Hukum Acara Mahkamah Konstitusi

Begitupun terhadap suatu undang-undang, MK dapat membatalkan keberlakuannya karena tidak sesuai dan tidak didasarkan kepada UUD 1945. Dengan demikian, undang-undang yang dihasilkan oleh legislatif yaitu DPR dan Presiden diimbangi dengan adanya pengujian formal dan materiil oleh MK sebagai cabang lembaga yudisial. 39 Sebagaimana diterangkan diatas nampak penggambaran “sosok” MK sebagai sebuah lembaga yang mempunyai peran sebagai penjaga Konstitusi dasar Indonesia yaitu Pancasila dan UUD 1945. Dengan keberadaan MK ditengah- tengah lembaga yudikatif yang telah ada diharapkan mampu menjadi pelengkap dan saling melengkapi diantara lembaga kekuasaan kehakiman yang telah ada terlebih dahulu.

3. Hukum Acara Mahkamah Konstitusi

Penjelasan umum Undang-undang Nomor 24 tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi menegaskan bahwa Mahkamah Konstitusi adalah sebagai lembaga negara yang berfungsi menangani perkara tertentu di bidang ketatanegaraan, dalam rangka menjaga konstitusi agar dapat dilaksanakan dengan rasa tanggung jawab sesuai dengan kehendak dan cita-cita dari demokrasi itu sendiri. 40 39 Ikhsan Rosyada Parluhutan Daulay, Mahkamah Konstitusi : Memahami Keberadaannya Dalam Sistem Ketatanegaraan Republik Indonesia, Jakarta: PT. Rineka Cipta, 2006, h.31, cetakan pertama. 40 Abdul Mukti Fadjar, Hukum Konstitusi dan Mahkamah Konstitusi, Jakarta: Konstitusi Press, 2006, h. 127, cetakan pertama. Mahkamah Konstitusi sebagai salah satu lembaga yang menjalankan penyelenggaraan kekuasaan kehakiman, mengacu kepada undang-undang pokok kekuasaan kehakiman, hukum acara MK memiliki landasan yang tersirat dalam asas-asas hukum yang melandasinya. Sebagai sebuah gambaran kewenangan dan batasan yang harus dipenuhi terhadap pelaksanaannya, asas hukum acara di MK dipandang sebagai dasar-dasar umum dan petunjuk bagi hukum yag berlaku. 41 Hukum acara MK terbagi dalam dua jenis pertama, hukum acara yang bersifat umum, dan hukum acara yang bersifat khusus. Hukum acara yang bersifat umum berlaku untuk semua kewenangan MK, sedangkan hukum acara yang bersifat khusus hanya berlaku untuk masing-masing perkara yang menjadi kewenangan MK. Mahkamah Konstitusi sebagai bagian dari kekuasaan kehakiman yang menjalankan fungsi peradilan, maka tata cara dan prosedur pelaksanaannya diatur lebih lanjut dalam ketentuan hukum acara, yaitu hukum acara Mahkamah Konstutisi. 42 Keberadaan hukum acara sebagai hukum formil mempunyai status kedudukan penting dan strategis dalam upaya menegakkan hukum materiil di dalam lembaga peradilan. Sebagai hukum formil, hukum acara di MK berfungsi untuk menegakkan, mempertahankan, dan menjamin bahwasannya hukum materiil Mahkamah Konstitusi ditaati dalam lingkungan peradilan Mahkamah Konstitusi. 41 Sudikno Metrokusumo, Mengenal Hukum Suatu Pengantar, Yogyakarta: Liberty, 2002, h. 5, cetakan ketiga. 42 Bambang Sutiyoso, Hukum Acara Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia, Bandung: Citra Aditya Bakti, 2006, h. 31. Hukum acara Mahkamah Konstitusi disusun secara sederhana dan tidak memisahkan secara khusus masing-masing perkara yang menjadi kewenangan MK karena tidak ada perbedaan prinsip dari masing-masing perkara, kecuali para pihak yang berperkara. oleh karena itu tidak ada perbedaan secara prinsip, maka ketentuan yang berbeda cukup dikecualikan, misalnya dalam soal perkara perselisihan tentang hasil pemilu dan impeachment. Untuk proses beracara di MK selain digunakan hukum acara yang mengandung sengketa contentious procesrecht, juga digunakan acara nonsengketa yang bersifat volunter. 43 Beberapa asas hukum acara MK yang penting, diantaranya adalah, 44 Asas IndepedensiNoninterfentif, Asas Praduga Rechtmatige, Asas Sidang Terbuka Untuk Umum, Asas Hakim Majelis, Asas Objektivitas, Asas Keaktifan Hakim Konstitusi Dominus Litis, Asas Pembuktian Bebas, Asas Putusan Berkekuatan Hukum Tetap dan Bersifat Final, Asas Putusan Mengikat Secara “Erga Omnes”, Asas Sosialisasi dan Asas Peradilan Sederhana, Cepat, dan Biaya Ringan. 43 Fickar Hadjar A., dkk.., Pokok-Pokok Pemikiran dan Rancangan Undang-Undang Mahkamah Konstitusi, Jakarta: KRHN dan Kemitraan, 2003, h. 30. 44 Fatkhurohman dkk., Memahami Keberadaan Mahkamah Konstitusi di Indonesia, Bandung: Citra Aditya Bakti, 2004, h. 93-96. 38

BAB III PERGANTIAN ANTARWAKTU ANGGOTA

BADAN PEMERIKSA KEUANGAN BPK A. Badan Pemeriksa Keuangan BPK BPK merupakan salah satu lembaga pengawasan eksternal dan sebagai suatu lembaga negara yang memiliki posisi sangat tinggi berdasarkan amanat UUD 1945. Lembaga tinggi negara adalah lembaga yang menjalankan kekuasaan negara yang bersifat primer dan keberadaan lembaga tersebut ditetapkan secara tegas oleh UUD NRI 1945. Tugas BPK adalah melakukan pemberantasan KKN, memelihara transparansi dan akuntabilitas seluruh aspek keungan negara, untuk memeriksa semua asal-usul dan besarnya penerimaan negara dari manapun sumbernya. Tugas utama Badan Pengawas Keuangan Negara BPK adalah memeriksa pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara serta menyerahkan semua hasil pemeriksaan tersebut kepada lembaga perwakilan untuk mendorong transparansi dan akuntabilitas penyelenggaraan keuangan negara sebagai hal utama dalam demokrasi ekonomi dan politik yang sesungguhnya. Sejak amandemen UUD 1945, Undang-Undang Keuangan negara 2003-2004 dan Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2006 tentang BPK, menunjukkan bahwa BPK pun telah melaksanakan praktek-praktek transparansi dan akuntabilitas, upaya ini