14
Hukum dengan segala ketentuannya mengandung petunjuk-petunjuk hidup berupa perintah maupun larangan yang harus di taati dalam suatu masyarakat tertentu. Baik bersifat larangan
untuk bersikap melakukan suatu perbuatan, maupun ketentuan yang mengatur untuk besikap melakukan suatu perbuatan yang telah diatur oleh ketentuan hukum tersebut. Karena suruh dan
larang telah diatur oleh hukum yang berlaku di masyarakat maka berarti setiap anggota masyarkat yang hidup di kawasan tersebut harus menaatinya, sehingga ketertiban dalam
kehidupan itu terpelihara.
14
2.2.4 Khazanah Sastra Tradisi Melayu Langkat
Dalam buku berjudul Pemikiran Kreatif dan Sastra Tradisi Melayu 2015 diutarakan bahwa Khazanah kesusastraan lisan atau tradisi masyarakat Melayu pada umumnya mempunyai
beberapa ciri tertentu. Ciri pertama yang paling ketara adalah cara ia disampaikan, yaitu secara lisan. Namun, ada juga sebagian darinya telah ditulis dan kemudian dilisankan kembali.
Manakala ada juga yang dituturkan secara individu kepada individu atau kepada sekumpulanmasyarakat. Kesusastraan lisan atau disebut juga sastra tradisi masyarakat Melayu,
khususnya yang berdomisili di Pesisir Timur-langkat juga dipertuturkan untuk diperluaskan penggunaannya dalam majlis-majlispesta-pesta perkahwinan, berkhitan, bercukur, berendoi, dan
dalam adat-istiadat yang lain, seperti puja pantai, syukuran laut, jamu kampong, dan dalam seni permainan rakyat. Kemudian baik sebagai bagian dari majlispesta adat, pemeriah dalam hajatan
ataupun hanya penghibur dalam pertemuan-pertemuan tersebut. Menurut pandangan anggota masyarakat Melayu di Langkat bernama Sidin, ada juga ketua
kampung dan daerah yang mengambil kesempatan menulis dan merakam setiap yang dituturkan di dalam majlispesta tersebut untuk dijadikan koleksi dan pengetahuan pribadi atau berniat
diperturunkan kepada generasi pewaris.
14
logcit
Universitas Sumatera Utara
15
Berkaitan dengan isi kandungannya, ciri kesusastraan lisan masyarakat Melayu telah menerima pengaruh Hindu-Buddha dan Islam. Kesusastraan lisan masyarakat Melayu tersebar di
kalangan masyarakatnya dari berbagai-bagai pengaruh dan cara penyebarannya terdapat tiga hal yang selalu terjadi, yaitu pertama kesusastraan lisan masyarakat Melayu mengalami penambahan
baik dalam bentuk, isi maupun pertuturannya. Kedua, kesusastraan lisan masyarakat Melayu mengalami pengurangan baik isi, bentuk maupun cara pertuturannya, dan yang ketiga di dalam
masyarakat Melayu, khususnya di Pesisir Timur sendiri ditemui pelbagai genre dan variasi serta gaya penceritaan.
Hal tersebut terjadi disebabkan oleh seorang penutur baik pencatat maupun perekam akan menokok tambah atau menambah-nambahi cerita, bentuk serta penyampaiannya untuk
menambah kesedapan, kesesuaian cerita dengan suasana dan alam persekitaran, di mana ia dituturkan dan disampaikan serta di dimana pula ia berkedudukan hingga tidak ada rasa ragu-
ragu untuk membuang dan rnenambah isi serta bentuk dan juga gaya penyampaiannya. Disebabkan itulah ditemui beberapa karya yang bersifat cerita dan bukan cerita baik
berbentuk prosa ataupun puisi mempunyai judul yang sama. Misalnya; Syair Puteri Hijau, Kelambai, dan Syair Burong Punggok. Namun begitu, terdapat perbedaan apabila dilihat dari
segi isi ataupun kandungan cerita serta gaya penyampaian serta penuturannya. Begitu juga halnya dengan bentuknya, dari sesebuah judul diceritakan dalam genre yang berbeda-beda. Ciri
yang kedua melibatkan soal keberadaan kelahiran dari kesusastraan lisan masyarakat Melayu, yaitu lebih banyak lahir dan berkembang dari dalam masyarakat yang sederhana. Mungkin ia
turut lahir dan wujud dalam masyarakat bangsawan, walaupun penggunaannya terbatas hanya pada acara-acara adat.
