Sebagai Fasilitator Sebagai Mediator

Contoh posting via Facebook 104 Contoh posting kampanye via Twitter 105 Dengan adanya penyebar luasan foto-foto dan video kekerasan dari OHCHR melalui media sosial, hasilnya terlihat dengan adanya respon positif dari 104 Diakses dari https:www.facebook.comunitednationshumanrights?rf=111418598910686 , tanggal 22 Juni 2014, pukul 20.00 WIB 105 Diakses dari http:twitter.comUNrightswire , tanggal 22 Juni 2014, pukul 21.00 WIB masyarakat dunia dalam menyikapi apa yang terjadi pada etnis Rohingya. Aksi demontrasi atau penggalangan dana diberbagai negara, terutama negara dengan warga mayoritas muslim dilakukan untuk membantu masyarakat etnis Rohingya. 106 Efek bola salju dari media sosial terus berguling dan dinilai sangat efektif dalam menyebarluaskan berita mengenai etnis Rohingya, sehingga membuat masyarakat dunia tahu apa yang sebenarnya terjadi. Secara tidak langsung, itu juga membuat tekanan dari berbagai pihak kepada pemerintah Myanmar terus berlangsung, termasuk dari para anggota OHCHR dalam menunjukan kepeduliannya terhadap etnis Rohingya. Pada dasarnya, peran OHCHR dalam membantu menangani masalah HAM pada etnis Rohingya dan tindakan yang telah diupayakan selama ini sudah sesuai dengan mandat yang diberikan. Namun jika diukur tingkat keberhasilannya 106 Diakses dari http:islamtimes.orgvdccoiqs02bq4e8.5fa2.html , tanggal 22 Agustus 2014, pukul 13.00 WIB memang belum dapat tercapai sepenuhnya. Tetapi dengan respon positif dari pemerintah Myanmar dengan membentuk RIC untuk melakukan investigasi terhadap kasus yang melanda etnis Rohingya, merupakan suatu hasil yang cukup signifikan dari OHCHR dalam upayanya menyelesaikan masalah yang terjadi. Karena sampai saat ini masalah etnis Rohingya masih berlanjut, OHCHR sendiri terus berupaya untuk dapat menekan pemerintah Myanmar untuk menghargai, memperhatikan, menghormati dan melindungi hak asasi etnis-etnis minoritas. Terutama etnis Rohingya yang sering menjadi korban dari diskriminasi pemerintahannya, terlepas statusnya tidak diakui oleh pemerintah Myanmar. Ataupun harus dengan menjatuhkan sanksi kepada pihak-pihak yang dianggap bertanggung jawab atas tindakan-tindakan pelanggar HAM. Hasil nyata yang dicapai dari keberadaan OHCHR di Myanmar melalui resolusi 67233 adalah akses dalam memudahkan pemenuhan hak-hak sosial berupa menfasilitasi bantuan kemanusiaan kepada etnis Rohingya dan meminta untuk melakukan perbaikan terhadap situasi HAM terhadap etnis Rohingya. Sementara, penjaminan hak-hak politik berupa status kewarganegaraan dan sekaligus hak-hak sosial ekonomi budaya berupa hak atas lahan, rumah dan pekerjaan terus diupayakan agar dapat terwujud. Hal ini tidak terlepas dari tidak adanya sanksi terhadap pihak-pihak yang dianggap bertanggung jawab oleh PBB maupun dari negara lainnya atas pelanggaran HAM terhadap etnis Rohingya di Myanmar.

