1
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Setiap negara membutuhkan dana yang besar untuk pembangunan nasional guna meningkatkan kesejahteraan rakyat. Oleh sebab itu diperlukan peningkatan
penerimaan negara dari tahun ke tahunnya. Penerimaan negara Indonesia diatur dalam Undang-undang Republik Indonesia Nomor 17 Tahun 2003 tentang
Keuangan Negara, yang dituangkan dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara APBN. Penerimaan negara dibagi menjadi dua, yaitu penerimaan
perpajakan dan penerimaan negara bukan pajak. Penerimaan perpajakan merupakan sumber dana utama yang sangat berpotensi dan mendominasi
pendapatan negara Indonesia, yaitu 70 dari penerimaan APBN.
Gambar I. Penerimaan Negara 2011-2016 Miliar Rupiah Sumber: diolah dari data Badan Pusat Statistik
873.874,00 980.518,10
1.077.306,70 1.146.865,80
1.489.255,50 1.565.784,10
331.472,00 351.804,70
354.751,90 398.590,50
269.075,40 280.291,40
5.253,90 5.786,70
6.832,50 5.034,50
3.311,90 2.031,80
2011 2012
2013 2014
APBN-P 2015 RAPBN 2016
Hibah PNBP
Pajak
Kementerian Keuangan meningkatkan target penerimaan perpajakan dalam Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Perubahan RAPBN-P
2015, yaitu menjadi sebesar Rp1.484.589,3 miliar. Target penerimaan perpajakan dalam RAPBN-P 2015 mengalami peningkatan sekitar Rp104.597,7 miliar jika
dibandingkan dengan target penerimaan perpajakan dalam APBN 2015 yang hanya sebesar Rp1.379.991,6 miliar. Target penerimaan perpajakan yang meningkat ini
tidak berbanding lurus dengan realisasi yang terjadi. Hingga berakhirnya triwulan pertama tahun 2015, realisasi penerimaan perpajakan mencapai Rp198,226 triliun
atau mencapai 15,32 persen dari target penerimaan perpajakan yang ditetapkan sesuai RAPBN-P 2015. Realisasi tersebut mengalami penurunan 5,63 persen
dibandingkan penerimaan triwulan pertama tahun 2014 yang mencapai Rp210 triliun www.pajak.go.id.
Melemahnya penerimaan perpajakan yang terjadi pada triwulan pertama ini membuat Direktorat Jenderal Pajak harus bekerja keras untuk menarik penerimaan
pajak pada triwulan selanjutnya. Direktorat Jenderal Pajak memerlukan suatu terobosan untuk menggali potensi pajak baik secara kuantitaf maupun secara
kualitatif. Optimalisasi penerimaan pajak secara kuantitatif dilakukan dengan meningkatkan jumlah Wajib Pajak terdaftar sedangkan secara kualitatif yaitu
dengan melakukan kontrol terhadap Wajib Pajak terdaftar agarmenyetorkan pajaknya yang terutang dan melaporkan SPTnya secara tepat waktu.
Direktorat Jenderal Pajak mencanangkan tahun 2015 sebagai Tahun Pembinaan Wajib Pajak TPWP 2015 dengan motto Reach the Unreachable, Touch the
Untouchable . Melalui Tahun Pembinaan Wajib Pajak 2015, Direktorat Jenderal
Pajak DJP mengimbau seluruh lapisan masyarakat, yang telah memenuhi persyaratan subjektif dan objektif sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan perpajakan berdasarkan Self Assessment System, untuk mendaftarkan diri sebagai Wajib Pajak, sekaligus untuk mendapatkan NPWP, guna menghindari
sanksi pidana www.pajak.go.id. Masyarakat yang memenuhi kewajiban perpajakan, yakni dengan menjadi Wajib Pajak baru, melalui PMK Nomor
91PMK.032015 akan menikmati fasilitas dibebaskan dari sanksi administrasi. Sanksi administrasi yang dimaksud adalah sanksi yang timbul karena
keterlambatan penyampaian Surat Pemberitahuan SPT maupun keterlambatan penyetoran pajak. Kebijakan ini diharapkan dapat meningkatkan tingkat kepatuhan
Wajib Pajak dalam pendaftaran NPWP. Wajib Pajak yang ingin memanfaatkan kebijakan ini harus mengajukan surat
permohonan penghapusan sanksi pajak kepada Direktur Jenderal Pajak dan akan diproses dalam jangka waktu 6 enam bulan. Wajib Pajak yang mengajukan
permohonan pengahapusan sanksi pajak harus melunasi pajak terutang yang tercantum dalam SPT Masa atau telah melunasi kekurangan pajak yang tercantum
dalam SPT Tahunan Pajak Penghasilan atau telah melunasi pajak yang kurang dibayar yang tercantum dalam SPT pembetulan sebelum 1 Januari 2016. Wajib
Pajak lama yang melakukan pembetulan SPT Tahunan PPh dan menyetorkan pajak yang kurang dibayar yang tercantum dalam SPT pembetulan melalui PMK Nomor
91PMK.032015 akan menikmati fasilitas dibebaskan dari sanksi administrasi. Kebijakan ini diharapkan dapat meningkatkan kepatuhan penyetoran atas SPT
Tahunan PPh Kurang Bayar oleh WPOP. B.
Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah yang telah dikemukakan, rumusan masalah dalam penelitian ini adalah
1. Bagaimana dampak pelaksanaan kebijakan penghapusan sanksi pajak terhadap
kepatuhan pendaftaran di KPP Pratama di wilayah Kanwil DJP DIY? 2.
Bagaimana dampak pelaksanaan kebijakan penghapusan sanksi pajak terhadap kepatuhan penyetoran pajak atas SPT Tahunan PPh Kurang Bayar di KPP
Pratama di wilayah Kanwil DJP DIY?
C. Batasan Masalah