Berkenaan dengan isi cerita-cerita yang berkembang dalam masyarakat sederhana dan masyarakat bangsawan pada masa pengaruh Hindu-Buddha, ia bertemakan atau mengacu kepada
Universitas Sumatera Utara
16
kebesaran raja sebagai titisan dewa. Semasa pengaruh Islam cerita-cerita yang berkembang berisi dan bertemakan Kebesaran Allah sebagai pencipta manusia, langit, dan alam lingkungan berserta
isi- isinya. Misalnya; Hikayat Deli, Hikayat Malem Deman, dan Cerita Puteri Bungsu. Ciri ketiga ialah kesusastraan lisan masyarakat Melayu mengandungi ciri-ciri budaya asal
masyarakat yang melahirkannya sehingga menggambarkan suasana rnasyarakat Melayu yang alamiah. Hal ini wujud dalam sastra yang berbentuk cérita baik karya-karya dalam bentuk lisan
ataupun tulisan. Misalnya ; Cerita Datuk Bogak, Pangbelgah, dan cerita Si Kuntai. Disebabkan oleh sastra lisan merupakan ekspresi atau pernyataan budaya, rnelalui kesusastraan lisan
masyarakat Melayu Pesisir Timur dapat mewujudkan corak budaya asas atau tradisionalnya, sehingga ciri asalnya tetap terpelihara.
Walaupun terdapat unsur-unsur saling melengkapi atau tokok tambah. Hal tersebut menunjukkan bahwa karya-karya sastra lisan masyarakat Melayu pada hakikatnya cagar budaya
bangsa karena kesemuanya tuangan pengalaman jiwa bangsanya dan turut meliputi pandangan hidup serta landasan falsafah bangsa.
Ciri keempat menunjukkan bahwa kesusastraan lisan atau disebut juga sastra tradisi kepunyaan bersama, baik dianggap sebagai milik masyarakatnya ataupun bukan milik
perseorangan. Dengan itu apabila disusurgalurkan dengan kewujudan masyarakat Melayu dan kesusastraan lisan ditemui mempunyai banyak berbedaan versi. lni bermakna hasil kesusastraan
lisan, baik yang bersifat lisan maupun tulisan juga mempunyai gaya penceritaan dan bukan bersifat penceritaan. Terdapat beberapa kelainan di dalam isi, gaya pertuturan dan bentuknya
walaupun tajuknya sama. Ciri ke lima dan terakhir ialah dalam kesusastraan lisan Melayu terdapat unsur-unsur
pemikiran yang luas tentang kemampuan masyarakatnya, pengajaran atau bersifat didaktik dan unsur ketiga-tiga unsur ini berlaku dalam sesetengah susunan kata- puitis dan teratur indah.
Universitas Sumatera Utara
17
Manakala susunan kata-kata demikian gambaran sesuatu keadaan atau peristiwa dipaparkan. Ini menunjukkan bahwa aspek pemikiran masyarakat Melayu sangat luas tentang alam nyata dan
alarn ghaib. Bentuk pemikiran itu ada kaitan pula dengan sistern kepercayaan dan agama yang dianuti seperti animisme, Hindu, Budha, dan Islam.
a. Bentuk-Bentuknya
Kesusastraan lisan masyarakat Melayu, khususnya di pesisir Secanggang-Langkat, dilihat dari segi isi dan sifat penceritaannya lahir dalam dua sifat. Kedua-duanya diwujudkan dalam
bentuk prosa dan puisi yang hidup di dalam masyarakatnya. Sifat penceritaan yang dimaksudkan wujud dalam cerita rakya mitos, epic serta kuntai, legenda dan cerita jenaka juga dongeng,
sedangkan yang bukan bersifat penceritaan wujud dalam nyanyian rakyat, ungkapan, peribahasa, teka-teki dan undang-undang adat. Genre dari puisi rakyat masyarakat Melayu ialah syair,
pantun, seloka, teka-teki, gurindam, dan mantera. Cerita rakyat yang dimaksudkan merupakan cerita yang pada umumnya, mempunyai isi
untuk tujuan pengajaran dan hiburan serta perobatan, bahkan kadangkala diluahkan untuk jenaka, seperti cerita Datuk Bogag, Pak Belalang, Si Jibau Malang dan lain-lain.
