rahma  rahmat  dalam  bahasa  Arab  atau  rogha  perdamaian  dalam  bahasa Pashtun.
28
Lepas  dari  apakah  Rohingya  merupakan  sebuah  etnis  atau  tidak,  dan apakah  termasuk  ke  dalam  etnisitas  Myanmar  atau  tidak,  sudah  jelas  bahwa
Rohingya  merupakan  komunitas  migrant  dari  Bangladesh  yang  sudah  ratusan tahun tinggal di  Arakan, Myanmar. Sebagai komunitas yang sudah lama menetap
di  sebuah  wilayah  yang  kebetulan  kini  menjadi  bagian  dari  negara  Myanmar, tentu saja sudah selayaknya mereka mendapatkan hak-hak dasar mereka, terutama
status kewarganegaraan.
29
Meskipun  demikian,  sikap  pemerintah  Myanmar  sudah  jelas  seperti  yang disampaikan  Thein  Sein  bahwa  Myanmar  tak  mungkin  memberikan
kewarganegaraan kepada Rohingya. Namun, Myanmar menawarkan solusi berupa pengiriman  ribuan  orang  Rohingya  ke  negara  lain  atau  tetap  tinggal  di  Arakan,
tetapi berada di bawah pengawasan PBB. Jadi, kelihatannya etnis Rohingya masih belum bisa bernapas lega sampai beberapa tahun mendatang.
30
1. Perkembangan Etnis Rohingya di Arakan.
Pada  masa  pemerintahan  kolonial  Inggris,  disaat  rempah-rempah,  katun, batu  mulia,  barang  tambang,  dan  komoditas  lainnya  yang  berasal  dari  kawasan
Asia  Selatan  dan  Asia  Tenggara  merupakan  barang-barang  yang  sangat dibutuhkan di daerah Timur Tengah dan Eropa. Sehingga para nelayan Arab yang
28
Tri Joko, “Konflik Tak Seimbang Etnis Rohingya dan Etnis Rakhine di Myanmar”, Jurnal Transnasional Vol. 4 No. 2 Februari 2013, hal. 840
29
Ibid.
30
Ibid.
datang menguasai perdagangan tersebut dan melahirkan pedagang-pedagang yang menyebarkan  Islam  di  daerah  Myanmar.  Pengetahuan  tentang  navigasi  laut  dan
ilmu geografi membuat mereka tidak tertandingi dalam hal berdagang di kawasan Samudera  Hindia.  Mereka  menulis  tentang  perjalanan  mereka  ke  tempat  yang
mereka datangi di dunia Timur dan Barat.
31
Pada akhirnya semua konstitusi dan peraturan kewarganegaraan Myanmar memberikan  status  penduduk  asli  Myanmar  kepada  para  pedagang  itu  sebelum
tahun 1825. Jadi, Muslim Rohingya merupakan ras penduduk asli yang secara sah diakui.  Tetapi  kini,  rezim  militer  tidak  mengakui  sejarah  historis  tersebut  dan
menuduh bahwa Rohingya adalah imigran ilegal dari Bangladesh, bahkanmereka diperlakukan secara diskriminatif, termasuk di bidang ekonomi.
32
Hal  itulah  yang  membuat  Rohingya  pergi  meninggalkan  negara  asalnya. Sedangkan,  Rohingya  asal  Bangladesh  telah  bertahun-tahun  tinggal  di  beberapa
tempat  pengungsian  yang  dikelola  UNHCR  di  Bangladesh.  Mereka  berniat mencari penghidupan yang lebih baik sehingga mereka juga meninggalkan negara
asalnya.
B. Perlakuan Terhadap Etnis Rohingya
Pada tahun 1942, saat Inggris keluar dari Rakhaing lebih dikenal sebagai Rackhine atau Arakan,  pemerintah Myanmar memprovokasi  penganut  Budha di
31
Azizah, “Pemberontakan Sporadis Muslim Rohingya Pascakemerdekaan Burma 1948-1988” FIB UI, 2006
32
Ibid.
Rakhine  melakukan  kerusuhan  besar  yang  menyebabkan  kurang  lebih  100.000 orang Rohingya terbunuh dan melarikan diri ke Bengal Timur.
