Dampak pelaksanaan kebijakan penghapusan sanksi pajak terhadap kepatuhan wajib pajak orang pribadi (studik kasus di KPP Pratama Wilayah Kanwil Direktorat Jenderal Pajak Daerah Istimewa Yogyakarta).

(1)

DAMPAK PELAKSANAAN KEBIJAKAN PENGHAPUSAN SANKSI PAJAK TERHADAP KEPATUHAN WAJIB PAJAK ORANG PRIBADI

Studi Kasus di KPP Pratama Wilayah Kanwil Direktorat Jenderal Pajak Daerah Istimewa Yogyakarta

Elizabeth Hilda Yuliani Leba NIM : 122114032 Universitas Sanata Dharma

Yogyakarta 2016

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dampak pelaksanaan kebijakan penghapusan sanksi pajak terhadap kepatuhan pendaftaran dan kepatuhan penyetoran pajak atas SPT Tahunan PPh Kurang Bayar di KPP Pratama di wilayah Kanwil DJP DIY.

Jenis penelitian ini adalah studi kasus. Data dikumpulkan dengan teknik dokumentasi. Analisis data dalam penelitian ini menggunakan analisis deskriptif. Kepatuhan pendaftaran diukur menggunakan presentase penambahan WPOP terdaftar. Kepatuhan penyetoran diukur menggunkan presentase penambahan WPOP yang melakukan penyetoran pajak atas SPT Tahunan PPh Kurang Bayar.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa pelaksanaan kebijakan penghapusan sanksi pajak tidak memberikan dampak terhadap kepatuhan pendaftaran. Hal ini terlihat dari rendahnya pemanfaatan kebijakan penghapusan sanksi pajak dan presentase penambahan jumlah WPOP meningkat dengan jumlah yang kecil. Penelitian ini juga menunjukkan kebijakan penghapusan sanksi pajak memberikan dampak positif terhadap kepatuhan penyetoran pajak atas SPT Tahunan PPh Kurang Bayar. Hal ini terlihat dari meningkatnya jumlah WPOP yang melakukan penyetoran pajak atas SPT Tahunan PPh Kurang Bayar setelah pelaksanaan kebijakan penghapusan sanksi pajak.


(2)

COMPLIANCE OF INDIVIDUAL TAXPAYER

A Case Study at Pratama Tax Offices in DIY Regional Area of Directorate General of Taxation (DGT)

Elizabeth Hilda Yuliani Leba Student Number: 122114032 Sanata Dharma University

Yogyakarta 2015

This research aimed to determine the impact of implementation of tax sanctions removal policy with registration compliance and tax payment compliance of Annual Income Tax Return Underpayment at Pratama Tax Offices in DIY Regional Area of Directorate General of Taxation (DGT).

The data from this case study research were collected by documentation technique. Descriptive Analysis was used to analyze the data. Registration compliance was measured by the percentage increase in the number registered Taxpayer. Tax payment compliance was measured by the percentage increase in the number Taxpayer who made a tax payment of Annual Income Tax Return Underpayment.

The result of this research indicated that there was no impact from implementation of tax sanction removal policy with registration compliance. This is proven from the low utilization of the removal of tax sanctions policy and the percentage increase in the number registered Taxpayer increased by a small amount. This research also indicates that policy on the removal of tax sanctions has a positive impact on tax payment compliance of Annual Income Tax Return Underpayment. This was evident from the increasing number of Taxpayer who made a tax payment of Annual Income Tax Return Underpayment after the implementation of tax sanctions removal policy.


(3)

i

DAMPAK PELAKSANAAN KEBIJAKAN

PENGHAPUSAN SANKSI PAJAK TERHADAP

KEPATUHAN WAJIB PAJAK ORANG PRIBADI

Studi Kasus di KPP Pratama Wilayah Kanwil

Direktorat Jenderal Pajak Daerah Istimewa Yogyakarta

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Ekonomi

Program Studi Akuntansi

Oleh:

Elizabeth Hilda Yuliani Leba NIM : 122114032

PROGRAM STUDI AKUNTANSI JURUSAN AKUNTANSI

FAKULTAS EKONOMI

UNIVERSITAS SANATA DHARMA

YOGYAKARTA


(4)

ii

SKRIPSI

DAMPAK PELAKSANAAN KEBIJAKAN PENGHAPUSAN SANKSI PAJAK TERHADAP KEPATUHAN WAJIB PAJAK ORANG PRIBADI

Studi Kasus di KPP Pratama Wilayah Kanwil Direktorat Jenderal Pajak Daerah Istimewa Yogyakarta

Oleh:

Elizabeth

Hilda Yuliani Leba

NIM: 122114032

Telah Disetujui oleh:

Pembimbing I


(5)

iii

Skripsi

DAMPAK PELAKSANAAN KEBIJAKAN PENGHAPUSAN SANKSI PAJAK TERHADAP KEPATUHAN WAJIB PAJAK ORANG PRIBADI

Studi Kasus di KPP Pratama Wilayah Kanwil Direktorat Jenderal Pajak Daerah Istimewa Yogyakarta

Dipersiapkan dan ditulis oleh: Elizabeth Hilda Yuliani Leba

NIM: 122114032

Telah dipertahankan di depan Dewan Penguji Pada Tanggal 20 Juli 2016

dan dinyatakan memenuhi syarat Susunan Dewan Penguji

Jabatan Nama Lengkap Tanda Tangan

Ketua Dr. Fr. Reni Retno Anggraini, M.Si., Ak., C.A. ...………. Sekretaris Lisia Apriani, S.E., M.Si., Ak., QIA., C.A. ……...………. Anggota M. Trisnawati Rahayu, S.E., M.Si., Ak., QIA., C.A. ……...………. Anggota Drs. YP. Supardiyono, M.Si., Ak., QIA., C.A. ……...………. Anggota Dr. Fr. Reni Retno Anggraini, M.Si., Ak., C.A. ……...……….

Yogyakarta, 31 Agustus 2016

Fakultas Ekonomi

Universitas Sanata Dharma Dekan


(6)

iv

MOTTO DAN PERSEMBAHAN

Terpujilah Tuhan, sebab kasih setia-Nya ditunjukkan-Nya

kepadaku dengan ajaib pada waktu kesesakan!

~ Mazmur 31:21 ~

Kupersembahkan Skripsi ini untuk:

Tuhan Yesus Kritus dan Bunda-Nya

Bapak Blasius Bheri (Alm) dan Ibu Lusi L. Bachtiar S.Pd.

Ignatius Indra Kurniawan S.Si.

Sahabat tercinta “Partai Koalisi”

Keluarga Besar Akuntasi 2012 Kelas A


(7)

v

UNIVERSITAS SANATA DHARMA FAKULTAS EKONOMI

JURUSAN AKUNTANSI-PROGRAM STUDI AKUNTANSI

___________________________________________________________________________ PERNYATAAN KEASLIAN KARYA TULIS SKRIPSI

Yang bertanda tangan di bawa ini, saya menyatakan bahwa Skripsi dengan judul: Dampak Pelaksanaan Kebijakan Penghapusan Sanksi Pajak Terhadap Kepatuhan Wajib Pajak Orang Pribadi (Studi Kasus di KPP Pratama Wiayah Kanwil DJP DIY)

dan dimajukan untuk diuji pada tanggal 20 Juli 2016 adalah hasil karya saya.

Dengan ini saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa dalam skripsi ini tidak terdapat keseluruhan atau sebagian tulisan orang lain yang saya ambil dengan cara menyalin, atau meniru dalam bentuk rangkaian kalimat atau simbol yang menunjukkan gagasan atau pendapat atau pemikiran dari penulis lain yang saya aku seolah-olah sebagai tulisan saya sendiri dana tau tidak terdapat bagian atau keseluruhan yang saya salin, tiru, atau yang saya ambil dari Tulsan orang lain tanpa memberikan pengakuan pada penulis aslinya.

Apabila saya melakukan hal tersebut di atas, baik sengaja ataupun tidak, dengan ini saya menarik skripsi yang saya ajukan sebagai hasil tulisan saya sendiri ini. Bila kemudian terbukti bahwa saya ternyata melakukan tindakan menyalin atau meniri tulisan orang lain seolah-olah hasil pemikiran saya sendiri, berarti gelar ijazah yang telah diberikan oleh universitas batal saya terima.

Yogyakarta, 31 Agustus 2016 Yang membuat pernyataan


(8)

vi

LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN

PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS Yang bertanda tangan di bawah ini, saya mahasiswa Universitas Sanata Dharma: Nama : Elizabeth Hilda Yuliani Leba

NIM : 122114032

Demi pengembangan ilmu pengetahuan, saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma karya ilmiah saya yang berjudul: Dampak Pelaksanaan Kebijakan Penghapusan Sanksi Pajak Terhadap Kepatuhan Wajib Pajak Orang Pribadi (Studi Kasus di KPP Pratama Wilayah Kanwil Direktorat Jenderal Pajak Daerah Istimewa Yogyakarta).

Dengan demikian saya memberikan hak kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma untuk menyimpan, mengalihkan dalam bentuk media lain, mengelola dalam bentuk pangkalan data, mendistribusikan secara terbatas, dan mempublikasikan di internet atau media lain untuk kepentingan akademis tanpa perlu meminta izin maupun memberikan royalti kepada saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis.

Demikian pernyataan ini saya buat dengan yang sebenarnya.

Yogyakarta, 31 Agustus 2016 Yang membuat pernyataan,


(9)

vii

KATA PENGANTAR

Puji syukur dan terimakasih ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa, yang telah melimpahkan rahmat dan karunia kepada peneliti sehingga dapat menyelesaikan skripsi ini. Penulisan skripsi ini bertujuan untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar sarjana pada Program Studi Akuntansi, Fakultas Ekonomi Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta.

Dalam proses penyelesaian skripsi ini penulis memperoleh bantuan, bimbingan, dukungan, serta arahan dari berbagai pihak. Oleh karena itu penulis mengucapkan terima kasih tak terhingga kepada :

1. Johanes Eka Priyatma, M.Sc., Ph.D. selaku Rektor Universitas Sanata Dharma yang telah memberikan kesempatan untuk belajar dan mengembangkan kepribadian di Universitas Sanata Dharma kepada penulis.

2. M. Trisnawati Rahayu, SE., M.Si., Akt., QIA. selaku pembimbing yang telah membantu serta membimbing penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

3. Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak Daerah Istimewa Yogyakarta, Kepala Kantor KPP Pratama Sleman, Kepala Kantor KPP Pratama Bantul, Kepala Kantor KPP Pratama Wates, dan Kepala Kantor KPP Pratama Wonosari yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk melakukan penelitian, serta seluruh staf KPP Pratama di wilayah Kanwil Direktorat Jenderal Pajak Daerah Istimewa Yogyakarta yang telah banyak membantu dalam memperoleh data.

4. Dosen penguji yang akan memberikan masukan bagi perbaikan skripsi ini. 5. Papa, Mama, Ka Indra, dan semua keluargaku yang luar biasa, yang selalu

mendoakan tanpa henti dan selalu menyemangati untuk terus berjuang sehingga skripsi ini dapat selesai.

6. Ka Reza, Tari, Lave, Agnes, Jojo, Thomas, dan Titus yang selalu memberi bantuan dan dukungan untuk menyelesaikan skripsi ini.


(10)

viii

7. Sahabat tercinta “Partai Koalisi” (Tari, Tina, Desi, Sonya, Fika, Donna) yang selalu memberikan semangat dan dukungan kepada penulis.

8. Sahabat dan teman-teman Akuntansi 2012 kelas A.

9. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih banyak kekurangannya. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi semua pihak yang membaca.

