Tugas pokoknya LMD melakukan pembahasan atas berbagai hal dan mengeluarkan hasil rapat LMD yang baru dinyatakan sah setelah mendapatkan persetujuan dari Bupati Walikotamadya Kepala Daerah Tingkat II yang bersangkutan Pasal 5 Ayat 2 Peraturan Mentri Dalam Negri Nomor 1 Tahun 1978. Dalam ayat ini tidak disebut Keputusan Rapat LMD, melainkan hasil rapat. dalam penjelasan Pasal 5 dinyatakan lebih lanjut, bahwa keputusan yang diambil alih oleh Kepala Desa yang bersifat mengatur dan 31 mempunyai akibat pembebanan terhadap masyarakat, harus dimusyawarahkan dengan LMD. 14 Ketuntuan di atas memberi gambaran tentang tugas LMD : 1. Tugas Legislatif, yang hasilnya ialah “hasil rapat LMD yang baru dinyatakan sah apabila sudah mendapat persetujuan pihak atas, yaitu kepala daerah tingkat II yang bersangkutan, dalam rangka membuat keputusan desa. 2. Tugas Konsultatif, yaitu memberi pertimbangan atau saran kepada Kepala Desa dalam rangka menetapkan suatu keputusan Kepala Desa. 15 Dalam proses perkembangan pemerintah dan undang-undang Desa mendapat perubahan yang lebih rapih sampai pengaturan APBN untuk mengembangkan sistem pemerintah terkecil yaitu Desa. Badan Perwakilan Desa yang tertera dalam pasal 94 dan pasal 104 Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 yaitu pemerintahan desa terdiri atas Kepala Desa dan Badan Perwakilan Desa. Badan Perwakilan Desa berfungsi mengayomi adat istiadat, membuat peraturan Desa, menampung aspirasi masyarakat dan melakukan pengawasan terhadap penyelenggaraan pemerintah desa. Dengan demikian, Badan Perwakilan Desa merupakan lembaga Pengayom adat sekaligus sebagai badan perwakilan yang mempunyai fungsi regulasi dan pengawasan. Sesuai aturan yang tertulis dalam Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 72 Tahun 2005 tentang Desa disebutkan pada bagian ketiga 14 Taliziduhu Ndraha, Dimensi-Dimensi Pemerintah Desa, h. 119-120. 15 Ibid., h. 120.

Dokumen yang terkait

Optimalisasi Peran Badan Permusyawaratan Desa (BPD) Dalam Penyelenggaraan Pemerintahan Desa (Studi Pada BPD Desa Aek Goti Kecamatan Silangkitang Kabupaten Labuhanbatu Selatan)

5 96 117

Peranan Badan Permusyawaratan Desa (BPD) Dalam Perencanaan Pembangunan Desa (Studi Tentang Proyek Desa Di Desa Gunung Tua Panggorengan Kecamatan Panyabungan)

35 350 77

Relasi Antara Kepala Desa Dengan Badan Permusyawaratan Desa Dalam Mewujudkan Good Governance (Studi Kasus: Desa Pohan Tonga, Kecamatan Siborongborong, Kabupaten Tapanuli Utara)

1 62 186

Peranan Badan Permusyawaratan Desa (BPD) Dalam Pembangunan Pertanian Di Desa Batukarang Kecamatan Payung Kabupaten Karo

1 71 103

Peran Badan Perwakilan Desa (BPD) Dalam Proses Demokratisasi Di Kecamatan Pancur Batu Kabupaten Deli Serdang (Suatu Tinjauan di Desa Simalingkar A dan Desa Perumnas Simalingkar)

1 49 124

SKRIPSI PERAN BADAN PERMUSYAWARATAN DESA (BPD) DALAM Peran Badan Permusyawaratan Desa (BPD) Dalam Pembentukan Peraturan Desa Di Kecamatan Kismantoro Kabupaten Wonogiri.

1 2 15

PENDAHULUAN Peran Badan Permusyawaratan Desa (BPD) Dalam Pembentukan Peraturan Desa Di Kecamatan Kismantoro Kabupaten Wonogiri.

2 3 14

PERAN BADAN PERMUSYAWARATAN DESA (BPD) DALAM PEMBENTUKAN PERATURAN DESA DI KECAMATAN KISMANTORO Peran Badan Permusyawaratan Desa (BPD) Dalam Pembentukan Peraturan Desa Di Kecamatan Kismantoro Kabupaten Wonogiri.

0 2 24

PERAN BADAN PERMUSYAWARATAN DESA (BPD) DALAM PENYUSUNAN PERATURAN DESA Peran Badan Permusyawaratan Desa (BPD) Dalam Penyusunan Peraturan Desa (Studi Kasus di Desa Pablengan Kecamatan Matesih Kabupaten Karanganyar).

0 0 17

PERAN BADAN PERMUSYAWARATAN DESA (BPD) DALAM PENYUSUNAN PERATURAN DESA Peran Badan Permusyawaratan Desa (BPD) Dalam Penyusunan Peraturan Desa (Studi Kasus di Desa Pablengan Kecamatan Matesih Kabupaten Karanganyar).

1 3 16