Mitos ialah cerita-cerita yang mengisahkan masa Iampau yang mengisahkan tentang dewa- dewi dan asal-usul kehidupan dan dianggap keramat baik oleh cendikiawan dan budayawan
ataupun masyarakat setempat. Perihal mitos yang wujud dalam masyarakat Melayu, seperti yang telah dipahami, yaitu;
... Mitos yang ada di dalam masyarakat Melayu juga pada dasarnya merupakan cerita tentang asal-usul; baik asal-usul nama sesuatu tempat, asa-usul manusia asal-
usul sesuatu kejadian dan sebagainya. Mitos yang terdiri dari pelbagai cerita, menjadi kepercayaan rakyat, sesuatu kaum, bahkan sesuatu bangsa; selalunya oleh masyarakat Melayu, ia
dihormati, sampai turun temurun. Kadangkala mitos juga, oleh karena sukar dikikis dari jiwa,
Universitas Sumatera Utara
18
pemikiran, dan kepercayaan sesuatu kelompok masyarakat, terus dihormati baik kaum tersebut telah ataupun belum menerima pengaruh agama asing yang besar, seperti Hindu, Islam, Buddha,
Kristian dan lain- lain”.
Dalam konteks kepercayaan dan folklor, cerita rakyat, dan mitos bukan saja dihormati bahkan diyakini seolah-olah sesuatu peristiwa yang berunsur mitos itu benar benar berlaku dalam
masyarakat. Dalam anggota masyarakat Melayu, cerita yang bersifat mitos, yaitu mitos Mambang Si Gao, Si Peros, Meriam Puntung, dan Puteri Tanah Datar serta Asal Usul Tanjung
Balai. Mitos Mambang Si Gao, mengisahkan tentang zuriat masyarakat Melayu dan kesaktian
dari peneroka daerah pesisir. Si Peros mengisahkan tentang keajaiban seekor harimau sebagai penunggu istana, sedangkan mitos Mariam Puntung pula merupakan mengenai puteri jelita dari
zuriat kesultanan Deli di Sumatera. Kemudian cerita mitos Puteri Tanah Datar berkisar tentang kesaktian puteri raja yang menguasai di suatu kerajaan, sedangkan Asal Usul BandarTanjung
Balai pula mengisahkan tentang alam yang telah menjadikan suatu bandar wujud hingga ke saat ini.
Selanjutnya epik adalah cerita-cerita kewiraan yang bersambung-sambung tentang tokoh atau wira yang terkenal baik perihal Kegagahan maupun kegigihannya. Misalnya, dalam
masyarakat Melayu Pesisir Timur cerita Guru Patimpus dan Datuk Hamparan Perak. Legenda adalah cerita-cerita yang dianggap, atau dalam konsepsi yang empunyanya sebagai peristiwa-
peristiwa sejarah. Dundes di dalam bukunya yang bertajuk: The Study of Folklore yang dikutip dari James menyatakan bahwa; “...Legenda adalah cerita prosa rakyat yang ditokohi manusia
yang adakalanya memihki sifat-sifat luar biasa dan dibantu oleh kuasa atau makhluk ajaib. Cerita-cerita legenda juga dipercayai pernah benar-benar terjadi oleh penuturnya dan
masyarakatnya tetapi tidak dianggap suci. Legenda bersifat keduniawian, terjadi pada masa yang
Universitas Sumatera Utara
19
belum begitu lama dan bertempat di dunia. Selanjutnya jumlah legenda dalam ssesuatu kebudayaan mungkin jauh lebih besar dari mitos karena setiap zaman akan melahirkan legenda
baru atau sekurang - kurangnya varian baru bagi legenda yang sudah ada. Tokoh-tokoh yang dibawa dalam huraian legenda luar biasa, tetapi tokoh-tokoh itu
mempunyai sifat-sifat tertentu yang tidak bisa mengatasi hukum alam semula jadi. Bermakna legenda tidak bersifat ritual atau kudus, tetapi bersifat ghaib seperti legenda Pulau Si Mardan dan
Perahu Si Kantan dan Legenda Pemandian Puteri Hijau di alam Melayu di Sumatera Timur. Cerita Pulau Si Mardan hingga sekarang dipercayai oleh anggota masyarakat Melayu
karena realitasnya wujud di daerah kesultanan Panai Labuhan Bilik. Apabila seorang pengunjung menunjuk pulau itu dan menyebutkan Si Mardan malu beribu atau berulang-ulang sekali
dipercayai air dipersekitarannya pulau itu akan bergelombang besar dan pulau pun terasa bergoyang. Begitu juga dengan Si Kantan’ yang berkaitan dengan anak derhaka terhadap orang
tuanya. Dipercayai puing-puing perahunya boleh dilihat di suatu daerah yang dinamakan Panai Tengah yang masih wujud hingga kini.