Yogyakarta, 20 Juni 2016


(11)

ix DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii

HALAMAN PENGESAHAN ... iii

HALAMAN MOTTO DAN PERSEMBAHAN ... iv

HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN KARYA TULIS ... v

HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI ... vi

HALAMAN KATA PENGANTAR ... vii

HALAMAN DAFTAR ISI ... ix

HALAMAN DAFTAR TABEL ... xi

HALAMAN DAFTAR GAMBAR ... xii

ABSTRAK ... xiv

ABSTRACT ... xv

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Rumusan Masalah... 4

C. Batasan Masalah ... 4

D. Tujuan Penelitian ... 5

E. Manfaat Penelitian ... 5

F. Sistematika Penulisan ... 6

BAB II LANDASAN TEORI ... 8

A. Tinjauan Pustaka... 8

1. Pengertian Pajak ... 8

2. Fungsi Pajak ... 9

3. Sistematika Pemungutan Pajak ... 10

4. Hambatan Pemungutan Pajak ... 10

5. Wajib Pajak ... 11


(12)

x

7. Pembayaran Pajak ... 16

8. Surat Pemberitahuan ... 17

9. Pembetulan Surat Pemberitahuan ... 17

10.Pengampunan Pajak ... 19

11.Kepatuhan Wajib Pajak ... 21

12.Tahun Pembinaan Wajib Pajak ... 24

13.Pelaksanaan Kebijakan Penghapusan Sanksi Pajak ... 26

B. Penelitian Terdahulu ... 30

C. Kerangka Pemikiran ... 33

BAB III METODE PENELITIAN ... 35

A. Jenis Penelitian ... 35

B. Subjek dan Objek Penelitian ... 35

C. Tempat dan Waktu Penelitian ... 36

D. Definisi Operasional Variabel ... 36

E. Desain Penelitian ... 37

F. Populasi dan Sampel ... 38

G. Data ... 39

H. Teknik Pengumpulan Data ... 40

I. Teknik Analisis Data ... 41

BAB IV GAMBARAN UMUM KPP PRATAMA ... 43

A. KPP Pratama Sleman ... 43

B. KPP Pratama Wates ... 46

C. KPP Pratama Bantul ... 49

D. KPP Pratama Wonosari ... 53

BAB V ANALISIS DAN PEMBAHASAN ... 58

A. Deskripsi Data ... 58

B. Analisis Data ... 62

C. Pembahasan ... 68

BAB VI PENUTUP ... 75

A. Kesimpulan ... 75

B. Saran ... 76

DAFTAR PUSTAKA ... 77


(13)

xi

DAFTAR TABEL

Halaman Tabel 1. Variabel dan Indikator... 37 Tabel 2. Nilai Interpretasi Kontribusi ... 42 Tabel 3. Jumlah Sumber Daya Manusia KPP Pratama Wates ... 48 Tabel 4. Jumlah WPOP Terdaftar di 4 KPP Pratama di Wilayah Kanwil

DJP DIY ... 58 Tabel 5. Jumlah WPOP yang Melakukan Penyetoran Pajak atas

SPT Tahunan PPh Kurang Bayar ... 60 Tabel 6. Jumlah Penerimaan Pajak dari Penyetoran Pajak atas SPT

Tahunan PPh Kurang Bayar ... 61 Tabel 7. Jumlah WPOP yang Mengajukan Permohonan Penghapusan

Sanksi Pajak ... 61 Tabel 8. Pendaftaran NPWP Sebelum dan Sesudah Pelaksanaan

Kebijakan Penghapusan Sanksi Pajak ... 62 Tabel 9. WPOP yang Melakukan Penyetoran Pajak atas SPT Tahunan

PPh Kurang Bayar ... 64 Tabel 10. Kontribusi Kebijakan Penghapusan Sanksi Pajak terhadap

pendaftaran NPWP per 31 Maret 2016 ... 65 Tabel 11. Presentase Pemanfaatan Kebijakan Penghapusan Sanksi Pajak

oleh WPOP yang Melakukan Penyetoran atas Pajak Kurang

Bayar per 31 Maret 2016... 66 Tabel 12. Penambahan Penerimaan Pajak dari Penyetoran Pajak atas


(14)

xii

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar I. Penerimaan Negara 2011-2016 ... 1

Gambar II. Kerangka Pemikiran ... 34

Gambar III. Struktur Organisasi KPP Pratama Sleman ... 45

Gambar IV. Struktur Organisasi KPP Pratama Wates ... 48

Gambar V. Struktur Organisasi KPP Pratama Bantul ... 52

Gambar VI. Struktur Organisasi KPP Pratama Wonosari... 57

Gambar VII. Jumlah WPOP Terdaftar 1 Januari 2014 dan 2015 ... 58

Gambar VIII. Jumlah WPOP Baru Terdaftar Tahun Pajak 2014 dan 2015... 59

Gambar IX. Jumlah WPOP yang Melakukan Penyetoran atas SPT Tahunan PPh Kurang Bayar ... 60

Gambar X. Jumlah Penerimaan Pajak dari Penyetoran atas SPT Tahunan PPh Kurang Bayar ... 61


(15)

xiii ABSTRAK

DAMPAK PELAKSANAAN KEBIJAKAN PENGHAPUSAN SANKSI PAJAK TERHADAP KEPATUHAN WAJIB PAJAK ORANG PRIBADI

Studi Kasus di KPP Pratama Wilayah Kanwil Direktorat Jenderal Pajak Daerah Istimewa Yogyakarta

Elizabeth Hilda Yuliani Leba NIM : 122114032 Universitas Sanata Dharma

Yogyakarta 2016

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dampak pelaksanaan kebijakan penghapusan sanksi pajak terhadap kepatuhan pendaftaran dan kepatuhan penyetoran pajak atas SPT Tahunan PPh Kurang Bayar di KPP Pratama di wilayah Kanwil DJP DIY.

Jenis penelitian ini adalah studi kasus. Data dikumpulkan dengan teknik dokumentasi. Analisis data dalam penelitian ini menggunakan analisis deskriptif. Kepatuhan pendaftaran diukur menggunakan presentase penambahan WPOP terdaftar. Kepatuhan penyetoran diukur menggunkan presentase penambahan WPOP yang melakukan penyetoran pajak atas SPT Tahunan PPh Kurang Bayar.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa pelaksanaan kebijakan penghapusan sanksi pajak tidak memberikan dampak terhadap kepatuhan pendaftaran. Hal ini terlihat dari rendahnya pemanfaatan kebijakan penghapusan sanksi pajak dan presentase penambahan jumlah WPOP meningkat dengan jumlah yang kecil. Penelitian ini juga menunjukkan kebijakan penghapusan sanksi pajak memberikan dampak positif terhadap kepatuhan penyetoran pajak atas SPT Tahunan PPh Kurang Bayar. Hal ini terlihat dari meningkatnya jumlah WPOP yang melakukan penyetoran pajak atas SPT Tahunan PPh Kurang Bayar setelah pelaksanaan kebijakan penghapusan sanksi pajak.

Kata kunci: kepatuhan pendaftaran NPWP, kepatuhan penyetoran, kebijakan penghapusan sanksi pajak


(16)

xiv ABSTRACT

IMPACT OF IMPLEMENTATION OF TAX SANCTIONS REMOVAL POLICY WITH COMPLIANCE OF INDIVIDUAL TAXPAYER A Case Study at Pratama Tax Offices in DIY Regional Area of Directorate

General of Taxation (DGT) Elizabeth Hilda Yuliani Leba Student Number: 122114032 Sanata Dharma University

Yogyakarta 2015

This research aimed to determine the impact of implementation of tax sanctions removal policy with registration compliance and tax payment compliance of Annual Income Tax Return Underpayment at Pratama Tax Offices in DIY Regional Area of Directorate General of Taxation (DGT).

The data from this case study research were collected by documentation technique. Descriptive Analysis was used to analyze the data. Registration compliance was measured by the percentage increase in the number registered Taxpayer. Tax payment compliance was measured by the percentage increase in the number Taxpayer who made a tax payment of Annual Income Tax Return Underpayment.

The result of this research indicated that there was no impact from implementation of tax sanction removal policy with registration compliance. This is proven from the low utilization of the removal of tax sanctions policy and the percentage increase in the number registered Taxpayer increased by a small amount. This research also indicates that policy on the removal of tax sanctions has a positive impact on tax payment compliance of Annual Income Tax Return Underpayment. This was evident from the increasing number of Taxpayer who made a tax payment of Annual Income Tax Return Underpayment after the implementation of tax sanctions removal policy.

Keywords: registration compliance, tax payment compliance, tax sanctions removal policy


(17)

1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

Setiap negara membutuhkan dana yang besar untuk pembangunan nasional guna meningkatkan kesejahteraan rakyat. Oleh sebab itu diperlukan peningkatan penerimaan negara dari tahun ke tahunnya. Penerimaan negara Indonesia diatur dalam Undang-undang Republik Indonesia Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara, yang dituangkan dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Penerimaan negara dibagi menjadi dua, yaitu penerimaan perpajakan dan penerimaan negara bukan pajak. Penerimaan perpajakan merupakan sumber dana utama yang sangat berpotensi dan mendominasi pendapatan negara Indonesia, yaitu 70% dari penerimaan APBN.

Gambar I. Penerimaan Negara 2011-2016 (Miliar Rupiah) Sumber: diolah dari data Badan Pusat Statistik

873.874,00 980.518,10 1.077.306,70 1.146.865,80 1.489.255,50 1.565.784,10 331.472,00 351.804,70 354.751,90 398.590,50 269.075,40 280.291,40 5.253,90 5.786,70 6.832,50 5.034,50 3.311,90 2.031,80 2011 2012 2013 2014 APBN-P 2015 RAPBN 2016


(18)

Kementerian Keuangan meningkatkan target penerimaan perpajakan dalam Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Perubahan (RAPBN-P) 2015, yaitu menjadi sebesar Rp1.484.589,3 miliar. Target penerimaan perpajakan dalam RAPBN-P 2015 mengalami peningkatan sekitar Rp104.597,7 miliar jika dibandingkan dengan target penerimaan perpajakan dalam APBN 2015 yang hanya sebesar Rp1.379.991,6 miliar. Target penerimaan perpajakan yang meningkat ini tidak berbanding lurus dengan realisasi yang terjadi. Hingga berakhirnya triwulan pertama tahun 2015, realisasi penerimaan perpajakan mencapai Rp198,226 triliun atau mencapai 15,32 persen dari target penerimaan perpajakan yang ditetapkan sesuai RAPBN-P 2015. Realisasi tersebut mengalami penurunan 5,63 persen dibandingkan penerimaan triwulan pertama tahun 2014 yang mencapai Rp210 triliun (www.pajak.go.id).

Melemahnya penerimaan perpajakan yang terjadi pada triwulan pertama ini membuat Direktorat Jenderal Pajak harus bekerja keras untuk menarik penerimaan pajak pada triwulan selanjutnya. Direktorat Jenderal Pajak memerlukan suatu terobosan untuk menggali potensi pajak baik secara kuantitaf maupun secara kualitatif. Optimalisasi penerimaan pajak secara kuantitatif dilakukan dengan meningkatkan jumlah Wajib Pajak terdaftar sedangkan secara kualitatif yaitu dengan melakukan kontrol terhadap Wajib Pajak terdaftar agarmenyetorkan pajaknya yang terutang dan melaporkan SPTnya secara tepat waktu.


(19)

Direktorat Jenderal Pajak mencanangkan tahun 2015 sebagai Tahun Pembinaan Wajib Pajak (TPWP 2015) dengan motto Reach the Unreachable, Touch the Untouchable. Melalui Tahun Pembinaan Wajib Pajak 2015, Direktorat Jenderal Pajak (DJP) mengimbau seluruh lapisan masyarakat, yang telah memenuhi persyaratan subjektif dan objektif sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan berdasarkan Self Assessment System, untuk mendaftarkan diri sebagai Wajib Pajak, sekaligus untuk mendapatkan NPWP, guna menghindari sanksi pidana (www.pajak.go.id). Masyarakat yang memenuhi kewajiban perpajakan, yakni dengan menjadi Wajib Pajak baru, melalui PMK Nomor 91/PMK.03/2015 akan menikmati fasilitas dibebaskan dari sanksi administrasi. Sanksi administrasi yang dimaksud adalah sanksi yang timbul karena keterlambatan penyampaian Surat Pemberitahuan (SPT) maupun keterlambatan penyetoran pajak. Kebijakan ini diharapkan dapat meningkatkan tingkat kepatuhan Wajib Pajak dalam pendaftaran NPWP.

Wajib Pajak yang ingin memanfaatkan kebijakan ini harus mengajukan surat permohonan penghapusan sanksi pajak kepada Direktur Jenderal Pajak dan akan diproses dalam jangka waktu 6 (enam) bulan. Wajib Pajak yang mengajukan permohonan pengahapusan sanksi pajak harus melunasi pajak terutang yang tercantum dalam SPT Masa atau telah melunasi kekurangan pajak yang tercantum dalam SPT Tahunan Pajak Penghasilan atau telah melunasi pajak yang kurang dibayar yang tercantum dalam SPT pembetulan sebelum 1 Januari 2016. Wajib


(20)

Pajak lama yang melakukan pembetulan SPT Tahunan PPh dan menyetorkan pajak yang kurang dibayar yang tercantum dalam SPT pembetulan melalui PMK Nomor 91/PMK.03/2015 akan menikmati fasilitas dibebaskan dari sanksi administrasi. Kebijakan ini diharapkan dapat meningkatkan kepatuhan penyetoran atas SPT Tahunan PPh Kurang Bayar oleh WPOP.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah yang telah dikemukakan, rumusan masalah dalam penelitian ini adalah

1. Bagaimana dampak pelaksanaan kebijakan penghapusan sanksi pajak terhadap kepatuhan pendaftaran di KPP Pratama di wilayah Kanwil DJP DIY?

