HAM Sebagai Kewajiban Negara

BAB IV ANALISA PERAN OHCHR DALAM KASUS HAM YANG TERJADI

PADA ROHINGYA DI MYANMAR TAHUN 2012 Dalam bab empat ini akan menganalisa peran yang dilakukan OHCHR dalam menangani kasus HAM yang terjadi di Myanmar. Sebagai organisasi internasional PBB di bidang HAM, OHCHR diamanatkan untuk memantau situasi dan kondisi pasca terjadinya konflik. Pada bab ini juga dituliskan bahwa dalam pelaksanaan tugasnya di Myanmar, dijumpai berbagai hambatan-hambatan yang dihadapi OHCHR.

A. Peran OHCHR di Myanmar

Pertikaian yang terjadi antara etnis Rohingya dan etnis Rakhine membuat kondisi para korban konflik begitu memprihatinkan. Keadaan ini cenderung mengarah kepada kasus kejahatan HAM dan hal ini memang marak terjadi terhadap etnis-etnis minoritas di Myanmar, tidak hanya etnis Rohingya. Dengan demikian, keberadaan dan peran organisasi international khususnya OHCHR sangat diperlukan, baik dalam memberikandukungan moril maupun yang lebih penting menjamin dan melindungi hak-hak warga minoritas. Untuk masalah HAM yang terjadi di Myanmar termasuk kasus yang terjadi pada etnis Rohingya, Office of High Commissioner for Human RightsOHCHR atau Komisi Hak Asasi Manusia HAM PBB memberikan tugas kepada Special Rapporteur Tomás Ojea Quintana untuk melakukan pelaporan dan investigasi mengenai pelanggaran HAM sejak tahun 2008 lalu. 77 Hal ini sebagai kelanjutan dari tugas Pelapor Khusus sebelumnya Paulo Sérgio Pinheiro. Mandat pelapor khusus tentang situasi hak asasi manusia di Myanmar diberikan sesuai pada resolusi 732 dari Majelis Umum PBB. Selama melaksanakan mandatnya, yang dimulai pada bulan 26 Maret 2008 78 .Hanya saja, pada awalnya Pelapor Khusus belum diizinkan masuk oleh pemerintah Myanmar ke wilayah konflik di Arakan untuk melakukan misinya. 79 Menunggu izin dari pemerintah Myanmar untuk mendapatkan akses masuk ke wilayah konflik di Myanmar, Pelapor Khusus melakukan upaya lain dengan melakukan pengumpulan informasi dari berbagai sumber independen mengenai situasi hak asasi manusia di Myanmar, dan mengunjungi negara-negara tetangga, untuk menjalin koordinasi dimana timnya dapat menerima dukungan dari semua anggota negara PBB, 80 antara lain: 1. Melakukan pertemuan dan dialog dengan pemerintah Myanmar terkait izin untuk memasuki wilayah konflik di Arakan, pelaksanaan upaya penegakan dan penyelesaian masalah HAM di Myanmar. 77 Diakses dari http:www.ohchr.orgENHRBodiesSPCountriesMandatesMMPagesSRMyanmar.aspx , tanggal 6 Juli 2014, pukul 01.30 wib 78 Diakses dari http:daccess-dds- ny.un.orgdocUNDOCGENG0814062PDFG0814062.pdf?OpenElement tanggal 17 Juli 2014, pukul 13.00 wib 79 Diakses dari http:www.rohingya.orgportalindex.phpreports38-report566-special- rapporteur-on-the-situation-of-human-rights-in-myanmar-opening-remarks-mr-tomas-ojea- quintana.html , tanggal 6 Juli 2014, pukul 01.56 wib 80 Asrieyani, Dewi 2013 “Peran Office Of The High Commissioner For Human Right Dalam Penyelesaian Kasus Genosida Etnis Rohingya Di Myanmar 1978- 2012”, eJournal Ilmu Hubungan Internasional, 1:42-50 2. Melakukan dialog dengan para tokoh-tokoh dari kelompok oposisi, dalam hal ini adalah kelompok pro-demokrasi, seperti para petinggi NLD dalam rangka mencari jalan tengah penyelesaian masalah yang terjadi, khususnya terkait pelanggaran HAM di Myanmar. 