BAB V KESIMPULAN

Lahirnya etnis Rohingya sebagai pengungsi adalah karena adanya sikap diskriminatif dari pemerintah Myanmar bersama etnis mayoritas Buddha terhadap etnis Rohingya yang mengakibatkan terjadinya ancaman tindakan kekerasan maupun pelanggaran di berbagai aspek kehidupan lainnya, seperti dalam hal sosial, beragama, ekonomi, maupun pendidikan. Indikasi pelanggaran HAM yang terjadi pada etnis Rohingya berawal dari sikap Pemerintah Myanmar menerapkan kebijakan dalam Undang-undang Kewarganegaraan Myanmartahun 1982, yang mengasimilasi secara paksa dengan tidak mengakui hak kewarganegaraan etnis Rohingya dan menganggap etnis Rohingya sebagai orang asing di Myanmar. Akibat dari tidak diakuinya etnis Rohingya sebagai warga negara Myanmar, kemudian mereka memutuskan untuk bermigrasi ke negara lain untuk mencari kehidupan yang lebih baik. Dengan tidak diakuinya etnis Rohingya, secara tidak langsung mereka juga kehilangan fasilitas dalam hal hak pendidikan dan hak kesehatan dari negaranya. Sistem pemerintahan Myanmar yang sedang berada pada masa transisi menuju sistem demokrasi adalah salah satu faktor, dimana perlunya pemahaman tentang hak-hak asasi manusia yang sudah seharusnya mendapat perhatian lebih dari pemerintah. Disinilah peran OHCHR dapat dilihat, secara keseluruhan tidak hanya membantu dalam penyelesaian konflik yang terjadi pada etnis Rohingya, tetapi juga bagaimana OHCHR memberikan bimbingan, pelatihan dan pengarahan akan pentingnya hak asasi manusia warga negaranya. Melihat kondisi yang terjadi pada etnis Rohingya, OHCHR sebagai organisasi PBB yang menangani HAM, mengambil tindakan untuk dapat berperan dalam mengupayakan penyelesaian dari konflik yang terjadi terhadap etnis Rohingya. Pihak OHCHR memberi mandat kepada Pelapor Khusus Tomás Ojea Quintana yang ditunjuk sejak 2008 lalu, untuk memantau keadaan dan memberitahukan situasi perkembangan hak asasi manusia yang terjadi di Myanmar. Peran yang dilakukannya antara lain melakukan penyelidikan khusus dan independen terhadap permasalahan yang terjadi dan melakukan negosiasi kepada pemerintah Myanmar agar dapat mengambil tindakan untuk menghentikan berbagai bentuk pelangaran HAM yang terjadi dan kemudian OHCHR juga menjalankan perannya sebagai inisiator, fasilitator, dan mediator. Hambatan dan dukungan juga menyertai perjalanan OHCHR selama bertugas dalam penyelesaian kasus HAM terhadap etnis Rohingya. Terbatasnya akses untuk menjangkau wilayah konflik dan tarik ulur proses perizinan dari pemerintah Myanmar adalah hambatan yang didapat. Tetapi setelah semua proses terjadi dan tekanan dari berbagai pihak, akhirnya OHCHR mendapat respon positif dari pemerintah Myanmar. Pada Agustus 2012, presiden Myanmar Thein Sein telah bersedia untuk mendirikan sebuah komisi investigasi independen Rakhine Investigation CommissionRIC untuk menangani permasalahan yang terjadi, dan agar masalah tersebut tidak semakin meluas ke hal-hal lainnya, serta telah berencana untuk melakukan review ulang dan amandemen terhadap Undang-undang Kewarganegaraan 1982 yang telah menetapkan masyarakat etnis Rohingya sebagai warga asing di Myanmar. Pada 24 Desember 2012, Majelis Umum PBB mengeluarkan resolusi 67233 yang berisi tanggapan dari semua pihak negara anggota bahwa PBB menyatakan untuk menyetujui sebuah resolusi terkait dengan nasib etnis Rohingya di Myanmar. PBB juga menyambut perubahan positif yang terjadi setelah demokrasi berjalan di Myanmar. PBB juga mendesak pemerintah Myanmar dalam memperbaiki situasi etnis minoritas, terutama etnis Rohingya dan melindungi semua hak asasi manusia termasuk pemberian status kewarganegaraan penuh kepada etnis Rohingya.