2. Bagaimana dampak pelaksanaan kebijakan penghapusan sanksi pajak terhadap kepatuhan penyetoran pajak atas SPT Tahunan PPh Kurang Bayar di KPP Pratama di wilayah Kanwil DJP DIY?

C. Batasan Masalah

Penelitian ini memiliki beberapa batasan masalah, yaitu:

1. Kepatuhan yang dinilai dalam penelitian ini adalah kepatuhan pendaftaran dan penyetoran. Kepatuhan Wajib Pajak terdiri dari kepatuhan pendaftaran, kepatuhan pelaporan, dan kepatuhan penyetoran.

2. Kebijakan penghapusan sanksi pajak yang diteliti adalah kebijakan yang dikeluarkan sesuai PMK Nomor 91/PMK.03/2015 pada Tahun Pembinaan


(21)

Wajib Pajak 2015. Kebijakan ini diharapkan dapat meningkatkan penerimaan perpajakan dari penyetoran pajak kurang bayar atas SPT Masa PPN dan SPT Tahunan PPh.

3. Kepatuhan penyetoran yang diteliti dalam penelitian ini adalah penyetoran pajak atas SPT Tahunan PPh Kurang Bayar.

D. Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah

1. Untuk mengetahui dampak pelaksanaan kebijakan penghapusan sanksi pajak terhadap kepatuhan pendaftaran di KPP Pratama di wilayah Kanwil DJP DIY. 2. Untuk mengetahui dampak pelaksanaan kebijakan penghapusan sanksi pajak

terhadap kepatuhan penyetoran pajak atas SPT Tahunan PPh Kurang Bayar di KPP Pratama di wilayah Kanwil DJP DIY.

E. Manfaat Penelitian

Manfaat penelitian ini adalah :

1. Bagi DJP dan KPP Pratama di wilayah Kanwil DJP DIY

Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat menjadi umpan balik bagi pelaksaan kebijakan penghapusan sanksi pajak untuk keberhasilan Tahun Pembinaan Wajib Pajak.


(22)

2. Bagi Penulis

Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat menambah perbendaharaan pengetahuan mengenai kebijakan perpajakan khususnya adalah penghapusan sanksi pajak dalam kaitannya dengan kepatuhan Wajib Pajak.

3. Bagi Penulis Selanjutnya

Hasil dari penelitian ini dapat menjadi literatur atau bahan acuan untuk penelitian selanjutnya dengan topik yang sama.

F. Sistematika Penulisan

Penelitian ini dikelompokkan menjadi enam bab, yaitu bab pendahuluan, bab landasan teori, bab metode penelitian, bab gambaran umum KPP Pratama di Wilayah Kanwil DJP DIY, bab analisis data dan pembahasan, dan bab penutup. Bab I : Pendahuluan

Bab ini menjelaskan latar belakang masalah, rumusan masalah, batasan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, serta sistematika penulisan.

Bab II : Landasan Teori

Bab ini menjelaskan landasan teori yang digunakan dalam penelitian yang meliputi : tinjauan pustaka, penelitian terdahulu, kerangka pemikiran, serta perumusan hipotesis.


(23)

Bab III : Metode Penelitian

Bab ini terdiri atas : jenis penelitian, subjek dan objek penelitian, tempat penelitian, definisi operasional variabel, desain penelitian, populasi dan sampel, data, teknik pengumpulan data, serta teknik analisis data.

Bab IV : Gambaran Umum KPP Pratama di Wilayah Kanwil DJP DIY

Bab ini menjelaskan secara garis besar KPP Pratama di wilayah Kanwil DJP DIY seperti : sejarah, visi-misi dan motto pelayanan, serta struktur organisasi.

Bab V : Analisis Data dan Pembahasan

Bab ini terdiri atas : deskripsi data, analisis data, serta pembahasan. Bab IV : Penutup


(24)

8 BAB II

LANDASAN TEORI

A. Tinjauan Pustaka 1. Pengertian Pajak

Telah banyak para ahli yang mengemukakan pendapatnya tentang definisi atau pengertian pajak. Definisi pajak menurut Prof. Dr. Rochmat Soemitro, S.H (dalam Mardiasmo 2011:1), “Pajak adalah iuran rakyat kepada kas Negara berdasarkan Undang-undang (yang dapat dipaksakan) dengan tidak mendapat jasa timbal balik (kontraprestasi) yang langsung dapat ditunjukkan dan yang digunakan untuk membayar pengeluaran umum”. Sedangkan menurut Prof. Dr. P. J. A. Adriani dalam buku Konsep Dasar Perpajakan (2013:34), sebagai berikut “Belasting, de befing, wear doorde overhe;d zich door middle van juridische dwangmiddelen verchaft, om de publieke butt gaven te bestriden, zulke zonder engine prestatie daartegonover te stellen.” Pengertian tersebut diartikan dalam Bahasa Indonesia sebagai berikut:

“Pajak adalah iuran kepada negara (yang dapat dipaksakan) yang terutang oleh yang wajib membayarnya menurut peraturan-peraturan, dengan tidak mendapat prestasi-kembali, yang langsung dapat ditunjuk, dan yang gunanya adalah untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran umum berhubung dengan tugas negara yang menyelenggarakan pemerintahan”. Pengertian pajak menurut dua tokoh tersebut tidak jauh berbeda dengan definisi pajak yang tertuang dalam Undang-undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan terbaru Nomor 16 Tahun 2009 Pasal 1 Ayat (1), “Pajak adalah


(25)

kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.”

Dari pengertian-pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa ciri-ciri yang melekat pada pengertian pajak: (1) iuran/kontribusi rakyat kepada negara, (2) dipungut berdasarkan Undang-undang, (3) tidak adanya kontrapestasi secara langsung, (4) diperuntukkan bagi pengeluaran-pengeluaran negara secara umum untuk kemakmuran rakyat.

2. Fungsi Pajak

Sebagaimana telah diketahui ciri-ciri yang melekat pada pengertian pajak dari berbagai definisi, menurut Waluyo (2010:6) terlihat adanya dua fungsi pajak, yaitu Fungsi penerimaan (Budgeter) dan Fungsi mengatur (Reguler). Fungsi penerimaan berarti pajak berfungsi sebagai sumber dana yang diperuntukkan bagi pembiayaan pengeluaran-pengeluaran pemerintah. Sebagai contoh : dimasukkannya pajak dalam APBN sebagai penerimaan dalam negeri. Fungsi Mengatur berarti pajak berfungsi sebagai alat untuk mengatur atau melaksanakan kebijakan di bidang sosial dan ekonomi. Sebagai contoh : dikenakannya pajak yang lebih tinggi terhadap minuman keras untuk mengurangi konsumsi minuman keras.


(26)

3. Sistem Pemungutan Pajak

Negara memerlukan sistem pemungutan pajak yang baik agar pemungutan pajak dapat dijalankan dengan optimal. Menurut Waluyo (2010:17) sistem pemungutan pajak dapat dibagi menjadi tiga, yaitu Official Assesment System, Self Assesment System, dan Withholding System. Official Assesment System merupakan sistem pemungutan pajak yang memberi wewenang kepada pemerintah (fiskus) untuk menentukan besarnya pajak yang terutang. Ciri-ciri sistem ini adalah wewenang untuk menentukan besarnya pajak terutang berada pada fiskus, wajib pajak bersifat pasif, dan utang pajak timbul setelah dikeluarkan surat ketetapan pajak oleh fiskus. Self Assesment System merupakan pengutan pajak yang memberi wewenang, kepercayaan, tanggungjawab kepada Wajib Pajak untuk menghitung, memperhitungkan, membayar, dan melaporkan sendiri besarnya pajak yang harus dibayar. Withholding System merupakan sistem pemungutan pajak yang memberi wewenang kepada pihak ketiga untuk memotong atau memungut besarnya pajak yang terutang oleh Wajib Pajak.

4. Hambatan Pemungutan Pajak

Pajak tidak memberikan kontraprestasi langsung kepada masyarakat. Hal ini menyebabkan sebagian besar masyarakat cenderung menganggap pajak sebagai beban yang akan mengurangi pendapatan mereka. Penghindaran atau perlawanan terhadap pajak dapat menjadi hambatan dalam memungut pajak


(27)

yang dapat mengakibatkan berkurangnya penerimaan perpajakan Negara. Menurut Mardiasmo (2011:8-9) dalam usaha untuk memungut pajak terdapat dua bentuk hambatan, yaitu (1) Perlawanan Pasif dan (2) Perlawanan Aktif. Perlawanan pasif ditandai dengan masyarakat yang enggan untuk membayar pajak yang dapat disebabkan oleh : perkembangan intelektual dan moral, sistem perpajakan yang (mungkin) sulit dipahami oleh masyarakat, dan sistem kontrol tidak terlaksana dengan baik. Perlawanan aktif meliputi semua usaha dan perbuatan yang secara langsung ditujukan oleh fiskus dengan tujuan untuk menghindari pajak. Bentuk perlawanan aktif antara lain : (a) Tax avoidance, yaitu usaha meringankan beban pajak dengan tidak melakukan perbuatan yang dapat dikenakan pajak. (b) Tax evasion, yaitu usaha meringankan beban pajak dengan cara melanggar Undang-Undang (menggelapkan pajak). (c) Melalaikan pajak, yaitu menolak membayar pajak yang telah ditetapkan dan menolak memenuhi ketentuan formal yang harus dipenuhi, misalnya dengan cara menghalangi proses penyitaan.

5. Wajib Pajak

Menurut Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1984 tentang Ketentuan dan Tata Cara Perpajakan Sebagaimana Telah Diubah Terakhir dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 28 Tahun 2007 jo Undang-Undang Republik Indoensia Nomor 16 Tahun 2009, Wajib Pajak adalah orang pribadi atau badan, meliputi pembayar pajak, pemotong pajak, dan pemungut pajak, yang


(28)

mempunyai hak dan kewajiban perpajakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan. Wajib Pajak memiliki beberapa hak dan kewajiban seperti yang dirangkum Mardiasmo (2011:56-57).

Hak yang dimiliki Wajib Pajak antara lain:

a. Mengajukan surat keberatan dan surat banding. b. Menerima tanda bukti pemasukan SPT.

c. Melakukan pembetulan SPT yang telah dimasukkan. d. Mengajukan permohonan penundaan penyampaian SPT.

e. Mengajukan permohonan penundaan atau pengangsuran pembayaran pajak.

f. Mengajukan permohonan perhitungan pajak yang dikenakan dalam surat ketetapan pajak.

g. Meminta pengembalian kelebihan pembayaran pajak.

h. Mengajukan permohonan penghapusan dan pengurangan sanksi, serta pembetulan surat ketetapan pajak yang salah.

i. Memberi kuasa kepada orang untuk melaksanakan kewajiban pajaknya. j. Meminta bukti pemotongan atau pemungutan pajak.

Kewajiban Wajib Pajak antara lain:

a. Mendaftarkan diri untuk mendapatkan Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP).

b. Melaporkan usahanya untuk dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak (PKP).


(29)

c. Menghitung dan membayar sendiri pajak dengan benar.

d. Mengisi dengan benar SPT dan memasukkan ke Kantor Pelayanan Pajak dalam batas waktu yang telah ditentukan.

e. Menyelenggarakan pembukuan/pencatatan. f. Jika diperiksa wajib:

1) Memperlihatkan dan/atau meminjamkan buku atau catatan, dokumen yang menjadi dasarnya dan dokumen lain yang berhubungan dengan penghasilan yang diperoleh, kegiatan usaha, pekerjaan bebas Wajib Pajak, atau objek yang terutang pajak.

2) Memberikan kesempatan untuk memasuki tempat atau ruangan yang dipandang perlu dan memberi bantuan guna kelancaran pemeriksaan.

3) Apabila dalam mengungkapkan pembukuan, pencatatan, atau dokumen serta keterangan yang diminta, Wajib Pajak terikat oleh suatu kewajiban untuk merahasiakan, maka kewajiban untuk merahasiakan ini ditiadakan oleh permintaan untuk keperluan pemeriksaan.


