Faktor Penganiayaan dan Kekerasan Dalam Rumah Tangga

commit to user 105 yang dibuat saat menghadapi banyak tekanan hidup adalah bercerai. Pernyataan diatas diamini oleh Ibu Afiefah seperti dibawah ini : “Dulu saya dan suami memang menikah muda, pada saat saya berusia 18 tahun dan suami berusia 20 tahun. Pernikahan saya bukan pernikahan kecelakaan saya hamil duluan, tapi saya memutuskan menikah muda karena keadaan di keluarga saya yang membuat saya tertekan dan depresi, dan pada saat itu keinginan saya hanyalah ingin menikah dengan suami saya itu agar bisa tidak tinggal lagi bersama orangtua saya yang suka bertengkar“. Hasil wawancara pada tanggal 25 Mei 2010 Berdasarkan pernyataan diatas dapat dilihat bahwa dalam faktor meninggalkan kewajiban dipicu dari himpitan ekonomi serta belum matangnya pemahaman kedua pasangan akan pernikahan sehingga pernikahan dini yang dilakukan memicu adanya pertentangan. Selain itu, diduga meningkatnya kesadaran wanita akan hak-haknya turut mendorong hal tersebut. Hal yang melatarbelakangi besarnya persentase penggugat dari pihak istri tersebut diperkirakan dari ketidakmampuan suami meluluskan kewajibannya sebagai kepala keluarga. Faktor meninggalkan kewajiban cenderung dibebankan kepada suami. Karena tradisi masih menempatkan posisi kepala keluarga sebagai pihak yang bertanggung jawab. Tidak ada tanggung jawab dari suami ini menjadi hal yang dominan dari sebab perceraian yang dilihat dari sudut pandang meninggalkan kewajiban. Kewajiban disini adalah kewajiban yang ditinggalkan oleh suami yang berupa nafkah lahir maupun batin.

c. Faktor Penganiayaan dan Kekerasan Dalam Rumah Tangga

Kekerasan dalam rumah tangga KDRT juga menjadi salah satu penyebab utama perceraian. Banyak pasangan memilih menyelamatkan kehidupannya dengan bercerai karena sering mendapat aniaya baik secara fisik maupun verbal. commit to user 106 Bentuk kekerasan yang terjadi dalam hubungan rumah tangga yang menimbulkan perceraian adalah kurangnya tanggung jawab dari salah satu pihak baik itu suami atau istri yang didalam setiap pertengkaran yang terjadi diikuti dengan tindakan pemukulan serta tindak kekerasan lainnya. Kebanyakan istri mengaku tidak cocok dengan pasangan karena kerap diperlakukan kasar atau dianiaya. Akhir-akhir ini sering sekali dalam pemberitaan di media massa ataupun media elektronik dapat dilihat adanya tindak kekerasan yang dilakukan oleh suami terhadap istrinya yang mengakibatkan renggangnya hubungan pernikahan antara suami dan istri. Tidak sedikit si korban dalam hal ini adalah para istri meminta cerai yang disebabkan adanya tindak kekerasan yang dideritanya, yang berakibat suatu perkawinan itu tidak dapat berjalan dengan harmonis. Kekejaman terhadap jasmani dapat dilihat dari perbuatannya yang dapat menimbulkan sakit dan atau yang termasuk tindakan pidana. Sedangkan kekejaman rohani dapat berupa hinaan, fitnah atau hal lain yang mengganggu kejiwaan. Penganiayaan yang dimaksud disini adalah melakukan kekejaman baik jasmani maupun rohani misalnya dipukuli, disiram air panas, dijambak, ditampar dan perbuatan lain yang menyakiti hal ini termasuk penganiayaan. Seperti yang diungkapkan oleh Ibu Pariyati : “Pernikahan saya hanya bertahan 8 tahun saja tapi 2 tahun terakhir sekitar tahun 2004, suami saya kerap melakukan kekerasan terhadap saya, seperti contohnya pada saat suami saya pulang kerja dan ternyata keadaan ditempat ia bekerja buat dia jengkel sampai rumah apabila ada hal yang tidak sesuai dengan keinginannya dia membentak-bentak saya dengan kata-kata kasar yang tidak sepantasnya, selain itu dia juga suka mabuk-mabukan dan pulang dalam keadaan mabuk, disitu saya sering dipukuli kalau tidak sesuai perintahnya. Selama ini saya cuma diem saja tidak berani mengadu sama orang lain takut dia malah semakin menghajar saya kalau dia tahu saya ngadu kelakuannya ke orang lain dan commit to user 107 dia mengancam saya bakal tidak diberi nafkah. Puncaknya suatu malam saat dia pulang dari kerja bangunan, dia mabuk dan minta dilayani sedang pada saat itu saya baru berhalangan, kemudian saya dimaki-maki, ditampar, dipukuli dan kejadian itu dilihat oleh anak saya yang tidak sengaja terbangun. Sejak itu saya memutuskan untuk berpisah dari dia, saya menggugat cerai dia demi mental anak-anak saya, mereka sekarang sangat marah dengan kelakuan bapaknya dan saya memutuskan untuk pulang kerumah orangtua saya“. Hasil wawancara pada tanggal 24 Mei 2010 Berdasarkan pernyataan diatas kekerasan dalam rumah tangga biasa terjadi apabila salah satu pasangan terpengaruh minuman keras atau sedang mabuk sehingga tindakan yang mereka lakukan tidak terkontrol dan diluar kesadaran mereka. Penganiayaan yang sudah terlalu berat dapat dilaporkan ke pihak yang berwenang terkena hukum pidana, karena manusia dilindungi oleh hukum. Untuk itu diharapkan para pasangan suami-isteri, dapat menyelesaikan perselisihan dalam rumah tangga dengan sebaik-baiknya, dengan kepala dingin, jangan menggunakan amarah atau kekuatan diselesaikan dengan jalan kekeluargaan, sehingga upaya damai dapat tercapai.

d. Faktor Gangguan Pihak Ketiga