Bukan naratif seperti nyanyian tarian rakyat yang merupakan satu keseluruhan yang mengandungi kata-kata dan lagu, seperti nyanyian sewaktu purnama, yaitu Dendang Petani dan
satu bait antaranya berbunyi; Oi.... dendang didendang dendang ku sayang
bila dah tinggi jangan lupa sembayang Oi .....Allah dan orang tua yang disayang
Seterusnya melagukan nyanyian sebelum tidur, yaitu Nan Mata Pena satu bait dari teksnya seperti berikut:
Satu kejadian heranlah kite tidak berlidah
Universitas Sumatera Utara
20
pandai berkate mulut setempat dengan pena perkataannya jauh didengar nyate.
Ungkapan pula membawa maksud simpulan bahasa tertentu sebagai membungai percakapan sehari-hari dan mempunyai fungsi tertentu
walaupun fungsinya tidak begitu dirasakan sangat. Umumnya, ia digunakan untuk memberi galakan dan semangat baik perangsang ataupun mengucapkan sukses atas kesuksesan seseorang.
Selanjutnya peribahasa juga mencakupi bidalan, pepatah dan petitih yang merupakan khas dalam penggunaan bahasa. la merupakan pengajaran dan teladan ataupun fikiran dan falsafah
terhadap hidup masyarakatnya, seperti bidalan; Luke bise semboh, tapi parot tetinggal jue, Hal in
i bersifat mengaitkan sesuatu kepada yang lain, seperti “belalai gading besar dabah, sampai umurnya ia pun rebah
b. Kedudukan dalam Masyarakat
Melihat kepada ciri, isi, dan bentuknya, kesusastraan lisan masyarakat Melayu mempunyai kedudukan yang tinggi di dalam kehidupan masyarakatnya baik dalam masyarakat masa lalu
maupun masa kini. Ia merupakan salah satu warisan budaya yang mempunyai nilai kegunaan yang tinggi. Kesusastraan lisan bukan sahaja menjadi alat hiburan yang indah, tetapi juga
sebagai alat pengajaran yang memberikan yang lebih berkesan. Di samping memancarkan nilai- nilai kehidupan masyarakat Melayu, ia juga memancarkan segala pewarnaan jiwa, semangat,
sikap kepercayaan dan sejarah ideologi dan cermin hidup dan hati nurani masyarakatnya. Dalam hubungannya dengan kehidupan sosial budaya masyarakat Melayu, kesusastraan
lisan atau disebut juga sastra tradisi tidak dapat diabaikan karena ia sebahagian dari keseluruhan kehidupan. Pengkajian sosiobudaya tidak akan member makna jika tidak melihat kesusastraan
lisan atau disebut juga sastra tradisi sebagai sesuatu yang pendukung. Persehsihan telah berdamai atau akur, tetapi masih merupakan kenyataan-kenyataan yang menyembunyikan makna berikut;
Universitas Sumatera Utara
21
Lame-lame panjang bertambah, disertekan pula jika tidak melihat kesusastraan lisan sebagai sesuatu.
Kesusastraan lisan boleh memberi hala tuju peristiwa masyarakat dan boleh juga memperlihatkan perkembangan dapat dikatakan bahwa ada kelangsungan dalam Pesisir Timur
dengan kesusastraan lisan atau masyarakatnya. la adalah sebagai histeriografi masyarakat
Melayu, khasnya di Pesisir Timur, yaitu penulisan mengenai peristiwa-peristiwa telah disusun di dalam bentuk sastra yang agak baik dan pengajaran dan kemegahan generasi semasa masyarakat
dan keturunannya. Kepahaman terhadap nilai yang dihasilkan dari cerita-cerita rakyat Si Kantan dan Pulau Si
Mardan serta sikap keperwiraan kepercayaan terhadap mitos Mambang Si Gao dan terkandung di dalam Asal-Usul Raja-Raja di Sumatera kelangsungan sosial budaya di antara masyarakat
Melayu, kesusastraan lisan atau disebut juga khazanah kesusasteraan rakyatnya.
15
2.5 Tradisi Ritual Istiadat Khitanan