(30)

6. Nomor Pokok Wajib Pajak a. Pengertian

Menurut Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007 Pasal 2 Angka 1, setiap Wajib Pajak yang telah memenuhi persyaratan subjektif dan objektif sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakaan wajib mendaftarkan diri pada kantor Direktorat Jenderal Pajak yang wilayah kerjanya meliputi tempat tinggal atau tempat kedudukan Wajib Pajak dan kepadanya diberikan Nomo Pokok Wajib Pajak. Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) adalah nomor yang diberikan kepada Wajib Pajak sebagai sarana dalam administrasi perpajakan yang dipergunakan sebagai tanda pengenal diri atau identitas Wajib Pajak dalam melaksanakan hak dan kewajiban perpajakannya. NPWP terdiri dari 15 digit, yaitu 9 (sembilan) digit pertama merupakan kode Wajib Pajak dan 6 (enam) digit berikutnya merupakan kode administrasi perpajakan. NPWP berfungsi : (a) Sebagai tanda pengenal diri atau identitas Wajib Pajak, (b) Untuk menjaga ketertiban dalam pembayaran pajak dan dalam pengawasan administrasi. Dalam hal berhubungan dengan dokumen perpajakan, Wajib Pajak diwajibkan mencantumkan Nomor Pokok Wajib Pajak yang dimilikinya. Setiap Wajib Pajak hanya diberikan satu NPWP.

b. Pendaftaran Nomor Pokok Wajib Pajak

Semua Wajib Pajak yang telah memenuhi persyaratan subjektif dan objektif sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan


(31)

perpajakan berdasarkan self assessment system, wajib mendaftarkan diri pada kantor Direktorat Jenderal Pajak untuk dicatat sebagai Wajib Pajak dan sekaligus untuk mendapatkan Nomor Pokok Wajib Pajak. Persyaratan subjektif adalah persyaratan yang sesuai dengan ketentuan mengenai subjek pajak dalam Undang-Undang Pajak Penghasilan 1984 dan perubahannya. Persyaratan objektif adalah persyaratan bagi subjek pajak yang menerima atau memperoleh penghasilan atau diwajibkan untuk melakukan pemotongan/pemungutan sesuai dengan ketentuan Undang-Undang Pajak Penghasilan 1984 dan perubahannya.

Kewajiban mendaftarkan diri untuk memperoleh NPWP dibatasi jangka waktunya, karena hal ini berkaitan dengan saat pajak terutang dan kewajiban mengenakan pajak terutang. Jangka waktu pendaftaran NPWP adalah:

1) Bagi Wajib Pajak orang pribadi yang menjalankan usaha atau pekerjaan bebas dan Wajib Pajak badan, wajib mendaftarkan diri paling lambat 1 (satu) bulan setelah saat usaha mulai dijalankan.

2) Wajib Pajak orang pribadi yang tidak menjalankan suatu usaha atau tidak melakukan pekerjaan bebas apabila jumlah penghasilannya sampai dengan suatu bulan yang disetahunkan telah melebihi Penghasilan Tidak Kena Pajak, wajib mendaftarkan diri paling lambat akhir bulan berikutnya.


(32)

Terhadap Wajib Pajak yang tidak mendaftarkan diri untuk mendapatkan NPWP akan dikenakan sanksi perpajakan.

7. Pembayaran Pajak

Setelah Wajib Pajak menghitung jumlah pajak yang terutang, Wajib pajak harus melakukan pembayaran/penyetoran pajak yang terutang menggunakan Surat Setoran Pajak (SSP). Adapun yang dimaksud dengan Surat Setoran Pajak (SSP) adalah surat yang oleh Wajib Pajak digunakan untuk melakukan pembayaran atau penyetoran pajak yang terutang ke kas negara melalui Kantor Pos dan atau bank BUMN atau BUMD atau tempat pembayaran lain yang ditunjuk oleh Menteri Keuangan. Direktorat Jenderal Pajak tidak dibenarkan menerima setoran pajak dari Wajib Pajak.

Batas waktu pembayaran/penyetoran Pajak Penghasilan Tahunan Orang Pribadi paling lambat bulan ketiga setelah tahun pajak berakhir sebelum SPT disampaikan. Dalam hal tanggal pembayaran atau penyetoran bertepatan dengan hari libur (termasuk hari libur yaitu hari Sabtu dan cuti bersama), pembayaran atau penyetoran dapat dilakukan pada hari kerja berikutnya. Pemotong/pemungut Pajak Penghasilan Pasal 21, 22, 23, atau 26 harus memberikan tanda bukti pemotongan atau tanda bukti pemungutan kepada orang pribadi yang dipotong atau dipungut. Khusus untuk karyawan atau pegawai tetap, hanya diberikan buti pemotongan tahunan selambat-lambatnya 2 (dua) bulan setalah tahun takwim berakhir. Pembayaran yang dilakukan


(33)

setelah tanggal jatuh tempo pembayaran dikenai sanksi administrasi berupa bunga sebesar 2% (dua persen) per bulan yang dihitung dari tanggal jatuh tempo pembayaran sampai dengan tanggal pembayaran dan bagian dari bulan dihitung penuh 1 (satu) bulan.

8. Surat Pemberitahuan (SPT) a. Pengertian

Sesuai dengan Self Assesment System yang dianut di Indonesia, Wajib Pajak harus menghitung, memperhitungkan, membayar, dan melaporkan pajak yang terutang sendiri ke KPP tempat Wajib Pajak terdaftar. Penyampaian Surat Pemberitahuan (SPT) merupakan bentuk pertanggungjawaban atas kewajiban perpajakan yang telah dipenuhinya dalam suatu Masa Pajak atau Tahun Pajak atau Bagian Tahun Pajak dalam sistem tersebut. Menurut Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007, Surat Pemberitahuan (SPT) adalah surat yang oleh Wajib Pajak digunakan untuk melaporkan penghitungan dan atau pembayaran pajak, objek pajak dan/atau bukan objek pajak, dan/atau harta dan kewajiban sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.

b. Pembetulan Surat Pemberitahuan

1) Pembetulan SPT sebelum jangka waktu 2 tahun, sebelum dilakukan pemeriksaan


(34)

Sesuai dengan Pasal 8 ayat 1 UU KUP, Wajib Pajak dengan kemauan sendiri dapat membetulkan SPT yang telah disampaikan dengan menyampaikan pernyataan tertulis, dengan syarat Direktorat Jenderal Pajak belum melakukan tindakan pemeriksaan. Pmbetulan SPT harus disampikan paling lama 2 tahun sebelum daluwarsa penetapan. Dalam hal WP membetulkan sendiri SPT Tahunan yang mengakibatkan utang pajak menjadi lebih besar, kepadanya dikenai sanksi administrasi berupa bunga sebesar 2% perbulan atas jumlah ajak yang kurang dibayar, dihitung sejak saat penyampaian SPT berakhir sampai dengan tanggal pembayaran, dan bagian dari bulan dihitung penuh 1 (satu) bulan.

2) Pembetulan SPT setelah jangka waktu 2 tahun

Pasal 8 ayat 4 UU KUP mengatur bahwa walaupun Dirjen Pajak telah melakukan pemeriksaan dengan syarat DJP belum menerbitkan surat ketetapan pajak, Wajib Pajak dengan kesadaran sendiri dapat mengungkapkan dalam laporan tersendiri tentang ketidakbenaran pengisian SPT yang telah disampaikan sesuai keadaan yang sebenarnya yang dapat mengakibatkan: a) pajak-pajak yang harus dibayar menjadi lebih besar atau lebih kecil; b) rugi berdasarkan ketentuan perpajakan menjadi lebih kecil atau lebih besar; c) jumlah harta menjadi lebih besar atau lebih kecil; d) jumlah modal menjadi lebih besar atau lebih kecil. Pajak yang kurang dibayar yang timbul sebagai akibat dari


(35)

pengungkapan ketidakbenaran pengisian SPT sebagaimana dimaksud dalam ayat (4) beserta sanksi administrasi berupa kenaikan sebesar 50% dari pajak yang kurang dibayar, harus dilunasi sendiri oleh Wajib Pajak sebelum laporan tersendiri dimaksud disampaikan.

9. Pengampunan Pajak

Pengampunan pajak atau yang sering disebut tax amnesty (dalam Rahayu 2010:138) merupakan kebijakan pemerintah di bidang perpajakan yang memberikan penghapusan pajak yang seharusnya terutang dengan membayar tebusan dalam jumlah tertentu yang bertujuan untuk memberikan penambahan penerimaan pajak dan kesempatan bagi Wajib Pajak yang tidak patuh menjadi Wajib Pajak patuh. Tax amnesty diharapkan akan mendorong peningkatan kepatuhan sukarela Wajib Pajak di masa yang akan datang. Selain itu, pengampunan pajak diharapkan menghasilkan penerimaan pajak yang selama ini belum atau kurang dibayar, di samping meningkatkan kepatuhan membayar pajak karena makin efektifnya pengawasan karena semakin akuratnya informasi mengenai daftar kekayaan Wajib Pajak.

Terdapat empat jenis amnesti pajak, antara lain:

a. Amnesti yang tetap mewajibkan pembayaran pokok pajak, termasuk bunga dan dendanya, dan hanya mengampuni sanksi pidana perpajakan. Tujuannya adalah untuk memungut pajak tahun-tahun sebelumnya, sekaligus menambah jumlah wajib pajak terdaftar.


(36)

b. Amnesti yang mewajibkan pembayaran pokok pajak masa lalu yang terutang berikut bunganya, namun mengampuni sanksi denda dan sanksi pidana pajaknya.

c. Amnesti yang tetap mewajibkan pembayaran pokok pajak yang lama, namun mengampuni sanksi bunga, sanksi denda, dan sanksi pidana pajaknya.

d. Bentuk amnesti yang paling longgar karena mengampuni pokok pajak di masa lalu, termasuk sanksi bunga, sanksi denda, dan sanksi pidananya. Tujuannya adalah untuk menambah jumlah wajib pajak terdaftar, agar ke depan dan seterusnya mulai membayar pajak.

Sawyer menyebutkan beberapa tipe tax amnesty, yaitu:

a. Filling amnesty: pengampunan yang diberikan dengan menghapuskan

sanksi bagi Wajib Pajak yang terdaftar namun tidak pernah mengisi SPT (non-filers), pengampunan diberikan jika mereka mau mulai untuk mengisi SPT.

b. Record-keeping amnesty: memberikan penghapusan sanksi untuk

kegagalan dalam memelihara dokumen perpajakan di masa lalu, pengampunan diberikan jika Wajib Pajak untuk selanjutnya dapat memelihara dokumen perpajakannya.

c. Revision amnesty: Ini merupakan suatu kesempatan untuk memperbaiki SPT di masa lalu tanpa dikenakan sanksi atau diberikan pengurangan sanksi. Pengampunan ini memungkinkan Wajib Pajak untuk memperbaiki


(37)

SPT-nya yang terdahulu (yang menyebabkan adanya pajak yang masih harus dibayar) dan membayar pajak yang tidak (missing) atau belum dibayar (outstanding). Wajib Pajak tidak akan secara otomatis kebal terhadap tindakan pemeriksaan dan penyidikan.

d. Investigation amnesty: Pengampunan yang menjanjikan tidak akan

menyelidiki sumber penghasilan yang dilaporkan pada tahun-tahun tertentu dan terdapat sejumlah ”uang pengampunan” (amnesty fee) yang harus dibayar. Pengampunan jenis ini juga menjanjikan untuk tidak akan dilakukannya tindakan penyidikan terhadap sumber penghasilan atau jumlah penghasilan yang sebenarnya. Pengampunan ini sering dikenal dengan pengampunan yang erat dengan tindak pencucian (laundering amnesty).

e. Prosecution amnesty: Pengampunan yang memberikan penghapusan tindak

pidana bagi Wajib Pajak yang melanggar undang-undang, sanksi dihapuskan dengan membayarkan sejumlah kompensasi.

10.Kepatuhan Wajib Pajak

Self Assessment System yang diterapkan di Indonesia menuntut peran aktif Wajib Pajak dalam melaksanakan kewajiban perpajakannya. Hal ini menjadikan kepatuhan pajak sebagai hal yang sangat penting dalam mewujudkan keberhasilan penerimaan pajak. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (dalam Rahayu 2010:138), istilah kepatuhan berarti tunduk atau


(38)

patuh pada ajaran atau aturan. Dalam perpajakan kita dapat memberi pengertian bahwa Kepatuhan Perpajakan merupakan ketaatan, tunduk, dan patuh serta melaksanakan ketentuan perpajakan.