33
Kini negara bagian Rakhine merupakan wilayah dengan penduduk Muslim terbesar di Myanmar. Etnis Rohingya adalah salah satu etnis yang telah mendiami
kota di utara negara bagian itu sejak abad ke-7 Masehi. Meskipun telah berabad- abad tinggal di Myanmar, pemerintah junta Militer Myanmar menganggap bahwa
Rohingya  termasuk  etnis  Bengali  sehingga  pemerintah  junta  militer  tidak mengakui  mereka  sebagai  salah  satu  etnis  Myanmar.  Apalagi  dengan
diberlakukannya  Burma  Citizenship  Law  1982,  membuat  etnis  Rohingya kehilangan kewarganegaraannya.
Tidak diterimanya keberadaan etnis Rohingya di Myanmar membuat junta militer  Myanmar  melakukan  berbagai  aksi  untuk  mengusir  etnis  Rohignya,
sedangkan  yang  memilih  untuk  tetap  tinggal  di  Myanmar  akan  mengalami pelanggaran  HAM  seperti  tidak  diberikannya  izin  usaha,  pengenaan  pajak  yang
tinggi,  untuk  keluar  dari  desa  setempat  diperlukan  izin  dari  otoritas  lokal,  etnis Rohingya  yang berada di Rakhine Utara dijadikan pekerja paksa, tidak diizinkan
untuk meneruskan pendidikan ke universitas yang ada di Myanmar maupun keluar Myanmar,  sulitnya  mendapatkan  izin  menikah,  pemerkosaan  terhadap  wanita
Rohingya  dilakukan  oleh  tentara  didepan  suami  dan  anak-anak  korban,
33
Aris Pramono, “Peran UNHCR Dalam Menangani Pengungsi Myanmar Etnis Rohingya di Bangladesh periode 1978-2002
”, FISIP UI, 2010
pembunuhan,  penyiksaan  dan  penahanan  secara  ilegal  yang  dilakukan  hampir setiap hari.
34
Selain  pelanggaran  tersebut  etnis  Rohingya  juga  mengalami  pelanggaran HAM  dalam  hal  beragama,  diantaranya  junta  memprovokasi  kerusuhan  diantara
warga dengan mengizinkan untuk membagikan buku dan catatan  yang menghina Islam; masjid dan madrasah dihancurkan dan ditutup; pelarangan membangun dan
merenovasi masjid yang sudah rusak.
35
Di Myanmar sendiri, ternyata kasus  HAM tidak  hanya dialami oleh etnis Rohingya saja, tetapi beberapa etnis lainnya pun mengalami nasib serupa dengan
etnis Rohingya, seperti Karen, Kachin,  Shan, dan Mon. Untuk menyuarakan dan menunjukkan  perlawanan  terhadap  pemerintahan  Myanmar,  masing-masing  dari
etnis  tersebut,  termasuk  Rohingya  telah  membentuk  organisasi  yang  bernama Rohingya  Solidarity  Organization  RSO.  Organisasi  ini  berjuang  untuk
mendapatkan status kewarganegaraan dan status otonominya.
36
1. Diskriminasi Terhadap Hak-hak Etnis Rohingya
Sejak  diberlakukannya  Burma  Citizenship  Law  1982,  diskriminasi terhadap  hak-hak  etnis  Rohingya  semakin  parah,  baik  secara  agama,  budaya,
sosial,  politik,  dan  ekonomi.  Masyarakat  etnis  Rohingya  adalah  penganut  Islam yang  taat,  sebagian  dari  mereka  yang  laki-laki  menumbuhkan  janggut  dan
wanitanya  memakai  jilbab.  Di  setiap  masjid  dan  madrasah  di  Arakan,  para  laki-
34
Tamia Dian Ayu, “Tinjauan Hukum Internasional Terhadap Etnis yang Tidak Memiliki Kewarganegaraan: Studi Kasus Etnis Rohingya, Myanmar
”, FH UI, 2012, hal. 94-95
35
Ibid, hal. 96
36
N. Ganesan and Kyaw Yin Hlaing, “Myanmar State, Society and Ethnicity”, Singapore: Institute of Southeast Studies, 2007, hal. 171