3. Melakukan berbagai kunjungan ke tempat-tempat tertentu, seperti penjara- penjara di Myanmar dan wilayah tempat terjadinya konflik, sekaligus melakukan wawancara untuk mengumpulkan berbagai informasi penting terkait dengan penegakan HAM di Myanmar. 4. Menerima berbagai laporan dari berbagai sumber terkait dengan kondisi HAM di Myanmar. Termasuk mengumpulkan informasi data dan fakta sebanyak mungkin tentang bagaimana situasi yang terjadiseperti cerita dari masyarakat diluar Arakan. Dari empat hal yang dilakukan diatas, terutama berdasarkan data dan fakta yang dikumpulkan ataskondisi yang ada disusun dalam sebuah laporan yang akanmenyimpulkan apakah pemerintah Myanmar benar-benar terlibat dalam kasus ini. Selanjutnya hasil dari laporan tersebut akan di bacakan Majelis Umum PBB, untuk melihat tanggapan dari para anggota tentang masalah yang terjadi. Setelah hasil dari Pelapor Khusus dibacakan dihadapan dewan PBB dalam Majelis Umum PBB, tanggapan yang diberikan dari semua pihak negara anggota menyatakan untuk menyetujui sebuah resolusi terkait dengan nasib etnis Rohingya di Myanmar. PBB juga menyambut perubahan positif yang terjadi setelah demokrasi berjalan di Myanmar. Dalam Resolusi 67233, PBB mendesak pemerintah Myanmar dalam memperbaiki situasi HAM etnis minoritas, terutama etnis Rohingya dan melindungi semua hak asasi manusia termasuk pemberian status kewarganegaraan penuh kepada etnis Rohingya. 81 Dari resolusi tersebut, PBB mewakili 193 negara anggota didalamnya menyatakan keprihatinan khusus kepada etnis Rohingya di Myanmar. Adapun peran yang dilakukan OHCHR dalam kasus pelanggaran kemanusiaan terhadap etnis Rohingya, telah dijelaskan berdasarkan pada teori organisasi internasional, dimana fungsi OHCHR sebagai organisasi internasional dapat menjalankan perannya untuk memonitor dan mencari penyelesaian terhadap suatu permasalahan HAM yang dihadapi suatu negara, 82 seperti yang dialami Myanmar. Untuk memastikan kepatuhan pemerintah Myanmarmelindungi hak asasi manusia paska dikeluarkannya resolusi PBB, OHCHR terus memantau melalui peran-perannya. Dan lebih lanjut, OHCHR dapat menjalankan perannya sebagai inisiator, fasilitator, atau mediator. 83

1. Sebagai Inisiator

Berdasarkan pada tugasnya untuk melindungi dan menjaga hak asasi manusia, sesungguhnya OHCHR telah mengambil peran dan tindakan sendiri yang bersifat dan konstruktif bagi hak-hak etnis Rohingya, antara lain: 84 81 Diakses dari http:daccess-dds- ny.un.orgdocUNDOCGENN1249258PDFN1249258.pdf?OpenElement tanggal 24 Juli 2014, pukul 12.00 wib 82 Rudy, May T, “Administrasi dan Organisasi Internasional”, Refika Aditama, 1998, hal. 29 83 Perwita, A. A. Banyu dan Yani, Y. Mochamad, “Pengantar Ilmu Hubungan Internasional”, Bandung, Remaja Rosdakarya, 2005, hal. 95 84 Asrieyani, Dewi 2013 “Peran Office Of The High Commissioner For Human Right Dalam Penyelesaian Kasus Genosida Etnis Rohingya Di Myanmar 1978- 2012”, eJournal Ilmu Hubungan Internasional, 1 2:42-50