Rahayu (2010:138) dalam bukunya mengungkapakan dua macam kepatuhan, yaitu (1) Kepatuhan Formal dan (2) Kepatuhan Material. Kepatuhan formal adalah suatu keadaan di mana Wajib Pajak memenuhi kewajiban secara formal sesuai dengan ketentuan dalam undang-undang perpajakan. Kepatuhan Material adalah suatu keadaan di mana Wajib Pajak secara substantive atau hakekatnya memenuhi semua ketentuan material perpajakan, yakni sesuai isi dan jiwa Undang-Undang perpajakan. Kepatuhan Material dapat juga meliputi Kepatuhan Formal. Sebagai contoh, ketentuan batas waktu penyampaian SPT Tahunan PPh WPOP adalah tanggal 31 Maret. Apabila Wajib Pajak telah menyampaikan SPT Tahunan PPh WPOP sebelum atau pada tanggal 31 Maret maka Wajib Pajak tersebut telah memenuhi Kepatuhan Formal, akan tetapi isinya belum tentu memenuhi Kepatuhan Material. Wajib Pajak yang memenuhi kepatuhan material adalah Wajib Pajak yang mengisi dengan jujur, lengkap, dan benar SPT sesuai ketentuan dan menyampaikannya ke Kanor Pelayanan Pajak sebelum batas waktu terakhir.

Kepatuhan Wajib Pajak dikemukakan oleh Norman D. Nowak (dalam Rahayu 2010:138) sebagai suatu iklim kepatuhan dan kesadaran pemenuhan kewajiban perpajakan yang tercermin dalam situasi:


(39)

1. Wajib pajak paham atau berusaha untuk memahami semua ketentuan peraturan perpajakan.

2. Mengisi formulir pajak dengan lengkap dan jelas. 3. Menghitung jumlah pajak yang terhutang dengan benar. 4. Membayar pajak yang terutang tepat pada waktunya.

Otto sebagaimana dikutip oleh Caizhi Nasucha (2004), indikator kepatuhan Wajib Pajak ditunjukkan oleh tren :

1. Pendaftaran (registration).

Registrasi ditunjukkan oleh banyaknya individu yang mendaftarkan diri sebagai wajib pajak dibandingkan dengan jumlah seluruh penduduk yang ada.

2. Pembayaran (payment).

Pembayaran menggambarkan tren dari penyetoran pajak yang tepat waktu, presisi dengan dengan dasar pajaknya dan penyetoran per jenis wajib pajak. 3. Pelaporan (filing).

4. Keakuratan laporan (correct reporting).

Keakuratan laporan menggambarkan kebenaran dari setiap laporan wajib pajak yang dapat dibandingkan dengan kegiatan jenis usaha tertentu dan efektivitas tarif pajak yang dibayar berdasarkan penghasilan yang diterima. Menurut Chaizi Nasucha (dalam Rahayu 2010:138), kepatuhan wajib pajak dapat diidentifikasi dari : kepatuhan Wajib Pajak dalam mendaftarkan diri, kepatuhan untuk menyetorkan kembali surat pemberitahuan, kepatuhan dalam


(40)

penghitungan dan pembayaran pajak terutang, serta kepatuhan dalam pembayaran tunggakan.

Prinsipnya kepatuhan perpajakan adalah tindakan Wajib Pajak dalam memenuhi kewajiban perpajakannya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan yang berlaku di suatu negara. Kepatuhan yang mendasar dari pemenuhan kewajiban pelaporan dan pembayaran oleh wajib pajak merupakan salah satu tanda efektifnya kebijakan pajak yang sedang dijalankan.

11.Tahun Pembinaan Wajib Pajak 2015

Dalam rangka melakukan pembinaan Wajib Pajak dan untuk mendorong Wajib Pajak menyampaikan Surat Pemberitahuan, membayar atau menyetorkan kekurangan pembayaran pajak dalam Surat Pemberitahuan, serta melaksanakan pembetulan Surat Pemberitahuan di tahun 2015 sebagai upaya untuk meningkatkan penerimaan negara dan membangun basis perpajakan yang kuat, diperlukan adanya instrument kebijakan di bidang perpajakan. Berdasarkan Pasal 36 ayat (1) huruf a Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2009, Direktur Jenderal Pajak diberikan kewenangan untuk mengurangkan atau menghapuskan sanksi administrasi berupa bunga, denda, dan kenaikan yang terutang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang


(41)

perpajakan dalam hal sanksi tersebut dikenakan karena kekhilafan Wajib Pajak atau bukan karena kesalahannya. Untuk melaksanakan ketentuan Pasal 36 ayat (2) Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2009, perlu menetapkan Peraturan Menteri Keuangan tentang Pengurangan Atau Penghapusan Sanksi Administrasi Atas Keterlambatan Penyampaian Surat Pemberitahuan, Pembetulan Surat Pemberitahuan, dan Keterlambatan Pembayaran Atau Penyetoran Pajak

Sebagaimana diketahui bersama, tindakan menyembunyikan diri dari kewajiban perpajakan dan tindakan tidak melaporkan SPT serta tidak membayar /menyetor adalah melawan hukum. Hal ini ditegaskan dalam pasal 39 ayat (1) huruf a, huruf c, dan huruf i Undang-Undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP): ”Setiap orang yang dengan sengaja tidak mendaftarkan diri untuk diberikan Nomor Pokok Wajib Pajak atau tidak melaporkan usahanya untuk dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak; tidak menyampaikan Surat Pemberitahuan; tidak menyetorkan pajak yang telah dipotong atau dipungut sehingga dapat menimbulkan kerugian pada pendapatan negara dipidana dengan pidana penjara paling singkat 6 (enam) bulan dan paling lama 6 (enam) tahun dan denda paling sedikit 2 (dua) kali jumlah pajak terutang yang tidak atau kurang dibayar dan paling banyak 4 (empat) kali jumlah pajak terutang yang tidak atau kurang dibayar”.


(42)

Pada Tahun Pembinaan Wajib Pajak 2015, Pemerintah melalui Direktorat Jenderal Pajak (DJP) mengimbau seluruh lapisan masyarakat yang telah memenuhi persyaratan subjektif dan objektif untuk mendaftarkan diri sebagai Wajib Pajak, sekaligus untuk mendapatkan NPWP, guna menghindari sanksi pidana sebagaimana dimaksud dalam ketentuan di atas. Selain itu, Direktorat Jenderal Pajak (DJP) memberikan kesempatan seluas-luasnya bagi Wajib Pajak yang belum melaporkan Surat Pemberitahuan (SPT) atas Tahun Pajak 2014 dan sebelumnya serta Masa Pajak Desember 2014 dan sebelumnya, untuk menyampaikan SPT tersebut dengan insentif pembebasan sanksi administrasi.

12.Pelaksanaan Kebijakan Penghapusan Sanksi Pajak

Direktur Jenderal Pajak atas permohonan Wajib Pajak dapat mengurangkan atau menghapuskan Sanksi Administrasi dalam hal Sanksi Administrasi tersebut dikenakan karena kekhilafan Wajib Pajak atau bukan karena kesalahannya. Sanksi Administrasi yang dikenakan karena kekhilafan Wajib Pajak atau bukan karena kesalahannya terbatas atas:

a. keterlambatan penyampaian SPT Tahunan Pajak Penghasilan untuk Tahun Pajak 2014 dan sebelumnya dan/atau SPT Masa untuk Masa Pajak Desember 2014 dan sebelumnya;

b. keterlambatan pembayaran atau penyetoran atas kekurangan pembayaran pajak yang terutang berdasarkan SPT Tahunan Pajak Penghasilan untuk Tahun Pajak 2014 dan sebelumnya;


(43)

c. keterlambatan pembayaran atau penyetoran pajak yang terutang untuk suatu saat atau Masa Pajak sebagaimana tercantum dalam SPT Masa untuk Masa Pajak Desember 2014 dan sebelumnya; dan/atau

d. pembetulan yang dilakukan oleh Wajib Pajak dengan kemauan sendiri atas SPT Tahunan Pajak Penghasilan untuk Tahun Pajak 2014 dan sebelumnya dan/atau SPT Masa untuk Masa Pajak Desember 2014 dan sebelumnya yang mengakibatkan utang pajak menjadi lebih besar,

yang dilakukan pada tahun 2015.

Sanksi Administrasi yang dikenakan karena kekhilafan Wajib Pajak atau bukan karena kesalahannya dapat dihapuskan atau dikurangkan melalui mekanisme yang diatur bedasarkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 91/PMK.03/2015 Pasal 4, yaitu sebagai berikut :

(1) Dalam rangka mendapatkan pengurangan atau penghapusan Sanksi Administrasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2, Wajib Pajak menyampaikan permohonan kepada Direktur Jenderal Pajak.

(2) Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), harus memenuhi persyaratan sebagai berikut :

a. 1 (satu) permohonan untuk 1 (satu) Surat Tagihan Pajak; b. diajukan secara tertulis dalam bahasa Indonesia;

c. ditandatangani oleh Wajib Pajak dalam hal Wajib Pajak orang pribadi atau wakil Wajib Pajak dalam hal Wajib Pajak badan, dan tidak dapat dikuasakan; dan


(44)

d. disampaikan ke Kantor Pelayanan Pajak tempat Wajib Pajak terdaftar. (3) Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus dilampiri dokumen

berupa:

a. surat pernyataan yang menyatakan bahwa keterlambatan penyampaian SPT, keterlambatan pembayaran pajak, dan/ atau pembetulan SPT dilakukan karena kekhilafan atau bukan karena kesalahan dan ditandatangani di atas meterai oleh Wajib Pajak dalam hal Wajib Pajak orang pribadi atau wakil Wajib Pajak dalam hal Wajib Pajak badan;

b. fotokopi SPT atau SPT pembetulan yang disampaikan atau print-out SPT atau SPT pembetulan berbentuk dokumen elektronik yang disampaikan;

c. fotokopi bukti penerimaan atau bukti pengiriman surat yang dianggap sebagai bukti penetimaan penyampaian SPT atau SPT pembetulan;

d. fotokopi Surat Setoran Pajak atau sarana adtninistrasi lain yang disamakan dengan Surat Setoran Pajak sebagai bukti pelunasan pajak terutang yang tercantum dalam SPT Masa atau bukti pelunasan kekurangan pajak yang tercantum dalam SPT Tahunan Pajak Penghasilan atau bukti pelunasan pajak yang kurang dibayar yang tercantum dalam SPT pembetulan; dan


(45)

(4) Selain harus memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3), terhadap permohonan pengurangan atau penghapusan Sanksi Administrasi berlaku ketentuan sebagai berikut:

a. Sanksi Adminifitrasi dalam Surat Tagihan Pajak belum dibayar oleh Wajib Pajak; atau

b. Sanksi Administrasi dalam Surat Tagihan Pajak sudah dibayar sebagian oleh Wajib Pajak.

(5) Dalam hal Sanksi Administrasi dalam Surat Tagihan Pajak telah diperhitungkan dengan kelebihan pembayaran pajak,yang dilakukan melalui potongan SPM dan/ atau transfer pembayaran, Sanksi Administrasi dalam Surat Tagihan Pajak dianggap belum dibayar oleh Wajib Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (4).

(6) Permohonan pengurangan atau penghapusan Sanksi Administrasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat diajukan oleh Wajib Pajak paling banyak 2 (dua) kali.

(7) Dalam hal Wajib Pajak mengajukan permohonan pengurangan atau penghapusan Sanksi Administrasi yang kedua, permohonan tersebut harus diajukan setelah surat keputusan Direktur Jenderal Pajak atas permohonan yang pertama dikirim.

(8) Permohonan pengurangan atau penghapusan Sanksi Administrasi yang


(46)

Tagihan Pajak yang telah diterbitkan surat keputusan Direktur Jenderal Pajak.

(9) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) sampai dengan ayat (5) berlaku juga untuk permohonan pengurangan atau penghapusan Sanksi Administrasi yang kedua.

B. Penelitian Terdahulu

Penelitian yang dilakukan oleh Ehrmons Fisca Purwa Winastyo dengan judul “Efektifitas Sunset Policy dalam Meningkatkan tingkat Kepatuhan Wajib Pajak dan Penerimaan Pajak” menyimpulkan bahwa Kepatuhan Wajib Pajak dalam hal pendaftaran NPWP meningkat, jumlah Wajib Pajak yang mendaftarkan diri untuk memperoleh NPWP selama periode ”Sunset Policy” meningkat tajam, penambahan NPWP selama bulan Desember 2008 sebanyak 2.341 NPWP hampir setara dengan penambahan NPWP selama bulan Januari sampai dengan November 2008 yang sejumlah 2.358 NPWP. Kesimpulan selanjutnya menyatakan bahwa Wajib Pajak Orang Pribadi baru yang memanfaatkan ”Sunset Policy” dengan melaporkan SPT Tahunan PPh kurang bayar mengalami peningkatan tingkat kepatuhan penyetoran berturut-turut dari 4%, 5,9%, 7,26% di tahun pajak 2005, 2006, 2007. Sedangkan atas tahun pajak 2008 SPT Tahunan PPh kurang bayar mencapai 10,39%. Hasil ini membuktikan bahwa kebijakan penghapusan sanksi pajak mampu meningkatkan kepatuhan pendaftaran dan penyetoran.


(47)

Penelitian yang dilakukan oleh Mira Novana dengan judul “Pengaruh Kebijakan Sunset Policy terhadap Kepatuhan Wajib Pajak” menyimpulkan bahwa Kebijakan Sunset Policy telah memberikan pengaruh terhadap peningkatan kepatuhan Wajib Pajak, karena pada saat diberlakukannya Sunset Policy, secara nasional telah menghasilkan penambahan jumlah Wajib Pajak sebesar 5,6 juta, 804.000 Surat Pemberitahuan (SPT), dan setoran pajak sebesar Rp7,46 triliun, sedangkan bagi Kanwil DJP Jatim I Sunset Policy telah menambah jumlah penerimaan pajak sebesar Rp252.141,383.177, jumlah WP Orang Pribadi sebesar 18.454, WP Badan sebesar 2.632, dan jumlah SPT sebesar 90.818.

Penelitian yang dilakukan oleh Risaria Syaputri dengan judul “Penerapan Ketentuan Pasal 37A Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007 tentang Sunset Policy Dalam Rangka Peningkatan Wajib Pajak Orang Pribadi” menyimpulkan bahwa program Sunset Policy ini telah membuahkan hasil yang baik dalam meningkatkan jumlah Wajib Pajak khususnya Orang Pribadi dan Penerimaan Pajak di KPP Pratama Jakarta Pademangan. Hal ini dapat dilihat dari jumlah peningkatan Wajib Pajak Orang Pribadi yang cukup signifikan dibandingkan pada masa sebelum diberlakukannya Sunset Policy.

Penelitian yang dilakukan oleh Dahliana Hasan yang berjudul “Sunset Policy dan Implikasinya terhadap Peningkatan Penerimaan Pajak Penghasilan di Daerah Istimewa Yogyakarta” menyimpulkan bahwa pelaksanaan Sunset Policy pada dasarnya berimplikasi positif terhadap peningkatan penerimaan pajak penghasilan di DIY dalam kurun waktu Januari-Oktober 2008. Namun demikian, kontribusi


(48)

yang diberikan belum optimal karena masih sedikitnya jumlah Wajib Pajak yang menggunakan fasiliatas Sunset Policy.

Penelitian-penelitian di atas meneliti tentang pengaruh kebijakan penghapusan sanksi pajak atau yang sering disebut dengan Sunset Policy yang diberikan oleh DJP terhadap kepatuhan Wajib Pajak. Penghapusan sanksi pajak yang diberikan jika Wajib Pajak melunasi tunggakan pajak selama lima tahun kebelakang mampu meningkatkan kepatuhan Wajib Pajak khususnya dalam hal pendaftaran NPWP dan penyetoran pajak atas SPT Tahunan PPh Kurang Bayar.


(49)

C. Kerangka Pemikiran

Kepatuhan pendaftaran merupakan salah satu unsur penting dalam upaya peningkatan penerimaan perpajakan. Dengan terdaftarnya subjek pajak menjadi Wajib Pajak membantu DJP dalam mendata dan melakukan penagihan atas tunggakan-tunggakan pajak sehingga Wajib Pajak membayar pajaknya dan dapat meningkatkan penerimaan Negara. Kebijakan penghapusan sanksi pajak menjadi salah satu sarana untuk mendorong seluruh lapisan masyarakat yang telah memenuhi persyaratan subjektif dan objektif untuk mendaftarkan diri sebagai Wajib Pajak.

Salah satu tujuan dikeluarkannya kebijakan ini adalah untuk meningkatkan penerimaan negara pada tahun 2015 dengan mendorong Wajib Pajak menyampaikan Surat Pemberitahuan, membayar atau menyetorkan kekurangan pembayaran pajak dalam Surat Pemberitahuan, serta melaksanakan pembetulan Surat Pemberitahuan di tahun 2015. Untuk itu, Wajib Pajak yang ingin mendapatkan penghapusan sanksi harus melakukan pembetulan atas SPT Tahunan PPh, menyetorkan pajaknya yang kurang dibayar, dan mengajukan surat permohonan penghapusan sanksi pajak atas keterlambatan penyampaian SPT dan penyetoran pajak. Kebijakan ini dapat mendorong Wajib Pajak lama untuk melakukan pembetulan atas SPT tahun pajak 2014 dan sebelumnya dan menyetorkan kekurangan pajaknya sehingga kepatuhan penyetoran semakin meningkat.


(50)

Untuk menganalisis kepatuhan pendaftaran sebelum dan sesudah dilaksanakan kebijakan penghapusan sanksi pajak digunakan analisis deskriptif. Untuk mengetahui ada tidaknya perbedaan kepatuhan penyetoran antara periode sebelum dan sesudah pelaksanaan kebijakan sanksi pajak akan dilakukan pengujian statistik menggunakan Uji Beda Sampel Berpasangan. Cut-off antara periode sebelum dan sesudah pelaksanaan kebijakan penghapusan sanksi pajak adalah tahun mulai berlakunya Peraturan Menteri Keuangan Nomor 91/PMK.03/2015 yaitu pada tahun 2015. Penjelasan di atas dapat dituangkan dalam kerangka pemikiran sebagai berikut:

Gambar II. Kerangka Pemikiran Kebijakan Penghapusan Sanksi

Pajak pada TPWP 2015

Meningkatkan Kepatuhan PendaftaranWajib Pajak

Sebelum pelaksanaan (Tahun 2014)

Setelah pelaksanaan (Tahun 2015)

Meningkatkan Kepatuhan Penyetoran Wajib Pajak

ANALISIS DESKRIPTIF

Sebelum pelaksanaan (Tahun 2014)

Setelah pelaksanaan (Tahun 2015)

ANALISIS DESKRIPTIF


(51)

35 BAB III

METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang dilakukan adalah studi kasus. Menurut Sekaran (2006:46), studi kasus meliputi analisis mendalam dan konstektual terhadap situasi yang mirip dengan organisasi lain, dimana sifat dan definisi masalah yang terjadi adalah serupa dengan yang dialami dalam situasi ini. Hasil dari penelitian studi kasus tidak dapat digeneralisasi.

B. Subjek dan Objek Penelitian 1. Subjek Penelitian

Menurut Amirin (2009), subjek penelitian adalah sesuatu, baik orang, benda ataupun lembaga (organisasi), yang sifat-keadaannya akan diteliti. Subjek dari penelitian ini adalah 4 KPP Pratama di wilayah Kanwil Direktorat Jenderal Pajak Daerah Istimewa Yogyakarta, yaitu KPP Pratama Sleman, KPP Pratama Wates, KPP Pratama Wonosari, dan KPP Pratama Bantul.

2. Objek Penelitian

Menurut Amirin (2009), objek penelitian adalah sifat keadaan dari suatu benda, orang, ataupun lembaga (organisasi), yang menjadi pusat perhatian atau saran penelitian. Objek dari penelitian ini adalah kepatuhan pendaftaran dan kepatuhan penyetoran pajak atas SPT Tahunan PPh Kurang Bayar di 4 KPP


(52)

Pratama di wilayah Kanwil Direktorat Jenderal Pajak Daerah Istimewa Yogyakarta.

C. Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di 4 KPP Pratama di wilayah Kanwil Direktorat Jenderal Pajak Daerah Istimewa Yogyakarta, yaitu KPP Pratama Sleman dan KPP Pratama Wates yang terletak di jalan Ring Road Utara Nomor 10 Maguwoharjo, Depok, Sleman, DIY, KPP Pratama Bantul yang terletak di jalan Urip Sumoharjo No. 7 Gose, Bantul DIY, serta KPP Pratama Wonosari yang terletak di jalan KH. Agus Salim No. 170 B Kepek, Wonosari, DIY. Penelitian ini dilakukan dari bulan Februari sampai dengan April 2016.

D. Definisi Operasional Variabel

Variabel kepatuhan dalam penelitian ini adalah kepatuhan formal dan material Wajib Pajak Orang Pribadi. Data kepatuhan Wajib Pajak diperoleh dari data sekunder. Data tersebut mencerminkan perilaku Wajib Pajak dalam hal:

a) Kepatuhan pendaftaran, yaitu kepatuhan Wajib Pajak dalam mendaftarkan diri untuk memperoleh NPWP. Hal ini terlihat dari penambahan jumlah wajib pajak baru terdaftar.

b) Kepatuhan penyetoran, yaitu kepatuhan dalam penghitungan dan penyetoran pajak terutang dan ketepatan waktu setor pajak atas SPT Tahunan PPh Kurang Bayar.


(53)

c) Tambahan setoran pajak, yaitu jumlah setoran pajak yang dibayarkan sesuai perhitungan SPT Tahunan PPh Kurang Bayar yang telah dilaporkan.

Tabel 1. Variabel dan Indikator

Variabel Dimensi Indikator

Kepatuhan Wajib Pajak

Kepatuhan Formal Pendaftaran NPWP Kepatuhan penyetoran Kepatuhan Material Tambahan setoran pajak

E. Desain Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah terdapat perbedaan tingkat kepatuhan Wajib Pajak Orang Pribadi sebelum dan setelah dilaksanakannya kebijakan penghapusan sanksi pajak 2015 di 4 KPP Pratama di wilayah Kanwil DJP DIY. Data yang dibutuhkan adalah data jumlah WPOP terdaftar di 4 KPP Pratama di wilayah Kanwil DJP DIY per 1 Januari dari tahun 2014 sampai dengan tahun 2015, jumlah WPOP yang melakukan penyetoran pajak atas SPT Tahunan PPh Kurang Bayar, jumlah WPOP yang mengajukan permohonan penghapusan sanksi pajak, serta jumlah penerimaan pajak atas SPT Tahunan PPh Kurang Bayar. Data tersebut dikumpulkan dengan teknik dokumentasi.

Langkah pertama yang dilakukan adalah menganalisis kepatuhan pendaftaran di 4 KPP Pratama di wilayah Kanwil DJP DIY. Kepatuhan diukur menggunakan presentase penambahan pendaftaran NPWP, yaitu perbandingan antara jumlah WPOP baru terdaftar dan jumlah WPOP terdaftar per 1 Januari. Perhitungan dilakukan untuk periode sebelum dan sesudah pelaksanaan kebijakan penghapusan sanksi pajak.


(54)

Langkah kedua yang dilakukan adalah menganalisis kepatuhan penyetoran pajak atas SPT Tahunan PPh Kurang Bayar. Kepatuhan penyetoran diukur dari penambahan jumlah WPOP yang melakukan penyetoran pajak atas SPT Tahunan PPh Kurang Bayar. SPT Tahunan PPh Kurang Bayar adalah SPT Tahunan PPh yang dalam perhitungannya menyatakan ada pajak penghasilan yang masih harus disetor. Tepat waktu disini adalah kurang bayar disetorkan sampai tanggal 30 April tahun berikutnya.

Langkah ketiga adalah menganalisis kontribusi kebijakan penghapusan sanksi pajak terhadap kepatuhan pendaftaran dan kepatuhan penyetoran pajak atas SPT Tahunan PPh Kurang Bayar. Kontribusi dihitung dengan mencari presentase pemanfaatan kebijakan penghapusan sanksi pajak, yaitu perbandingan antara jumlah WPOP yang mengajukan permohonan penghapusan sanksi dan jumlah WPOP baru terdaftar/WPOP yang melakukan penyetoran pajak atas SPT Tahuan PPh Kurang Bayar.

F. Populasi dan Sampel

Populasi merupakan subjek penelitian. Menurut Sugiyono (2010:117) populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas objek/subjek yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya. Jadi populasi bukan hanya orang, tetapi juga objek dan benda-benda alam yang lain. Populasi sasaran dalam penelitian ini adalah seluruh Wajib Pajak Orang Pribadi yang terdaftar di 5 KPP Pratama di wilayah


(55)

Kanwil DJP DIY dari tahun 2014 sampai tahun 2015. Akan tetapi, 1 KPP menolak untuk dijadikan bagian darri populasi. Oleh karena itu, populasi dalam penelitian ini adalah seluruh Wajib Pajak Orang Pribadi yang terdaftar di 4 KPP Pratama di wilayah Kanwil DJP DIY dari tahun 2014 sampai tahun 2015.

Menurut Sugiyono (2010:118) sampel adalah bagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh populasi tersebut. Sampel yang diambil dapat mewakili atau representatif bagi populasi tersebut. Sampel dalam penelitian ini diambil menggunakan metode purposive sampling. Menurut Jogiyanto (2007:79),

purposive sampling dilakukan dengan mengambil sampel dari populasi

berdasarkan suatu kriteria tertentu. Kriteria yang digunakan untuk mengambil sampel dalam penelitian ini adalah WPOP terdaftar di 4 KPP Pratama di wilayah Kanwil DJP DIY yang melakukan penyetoran pajak atas SPT Tahunan PPh Kurang Bayar secara tepat waktu.

G. Data

Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder. Menurut Sanusi (2011:104), data sekunder adalah data yang sudah tersedia dan dikumpulkan oleh pihak lain. Data sekunder yang digunakan dalam penelitian ini antara lain: 1. Jumlah Wajib Pajak Orang Pribadi dari tahun 2014 sampai tahun 2015 yang

meliputi:

a) Jumlah WPOP yang baru terdaftar b) Jumlah WPOP per 1 Januari


(56)

2. Jumlah Wajib Pajak yang melakukan penyetoran pajak atas SPT Tahunan PPh Kurang Bayar secara tepat waktu di tahun pajak 2014 dan 2015.

3. Jumlah WPOP yang mengajukan permohonan penghapusan sanksi pajak. 4. Jumlah penerimaan pajak dari setoran pajak atas SPT Tahunan PPh Kurang

Bayar di tahun pajak 2014 dan 2015.

H. Teknik Pengumpulan Data

Data sekunder dalam penelitian ini dikumpulkan dengan teknik dokumentasi. Menurut Sanusi (2011:104), dokumentasi biasanya dilakukan untuk mengumpulkan data sekunder dari berbagai sumber, baik secara pribadi maupun kelembagaan. Data sekunder tersebut biasanya telah tersedia di lokasi penelitian. Peneliti tinggal menyalin sesuai dengan kebutuhan. Jumlah WPOP terdaftar di 4 KPP Pratama di wilayah Kanwil DJP DIY dari tahun 2014 sampai dengan tahun 2015, jumlah WPOP yang melakukan penyetoran pajak atas SPT Tahunan PPh Kurang Bayar, dan jumlah penerimaan pajak dari setoran pajak atas SPT Tahunan PPh Kurang bayar dikumpulkan dari Seksi Pengolah Data dan Informasi di masing-masing KPP Pratama di wilayah Kanwil DJP DIY. Data jumlah WPOP yang mengajukan permohonan penghapusan sanksi pajak dikumpulkan dari Seksi Pelayanan di masing-masing KPP Pratama di wilayah Kanwil DJP DIY.


(57)

I. Teknik Analisis Data

1. Melakukan analisis deskriptif terhadap tingkat kepatuhan pendaftaran di 4 KPP di wilayah Kanwil DJP DIY. Analisis dilakukan dengan menghitung presentase penambahan WPOP. Presentase penambahan WPOP didapat dari hasil perbandingan antara WPOP baru terdaftar dan WPOP terdaftar per 1 Januari. Kewajiban mendaftarkan diri sebagai WPOP dimulai ketika seseorang memperoleh penghasilan diatas Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP). Rumus yang digunakan dalam perhitungan ini adalah:

= x 100%

2. Menganalisis kepatuhan penyetoran pajak dari SPT Tahunan PPh Kurang Bayar oleh Wajib Pajak Orang Pribadi. Analisis dilakukan dengan menghitung presentase penambahan jumlah WPOP yang melakukan penyetoran pajak atas SPT Tahunan PPh Kurang Bayar secara tepat waktu untuk tahun pajak 2014 dan 2015. SPT Tahunan PPh Kurang Bayar adalah SPT Tahunan PPh yang dalam perhitungannya menyatakan ada pajak penghasilan yang masih harus disetor. Tepat waktu disini adalah kurang bayar disetorkan sampai tanggal 30 April tahun berikutnya.

3. Menganalisis kontribusi kebijakan penghapusan sanksi pajak terhadap kepatuhan pendaftaran dan kepatuhan penyetoran pajak atas SPT Tahunan PPh Kurang Bayar.

WPOP Baru Terdaftar di Tahun 20XX WPOP per 1 Januari

20XX Presentase

Penambahan NPWP


(58)

Presentase pemanfaatan kebijakan penghapusan

sanksi pajak

a) Menghitung kontribusi kebijakan penghapusan terhadap kepatuhan pendaftaran.

b) Menghitung presentase pemanfaatan kebijakan penghapusan sanksi pajak oleh Wajib Pajak yang melakukan penyetoran atas pajak kurang bayar. Rumus yang digunakan dalam perhitungan ini adalah:

= x 100%

Setelah menemukan presentase pemanfaat kebijakan penghapusan sanksi pajak selanjutnya akan menilai apakah presentase pemanfaatan tersebut menunjukkan kriteria yang kurang atau baik. Pemanfaatan kebijakan sanksi pajak mencerminkan kontribusi yang diberikan oleh kebijakan sanksi pajak dalam meningkatkan penerimaan pajak dari setoran pajak atas SPT Tahunan PPh Kurang Bayar.

Tabel 2. Nilai Interpretasi Kontribusi

Presentase (%) Kriteria

0.00 -10 Sangat Kurang

10.10 – 20 Kurang

20.10 – 30 Sedang

30.10 – 40 Cukup Baik

40.10 – 50 Baik

>50 Sangat Baik

Sumber: Munir, dkk. (2014:149

WPOP yang mengajukan permohonan penghapusan

sanksi pajak WPOP yang melakukan penyetoran pajak kurang


(59)

43 BAB IV

GAMBARAN UMUM KPP PRATAMA DI WILAYAH KANWIL DIREKTORAT JENDERAL PAJAK DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA A. KPP PRATAMA SLEMAN

1. Sejarah

Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Sleman berdiri berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 132/PMK.01/2006 tentang Organisasi dan tata kerja instansi. Vertikal Direktorat Jenderal Pajak sebagaimana diubah dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 55/PMK.01/2007. Dalam Permenkeu tersebut dinyatakan bahwa Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Yogyakarta Dua dipecah menjadi 3 (tiga) yaitu KPP Pratama Sleman, KPP Pratama Wonosari, dan KPP Pratama Wates.

Reorganisasi Direktorat Jenderal Pajak tersebut ditandai juga dengan pembubaran Kantor Pelayanan Pajak Bumi dan Bangunan (KP PBB) serta Kantor Pemeriksaan dan Penyidikan Pajak (Karikpa) menjadi Kantor Pelayanan Pajak (KPP). KPP Pratama Sleman merupakan pecahan dari KPP Yogyakarta Dua (KPP Induk) juga merupakan penggabungan dari KP PBB Sleman dan fungsi pemeriksaan dari Karikpa Yogyakarta. Sistem administrasi modern diterapkan pada KPP Pratama Sleman sejak saat mulai operasi pada tanggal 10 Oktober 2007, bersamaan dengan Kantor Pelayanan Pajak lainnya di lingkungan Kantor Wilayah DJP Daerah Istimewa Yogyakarta.


(60)

Peresmian gedung kantor dilaksanakan oleh Menteri Keuangan RI pada tanggal 5 November 2007. Gedung kantor yang diperfunakan untuk operasional KPP Pratama Sleman menempati Lantai I, Lantai IV, dan Lantai V Gedung Kanwil DJP DIY yang terletak di jalan Ring Road Utara Nomor 10 Maguwoharjo, Depok, Sleman, D.I. Yogyakarta.

2. Visi, Misi, dan Moto Pelayanan a. Visi

Menjadi Kantor Pelayanan Pajak yang terbaik dalam memberikan pelayanan di bidang perpajakan.

b. Misi

Memberikan pelayanan prima di bidang perpajakan sesuai dengan ketentuan Perundang-undangan Perpajakan.

c. Moto Pelayanan


(61)

3. Struktur Organisasi

Berikut jumlah Sumber Daya Manusia berdasarkan penggolongannya: 1. Berdasarkan Jenis Kelamin

a) Laki-laki : 62 orang b) Perempuan : 44 orang

Kepala Kantor

Sub Bagian Umum dan Kepatuhan Internal Seksi Pelayanan

Seksi Pengolahan Data dan Informasi Seksi Penagihan

Seksi Pemeriksaan Seksi Ekstensifikasi

dan Penyuluhan

Seksi Pengawasan dan Konsultasi I Seksi Pengawasan dan

Konsultasi II Seksi Pengawasan dan

Konsultasi III Seksi Pengawasan dan

Konsultasi IV Kelompok Fungsional

Pemeriksa Pajak

Gambar III. Struktur Organisasi KPP Pratama Sleman Sumber: Sub Bagian Umum KPP Pratama Sleman


(62)

2. Berdasarkan Pendidikan

a) SMU dan sederajat : 12 orang b) Diploma 1 : 14 orang c) Diploma 3 : 17 orang d) S1/Diploma IV : 49 orang e) S2 : 13 orang 3. Berdasarkan Golongan

a) Golongan II : 23 orang b) Golongan III : 76 orang c) Golongan IV : 7 orang

B. KPP PRATAMA WATES 1. Sejarah

Kantor Pelayanan Pajak Pratama Wates didirikan sejak tanggal 30 Oktober 2007, dimana pada saat itu KPP Yogyakarta II dipecah menjadi 3 (tiga) KPP, yaitu KPP Pratama Sleman, KPP Pratama Wonosari, dan KPP Pratama Wates. Kemudian KPP Pratama Wates diresmikan pada tanggal 5 November 2007. KPP Pratama Wates beroperasi di bawah naungan Direktorat Jenderal Pajak (DJP) melalui koordinasi Kantor Wilayah Daerah Istimewa Yogyakarta.

KPP Pratama Wates mempunyai wilayah kerja yang telah ditentukan sebelumnya. Wilayah kerja KPP Pratama Wates meliputi seluruh kawasan kabupaten Kulon Progo, propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. Wilayah


(63)

tersebut terdiri dari 12 kecamatan, 88 desa/kelurahan, 307.012 objek PBB dan 9.429 Wajib Pajak/NPWP yang dibawahi oleh KPP Pratama Wates.

Sejak saat berdiri pada tahun 2007 hingga saat laporan ini disusun KPP Pratama Wates belum memiliki gedung tersendiri di wilayah kerjanya. Lokasi KPP Pratama Wates menjadi satu kesatuan dengan gedung Kantor Wilayah (Kanwil) DJP Daerah Istimewa Yogyakarta yang terletak di Jalan Ring Road Utara No. 10 Pugeran, kelurahan Maguwoharjo, kecamatan Depok, kabupaten Sleman, propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. KPP Pratama Wates menempati lantai enam gedung Kantor Wilayah DJP DIY sebagai tempat kegiatan administrasi, ruang kerja Sub Bagian Umum, Seksi Pengawasan dan Konsultasi I, Seksi Pengawasan dan Konsultasi II, Seksi Pengolahan Data dan Informasi, Seksi Ekstensifikasi Perpajakan, Seksi Penagihan, Seksi Pemeriksaan dan Kelompok Fungsional Pemeriksa. Sedangkan Seksi Pelayanan menggunakan sebagian lantai satu berbagi tempat dengan Seksi Pelayanan KPP Pratama Sleman untuk beraktivitas termasuk untuk tempat pelayanan terpadu.


(64)

2. Stuktur Organisasi

Tabel 3. Jumlah Sumber Daya Manusia KPP Pratama Wates

No Seksi Jumlah

Pegawai

1 Sub Bagian Umum 7

2 Seksi Pelayanan 11

3 Seksi Pengawasan dan Konsultasi I 9

4 Seksi Pengawasan dan Konsultasi II 10

5 Seksi Pemeriksaan 2

6 Seksi Penagiihan 3

7 Seksi Ekstensifikasi Perpajakan 4

8 Seksi Pengolahan Data dan Informasi 9

9 Kelompok Tenaga Fungsional Penilai 1

10 Kelompok Tenaga Fungsional Pemeriksa Pajak 7

Jumlah 63

Sumber: Sub Bagian Umum KPP Pratama Wates

Jumlah Sumber Daya Manusia berdasarkan golongannya: a) Golongan II : 20 orang

b) Golongan III : 41 orang c) Golongan IV : 2 orang

Kepala Kantor

Sub Bagian Umum

Seksi Pelayanan Seksi Penagihan Seksi Ekstensifikasi Perpajakan Seksi Pengolahan Data dan Informasi Seksi Pengawasan dan Konsultasi I

Seksi Pengawasan dan Konsultasi II Kelompok Fungsional Pemeriksa Pajak Seksi Pemeriksaan

Gambar IV. Struktur Organisasi KPP Pratama Wates Sumber: Sub Bagian Umum KPP Pratama Wates


(65)

C. KPP PRATAMA BANTUL 1. Sejarah

KPP Pratama Bantul berdiri sejak Oktober 2007. Dasar hokum pendirian KPP ini adalah Keputusan Dirjen Pajak Nomor KEP-141/PJ/2007. KPP Pratama Bantul menempati sebuah gedung berlantai di Jl Urip Sumoharjo No. 7 Gose Bantul. Kantor ini merupakan penggabungan antara pecahan KPP Yogyakarta I dan KP PBB Bantul. Selaku KPP Pratama, KPP Pratama Bantul mempunyai tugas melaksanakan penyuluhan, pelayanan, dan pengawasan Wajib Pajak di bidang Pajak Penghasilan (PPh), Pajak Pertambahan Nilai (PPN), Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM), Pajak Tidak Langsung Lainnya (PTLL), serta Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) dalam wilayah wewenangnya. KPP Pratama Bantul menyelenggarakan fungsi:

1. Pengumpulan, pencarian dan pengolahan data, pengamatan potensi perpajakan, penyajian informasi perpajakan, pendataan objek dan subjek pajak, serta penilaian objek Pajak Bumi dan Bangunan,

2. Penetapan dan penerbitan produk hukum perpajakan,

3. Pengadministrasian dokumen dan berkas perpajakan, penerimaan dan pengolah Surat Pemberitahuan, serta penerimaan surat lainnya,

4. Penyuluhan perpajakan,

5. Pelaksanaan registrasi Wajib Pajak, 6. Pelaksanaan ekstensifikasi,


(66)

8. Pelaksanaan pemeriksaan pajak,

9. Pengawasan kepatuhan kewajiban perpajakan Wajib Pajak, 10.Pelaksanaan konsultasi perpajakan,

11.Pelaksanaan intensifikasi , 12.Pembetulan ketetapan pajak,

13.Pengurangan Pajak Bumi dan Bangunan serta Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan,

14.Pelaksanaan administrasi kantor.

2. Visi, Misi, Janji, dan Moto Pelayanan a. Visi

Menjadi kantor pelayanan pajak modern yang memberikan pelayanan prima berlandaskan integritas dan profesionalisme untuk memberikan kepuasan kepada seluruh pemangku kepentingan.

b. Misi

Meningkatkan kepatuhan sukarela Wajib Pajak untuk mengamankan penerimaan negara dengan memberikan pelayanan yang prima.

c. Janji Pelayanan

Memberikan pelayanan prima untuk memberikan kepuasan. d. Moto Pelayanan


(67)

P (Prima): selalu memberikan pelayanan prima kepada semua Wajib Pajak

U (Utama): mengutamakan dan siap membantu Wajib Pajak sesuai dengan peraturan yang berlaku serta tetap berpedoman pada kode etik.

A (Akurat): memberikan pelayanan dan informasi yang akurat sesuai dengan ketentuan perpajakan yang berlaku.

S

(Sesuai SOP): memberikan pelayanan sesuai dengan Standard Operating Procedures yang telah ditetapkan.

3. Wilayah Kerja

Sesuai namanya, wilayah kerja KPP Pratama Bantul adalah Kabupaten Bantul. Kabupaten Bantul beribukota di Kota Bantul yang berjarak sekitar 15 km ke arah selatan dari pusat kota Yogyakarta. Kabupaten Bantul merupakan salah satu kabupaten dari 5 kabupaten/kota di Daerah Istimewa Yogyakarta. Sebelah utara berbatasa dengan kota Yogyakarta dan Kab. Sleman, sebelah timur berbatasan dengan Kab. Gunung Kidul, dan sebelah barat berbatasan dengan Kab. Kulon Progo. Luas wilayah Kabupaten Bantul adalah 50.685 ha, terbagi menjadi 17 kecamatan, 75 desa, dan 933 pedukuhan. Berdasarkan hasil sensus penduduk tahun 2010, jumlah penduduk sebanyak 1.035.635 jiwa atau 262.766 kepala keluarga


(68)

4. Stuktur Organisasi

Kepala Kantor

Sub Bagian Umum

Pelaksana

Seksi Pengawasan dan Konsultasi I

Account Representative

Pelaksana Seksi Pengawasan

dan Konsultasi II Account Representative

Pelaksana Seksi Pengawasan

dan Konsultasi III Account Representative Pelaksana Seksi Pelayanan Pelaksana Seksi Ekstensifikasi Perpajakan Pelaksana Seksi Ekstensifikasi Perpajakan Pelaksana Seksi Ekstensifikasi Perpajakan Pelaksana Seksi Ekstensifikasi Perpajakan Pelaksana Juru Sita Seksi Pengawasan dan Konsultasi III

Gambar V. Struktur Organisasi KPP Pratama Bantul Sumber: Sub Bagian Umum KPP Pratama Bantul


(69)

D. KPP PRATAMA WONOSARI

1. Visi, Misi, Tugas dan Fungsi Pelayanan a. Visi

Menjadi kantor pelayanan pajak unggul yang menyelenggarakan sistem pelayanan kekinian, efisien, dan dipercaya masyarakat dengan tetap berlandaskan pada nilai-nilai organisasi Direktorat Jenderal Pajak. b. Misi

Melayani Wajib Pajak sesuai dengan ketentuan Undang-Undang Perpajakan guna mewujudkan visi dan misi Direktorat Jenderal Pajak. c. Tugas dan Fungsi Pelayanan

Pelayanan sebagai bagian dari Kantor Pelayanan Pajak mempunyai tugas melakukan penetapan dan penerbitan hokum perpaakan, pengadministasian dokumen dan berkas perpajakan, penerimaan dan pengolahan surat pemberitahuan, serta penerimaan surat lainnya, penyuluhan perpajakan pelaksanaan registrasi Wajib Pajak, serta melakukan kerjasama perpajakan sesuai dengan fungsi dari tugas pemerintah sebagai pelaksana pembangunan dan berbagai pelayanan masyarakat.


(70)

2. Motto Pelayanan a. Sederhana

Dalam memberikan pelayanan dan sosialisasi peraturan perpajakan menggunakan cara dan Bahasa komunikasi yang sederhana, sehingga dapat diterima oleh masyarakat meskipun oleh orang awan dengan disesuaikan latar belakang budaya dan pendidikan masyarakat.

b. Mudah

Banyak masyarakat menghindari pajak karena merasa bahwa pajak itu susah dan rumit. Untuk itu dalam memberikan penjelasan menggunakan sarana yang memberikan kemudahan seperti melalui bagan-bagan, aplikasi sederhana untuk menghitung pajak.

c. Akurat

Dalam memberikan penjelasan harus tepat dan akurat sesuai peraturan perpajakan yang terbaru dan tidak membuat bingung Wajib Pajak.

d. Ramah

Dalam memberikan pelayanan harus mengedepankan adat istiadat setempat dengan sopan santun serta ramah tamah sehingga Wajib Pajak merasa terlayani dengan baik.

e. Tuntas

Dalam memberikan pelayanan harus memberikan penjelasan dan menyampaikan prosedur kerja sesuai SOP sampai dengan selesai agar


(71)

Wajib Pajak tidak merasa kecewa dan tidak harus bolak balik ke Kantor Pelayanan Pajak untuk menyelesaikan suatu urusan.

3. Wilayah Kerja a. Letak Geografis

10o 21’ sampai 110o 50’ BUJUR TIMUR dan 7o 46’ sampai 8o 09’ LINTANG SELATAN

b. Batas Wilayah Kabupaten Gunung Kidul

Sebelah Barat: Kabupaten Bantul dan Sleman (Propinsi DIY).

Sebelah Utara: Kabupaten Klaten dan Sukoharjo (Propinsi Jawa Tengah. Sebelah Timur: Kabupaten Wonogiri (Propinsi Jawa Tengah).

Sebelah Selatan: Samudra Hindia. c. Kondisi Geografis

Kabupaten Gunungkidul adalah salah satu kebupaten yang ada di Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta, dengan Ibukotanya Wonosari. Luas wilayah Kabupaten Gunungkidul 1.485,36 km2 atau sekitar 46,63% dari luas Propinsi DIY. Kota Wonosari terletak di sebelah tenggara kota Yogyakarta dengan jarak ± 39 km.

d. Pemerintahan

Wilayah Kabupaten Gunungkidul terdiri dari 18 kecamatan dan 144 desa1431 dusun, 3114 RW, dan 7077 RT. Kecamatan yang ada di Gunungkidul antara lain: Kecamatan Panggang, Purwosari, Paliyan,


(72)

Saptosari, Tepus, Tanjungsari, Rongkop, Girisubo, Semanu, Ponjong, Karang Mojo, Wonosari, Playen, Patuk, Gedangsari, Nglipar, Ngawen, dan Semin. Dari 144 desa, 82 desa masuk klasifikasi Swakarya dan 62 desa masih Swadaya.


(73)

4. Struktur Organisasi

Gambar VI. Struktur Organisasi KPP Pratama Wonosari Sumber: Sub Bagian Umum KPP Pratama Wonosari

KEPALA KANTOR

SEKSI PELAYANAN KEPALA SUBBAGIAN UMUM DAN KEPATUHAN INTERNAL PELAKSANA

PELAKSANA SEKSI PENGOLAHAN DATA

DAN INFORMASI SEKSI PENGAWASAN DAN

KONSULTASI I PELAKSANA

Account Representative

SEKSI PEMERIKSAAN

SEKSI PENGAWASAN DAN KONSULTASI II PELAKSANA

Account Representative

SEKSI EKSTENSIFIKASI DAN

PENYULUHAN SEKSI PENGAWASAN DAN

KONSULTASI III PELAKSANA

Account Representative

SEKSI PENAGIHAN

KELOMPOK FUNGSIONAL PEMERIKSA PELAKSANA


(1)

www.kemenkeu.go.id. 2015. “Target Meningkat, Pemerintah Tetapkan Kebijakan Penerimaan Perpajakan 2015”. http://www.kemenkeu.go.id/Berita/target-meningkat-pemerintah-tetapkan-kebijakan-penerimaan-pajak-2015. Diakses tanggal 8 September 2015.


(2)

81


(3)

(4)

(5)

(6)

Dokumen yang terkait

Pengaruh Persepsi Wajib Pajak Atas Sanksi Perpajakan Dan Kesadaran Wajib Pajak Terhadap Kepatuhan Wajib Pajak Orang Pribadi Di KPP Pratama Bandung Cibeunying

4 45 141

PENGARUH KESADARAN WAJIB PAJAK DAN SANKSI PAJAK TERHADAP KEPATUHAN WAJIB PAJAK ORANG PRIBADI DI KPP PRATAMA MEDAN PETISAH.

4 32 36

Pengaruh Sanksi Perpajakan, Kesadaran Wajib Pajak, dan Kualitas Pelayanan Pajak Terhadap Kepatuhan Wajib Pajak Orang Pribadi (Di KPP Pratama Cianjur).

0 11 26

Pengaruh Kesadaran Wajib Pajak dan Sanksi Perpajakan Terhadap Kepatuhan Wajib Pajak Orang Pribadi (Studi Kasus KPP Pratama di Cirebon).

6 18 19

Pengaruh Kepemilikan NPWP, Pengetahuan Wajib Pajak, dan Sanksi Pajak terhadap Kepatuhan Wajib Pajak Orang Pribadi (Studi Kasus pada KPP Pratama Bandung Bojonagara).

1 1 26

Pengaruh Pelayanan Fiskus dan Sanksi Pajak terhadap Kepatuhan Wajib Pajak Orang Pribadi di KPP Pratama Bandung Tegallega.

0 1 25

PENGARUH PENGETAHUAN TENTANG PAJAK, SANKSI PAJAK, DAN PEMERIKSAAN PAJAK TERHADAP KEPATUHAN WAJIB PAJAKDI KANTOR WILAYAH DIREKTORAT JENDERAL PAJAK DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA TAHUN 2016.

0 0 202

PENGARUH MOTIVASI MEMBAYAR PAJAK DAN TINGKAT PENDIDIKAN TERHADAP KEPATUHAN WAJIB PAJAK ORANG PRIBADI PADA KANTOR WILAYAH DIREKTORAT JENDERAL PAJAK DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA TAHUN 2015.

5 10 141

PENGARUH PENGETAHUAN TAX AMNESTY, KESADARAN WAJIB PAJAK, DAN SANKSI PERPAJAKAN TERHADAP KEPATUHAN WAJIB PAJAK ORANG PRIBADI (Studi Kasus pada Wajib Pajak Orang Pribadi di Wilayah KPP Pratama Surabaya Genteng)

0 0 18

PENGARUH PELAYANAN PAJAK TERHADAP KEPATUHAN WAJIB PAJAK ORANG PRIBADI Studi Kasus di KPP PRATAMA YOGYAKARTA SKRIPSI

0 0 100